Oleh :
G1A217111
UNIVERSITAS JAMBI
2019
LEMBAR PENGESAHAN
Oleh:
UNIVERSITAS JAMBI
2019
Pembimbing
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat-Nya
penulis dapat menyelesaikan tugas Case Report Session (CRS) pada
Kepaniteraan Klinik Senior Bagian Ilmu Jantung di RSUD Raden Mattaher
Jambi yang berjudul “ST Elevation Myocard Infarct (STEMI) Anterior
Ekstensif Late Onset KILLIP IV+ Syok Hipovolemik”.
Case Report Session (CRS) ini bertujuan agar penulis dapat memahami
lebih dalam teori-teori yang diberikan selama menjalani Kepaniteraan Klinik
Senior Bagian Ilmu Jantung di RSUD Raden Mattaher Jambi, dan melihat
penerapannya secara langsung di lapangan. Pada kesempatan ini penulis
mengucapkan banyak terimakasih kepada dr. Evi Supriadi,Sp.JP(K) FIHA sebagai
pembimbing yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing penulis.
Penulis menyadari bahwa penulisan Case Report Session (CRS) ini masih
banyak kekurangan, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran
yang bersifat membangun dari semua pihak yang membacanya. Semoga tugas ini
dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Status Generalisata
Kulit
Warna : Sawo matang
Turgor : Melambat
Ikterus : (-)
Jar. Parut : (-)
Edema : (-)
Diaphoresis : (+) keringat dingin
Kelenjar
Pembesaran Kel. Submandibula : (-)
Submental : (-)
Kepala
Bentuk kepala : Normocephali
Ekspresi muka : Tampak sakitberat
Simetris muka : Simetris
Mata
Exophthalmus/endopthalmus : (-/-)
Edema palpebra : (-/-), mata cekung (+/+)
Conjungtiva anemis : (-/-)
Sklera Ikterik : (-/-)
Pupil : Isokor (+/+)
Lensa : keruh
Reflek cahaya : (+/+)
Gerakan bola mata : dalam batas normal
Hidung
Bentuk : Normal
Septum : Deviasi (-)
Sekret : (-)
Mulut
Bibir : sianosis (-)
Gusi : berdarah (-)
Leher
Kelenjar getah bening : pembesaran (-)
Kelenjar tiroid : pembesaran (-)
Tekanan vena jugularis : (5-2) cm H2O
Thorax
Bentuk : simetris
Paru-paru
Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris, jejas (-)
Palpasi : Fremitus taktil normal, nyeri tekan (-), krepitasi (-)
Perkusi : Sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : Vesikuler, wheezing (+/+), ronkhi (+/+) basah
Jantung
Inspeksi: ictus cordis tidak terlihat
Palpasi: ictus cordis teraba 2 jari di ICS VI linea axillaris anterior
sinistra
Perkusi batas jantung :
Batas Atas : ICS II linea parasternal sinistra
Batas Kanan : ICS VI parasternal dextra
Batas Kiri : ICS VI dari linea axillaris anterior sinistra
Auskultasi: BJ I dan II reguler, murmur (-), gallop (+) S3
Abdomen
Inspeksi : cekung, sikatrik (-), massa (-), bekas operasi (-)
Palpasi : Nyeri tekan epigastrium (-), nyeri lepas (-), hepar dan
lien tidak teraba. Nyeri tekan supra pubis (-), nyeri ketok CVA (-)
Perkusi : Timpani (+) 4 kuadran abdomen
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Ekstremitas atas
Gerakan : ROM dalam batas normal
Akral : dingin, CRT > 2 detik, edema (-)
Extremitas bawah
Gerakan : ROM dalam batas normal
Akral : dingin, CRT > 2 detik, edema (-)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah Rutin (14-11-2019) RSUD Raden Mattaher
WBC : 8,42 109/L (4-10)
RBC : 5,26 1012/L (3,50- 5,50)
HGB : 14,5 g/dl (11,0-16,0)
HCT : 47,8 % (35-50)
PLT : 225 109/L (100-300)
MCV : 90,8 fL (88-99)
MCH : 27,1 pg (26-32)
MCHC : 303 g/dl (320-360)
GDS : 105 mg/dl
Kesan: Normal
• Identitas sesuai
• Penanda (+)
• Jenis foto: Orientasi kanan, Penetrasi cukup, Proyeksi
Anteroposterior, inspirasi cukup, Jarak clavicular ke proc. Spinosus
baik.
• Trakea ditengah, mediastinum normal, tidak ada soft tissue swelling,
densitas tulang baik, sela iga melebar (-).
