Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

 Latar Belakang

Dermatitis adalah peradangan kulit epidermis dan dermis sebagai respon terhadap pengaruh
faktor eksogen atau faktor endogen, menimbulkan kelainan klinis berubah eflo-resensi
polimorfik (eritema, edema,papul, vesikel, skuama, dan keluhan gatal) (Adhi Juanda,2005).

Dermatitis adalah peradangan kulit ( epidermis dan dermis ) sebagai respon terhadap
pengaruh fakor eksogen atau pengaruh factor endogen, menimbulkan kelainan klinis berupa
efloresensi polimorfik ( eritema, edema, papul, vesikel, skuama ) dan keluhan gatal (Djuanda,
Adhi, 2007).

Dermatitis atau lebih dikenal sebagai eksim merupakan penyakit kulit yang mengalami
peradangan kerena bermacam sebab dan timbul dalam berbagai jenis, terutama kulit yang
kering, umumnya berupa pembengkakan, memerah, dan gatal pada kulit (Widhya, 2011).

Alergi adalah suatu perubahan reaksi atau respon pertahanan tubuh yang menolak dan tidak
tahan terhadap zat zat asing yang masuk dalam tubuh (Robert Davies, 2003). Alergi
merupakan respons sistem imun yang tidak tepat dan sering kali membahayakan terhadapa
substansi yang biasanya tidak berbahaya. Reaksi alergi merupakan manifestasi cedera
jaringan yang terjadi akibat interaksi antara antigen dan antibody (Brunner & Suddarth, 2002)

Alergi makanan adalah respon abnormal tubuh terhadap suatu makanan yang dicetuskan oleh
reaksi spesifik pada sistem imun dengan gejala yang spesifik pula. Alergi makanan adalah
kumpulan gejala yang mengenai banyak organ dan sistem tubuh yang ditimbulkan oleh alergi
terhadap bahan makanan.

Alergi obat adalah reaksi alergi dimana sistem kekebalan tubuh bereaksi secara berlebihan
(abnormal) terhadap obat-obatan tertentu yang di konsumsi oleh seseorang. Beberapa jenis
obat termasuk obat yang dijual bebas ataupun resep dokter bisa berpotensi menimbulkan
alergi terhadap orang yang sensitif terhadap obat tersebut, jadi bisa saja obat A menimbulkan
alergi bagi si B namun tidak menimbulkan reaksi alergi bagi si C.

 Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Mengetahui bagaimana proses asuhan keperawatan pada pasien dengan dermatitis dan alergi
makanan dan obat.

1. Tujuan Khusus

1). Mengidentifikasi konsep dermatitis dan alergi makanan dan obat meliputi definisi,
klasifikasi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis dan patofisiologi.
2). Mengidentifikasi proses keperawatan pada dermatitis dan alergi makanan dan obat
meliputi pengkajian, analisa data dan diagnosa, intervensi dan evaluasi.

1.3 Manfaat Penulisan

1. Mahasiswa memahami konsep dan proses keperawatan pada klien dengan dermatitis
sehingga menunjang pembelajaran mata kuliah KMB II
2. Mahasiswa memahami konsep dan proses keperawatan pada klien dengan alergi
makanan dan obat sehingga menunjang pembelajaran mata kuliah KMB II
3. Mahasiswa mengetahui proses keperawatan yang benar sehingga dapat menjadi bekal
dalam persiapan praktik di rumah sakit.

BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Dermatitis

2.1.1 Pengertian

Dermatitis adalah peradangan kulit epidermis dan dermis sebagai respon terhadap pengaruh
faktor eksogen atau faktor endogen, menimbulkan kelainan klinis berubah eflo-resensi
polimorfik (eritema, edema,papul, vesikel, skuama, dan keluhan gatal) (Adhi Juanda,2005).

Dermatitis adalah peradangan kulit ( epidermis dan dermis ) sebagai respon terhadap
pengaruh fakor eksogen atau pengaruh factor endogen, menimbulkan kelainan klinis berupa
efloresensi polimorfik ( eritema, edema, papul, vesikel, skuama ) dan keluhan gatal (Djuanda,
Adhi, 2007).

Dermatitis atau lebih dikenal sebagai eksim merupakan penyakit kulit yang mengalami
peradangan kerena bermacam sebab dan timbul dalam berbagai jenis, terutama kulit yang
kering, umumnya berupa pembengkakan, memerah, dan gatal pada kulit (Widhya, 2011).

2.1.2 Klasifikasi

Klasifikasi Dermatitis antara lain :

1. Contact Dermatitis

Dermatitis kontak adalah dermatitis yang disebabkan oleh bahan/substansi yang menempel
pada kulit. (Adhi Djuanda,2005).

Dermatitis yang muncul dipicu alergen (penyebab alergi) tertentu seperti racun yang terdapat
pada tanaman merambat atau detergen. Indikasi dan gejala antara kulit memerah dan gatal.
Jika memburuk, penderita akan mengalami bentol-bentol yang meradang. Disebabkan kontak
langsung dengan salah satu penyebab iritasi pada kulit atau alergi. Contohnya sabun
cuci/detergen, sabun mandi atau pembersih lantai. Alergennya bisa berupa karet, logam,
perhiasan, parfum, kosmetik atau rumput.

2. Neurodermatitis

Peradangan kulit kronis, gatal, sirkumstrip, ditandai dengan kulit tebal dan garis kulit tampak
lebih menonjol(likenifikasi) menyerupai kulit batang kayu, akibat garukan atau gosokan yang
berulang-ulang karena berbagai ransangan pruritogenik. (Adhi Djuanda,2005)

Timbul karena goresan pada kulit secara berulang, bisa berwujud kecil, datar dan dapat
berdiameter sekitar 2,5 sampai 25 cm. Penyakit ini muncul saat sejumlah pakaian ketat yang
kita kenakan menggores kulit sehingga iritasi. Iritasi ini memicu kita untuk menggaruk
bagian yang terasa gatal. Biasanya muncul pada pergelangan kaki, pergelangan tangan,
lengan dan bagian belakang dari leher.

3. Seborrheich Dermatitis

Kulit terasa berminyak dan licin; melepuhnya sisi-sisi dari hidung, antara kedua alis,
belakang telinga serta dada bagian atas. Dermatitis ini seringkali diakibatkan faktor
keturunan, muncul saat kondisi mental dalam keadaan stres atau orang yang menderita
penyakit saraf seperti Parkinson.

4. Statis Dermatitis

Merupakan dermatitis sekunder akibat insufisiensi kronik vena(atau hipertensi vena) tungkai
bawah. (Adhi Djuanda,2005)

Yang muncul dengan adanya varises, menyebabkan pergelangan kaki dan tulang kering
berubah warna menjadi memerah atau coklat, menebal dan gatal. Dermatitis muncul ketika
adanya akumulasi cairan di bawah jaringan kulit. Varises dan kondisi kronis lain pada kaki
juga menjadi penyebab.

5. Atopic Dermatitis

Merupakan keadaan peradangan kulit kronis dan resitif, disertai gatal yang umumnya sering
terjadi selama masa bayi dan anak-anaka, sering berhubungan dengan peningkatan kadar IgE
dalam serum dan riwayat atopi pada keluarga atau penderita(D.A, rinitis alergik, atau asma
bronkial).kelainan kulit berupa papul gatal yang kemudian mengalami ekskoriasi dan
likenifikasi, distribusinya dilipatan(fleksural). (Adhi Djuanda,2005)

Dengan indikasi dan gejala antara lain gatal-gatal, kulit menebal, dan pecah-pecah. Seringkali
muncul di lipatan siku atau belakang lutut. Dermatitis biasanya muncul saat alergi dan
seringkali muncul pada keluarga, yang salah satu anggota keluarga memiliki asma. Biasanya
dimulai sejak bayi dan mungkin bisa bertambah atau berkurang tingkat keparahannya selama
masa kecil dan dewasa.