• COR: CTR >50%, Apeks downward/grounded, aorta elongasi (-)
dilatasi mediastinum (-), sinus kardiophrenicus sulit dinilai, batas
jantung kiri lateral linea midclavicula sinistra, batas jantung kanan
linea parasternalis dekstra.
• Pulmo: Hilus sulit dinilai, corakan bronkovaskular kedua lapang paru
normal, sudut costofrenikus lancip, diafragma konveks
Kesan: kardiomegali kemungkinan pembesaran ventrikel kiri
2.4 DIAGNOSA KERJA
STEMI Anterior Ekstensif late onset KILLIP VI + Syok Hipovolemik
2.6 PENATALAKSANAAN
Nonfarmakologi
Tirah baring/bed rest total
EDUKASI
Edukasi kepada keluarga tentang penyakit, faktor risiko,tatalaksana dan
kemungkinan resiko selama dirawat dirumah sakit dan kemungkinan
komplikasinya.
Edukasi tentang efek samping pemberian obat.
Farmakologi
Di IGD Tanggal 14-11-2019
O2 3-4 l/min (nasal canule )
IVFD RL 500 cc/24 jam->Loading RL 200 cc-> Lanjutkan IVFD RL 20tpm
PO Aspilet tab 160 mg
PO Clopidogrel tab 300 mg
PO Atorvastatin tab 1x 20 mg
inj. lansoprazole 1 x 40 mg
inj. arixtra 1 x 2,5 mg
Nebu ventolin + flixotide
Pasang Kateter
Rawat ICCU rencana PCI
Di ICCU Tanggal 15-11-2019
O2 3 l/min (canule nasal)
IVFD RL loading 250 cc
Inj. Epinefrin 0,05 mcg /menit
Inj. Dobutamin 5 mcg/menit
Inj. Lovenox 2x0,6 ml (hari 1)
Inj. Furosemide 1x 40mg jika TD > 100mmHg
Inj. Pethidin 25mg (0,5cc) SC
Inj. NTG 5mg/jam
PO Aspilet tab 1 x 80mg
PO clopidogrel tab 1 x 75mg
PO Atorvastatin 1x20 mg
2.7 PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad malam
Quo ad sanationam : dubia ad malam
2.8 FOLLOW UP
15 November 2019
Waktu S O A P
05.00 Nyeri dada (+) GCS : 14 (E4M6V4) STEMI - loading RL
sesak nafas (+) TD: 80/50 mmHg Anterior 250cc
batuk (+) HR: 110 x/menit Ekstensif late - epinefrin 0,05mg
Mual (-) RR: 28x/menit onset KILLIP observasi tekanan
muntah (-) T: 36 ºC VI + Syok darah
SpO2: 98% Hipovolemik -dobutamin 5mcq
Mata : cekung - furosemide 1
Paru : vesikuler (+/+), amp jika
Ronki (+/+), TD>100mmhg
wheezing (+/+)
Inj. Lovenox 2 x
Ekstremitas : akral
0,6cc
dingin, CRT >2 detik
EKG : stemi anterior
ekstensif
05.30 TD: 90/60 mmHg Setelah loading
HR: 100x/menit
RR: 28x/menit
T: 36 ºC
SpO2: 98%
06.30 TD: 60/40 mmHg - epinefrin 0,05mg
HR: 100x/menit observasi tekanan
RR: 28x/menit darah
T: 36 ºC - -dobutamin 5mcq
SpO2: 98%
07.00 TD: 130/70 mmHg - stop dobutamin
HR: 100x/menit - inj. Furosemide 1
RR: 27x/menit amp
T: 36 ºC
SpO2: 98%
08.00 Nyeri dada (+) GCS : 13 (E3M6V4) STEMI - O2 5 liter/menit
Sesak nafas (+) TD: 84/60 mmHg Anterior - dobutamin 5 mcg
Mual (-) HR: 109 x/menit Ekstensif late - epinefrin 0,1 mcg
muntah (-) RR: 30x/menit onset KILLIP - inj. Pethidin
T: 36,4ºC VI + Syok 25mg(0,5cc) SC
SpO2: 96% Hipovolemik - inj. NTG
5mg/jam
Mata : cekung
Paru : vesikuler (+/+),
Ronki (+/+),
wheezing (+/+)
Ekstremitas : akral
dingin, CRT >2 detik
3.1.5 Patofisiologi
STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara
mendadak setelah oklusi trombus pada plak arterosklerosik yang sudah ada
sebelumnya. Stenosis arteri koroner berat yang berkembang secara lambat
biasanya tidak memicu STEMI karena berkembangnya banyak kolateral
sepanjang waktu. STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat
pada lokasi injury vaskular, dimana injury ini dicetuskan oleh faktor-faktor seperti
merokok,hipertensi dan akumulasi lipid. Merokok, hipertensi, kadar LDL, serta
tingginya kadar gula darah pada penderita diabetes melitus akan mengakibatkan
kerusakan pada endotel pembuluh darah. Lapisan endotel yang rusak menjadi
terganggu dan jaringan ikat pada pembuluh darah mengalami thrombogenik
sehingga terjadi primary hemostasis. Primary hemostasis merupakan tahap awal
pertahanan terhadap pendarahan.8
Proses ini bermula hanya dalam beberapa saat setelah pembuluh rusak dan
dicegah oleh adanya sirkulasi platelet. Platelet akan menempel pada kolagen
subendotel pembuluh darah dan beragregasi untuk membentuk “Platelet plug”.
Kerusakan lapisan endotel pembuluh darah ini juga akan mengaktifkan cell
molecule adhesion seperti sitokin, TNF-α, growth factor, dan kemokin. Limfosit T
dan monosit akan teraktivasi dan masuk ke permukaan endotel lalu berpindah ke
subendotel sebagai respon inflamasi. Monosit berproliferasi menjadi makrofag
dan mengikat LDL teroksidasi sehingga makrofag membentuk sel busa. Akibat
kerusakan endotel menyebabkan respon protektif dan terbentuk lesi fibrous, plak
aterosklerotik yang dipicu oleh inflamasi. Respon tersebut mengaktifkan factor Va
dan VIIIa yang akan membentuk klot pada pembuluh darah. Teraktivasinya kedua
faktor tersebut dapat dipicu karena tidak terbentuknya protein C oleh liver
sehingga thrombin mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin sehingga terbentuk
klot .8
Aterosklerosis berkontribusi dalam pembentukan trombus. Hal ini
disebabkan teraktivasinya faktor VII dan X yang mengakibatkan terpaparnya
sirkulasi darah oleh zat-zat trombogenik yang akan menyebakan rupturnya plak
dan hilangnya respon protektif seperti antitrombin dan vasodilator pada pembuluh
darah. Penyebab gangguan plak ini disebabkan faktor kimiawi yang tidak stabil
pada lesi aterosklerosis dan faktor stres fisik penderita. Disebakan adanya
perkembangan klot pada pembuluh darah dan tidak terstimulusnya produksi NO
dan prostasiklin pada lapisan endotel sebagai vasodilator sehingga terjadi
disfungsi endotel. Dengan adanya ruptur plak dan disfungsi endotel,
teraktivasinya kaskade koagulasi oleh pajanan faktor jaringan dan terjadi agregasi
platelet yang menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah sehingga terjadi
trombosis koroner.8
STEMI terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah
oklusi trombus pada plak. Kematian sel-sel miokard yang disebakan infark
miokard dapat mengakibatkan kekurangan oksigen. Sel-sel miokard mulai mati
setelah sekitar 20 menit mengalami kekurangan oksigen . Akibat trombus
tersebut, kebutuhan ATP pembuluh darah untuk berkontraksi berkurang, hal ini
disebabkan kurangnya suplai oksigen sehingga pembentukan ATP berkurang.