2.1.3 Etiologi
Penyebab dermatitis dapat berasal dari luar(eksogen), misalnya bahan kimia (contoh :
detergen,asam, basa, oli, semen), fisik (sinar dan suhu), mikroorganisme (contohnya : bakteri,
jamur) dapat pula dari dalam(endogen), misalnya dermatitis atopik.(Adhi Djuanda,2005)

Sejumlah kondisi kesehatan, alergi, faktor genetik, fisik, stres, dan iritasi dapat menjadi
penyebab eksim. Masing-masing jenis eksim, biasanya memiliki penyebab berbeda
pula. Seringkali, kulit yang pecah-pecah dan meradang yang disebabkan eksim menjadi
infeksi. Jika kulit tangan ada strip merah seperti goresan, kita mungkin mengalami selulit
infeksi bakteri yang terjadi di bawah jaringan kulit. Selulit muncul karena peradangan pada
kulit yang terlihat bentol-bentol, memerah, berisi cairan dan terasa panas saat disentuh dan
.Selulit muncul pada seseorang yang sistem kekebalan tubuhnya tidak bagus. Segera periksa
ke dokter jika kita mengalami selulit dan eksim.

2.1.4 Patofisiologi

Pada dermatitis kontak iritan kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh
bahan iritan melalui kerja kimiawi maupun fisik. Bahan iritan merusak lapisan tanduk, dalam
beberapa menit atau beberapa jam bahan-bahan iritan tersebut akan berdifusi melalui
membran untuk merusak lisosom, mitokondria dan komponen-komponen inti sel. Dengan
rusaknya membran lipid keratinosit maka fosfolipase akan diaktifkan dan membebaskan
asam arakidonik akan membebaskan prostaglandin dan leukotrin yang akan menyebabkan
dilatasi pembuluh darah dan transudasi dari faktor sirkulasi dari komplemen dan system
kinin. Juga akan menarik neutrofil dan limfosit serta mengaktifkan sel mast yang akan
membebaskan histamin, prostaglandin dan leukotrin. PAF akan mengaktivasi platelets yang
akan menyebabkan perubahan vaskuler. Diacil gliserida akan merangsang ekspresi gen dan
sintesis protein. Pada dermatitis kontak iritan terjadi kerusakan keratisonit dan keluarnya
mediator- mediator. Sehingga perbedaan mekanismenya dengan dermatis kontak alergik
sangat tipis yaitu dermatitis kontak iritan tidak melalui fase sensitisasi.Ada dua jenis bahan
iritan yaitu : iritan kuat dan iritan lemah. Iritan kuat akan menimbulkan kelainan kulit pada
pajanan pertama pada hampir semua orang, sedang iritan lemah hanya pada mereka yang
paling rawan atau mengalami kontak berulang-ulang. Faktor kontribusi, misalnya
kelembaban udara, tekanan, gesekan dan oklusi, mempunyai andil pada terjadinya kerusakan
tersebut.

Pada dermatitis kontak alergi, ada dua fase terjadinya respon imun tipe IV yang
menyebabkan timbulnya lesi dermatitis ini yaitu :

a.Fase Sensitisasi

Fase sensitisasi disebut juga fase induksi atau fase aferen. Pada fase ini terjadi sensitisasi
terhadap individu yang semula belum peka, oleh bahan kontaktan yang disebut alergen
kontak atau pemeka. Terjadi bila hapten menempel pada kulit selama 18-24 jam kemudian
hapten diproses dengan jalan pinositosis atau endositosis oleh sel LE (Langerhans
Epidermal), untuk mengadakan ikatan kovalen dengan protein karier yang berada di
epidermis, menjadi komplek hapten protein. Protein ini terletak pada membran sel
Langerhans dan berhubungan dengan produk gen HLA-DR (Human Leukocyte Antigen-DR).
Pada sel penyaji antigen (antigen presenting cell). Kemudian sel LE menuju duktus
Limfatikus dan ke parakorteks Limfonodus regional dan terjadilah proses penyajian antigen
kepada molekul CD4+ (Cluster of Diferantiation 4+) dan molekul CD3. CD4+berfungsi
sebagai pengenal komplek HLADR dari sel Langerhans, sedangkan molekul CD3 yang
berkaitan dengan protein heterodimerik Ti (CD3-Ti), merupakan pengenal antigen yang lebih
spesifik, misalnya untuk ion nikel saja atau ion kromium saja. Kedua reseptor antigen
tersebut terdapat pada permukaan sel T. Pada saat ini telah terjadi pengenalan antigen
(antigen recognition). Selanjutnya sel Langerhans dirangsang untuk mengeluarkan IL-1
(interleukin-1) yang akan merangsang sel T untuk mengeluarkan IL-2. Kemudian IL-2 akan
mengakibatkan proliferasi sel T sehingga terbentuk primed me mory T cells, yang akan
bersirkulasi ke seluruh tubuh meninggalkan limfonodi dan akan memasuki fase elisitasi bila
kontak berikut dengan alergen yang sama. Proses ini pada manusia berlangsung selama 14-21
hari, dan belum terdapat ruam pada kulit. Pada saat ini individu tersebut telah tersensitisasi
yang berarti mempunyai resiko untuk mengalami dermatitis kontak alergik.

b.Fase elisitasi

Fase elisitasi atau fase eferen terjadi apabila timbul pajanan kedua dari antigen yang sama
dan sel yang telah tersensitisasi telah tersedia di dalam kompartemen dermis. Sel Langerhans
akan mensekresi IL-1 yang akan merangsang sel T untuk mensekresi Il-2. Selanjutnya IL-2
akan merangsang INF (interferon) gamma. IL-1 dan INF gamma akan merangsang keratinosit
memproduksi ICAM-1 (intercellular adhesion molecule-1) yang langsung beraksi dengan
limfosit T dan lekosit, serta sekresi eikosanoid. Eikosanoid akan mengaktifkan sel mast dan
makrofag untuk melepaskan histamin sehingga terjadi vasodilatasi dan permeabilitas yang
meningkat. Akibatnya timbul berbagai macam kelainan kulit seperti eritema, edema dan
vesikula yang akan tampak sebagai dermatitis.

Proses peredaan atau penyusutan peradangan terjadi melalui beberapa mekanisme yaitu
proses skuamasi, degradasi antigen oleh enzim dan sel, kerusakan sel Langerhans dan sel
keratinosit serta pelepasan Prostaglandin E-1dan 2 (PGE-1,2) oleh sel makrofag akibat
stimulasi INF gamma. PGE-1,2 berfungsi menekan produksi IL-2R sel T serta mencegah
kontak sel T dengan keratisonit. Selain itu sel mast dan basofil juga ikut berperan dengan
memperlambat puncak degranulasi setelah 48 jam paparan antigen, diduga histamin berefek
merangsang molekul CD8 (+) yang bersifat sitotoksik. Dengan beberapa mekanisme lain,
seperti sel B dan sel T terhadap antigen spesifik, dan akhirnya menekan atau meredakan
peradangan.

PATHWAY

Sumber : Djuanda S, Sularsito. (2005)

2.1.5 Manifestasi Klinik

Subyektif ada tanda–tanda radang akut terutama priritus ( sebagai pengganti dolor). Selain itu
terdapat pula kenaikan suhu (kalor), kemerahan (rubor), edema atau pembengkakan dan
gangguan fungsi kulit (function laisa).Obyektif, biasanya batas kelainan tidak tgas an terdapt
lesi polimorfi yang dapat timbul scara serentak atau beturut-turut. Pada permulaan eritema
dan edema.Edema sangat jelas pada kulit yang longgar misalya muka (terutama palpebra dan
bibir) dan genetelia eksterna .Infiltrasi biasanya terdiri atas papul.
Dermatitis madidans (basah) bearti terdapat eksudasi.Disana-sini terdapat sumber dermatitis,
artinya terdapat Vesikel-veikel fungtiformis yang berkelompok yang kemudian membesar.
Kelainan tersebut dapat disertai bula atau pustule, jika disertai infeksi.Dermatitis sika
(kering) berarti tiak madidans bila gelembung-gelumbung mongering maka akan terlihat erosi
atau ekskoriasi dengan krusta. Hal ini berarti dermatitis menjadi kering disebut ematiti
sika.Pada stadium tersebut terjadi deskuamasi, artinya timbul sisik. Bila proses menjadi
kronis tapak likenifikasi dan sebagai sekuele telihat hiperpigmentai tau hipopigmentasi.