Keadaan ini berdampak pada metabolisme mitokondria sehingga terjadi
perubahan proses pembentukan ATP menjadi anaerob glikolisis. Berkurangnya
ATP menghambat proses, Na+ K+-ATPase, peningkatan Na+ dan Cl- intraselular,
menyebakan sel menjadi bengkak dan mati.8
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada SKA umumnya normal. Sebagian besar pasien
cemas dan tidak bisa istirahat (gelisah). Seringkali ekstremitas pucat disertai
keringat dingin. Kombinasi nyeri dada substernal >30 menit dan banyak
keringat dicurigai kuat adanya STEMI. Tanda komplikasi berupa takipnea-
badikardia ronki basah halus di paru, pada disfungsi ventricular terdapat S4
dan S3 gallop, penurunan intensitas bunyi jantung kedua. Dapat ditemukan
murmur midsitolik atau late sistolik apical yang bersifat sementara karena
disfungsi apparatus katup mitral. Pericardial friction rub karena perikarditis,
kekuatan nadi tidak seimbang, dan regurgitasi katup aorta akibat diseksi
aorta, pneumotoraks, nyeri pleuritik disertai suara napas yang tidak seimbang
perlu dipertimbangkan dalam memikirkan diagnosis banding SKA Bila tidak
ada komplikasi hampir tidak ditemukan kelainan yang berarti.8
3. Pemeriksaan Penunjang
1. Elektrokardiogram
Pemeriksaan EKG 12 sadapan sesegera mungkin dilakukan pada
semua pasien yang memiliki keluhan nyeridada atau keluhan lain yang
mengarah kepada iskemia. Sebagai tambahan, sadapan V3R dan V4R,
serta V7-V9 sebaiknya direkam pada semua pasien dengan perubahan
EKG yang mengarah kepada iskemia dinding inferior. Sementara itu,
sadapan V7-V9 juga harus direkam pada semua pasien angina yang
mempunyai EKG awal nondiagnostik.1,6
Rekaman EKG dibuat dalam 10 menit sejak kedatangan pasien di
ruang gawat darurat. Pemeriksaan EKG sebaiknya diulang setiap keluhan
angina timbul kembali. Gambaran EKG yang dijumpai pada pasien dengan
keluhan angina cukup bervariasi, yaitu: normal,nondiagnostik,LBBB (Left
Bundle Branch Block) baru/persangkaan baru, elevasi segmen ST yang
persisten (≥20 menit) maupun tidak persisten, atau depresi segmen ST
dengan atau tanpa inversi gelombang T.1,6
Penilaian ST elevasi dilakukan pada J point dan ditemukan pada 2
sadapan yang bersebelahan. Nilai ambang elevasi segmen ST untuk
diagnosis STEMI untuk pria dan perempuan pada sebagian besar sadapan
adalah 0,1 mV. Depresi segmen ST yang resiprokal, sadapan yang
berhadapan dengan permukaan tubuh segmen ST elevasi, dapat dijumpai
pada pasien STEMI kecuali jika STEMI terjadi di mid-anterior (elevasi di
V3-V6). 1
Pasien SKA dengan elevasi segmen ST dikelompokkan bersama
dengan LBBB (komplet) baru/persangkaan baru mengingat pasien tersebut
adalah kandidat terapi reperfusi. Oleh karena itu pasien dengan EKG yang
diagnostik untuk STEMI dapat segera mendapat terapi reperfusi sebelum
hasil pemeriksaan penanda jantung tersedia. Persangkaan adanya infark
miokard menjadi kuat jika gambaran EKG pasien dengan LBBB
baru/persangkaan baru juga disertai dengan elevasi segmen ST ≥1 mm
pada sadapan dengan kompleks QRS positif dan depresi segmen ST ≥1 mm
di V1-V3. Perubahan segmen ST seperti ini disebut sebagai perubahan
konkordan yang mempunyai spesifisitas tinggi dan sensitivitas rendah
untuk diagnosis iskemik akut. Perubahan segmen ST yang diskordan pada
sadapan dengan kompleks QRS negatif mempunyai sensitivitas dan
spesifisitas sangat rendah.10
2. Marka jantung
Kreatinin kinase-MB (CK-MB) atautroponin I/T merupakan marka
nekrosis miosit jantung dan menjadi marka untuk diagnosis infark
miokard. Troponin I/T sebagai marka nekrosis jantung mempunyai
sensitivitas dan spesifisitas lebih tinggi dari CK-MB. Peningkatan marka
jantung hanya menunjukkan adanya nekrosis miosit, namun tidak dapat
dipakai untuk menentukan penyebab nekrosis miosit tersebut (penyebab
koroner/non koroner). Troponin I/T juga dapat meningkat oleh sebab
kelainan kardiak nonkoroner seperti takiaritmia, trauma kardiak, gagal
jantung, hipertrofi ventrikel kiri, miokarditis/perikarditis. Keadaan
nonkardiak yang dapat meningkatkan kadar troponin I/T adalah sepsis,
luka bakar, gagal napas, penyakit neurologik akut, emboli paru, hipertensi
pulmoner, kemoterapi, dan insufisiensi ginjal. Pada dasarnya troponin T
dan troponin I memberikan informasi yang seimbang terhadap terjadinya
nekrosis miosit, kecuali pada keadaan disfungsi ginjal. Pada keadaan ini,
troponin I mempunyai spesifisitas yang lebih tinggi dari troponin T.1
Dalam keadaan nekrosis miokard, pemeriksaan CK-MB atau
troponinI/T menunjukkan kadar yang normal dalam 4-6 jam setelah awitan
SKA,pemeriksaan hendaknya diulang 8-12 jam setelah awitan angina. Jika
awitan SKA tidak dapat ditentukan dengan jelas, maka pemeriksaan
hendaknyadiulang 6-12 jam setelah pemeriksaan pertama. Kadar CK-MB
yangmeningkat dapat dijumpai pada seseorang dengan kerusakan otot
skeletal(menyebabkan spesifisitas lebih rendah) dengan waktu paruh yang
singkat(48 jam). Mengingat waktu paruh yang singkat, CK-MB lebih
terpilih untuk mendiagnosis ekstensi infark (infark berulang) maupun
infark periprosedural.1
Pemeriksaan troponin I/T adalah biomarker paling sensitif dan
spesifik sehingga menjadi standar baku emas dalam diagnosis
NSTEMI/STEMI, di mana peningkatan kadar marka jantung tersebut akan
terjadi dalam waktu 2 hingga 4 jam setelah onset. Peningkatan kadar
troponin biasanya menetap dalam 2 hingga 3 hari, namun bisa tetap
meningkat hingga 2 minggu bila terjadi nekrosis luas. Kadar troponin bisa
saja belum meningkat dalam 6 jam setelah onset gejala, sehingga jika
didapatkan hasil negatif pada pemeriksaan pertama, perlu dilakukan
pemeriksaan ulang dalam 8 hingga 12 jam setelah onset gejala.