2.1.6 Pemeriksaan Penunjang

1. Laboratorium
2. Darah : Hb, leukosit, hitung jenis, trombosit, elektrolit, protein total, albumin
3. Urin : pemerikasaan histopatologi
4. Penunjang (pemeriksaan Histopatologi)

Pemeriksaan ini tidak memberi gambaran khas untuk diagnostik karena gambaran
histopatologiknya dapat juga terlihat pada dermatitis oleh sebab lain. Pada dermatitis akut
perubahan pada dermatitis berupa edema interseluler (spongiosis), terbentuknya vesikel atau
bula, dan pada dermis terdapat dilatasi vaskuler disertai edema dan infiltrasi perivaskuler sel-
sel mononuclear. Dermatitis sub akut menyerupai bentuk akut dengan terdapatnya akantosis
dan kadangkadang parakeratosis. Pada dermatitis kronik akan terlihat akantosis,
hiperkeratosis, parakeratosis, spongiosis ringan, tidak tampak adanya vesikel dan pada dermis
dijumpai infiltrasi perivaskuler, pertambahan kapiler dan fibrosis. Gambaran tersebut
merupakan dermatitis secara umum dan sangat sukar untuk membedakan gambaran
histopatologik antara dermatitis kontak alergik dan dermatitis kontak iritan.

Pemeriksaan ultrastruktur menunjukkan 2-3 jam setelah paparan antigen, seperti


dinitroklorbenzen (DNCB) topikal dan injeksi ferritin intrakutan, tampak sejumlah besar sel
langerhans di epidermis. Saat itu antigen terlihat di membran sel dan di organella sel
Langerhans. Limfosit mendekatinya dan sel Langerhans menunjukkan aktivitas metabolik.
Berikutnya sel langerhans yang membawa antigen akan tampak didermis dan setelah 4-6 jam
tampak rusak dan jumlahnya di epidermis berkurang. Pada saat yang sama migrasinya ke
kelenjar getah bening setempat meningkat. Namun demikian penelitian terakhir mengenai
gambaran histologi, imunositokimia dan mikroskop elektron dari tahap seluler awal pada
pasien yang diinduksi alergen dan bahan iritan belum berhasil menunjukkan perbedaan dalam
pola peradangannya.

2.1.7 Penatalaksanaan

Pada prinsipnya penatalaksanaan yang baik adalah mengidentifikasi penyebab dan


menyarankan pasien untuk menghindarinya, terapi individual yang sesuai dengan tahap
penyakitnya dan perlindungan pada kulit.

1. Pencegahan

Merupakan hal yang sangat penting pada penatalaksanaan dermatitis kontak iritan dan kontak
alergik. Di lingkungan rumah, beberapa hal dapat dilaksanakan misalnya penggunaan sarung
tangan karet di ganti dengan sarung tangan plastik, menggunakan mesin cuci, sikat bergagang
panjang, penggunaan deterjen.
2. Pengobatan
3. Pengobatan topikal

Obat-obat topikal yang diberikan sesuai dengan prinsip-prinsip umum pengobatan dermatitis
yaitu bila basah diberi terapi basah (kompres terbuka), bila kering berikan terapi kering.
Makin akut penyakit, makin rendah prosentase bahan aktif. Bila akut berikan kompres, bila
subakut diberi losio, pasta, krim atau linimentum (pasta pendingin ), bila kronik berikan
salep. Bila basah berikan kompres, bila kering superfisial diberi bedak, bedak kocok, krim
atau pasta, bila kering di dalam, diberi salep.

1. Pengobatan sistemik

Pengobatan sistemik ditujukan untuk mengontrol rasa gatal dan atau edema, juga pada kasus-
kasus sedang dan berat pada keadaan akut atau kronik

2.2 Alergi Makanan dan Obat

2.2.1 Pengertian

Alergi adalah suatu perubahan reaksi atau respon pertahanan tubuh yang menolak dan tidak
tahan terhadap zat zat asing yang masuk dalam tubuh (Robert Davies, 2003). Alergi
merupakan respons sistem imun yang tidak tepat dan sering kali membahayakan terhadapa
substansi yang biasanya tidak berbahaya. Reaksi alergi merupakan manifestasi cedera
jaringan yang terjadi akibat interaksi antara antigen dan antibody (Brunner & Suddarth, 2002)

Alergi makanan adalah respon abnormal tubuh terhadap suatu makanan yang dicetuskan oleh
reaksi spesifik pada sistem imun dengan gejala yang spesifik pula. Alergi makanan adalah
kumpulan gejala yang mengenai banyak organ dan sistem tubuh yang ditimbulkan oleh alergi
terhadap bahan makanan.

Alergi obat adalah reaksi alergi dimana sistem kekebalan tubuh bereaksi secara berlebihan
(abnormal) terhadap obat-obatan tertentu yang di konsumsi oleh seseorang. Beberapa jenis
obat termasuk obat yang dijual bebas ataupun resep dokter bisa berpotensi menimbulkan
alergi terhadap orang yang sensitif terhadap obat tersebut, jadi bisa saja obat A menimbulkan
alergi bagi si B namun tidak menimbulkan reaksi alergi bagi si C.

2.2.2 Klasifikasi

1. Klasifikasi Alergi Makanan


2. Hipersensitivitas anafilaktif ( tipe 1 )

Keadaan ini merupakan hipersensitivitas anafilaktif seketika dengan reaksi yang di mulai
dalam tempo beberapa menit sesudah kontak dengan antigen.

2. Hipersensitivitas sitotoksik ( tipe 2 )

Hipersensitivitas sitotoksik terjadikalau sistem kekebalan secara keliru mengenali konsituen


tubuh yang normal sebagai benda asing.

3. Hipersensitivitas kompleks imun ( tipe 3 )


kompleks imun terbentuk ketika antigen terikat dengan antibodi dan dibersihkan dari dalam
sirkulasi darah lewat kerja fagositik.

4. Hipersensitivitas Tipe lambat (tipe 4 )

Reaksi ini yang juga dikenal sebagai hipersensitivitas seluler, terjadi 24 hingga 72 jam
sesudah kontak dengan alergen

1. Klasifikasi Alergi Obat


2. Mekanisme Imunologis

Berdasarkan mekanisme imunologis perjalanan terjadinya reaksi alergi obat dibagi menjadi
beberapa tipe:

1. Tipe I (Reaksi anafilaksis)

Mekanisme ini paling banyak ditemukan. Yang berperan ialah Ig E yang mempunyai afinitas
yang tinggi terhadap mastosit dan basofil. Perjalanan pertama dari obat dalam tubuh tidak
menimbulkan reaksi. Tetapi bila dilakukan pemberian kembali obat yang sama, maka obat
tersebut akan dianggap sebagai antigen yang akan merangsang pelepasan bermacam-macam
mediator seperti histamin, serotonin, bradikinin, heparin. Mediator yang dilepaskan ini akan
menimbulkan bermacam-macam efek, misalnya urtikaria. Reaksi anafilaksis yang paling
ditakutkan adalah timbulnya syok.

1. Tipe II (Reaksi Autotoksis)

Adanya ikatan antara Ig G dan Ig M dengan antigen yang melekat pada sel. Aktivasi sistem
komplemen ini akan memacu sejumlah reaksi yang berakhir dengan lisis.

1. Tipe III (Reaksi Kompleks Imun)

Antibodi yang berikatan dengan antigen akan membentuk kompleks antigen antibodi.
Kompleks antigen antibodi ini mengendap pada salah satu tempat dalam jaringan tubuh
mengakibatkan reaksi radang. Aktivasi sistem komplemen merangsang pelepasan berbagai
mediator oleh mastosit. Sebagai akibatnya, akan terjadi kerusakan jaringan.

1. Tipe IV (Reaksi Alergi Seluler Tipe Lambat)

Reaksi ini melibatkan limfosit. Limfosit T yang tersensitasi mengadakan reaksi dengan
antigen. Reaksi ini disebut reaksi tipe lambat karena baru timbul 12-48 jam setelah perjalanan
terhadap antigen.