Jika pemeriksaan troponin tidak dapat dilakukan, maka dapat
digunakan penilaian Musscle and Brain fraction of Creatinin Kinase (CK-
MB) yang akan meningkat dalam waktu 4 hingga 6 jam, mencapai
puncaknya saat 12 jam, dan menetap hingga 2 hari.1
Pemeriksaan penanda jantung sebaiknya dilakukan di laboratorium
sentral. Pemeriksaan di ruang darurat atau ruang rawat intensif jantung
(point of care testing) pada umumnya berupa tes kualitatif atau
semikuantitatif, lebih cepat (15-20 menit) tetapi kurang sensitif. Point of
care testing sebagai alat diagnostik rutin SKA hanya dianjurkan jika waktu
pemeriksaan di laboratorium sentral memerlukan waktu >1 jam. Jika
penanda jantung secara point of care testing menunjukkan hasil negatif
maka pemeriksaan harus diulang di laboratorium sentral.1
3. Pemeriksaan Noninvasif
Pemeriksaan ekokardiografi transtorakal saat istirahat dapat
memberikan gambaran fungsi ventrikel kiri secara umum dan berguna
untuk menentukan diagnosis banding seperti stenosis aorta, kardiomiopati
hipertrofik, atau diseksi. Multislice Cardiac CT (MSCT) dapat digunakan
untuk menyingkirkan PJK sebagai penyebab nyeri pada pasien dengan
kemungkinan PJK rendah hingga menengah dan jika pemeriksaan troponin
dan EKG tidak meyakinkan.1
4. Pemeriksaan Invasif (Angiografi Koroner)
Angiografi koroner memberikan informasi mengenai keberadaan dan
tingkat keparahan Penyakit Jantung Koroner, sehingga sebaiknya segera
dilakukan untuk tujuan diagnostik pada pasien dengan risiko tinggi dan
diagnosis banding yang tidak jelas. Penemuan oklusi trombotik akut,
misalnya pada arteri sirkumfleksa, sangat penting pada pasien yang sedang
mengalami gejala atau peningkatan troponin namun tidak ditemukan
perubahan EKG diagnostik.1
Pada pasien dengan penyakit pembuluh multipel dan mereka dengan
stenosis arteri utama kiri yang memiliki risiko tinggi untuk kejadian
kardiovaskular yang serius, angiografi koroner disertai perekaman EKG
dengan abnormalitas gerakan dinding regional seringkali memungkinkan
identifikasi lesi yang menjadi penyebab. Penemuan angiografi yang khas
antara lain eksentrisitas, batas yang ireguler, ulserasi, penampakkan yang
kabur, dan filling defect yang mengesankan adanya trombus intrakoroner.1
5. Pemeriksaan Laboratorium
Selain pemeriksaan marka jantung, yang harus dikumpulkan di ruang
gawat darurat adalah tes darah rutin, gula darah sewaktu, status elektrolit,
koagulasi darah, tes fungsi ginjal, dan panel lipid.1
6. Pemeriksaan Foto Polos Dada
Tujuan dilakukan pemeriksaan ini adalah untuk membuat diagnose
banding, identifikasi komplikasi, dan penyakit penyerta.1
3.1.7 Tatalaksana
3.1.7.1 Tindakan Umum dan Langkah Awal
Terapi awal pada pasien dengan diagnosa kerja kemungkinan SKA atau SKA
atas keluhan angina di ruang gawat darurat, sebelum ada hasil pemeriksaan EKG
dan atau marka jantung. Tujuan utama tatalaksana STEMI adalah mendiagnosis
secara cepat, menghilangkan nyeri dada, menilai dan mengimplementasikan
strategi reperfusi yang mungkin dilakukan, memberi antitrombotik dan anti
platelet, memberi obat penunjang. Terapi awal yang dimaksud adalah Morfin,
Oksigen, Nitrat, Aspirin, Clopidogrel (disingkat MONACO), yang tidak harus
semua atau bersamaan. Terdapat beberapa pedoman dalam tatalaksana IMA
dengan elevasi ST yaitu dari ACC/AHA tahun 2013 dan ESC tahun 2012, tetapi
perlu disesuaikan dengan kondisi sarana/fasilitas di masing-masing tempat dan
kemampuan ahli yang ada.5
1. Pemberian Oksigen
Suplementasi oksigen harus diberikan pada pasien dengan saturasi oksigen
arteri < 94%. Pada semua pasien STEMI tanpa komplikasi dapat diberikan
oksigen selama 6 jam pertama.