2. Mekanisme Non Imunologis

Reaksi “Pseudo-allergic” menstimulasi reaksi alergi yang bersifat antibody-dependent. Salah


satu obat yang dapat menimbulkannya adalah aspirin. Teori yang ada menyatakan bahwa ada
satu atau lebih mekanisme yang terlibat; pelepasan mediator sel mast dengan cara langsung,
aktivasi langsung dari sistem komplemen, atau pengaruh langsung pada metabolisme enzim
asam arachidonat sel.
Efek kedua, diakibatkan proses farmakologis obat terhadap tubuh yang dapat menimbulkan
gangguan seperti alopesia yang timbul karena penggunaan kemoterapi anti kanker.
Penggunaan obat-obatan tertentu secara progresif ditimbun di bawah kulit, dalam jangka
waktu yang lama akan mengakibatkan gangguan lain seperti hiperpigmentasi generalisata
diffuse.

2.2.3 Etiologi

1. Etiologi Alergi Makanan

Faktor yang berperan dalam alergi makanan dibagi dua :

1. Faktor Internal

Imaturitas usus secara fungsional (misalnya dalam fungsi-fungsi : asam lambung, enzym-
enzym usus, glycocalyx) maupun fungsi-fungsi imunologis (misalnya : IgA sekretorik)
memudahkan penetrasi alergen makanan. Imaturitas juga mengurangi kemampuan usus
mentoleransi makanan tertentu.

Genetik berperan dalam alergi makanan. Sensitisasi alergen dini mulai janin sampai masa
bayi dan sensitisasi ini dipengaruhi oleh kebiasaan dan norma kehidupan setempat.

Mukosa dinding saluran cerna belum matang yang menyebabkan penyerapan alergen
bertambah.

1. Fakor Eksternal

Faktor pencetus : faktor fisik (dingin, panas, hujan), faktor psikis (sedih, stress) atau beban
latihan (lari, olah raga).

Contoh makanan yang dapat memberikan reaksi alergi menurut prevalensinya

Ikan 15,4 %, Telur 12,7 %, Susu 12,2 %, Kacang 5,3 %, Gandum 4,7 %, Apel 4,7 %,
Kentang 2,6 %, Coklat 2,1 %, Babi 1,5 %, Sapi 3,1 %.

Hampir semua jenis makanan dan zat tambahan pada makanan dapat menimbulkan reaksi
alergi.

1. Etiologi Alergi Obat

Reaksi alergi disebabkan oleh adanya benda asing atau alergen yang masuk ke dalam tubuh.
Alergen bersifat antigenik, artinya menyebabkan pembentukan antibodi atau mempunyai
kemampuan untuk menginduksi respon imun. Jika jaringan orang yang rentan berulang kali
terpapar dengan alergen, seperti mukosa nasal terhadap serbuk sari, maka dapat
mengakibatkan jaringan ini tersensitisasi sehingga terjadi pembentukan antibodi. Dan pada
pemaparan berikutnya terjadi reaksi antigen-antibodi.

Faktor-faktor yang memperbesar risiko timbulnya erupsi obat adalah:

1. Jenis kelamin
Wanita mempunyai risiko untuk mengalami gangguan ini jauh lebih tinggi jika dibandingkan
dengan pria. Walaupun demikian, belum ada satupun ahli yang mampu menjelaskan
mekanisme ini.

2. Sistem imunitas

Erupsi alergi obat lebih mudah terjadi pada seseorang yang mengalami penurunan sistem
imun. Pada penderita AIDS misalnya, penggunaan obat sulfametoksazol justru meningkatkan
risiko timbulnya erupsi eksantematosa 10 sampai 50 kali dibandingkan dengan populasi
normal.

3. Usia

Alergi obat dapat terjadi pada semua golongan umur terutama pada anak-anak dan orang
dewasa. Pada anak-anak mungkin disebabkan karena perkembangan sistim immunologi yang
belum sempurna. Sebaliknya, pada orang dewasa disebabkan karena lebih seringnya orang
dewasa berkontak dengan bahan antigenik. Umur yang lebih tua akan memperlambat
munculnya onset erupsi obat tetapi menimbulkan mortalitas yang lebih tinggi bila terkena
reaksi yang berat.

4. Dosis

Pemberian obat yang intermitten dengan dosis tinggi akan memudahkan timbulnya
sensitisasi. Tetapi jika sudah melalui fase induksi, dosis yang sangat kecil sekalipun sudah
dapat menimbulkan reaksi alergi. Semakin sering obat digunakan, Semakin besar pula
kemungkinan timbulnya reaksi alergi pada penderita yang peka.

5. Infeksi dan keganasan

Mortalitas tinggi lainnya juga ditemukan pada penderita erupsi obat berat yang disertai
dengan keganasan. Reaktivasi dari infeksi virus laten dengan human herpes virus (HHV)-
umumnya ditemukan pada mereka yang mengalami sindrom hipersensitifitas obat.

2.2.4 Patofisiologi

1. Patofisiologi Alergi Makanan

Saat pertama kali masuknya alergen (ex. telur ) ke dalam tubuh seseorang yang
mengkonsumsi makanan tetapi dia belum pernah terkena alergi. Namun ketika untuk kedua
kalinya orang tersebut mengkonsumsi makanan yang sama barulah tampak gejala – gejala
timbulnya alergi pada kulit orang tersebut.Setelah tanda – tanda itu muncul maka antigen
akan mengenali alergen yang masuk yang akan memicu aktifnya sel T ,dimana sel T tersebut
yang akan merangsang sel B untuk mengaktifkan antibodi ( Ig E ). Proses ini mengakibatkan
melekatnya antibodi pada sel mast yang dikeluarkan oleh basofil. Apabila seseorang
mengalami paparan untuk kedua kalinya oleh alergen yang sama maka akan terjadi 2
hal yaitu,:

1. Ketika mulai terjadinya produksi sitokin oleh sel T. Sitokin memberikan efek
terhadap berbagai sel terutama dalam menarik sel – sel radang misalnya netrofil dan
eosinofil, sehingga menimbulkan reaksi peradangan yang menyebabkan panas.
2. Alergen tersebut akan langsung mengaktifkan antibodi ( Ig E ) yang merangsang sel
mast kemudian melepaskan histamin dalam jumlah yang banyak , kemudian histamin
tersebut beredar di dalam tubuh melalui pembuluh darah. Saat mereka mencapai kulit,
alergen akan menyebabkan terjadinya gatal,prutitus,angioderma,urtikaria,kemerahan
pada kulit dan dermatitis. Pada saat mereka mencapai paru paru, alergen dapat
mencetuskan terjadinya asma. Gejala alergi yang paling ditakutkan dikenal dengan
nama anafilaktik syok. Gejala ini ditandai dengan tekanan darah yang menurun,
kesadaran menurun, dan bila tidak ditangani segera dapat menyebabkan kematian
3. Patofisiologi Alergi Obat

Ada dua macam mekanisme yang dikenal dalam perjalanan terjadinya reaksi alergi obat.
Pertama adalah mekanisme imunologis dan kedua adalah mekanisme non imunologis.
Umumnya alergi obat timbul karena reaksi hipersensitivitas berdasarkan mekanisme
imunologis. Obat dan metabolit obat berfungsi sebagai hapten, yang menginduksi antibodi
humoral. Reaksi ini juga dapat terjadi melalui mekanisme non imunologis yang disebabkan
karena toksisitas obat, over dosis, interaksi antar obat dan perubahan dalam metabolism
tubuh.