2. Aspirin
Aspirin kunyah harus diberikan pada pasien yang belum pernah mendapatkan
aspirin pada kasus STEMI. Dosis awal yang diberikan 160 mg sampai 320
mg. Selanjutnya aspirin diberikan secara oral dengan dosis 75-100 mg.
Aspirin dapat menurunkan reoklusi koroner dan berulangnya kejadian iskemik
setelah terapi fibrinolitik.
3. Nitrogliserin
Pasien dengan nyeri iskemik di dada harus diberikan nitrogliserin sublingual
0,4 mg setiap 5 menit dengan dosis maksimal 3 dosis. Setelah melakukan
penilaian seharusnya dievaluasi akan kebutuhan nitrogliserin intravena. Obat
ini tidak boleh diberikan pada pasien dengan hemodinamik tidak stabil yaitu
tekanan darah sistolik <90mmHg atau <30mmHg lebih rendah dari
pemeriksaan tekanan darah awal, bradikardi < 50x/menit atau takikardi >
100x/ menit tanpa adanya gagal jantung dna adanya infark ventrikel kanan.
Dalam keadaan tidak ada NTG dapat diberikan isosorbit dinitrat (ISDN).
4. Analgesik
Pemberian morfin dilakukan bila pemberian nitrogliserin sublingual atau
semprot tidak respon. Morfin sulfat 1-5 mg intravena, dapat diulang setiap 15-
30 menit.
5. Beta Bloker
Jika morfin tidak berhasil mengurangi nyeri dada, pemberian penyekat beta
IV, selain nitrat mungkin efektif. Regimen yang biasa digunakan adalah
metoprolol 5 mg setiap 2-5 menit sampai total 3 dosis.
6. Klopidogrel
Pemberian Klopidogrel 300-600 mg sedini mungkin dan dilanjutkan dengan
dosis rumatan sebesar 75 mg per hari. Obat-obat seperti penghambat reseptor
beta dan ACE inhibitor harus segera diberikan kecuali terdapat kontraindikasi
dan pasien harus dalam keadaan hemodinamik stabil. Statin dilaporkan
memberikan hasil yang baik.
1
Gambar 3.6 Ceklis fibrinolisis pra rumah sakit 11
Pengobatan fibrinolisis lebih awal (door-drug <30menit) dapat membatasi
luasnya infark, memperbaiki fungsi ventrikel, dan mengurangi angka kematian.
Agen yang spesifik terhadap fibrin (tenekteplase, alteplase, reteplase) lebih
disarankan dibandingkan agen-agen yang tidak spesifik terhadap fibrin
(streptokinase). Aspirin oral atau intravena harus diberikan. Clopidogrel
diindikasikan diberikan sebagai tambahan untuk aspirin. Jenis obat fibrinolitik
sebagai terapi reperfusi adalah:1,11
Streptokinase
◦ Dosis awal 1,5 juta U/100ml Dextrose 5% atau larutan saline 0,9%
dalam waktu 30-60 menit.