2.2.5 Manifestasi Klinik

1. Manifestasi Klinik Alergi Makanan

Gejala klinis alergi makanan biasanya mengenai berbagai organ sasaran seperti kulit, saluran
nafas, saluran cerna, mata, telinga, saluran vaskuler. Organ sasaran bisa berpindah-pindah,
gejala sering kali sudah dijumpai pada masa bayi. Makanan tertentu bisa menyebabkan gejala
tertentu pada seseorang anak, tetapi pada anak lain bisa menimbulkan gejala lain. Pada
seseorang makanan yang satu bisa mempunyai organ sasaran yang lain dengan makanan yang
lain, misalnya udang menyebabkan urtikaria, sedangkan kacang tanah menyebabkan sesak
nafas. Susu sapi bisa menimbulkan gejala alergi pada saluran nafas, saluran cerna, kulit dan
anafilaksis. Bischop (1990) mendapatkan pada penderita yang alergi susu sapi : 40% dengan
gejala asma, 21% eksema, 43% dengan rinitis. Peneliti lain mendapatkan gejala alergi susu
sapi berupa : urtikaria, angionerotik udem, pucat, muntah, diare, eksema dan asma

Gejala alergi dan tingkat keparahannya bervariasi pada tiap orang. Makanan berbeda dapat
memicu gejala yang berbeda pula. Reaksi terhadap makanan biasanya muncul dalam waktu
satu jam setelah makan atau kurang.

Berikut adalah beberapa gejala alergi yang mungkin timbul:

 Kulit: ruam kulit kemerahan (biduran/urtikaria) yang gatal dan menghilang dalam
beberapa hari.
 Mata: edema, konjungtivitis alergi.
 Hidung: hidung meler (rhinitis), bersin
 Sendi dan otot: reumatik
 Mulut: gatal pada faring, edema pada bibir
 Saluran pernapasan: asma, sesak napas
 Saluran pencernaan: diare, muntah, perut kram, keras dan kembung
 Sistem saraf pusat : nyeri kepala , insomnia, lemah (letih)

2.2.6 Pemeriksaan Penunjang


1. Pemeriksaan Penunjang Alergi Makanan

 Uji kulit : sebagai pemerikasaan penyaring (misalnya dengan alergen hirup seperti
tungau, kapuk, debu rumah, bulu kucing, tepung sari rumput, atau alergen makanan
seperti susu, telur, kacang, ikan).
 Darah tepi : bila eosinofilia 5% atau 500/ml condong pada alergi. Hitung leukosit
5000/ml disertai neutropenia 3% sering ditemukan pada alergi makanan.
 IgE total dan spesifik: harga normal IgE total adalah 1000u/l sampai umur 20 tahun.
Kadar IgE lebih dari 30u/ml pada umumnya menunjukkan bahwa penderita adalah
atopi, atau mengalami infeksi parasit atau keadaan depresi imun seluler.
 Tes intradermal nilainya terbatas, berbahaya.
 Tes hemaglutinin dan antibodi presipitat tidak sensitif.
 Biopsi usus : sekunder dan sesudah dirangsang dengan makanan food chalenge
didapatkan inflamasi / atrofi mukosa usus, peningkatan limfosit intraepitelial dan
IgM. IgE (dengan mikroskop imunofluoresen).
 Pemeriksaan/ tes D Xylose, proktosigmoidoskopi dan biopsi usus.
 Diit coba buta ganda ( Double blind food chalenge ) untuk diagnosa pasti.

1. Pemeriksaan Penunjang Alergi Obat

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilaksanakan untuk memastikan penyebab erupsi obat
alergi adalah:

1. Pemeriksaan in vivo

o Uji tempel (patch test)

o Uji tusuk (prick/scratch test)

o Uji provokasi (exposure test)

2. Pemeriksaan in vitro
3. Yang diperantarai antibodi:

o Hemaglutinasi pasif

o Radio immunoassay

o Degranulasi basofil

o Tes fiksasi komplemen

1. Yang diperantarai sel:

o Tes transformasi limfosit


o Leucocyte migration inhibition test

Pemilihan pemeriksaan penunjang didasarkan atas mekanisme imunologis yang mendasari


terjadinya reaksi alergi obat.

2.2.7 Penatalaksanaan

1. Penatalaksanaan Alergi Makanan

Prinsip dasar penatalaksanaan RMM ialah:

 menghindari makanan sebagai penyebabgejala –gejala RMM


 pengobatan lain merupakan pengobatan simtomatis (anti histamin,ketotifen,dll)

Alergi tidak bisa disembuhkan, tapi dengan pencegahan yang efektif akan mengendalikan
frekuensi dan intensitas serangan, penggunaan obat, jumlah hari absen sekolah, serta
membantu memperbaiki kualitas hidup.

Cara mencegah reaksi alergi makanan :

Berikut adalah beberapa cara mudah untuk menghidarinya dari kehidupan Anda :

1. Hindari produk makanan alergi

 Cara terbaik untuk mencegah alergi makanan adalah dengan menghindari konsumsi
makanan pemicu alergi.

2. Hati-hati saat makan di restoran

 Pelayan restoran tidak selalu menyadari bahan menu tertentu atau bagaimana
makanan tersebut disajikan. Sebagai contoh anda mungkin alergi terhadap kentang,
tetapi kentang goreng mungkin disajikan dengan minyak kacang.

3. Hati-hati terhadap kontaminasi silang

 Ketika makan di luar, kontaminasi silang selalu manjadi masalah. Tanyalah kepada
pelayan atau koki bagaimana makanan tersebut disiapkan. Atau tanyakan apakah ada
hidangan mereka dapat direkomendasikan untuk menghindari alergi makanan.

4. Hati-hati dengan makanan kemasan

 Karena ada risiko kontaminasi silang ketika makan makanan yang dikemas dalam
paket multi-jadi kita harus berhati-hati dengan pra-paket paket makanan seperti
lunchables, dll

5. Memahami gejala alergi

 Pelajari gejala-gejala alergi dan siap dengan injeksi epinefrin dan pelajari bagaimana
menggunakannya.
Karena alergi dapat memicu datangnya penyakit lainnya seperti asma, maka tidak ada alasan
untuk menganggapnya sepele. Sekali lagi segera konsultasikan dengan dokter atau ahli
kesehatan setempat.

BAB III

ASUHAN kEPERAWATAN

3.1 ASUHAN KEPERAWATAN DERMATITIS

1. Pengkajian Keperawatan
2. Identitas Pasien
3. Keluhan Utama.

Biasanya pasien mengeluh gatal, rambut rontok.

1. Riwayat Kesehatan.

1) Riwayat penyakit sekarang

Tanyakan sejak kapan pasien merasakan keluhan seperti yang ada pada keluhan utama dan
tindakan apa saja yang dilakukan pasien untuk menanggulanginya.

2) Riwayat penyakit dahulu

Apakah pasien dulu pernah menderita penyakit seperti ini atau penyakit kulit lainnya.

3) Riwayat penyakit keluarga

Apakah ada keluarga yang pernah menderita penyakit seperti ini atau penyakit kulit lainnya.

4) Riwayat psikososial

Apakah pasien merasakan kecemasan yang berlebihan. Apakah sedang mengalami stress
yang berkepanjangan.

5) Riwayat pemakaian obat

Apakah pasien pernah menggunakan obat-obatan yang dipakai pada kulit, atau pernahkah
pasien tidak tahan (alergi) terhadap sesuatu obat

1. Pola Fungsional Gordon

1) Pola persepsi dan penanganan kesehatan


Tanyakan kepada klien pendapatnya mengenai kesehatan dan penyakit. Apakah pasien
langsung mencari pengobatan atau menunggu sampai penyakit tersebut mengganggu aktivitas
pasien.

2) Pola nutrisi dan metabolisme

 Tanyakan bagaimana pola dan porsi makan sehari-hari klien ( pagi, siang dan malam )
 Tanyakan bagaimana nafsu makan klien, apakah ada mual muntah, pantangan atau
alergi
 Tanyakan apakah klien mengalami gangguan dalam menelan
 Tanyakan apakah klien sering mengkonsumsi buah-buahan dan sayur-sayuran yang
mengandung vitamin antioksidant

3) Pola eliminasi

 Tanyakan bagaimana pola BAK dan BAB, warna dan karakteristiknya


 Berapa kali miksi dalam sehari, karakteristik urin dan defekasi
 Adakah masalah dalam proses miksi dan defekasi, adakah penggunaan alat bantu
untuk miksi dan defekasi.

4) Pola aktivitas/olahraga

 Perubahan aktivitas biasanya/hobi sehubungan dengan gangguan pada kulit.