◦ Koterapi Heparin i.v selama 24-48 jam
Alteptase
◦ Dosis awal bolus 15 mg intravena 0,75 mg/kg selama 30 menit,
kemudian 0,5mg / kg selama 60 menit, dosis total tidak lebih dari
100mg
◦ Koterapi Heparin i.v selama 24-48 jam
Selama dilakukan fibrinolisis, penderita harus dimonitor secara ketat. Tanda
vital dan EKG dievaluasi setiap 5-10 menit untuk mendeteksi resiko fibrinolisis
yaitu; perdarahan, alergi, hipotensi, aritmia reperfusi.keberhasilan fibrinolisis
dilakukan 60-90menit dimulai dari saat obat fibrinolisis dimasukkan. Tanda
keberhasilan fibrinolitik adalah ; resolusi komplit dari nyeri dada, ST elevasi
menurun > 50%, adanya aritmia reperfusi. Bila fibrinolisis tidak berhasil maka
seceoatnya dilakukan rescue PCI. 11
Pasien yang mendapat terapi reperfusi fibrinolisis, sebaiknya diberikan terapi
antikoagulan selama minimum 48 jam dan lebih baik selama rawat inap, hingga
maksimum 8 hari. Pasien STEMI yang tidak mendapat terapi reperfusi, dapat
diberikan terapi antikoagulan selama rawat inap, hingga maksimum 8 hari
pemberian. Strategi lain yang digunakan adalah meliputi Low Molecular Weight
Heparin (LMWH) atau fondaparinuks dengan regimen dosis sama dengan
pasienyang mendapat terapi fibrinolisis.1
Warfarin
o Dosis awal yang dapat diberikan yaitu 10 mg dan 5 mg pada hari
kedua dengan pengaturan dosis pada hari ketiga sekitar 3-7,5 mg.
o Pemberian obat ini secara oral.
o Kontraindikasi pemberian pada penyakit-penyakit dengan
kecenderungan perdarahan, tukak saluran cernaa, defisisensi vitamin
K, serta penyakit hati dan ginjal yang berat.
Heparin
o Dosis awal yang diberikan yaitu 60 U/kgBB (maksimal 4000 U)
secara bolus. Kemudian pemberian lanjutan melalui infuse dengan
dosis 12 U/kgBB.
o Pemberian heparin dikontraindikasikan pada pasien yang sedang
mengalami perdarahan misalnya pasien hemophilia, endokarditis
bacterial subakut, perdarahan intracranial, hipertensi berat, dan syok.
Enoxaparin (Lovenox)
o Dosis yang diberikan 1 mg/kg setiap 12 jam subkutan, ditambah
dengan pemberian aspirin 100-325 setiap harinya selama minimal 2
hari.
Kontraindikasi pemberian obat ini adalah kecenderungan hemoragia
dan pernah menderita trombositopenia selama pengobatan.
3.1.8 Komplikasi1
1. Gangguan Hemodinamik
- Gagal Jantung
- Hipotensi
- Kongesti Paru
- Keadaan curah jantung rendah
- Syok Kardiogenik
- Aritmia dan gangguan konduksi dalam fase akut
- Aritmia supraventricular
- Aritmia ventrukular
- Sinus bradikardi dan Blok jantung
2. Komplikasi kardiak
- Regurgitasi katup mitral
- Rupture jantung
- Rupture septum ventrikel
- Infark ventrikel kanan
- Perikarditis
- Aneurisma ventrikel kiri
- Trombus ventrikel kiri
3.1.9 Prognosis
1
4. Syok Distributif
Syok distributif disebabkan oleh maldistribusi volume sirkulasi darah
pada tubuh. Total cairan tubuh tidak berkurang, tapi volume intravaskular
relatif tidak seimbang dengan kapasitas vaskular. Ada tiga jenis syok
distributif yaitu syok anafilaktik, syok sepsis, dan syok neurogenik. 12
3.3.2 Insidensi
Syok kardiogenik merupakan penyebab kematian paling sering pada
pasien-pasien yang dirawat dengan infark miokard. Tindakan revaskularisasi
dini terbukti mampu menurunkan kejadian syok kardiogenik pada kasus infark
miokard akut. Jenis infark miokard akut yang paling sering menyebabkan
syok kardiogenik adalah STEMI. Sekitar 80% kasus syok kardiogenik yang
berkaitan dengan infark miokard akut. 80% Syok kardiogenik yang terjadi
akibat infark miokard disebabkan oleh kegagalan ventrikel kiri. Sedangkan
yang lainnya adalah mitral regurgitasi akut, rupture septum ventrikular, gagal
ventrikel kanan, serta tamponade jantung.13
Insidensi syok kardiogenik lebih tinggi pada pria daripada wanita
(3:2). Perbedaan ini disebabkan karena semakin meningkatnya kejadian
penyakit jantung koroner pada pria. Namun demikian persentase kejadian
syok kardiogenik yang mengikuti infark miokard lebih banyak pada wanita
dibanding pria. Umur rata-rata pasien dewasa yang mengalami syok
kardiogenik adalah 65-66 tahun. Ras yang paling tinggi persentasenya untuk
kejadian syok kardiogenik adalah ras hispanik (74%) sedangkan ras afrika
amerika 65%, kulit putih 56%, sedangkan Asia dan selebihnya 41%.12,13
3.3.3 Patofisiologi Syok Kardiogenik
3.3.4 Diagnosis
A. Anamnesis
Kebanyakan pasien yang datang dengan keluhan angina pectoris tidak stabil.