 Kekuatan Otot :Biasanya klien tidak ada masalah dengan kekuatan ototnya karena
yang terganggu adalah kulitnya
 Keluhan Beraktivitas : kaji keluhan klien saat beraktivitas.

5) Pola istirahat/tidur

 Kebiasaan : tanyakan lama, kebiasaan dan kualitas tidur pasien


 Masalah Pola Tidur : Tanyakan apakah terjadi masalah istirahat/tidur yang
berhubungan dengan gangguan pada kulit
 Bagaimana perasaan klien setelah bangun tidur? Apakah merasa segar atau tidak?

6) Pola kognitif/persepsi

 Kaji status mental klien


 Kaji kemampuan berkomunikasi dan kemampuan klien dalam memahami sesuatu
 Kaji tingkat anxietas klien berdasarkan ekspresi wajah, nada bicara klien. Identifikasi
penyebab kecemasan klien
 Kaji penglihatan dan pendengaran klien
 Kaji apakah klien mengalami vertigo
 Kaji nyeri : Gejalanya yaitu timbul gatal-gatal atau bercak merah pada kulit.

7) Pola persepsi dan konsep diri

 Tanyakan pada klien bagaimana klien menggambarkan dirinya sendiri, apakah


kejadian yang menimpa klien mengubah gambaran dirinya
 Tanyakan apa yang menjadi pikiran bagi klien, apakah merasa cemas, depresi atau
takut
 Apakah ada hal yang menjadi pikirannya

8) Pola peran hubungan

 Tanyakan apa pekerjaan pasien


 Tanyakan tentang system pendukung dalam kehidupan klien seperti: pasangan, teman,
dll.
 Tanyakan apakah ada masalah keluarga berkenaan dengan perawatan penyakit klien

9) Pola seksualitas/reproduksi

 Tanyakan masalah seksual klien yang berhubungan dengan penyakitnya


 Tanyakan kapan klien mulai menopause dan masalah kesehatan terkait dengan
menopause
 Tanyakan apakah klien mengalami kesulitan/perubahan dalam pemenuhan kebutuhan
seks

10) Pola koping-toleransi stress

 Tanyakan dan kaji perhatian utama selama dirawat di RS ( financial atau perawatan
diri )
 Kaji keadan emosi klien sehari-hari dan bagaimana klien mengatasi kecemasannya
(mekanisme koping klien ). Apakah ada penggunaan obat untuk penghilang stress
atau klien sering berbagi masalahnya dengan orang-orang terdekat.

11) Pola keyakinan nilai

 Tanyakan agama klien dan apakah ada pantangan-pantangan dalam beragama serta
seberapa taat klien menjalankan ajaran agamanya. Orang yang dekat kepada
Tuhannya lebih berfikiran positif.

1. Diagnosa Keperawatan
2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kekeringan pada kulit
3. Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan imunitas
4. Gangguan pola tidur berhubungan dengan pruritus
5. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penampakan kulit yang tidak bagus.
6. Kurang pengetahuan tentang program terapi berhubungan dengan kurangnya
informasi
7. Rencana Keperawatan

DIAGNOSA
No NOC NIC
KEPERAWATAN
Kerusakan integritas kulit Setelah dilakukan asuhan
1. Lakukan inspeksi lesi
1. berhubungan dengan keperawatan, kulit klien dapat
setiap hari
kekeringan pada kulit kembali normal dengan kriteria
hasil:
2. Pantau adanya tanda-
· Kenyamanan pada kulit tanda infeksi
meningkat
3. Ubah posisi pasien tiap 2-
· Derajat pengelupasan kulit 4 jam
berkurang
4. Bantu mobilitas pasien
· Kemerahan berkurang sesuai kebutuhan

· Lecet karena garukan 5. Pergunakan sarung tangan


berkurang jika merawat lesi

· Penyembuhan area kulit yang 6. Jaga agar alat tenun selau


telah rusak dalam keadaan bersih dan
kering

7. Libatkan keluarga dalam


memberikan bantuan pada
pasien

8. Gunakan sabun yang


mengandung pelembab atau
sabun untuk kulit sensitive

9. Oleskan/berikan salep
atau krim yang telah diresepkan
2 atau tiga kali per hari.
Setelah dilakukan asuhan 1. Lakukan tekni aseptic dan
keperawatan diharapkan tidak antiseptic dalam melakukan
terjadi infeksi dengan kriteria hasil: tindakan pada pasien

· Hasil pengukuran tanda vital 2. Ukur tanda vital tiap 4-6


dalam batas normal. jam

– RR :16-20 x/menit 3. Observasi adanya tanda-


tanda infeksi
– N : 70-82 x/menit
Resiko infeksi berhubungan
2. 4. Batasi jumlah pengunjung
dengan penurunan imunitas
– T : 37,5 C
5. Kolaborasi dengan ahli
– TD : 120/85 mmHg gizi untuk pemberian diet
TKTP
· Tidak ditemukan tanda-tanda
infeksi (kalor,dolor, rubor, tumor, 6. Libatkan peran serta
infusiolesa) keluarga dalam memberikan
bantuan pada klien
· Hasil pemeriksaan laborat
dalam batas normal Leuksosit darah 7. Kolaborasi dengan dokter
: 5000-10.000/mm3 dalam terapi obat
1. Menjaga kulit agar selalu
lembab
Setelah dilakukan asuhan
keperawatan diharapkan klien bisa 2. Determinasi efek-efek
istirahat tanpa danya pruritus medikasi terhadap pola tidur
dengan kriteria hasil:
3. Jelaskan pentingnya tidur
· Mencapai tidur yang nyenyak yang adekuat
Gangguan pola tidur
3.
berhungan dengan pruritus · Melaporkan gatal mereda 4. Fasilitasi untuk
mempertahankan aktifitas
· Mengenali ttindakan untuk sebelum tidur
meningkatkan tidur
5. Ciptakan lingkungan yang
· Mempertahankan kondisi nyaman
lingkungan yang tepat
6. Kolaborasi dengan dokter
dalam pemberian obat tidur.
1. Kaji adanya gangguan
citra diri (menghindari kontak
mata,ucapan merendahkan diri
Setelah dilakukan asuhan
sendiri).
keperawatan diharapkan
Pengembangan peningkatan
2. Identifikasi stadium
penerimaan diri pada klien tercapai
psikososial terhadap
dengan kriteria hasil:
perkembangan.
· Mengembangkan peningkatan
3. Berikan kesempatan
kemauan untuk menerima keadaan
Gangguan citra tubuh pengungkapan perasaan.
diri.
berhubungan dengan
4.
penampakan kulit yang tidak 4. Nilai rasa keprihatinan
· Mengikuti dan turut
bagus. dan ketakutan klien, bantu klien
berpartisipasi dalam tindakan
yang cemas mengembangkan
perawatan diri.
kemampuan untuk menilai diri
dan mengenali masalahnya.
· Melaporkan perasaan dalam
pengendalian situasi.
5. Dukung upaya klien
untuk memperbaiki citra diri ,
· Menguatkan kembali
spt merias, merapikan.
dukungan positif dari diri sendiri.
6. Mendorong sosialisasi
dengan orang lain.
Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji apakah klien
keperawatan diharapkan terapi memahami dan mengerti
Kurang pengetahuan tentang
dapat dipahami dan dijalankan tentang penyakitnya.
5. program terapi berhubungan
dengan kriteria hasil:
dengan kurangnya informasi
2. Jaga agar klien
· Memiliki pemahaman mendapatkan informasi yang
terhadap perawatan kulit. benar, memperbaiki kesalahan
konsepsi/informasi.
· Mengikuti terapi dan dapat
menjelaskan alasan terapi. 3. Peragakan penerapan
terapi seperti, mandi dan
· Melaksanakan mandi, penggunaan obat-obatan
pembersihan dan balutan basah lainnya.
sesuai program
4. Nasihati klien agar selalu
· .Menggunakan obat topikal menjaga hygiene pribadi juga
dengan tepat. lingkungan.

· Memahami pentingnya nutrisi


untuk kesehatan kulit.

1. Implementasi

Implementasi merupakan pelaksanaan rencana keperawatan oleh perawat terhadap pasien.


Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan rencana keperawatan
diantaranya :

Intervensi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi ; ketrampilan


interpersonal, teknikal dan intelektual dilakukan dengan cermat dan efisien pada situasi yang
tepat, keamanan fisik dan psikologis klien dilindungi serta dokumentasi intervensi dan respon
pasien.

Pada tahap implementasi ini merupakan aplikasi secara kongkrit dari rencana intervensi yang
telah dibuat untuk mengatasi masalah kesehatan dan perawatan yang muncul pada pasien
(Budianna Keliat, 1994,4).

1. Evaluasi

Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan, dimana evaluasi adalah
kegiatan yang dilakukan secara terus menerus dengan melibatkan pasien, perawat dan
anggota tim kesehatan lainnya.

Tujuan dari evaluasi ini adalah untuk menilai apakah tujuan dalam rencana keperawatan
tercapai dengan baik atau tidak dan untuk melakukan pengkajian ulang (US. Midar H, dkk,
1989).

.2 ASUHAN KEPERAWATAN ALERGI MAKANAN dan OBAT

1. Pengkajian Keperawatan
2. Identitas Pasien
3. Keluhan Utama.

Biasanya pasien mengeluh gatal, rambut rontok.


1. Riwayat Kesehatan.

1) Riwayat penyakit sekarang

Tanyakan sejak kapan pasien merasakan keluhan seperti yang ada pada keluhan utama dan
tindakan apa saja yang dilakukan pasien untuk menanggulanginya.

2) Riwayat penyakit dahulu

Apakah pasien dulu pernah menderita penyakit seperti ini atau penyakit kulit lainnya.

3) Riwayat penyakit keluarga

Apakah ada keluarga yang pernah menderita penyakit seperti ini atau penyakit kulit lainnya.

4) Riwayat psikososial

Apakah pasien merasakan kecemasan yang berlebihan. Apakah sedang mengalami stress
yang berkepanjangan.

5) Riwayat pemakaian obat

Apakah pasien pernah menggunakan obat-obatan yang dipakai pada kulit, atau pernahkah
pasien tidak tahan (alergi) terhadap sesuatu obat

1. Pola Fungsional Gordon

1) Pola persepsi dan penanganan kesehatan

Tanyakan kepada klien pendapatnya mengenai kesehatan dan penyakit. Apakah pasien
langsung mencari pengobatan atau menunggu sampai penyakit tersebut mengganggu aktivitas
pasien.

2) Pola nutrisi dan metabolisme

 Tanyakan bagaimana pola dan porsi makan sehari-hari klien ( pagi, siang dan malam )
 Tanyakan bagaimana nafsu makan klien, apakah ada mual muntah, pantangan atau
alergi
 Tanyakan apakah klien mengalami gangguan dalam menelan
 Tanyakan apakah klien sering mengkonsumsi buah-buahan dan sayur-sayuran yang
mengandung vitamin antioksidant

3) Pola eliminasi

 Tanyakan bagaimana pola BAK dan BAB, warna dan karakteristiknya


 Berapa kali miksi dalam sehari, karakteristik urin dan defekasi
 Adakah masalah dalam proses miksi dan defekasi, adakah penggunaan alat bantu
untuk miksi dan defekasi.
4) Pola aktivitas/olahraga

 Perubahan aktivitas biasanya/hobi sehubungan dengan gangguan pada kulit.


 Kekuatan Otot :Biasanya klien tidak ada masalah dengan kekuatan ototnya karena
yang terganggu adalah kulitnya
 Keluhan Beraktivitas : kaji keluhan klien saat beraktivitas.

5) Pola istirahat/tidur

 Kebiasaan : tanyakan lama, kebiasaan dan kualitas tidur pasien


 Masalah Pola Tidur : Tanyakan apakah terjadi masalah istirahat/tidur yang
berhubungan dengan gangguan pada kulit
 Bagaimana perasaan klien setelah bangun tidur? Apakah merasa segar atau tidak?

6) Pola kognitif/persepsi

 Kaji status mental klien


 Kaji kemampuan berkomunikasi dan kemampuan klien dalam memahami sesuatu
 Kaji tingkat anxietas klien berdasarkan ekspresi wajah, nada bicara klien. Identifikasi
penyebab kecemasan klien
 Kaji penglihatan dan pendengaran klien
 Kaji apakah klien mengalami vertigo
 Kaji nyeri : Gejalanya yaitu timbul gatal-gatal atau bercak merah pada kulit.

7) Pola persepsi dan konsep diri

 Tanyakan pada klien bagaimana klien menggambarkan dirinya sendiri, apakah


kejadian yang menimpa klien mengubah gambaran dirinya
 Tanyakan apa yang menjadi pikiran bagi klien, apakah merasa cemas, depresi atau
takut
 Apakah ada hal yang menjadi pikirannya

8) Pola peran hubungan

 Tanyakan apa pekerjaan pasien


 Tanyakan tentang system pendukung dalam kehidupan klien seperti: pasangan, teman,
dll.
 Tanyakan apakah ada masalah keluarga berkenaan dengan perawatan penyakit klien

9) Pola seksualitas/reproduksi

 Tanyakan masalah seksual klien yang berhubungan dengan penyakitnya


 Tanyakan kapan klien mulai menopause dan masalah kesehatan terkait dengan
menopause
 Tanyakan apakah klien mengalami kesulitan/perubahan dalam pemenuhan kebutuhan
seks

10) Pola koping-toleransi stress


 Tanyakan dan kaji perhatian utama selama dirawat di RS ( financial atau perawatan
diri )
 Kaji keadan emosi klien sehari-hari dan bagaimana klien mengatasi kecemasannya
(mekanisme koping klien ). Apakah ada penggunaan obat untuk penghilang stress
atau klien sering berbagi masalahnya

dengan orang-orang terdekat.

11) Pola keyakinan nilai

 Tanyakan agama klien dan apakah ada pantangan-pantangan dalam beragama serta
seberapa taat klien menjalankan ajaran agamanya. Orang yang dekat kepada
Tuhannya lebih berfikiran positif.

1. Diagnosa Keperawatan
2. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan terpajan allergen
3. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi
4. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan infalamasi dermal,intrademal
sekunder
5. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan berlebih
6. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologi ( allergen,ex: makanan atau obat)
7. Rencana Keperawatan
8. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan terpajan allergen

Tujuan : setelah diberikan askep selama ….x15 menit. diharapkan pasien menunjukkan pola
nafas efektif dengan frekuensi dan kedalaman rentang normal.

Kriteria hasil :

 Frekuensi pernapasan pasien normal (16-20 kali per menit)


 Pasien tidak merasa sesak lagi
 Pasien tidak tampak memakai alat bantu pernapasan
 Tidak terdapat tanda-tanda sianosis

Intervensi :

 Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan dan ekspansi paru. Catat upaya pernapasan,
termasuk pengguanaan otot bantu/ pelebaran masal.

R/ : kecepatan biasanya meningkat. Dispenea dan terjadi peningakatan kerja napas.


Kedalaman pernapasan berpariasi tergantung derajat gagal napas. Ekspansi dada terbatas
yang berhubungan dengan atelektasis atau nyeri dada pleuritik.

 Auskultasi bunyi napas dan catat adanya bunyi napas adventisius seperti krekels,
mengi, gesekan pleura.
R/ : bunyi napas menurun/ tak ada bila jalan napas obstruksi sekunder terhadap pendarahan,
bekuan/ kolaps jalan napas kecil (atelektasis). Ronci dan mengi menyertai obstruksi jalan
napas/ kegagalan pernapasan.

 Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi. Bangunkan pasien turun dari tempat
tidur dan ambulansi sesegera mungkin.

R/ : duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru dan memudahkan pernapasan. Pengubahan


posisi dan ambulansi meningkatkan pengisian udara segmen paru berbeda sehingga
memperbaiki difusi gas.

 Observasi pola batuk dan karakter secret.

R/ : kongesti alveolar mengakibatkan batuk kering atau iritasi. Sputum berdarah dapat
diakibatkan oleh kerusakan jaringan atau antikoagulan berlebihan.

 Berikan oksigen tambahan

R/ : memaksimalkan bernapas dan menurunkan kerja napas

 Berikan humidifikasi tambahan, mis: nebulizer ultrasonic

R/ : memberikan kelembaban pada membran mukosa dan membantu pengenceran secret


untuk memudahkan pembersihan.

2. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi

Tujuan : setelah diberikan askep selama ….x.24 jam diharapkan suhu tubuh pasien menurun

Kriteria hasil :

 Suhu tubuh pasien kembali normal ( 36,5 oC -37,5 oC)


 Bibir pasien tidak bengkak lagi

Intervensi :

 Pantau suhu pasien ( derajat dan pola )

R/ : Suhu 38,9-41,1C menunjukkan proses penyakit infeksius akut.

 Pantau suhu lingkungan, batasi atau tambahkan linen tempat tidur sesuai indikasi

R/: Suhu ruangan/jumlah selimut harus diubah untuk mempertahankan mendekati normal

 Berikan kompres mandi hangat; hindari penggunaan alcohol

R/: Dapat membantu mengurangi demam

3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan infalamasi dermal,intrademal


sekunder
Tujuan : setelah diberikan askep selama ….x24 jam diharapkan pasien tidak akan mengalami
kerusakan integritas kulit lebih parah

Kriteria hasil :

 Tidak terdapat kemerahan,bentol-bentol dan odema


 Tidak terdapat tanda-tanda urtikaria,pruritus dan angioderma
 Kerusakan integritas kulit berkurang

Intervensi :

 Lihat kulit, adanya edema, area sirkulasinya terganggu atau pigmentasi

R/: Kulit berisiko karena gangguan sirkulasi perifer

 Hindari obat intramaskular

R/: Edema interstisial dan gangguan sirkulasi memperlambat absorpsi obat dan predisposisi
untuk kerusakan kulit

4. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan berlebih

Tujuan : setelah diberikan askep selama ….x24 jam diharapkan kekurangan volume cairan
pada pasien dapat teratasi.

Kriteria hasil :

 Pasien tidak mengalami diare lagi


 Pasien tidak mengalami mual dan muntah
 Tidak terdapat tanda-tanda dehidrasi
 Turgor kulit kembali normal

Intervensi :

 Ukur dan pantau TTV, contoh peningakatan suhu/ demam memanjang, takikardia,
hipotensi ortostatik.

R/ : peningkatan suhu atau memanjangnya demam meningkatkan laju metabolic dan


kehilangan cairan melalui evaporasi. TD ortostatik berubah dan peningkatan takikardia
menunjukkan kekurangan cairan sistemik.

 Kaji turgor kulit, kelembaban membrane mukosa (bibir, lidah).

R/ : indicator langsung keadekuatan volume cairan, meskipun membrane mukosa mulut


mungkin kering karena napas mulut dan oksigen.

 Monitor intake dan output cairan

R/ : mengetahui keseimbangan cairan


 Beri obat sesuai indikasi misalnya antipiretik, antiemetic.

R/ : berguna menurunkan kehilangan cairan

 Berikan cairan tambahan IV sesuai keperluan

R/ : pada adanya penurunan masukan/ banyak kehilangan, penggunaan parenteral dapat


memperbaiki atau mencegah kekurangan.

5. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologi ( alergen,ex: makanan)

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …x 24 jam diharapkan nyeri pasien
teratasi

kriteria hasil :

 Pasien menyatakan dan menunjukkan nyerinya hilang


 Wajah tidak meringis
 Skala nyeri 0
 Hasil pengukuran TTV dalam batas normal, TTV normal yaitu :

Tekanan darah : 140-90/90-60 mmHg

Nadi : 60-100 kali/menit

Pernapasan : 16-20 kali/menit

Suhu : Oral (36,1-37,50C)

Rektal (36,7-38,10C)

Axilla (35,5-36,40C)

Intervensi :

 Ukur TTV

R/ : untuk mengetahui kondisi umum pasien

 Kaji tingkat nyeri (PQRST)

R/ : Untuk mengetahui faktor pencetus nyeri

 Berikan posisi yang nyaman sesuai dengan kebutuhan

R/ : memberikan rasa nyaman kepada pasien

 Ciptakan suasana yang tenang

R/ : membantu pasien lebih relaks


 Bantu pasien melakukan teknik relaksasi

R/ : membantu dalam penurunan persepsi/respon nyeri. Memberikan kontrol situasi


meningkatkan perilaku positif.

 Observasi gejala-gejala yang berhubungan, seperti dyspnea, mual muntah, palpitasi,


keinginan berkemih.

R/ : tanda-tanda tersebut menunjukkan gejala nyeri yang dialami pasien.

 Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgesik

R/ : Analgesik dapat meredakan nyeri yang dirasakan oleh pasien.

1. Implementasi

Implementasi merupakan pelaksanaan rencana keperawatan oleh perawat terhadap pasien.


Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan rencana keperawatan
diantaranya :

Intervensi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi ; ketrampilan


interpersonal, teknikal dan intelektual dilakukan dengan cermat dan efisien pada situasi yang
tepat, keamanan fisik dan psikologis klien dilindungi serta dokumentasi intervensi dan respon
pasien.

Pada tahap implementasi ini merupakan aplikasi secara kongkrit dari rencana intervensi yang
telah dibuat untuk mengatasi masalah kesehatan dan perawatan yang muncul pada pasien
(Budianna Keliat, 1994,4).

1. Evaluasi

Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan, dimana evaluasi adalah
kegiatan yang dilakukan secara terus menerus dengan melibatkan pasien, perawat dan
anggota tim kesehatan lainnya.

Tujuan dari evaluasi ini adalah untuk menilai apakah tujuan dalam rencana keperawatan
tercapai dengan baik atau tidak dan untuk melakukan pengkajian ulang (US. Midar H, dkk,
1989).

BAB IV

PENUTUP

 Kesimpulan
Dermatitis atau lebih dikenal sebagai eksim merupakan penyakit kulit yang mengalami
peradangan kerena bermacam sebab dan timbul dalam berbagai jenis, terutama kulit yang
kering, umumnya berupa pembengkakan, memerah, dan gatal pada kulit (Widhya, 2011).

Alergi makanan adalah respon abnormal tubuh terhadap suatu makanan yang dicetuskan oleh
reaksi spesifik pada sistem imun dengan gejala yang spesifik pula. Alergi makanan adalah
kumpulan gejala yang mengenai banyak organ dan sistem tubuh yang ditimbulkan oleh alergi
terhadap bahan makanan.

Alergi obat adalah reaksi alergi dimana sistem kekebalan tubuh bereaksi secara berlebihan
(abnormal) terhadap obat-obatan tertentu yang di konsumsi oleh seseorang. Beberapa jenis
obat termasuk obat yang dijual bebas ataupun resep dokter bisa berpotensi menimbulkan
alergi terhadap orang yang sensitif terhadap obat tersebut, jadi bisa saja obat A menimbulkan
alergi bagi si B namun tidak menimbulkan reaksi alergi bagi si C.

 Saran

1. Untuk Instansi

 Untuk pencapaian kualitas keperawatan secara optimal secara optimal sebaiknya


proses keperawatan selalu dilaksanakan secara berkesinambungan

2. Untuk Klien dan Keluarga

 Perawatan tidak kalah pentingnya dengan pengobatan karena bagaimanapun


teraturnya pengobatan tanpa perawatan yang sempurna maka penyembuhan yang
diharapkan tidak tercapai.

DAFTAR PUSTAKA

Djuanda S, Sularsito. (2005). SA. Dermatitis In: Djuanda A, ed Ilmu penyakit kulit dan
kelamin. Edisi III. Jakarta: FK UI: 126-31.

NANDA, 2012, Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi.

Price, A. Sylvia.2006 Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit edisi 4. Penerbit


Buku Kedokteran EGC.

Erupsi Alergi Obat,Oleh: Harry Wahyudhy Utama, S.Ked, Dedy Kurniawan, S.Ked Fakultas
Kedokteran Universitas Sriwijaya. Palembang. 2007

Anda mungkin juga menyukai