Bahkan nyeri bisa saja tidak dirasakan pada pasien-pasien diabetes dan usia tua.
Gejala-gejala autonomik lain bisa juga muncul seperti mual, muntah, serta
berkeringat. Riwayat penyakit jantung sebelumnya, riwayat penggunaan kokain,
riwayat infark miokard sebelumnya, atau riwayat pembedahan jantung sebelumnya
perlu ditanyakan. Faktor resiko penyakit jantung perlu dinilai pada pasien yang
disangkakan mengalami iskemik miokardial. Evaluasinya antara lain mencakup
riwayat hiperlipidemia, hipertrofi ventrikel kiri, hipertensi, riwayat merokok, serta
riwayat keluarga yang mengalami penyakit jantung koroner premature. Gejala-gejala
lain yang berkaitan antara lain : diaphoresis, sesak nafas saat beraktifitas, sesak nafas
saat beristrahat. Presinkop, sinkop, palpitasi, ansietas generalisata serta depresi. Selai
itu keluhan dapat berupa gangguan kesadaran mulai dari kondisi ringan hingga berat,
penurunan diuresis, dapat disertai keringat dingin dan nadi lemah. 7
B. Pemeriksaan fisik
Kulit berwarna keabu-abuan atau bisa juga sianosis. Suhu kulit dingin dan bisa
muncul gambaran mottled skin pada ekstremitas.
Nadi cepat dan halus/lemah serta dapat juga disertai dengan irama yang tidak
teratur jika terdapat aritmia
Distensi vena jugularis dan ronkhi basah di paru biasanya ada namun tidak harus
selalu.
Edema perifer juga biasanya bisa dijumpai. Suara jantung terdengar agak jauh,
bunyi jantung III dan IV bisa terdengar
Tekanan nadi lemah dan pasien biasanya dalam keadaan takikardia.
Tampak pada pasien tanda-tanda hipoperfusi misalnya perubahan status mental
dan penurunan jumlah urine.
Murmur sistolik biasanya terdengar pada pasien dengan regurgitasi mitral,
murmur biasanya terdengar di awal sistol Dijumpainya thrill parasternal
menandakan adanya defek septum ventrikel.
Kriteria diagnosis
1. Memenuhi kriteria anamnesis
2. CO < 3,2 L/menit
3. SVR meningkat pada fase awal, normal atau menurun pada kondisi lanjut
4. Preload cukup atau meningkat
5. TAPSE < 1,5 berdasarkan pemeriksaan echocardiografi
C. Tatalaksana
Fase Akut di UGD atau ICCU
a. Bedrest total
b. Lakukan resusitasi jantung jika terjadi cardiac arrest
c. Sedasi dengan midazolam, propofol atau morfin
d. Oksigen support (NRM atau CPAP, intubasi jika terjadi gagal napas)
e. Pemasangan IVFD
f. Jika terjadi gangguan irama seperti taki/bradiaritmia atasi segera dengan pemberian
preparat anti-arimia atau pemasangan pacu jantung, over drive atau kardioversi
g. Monitoring invasive atau non invasif untuk mengetahui status preload, SVR dan
curah jantung (CO).
h. Jika preload rendah maka diberikan fluid challenge 1-4 cc/kgBB/10 menit hingga
dipastikan preload cukup.
i. Jika CO rendah dengan SVR tinggi namun MAP masih <70 mmHg maka
diberikan preparat inotropiknon vasodilator (dobutamin) atau inodilator (milrinon).
Pemasangan IABP harus direkomendasikan pada pasien syok dengan sindrom
koroner akut.
j. Jika CO tinggi dengan SVR rendah maka diberikan preparat vasopressor seperti
noradrenalin atau adrenalin atau dopamine.
k. Dopamin dosis rendah dapat diberikan pada kondisi oliguria.
l. Pada syok kardiogenik yang refrakter pertimbangka pemasangan IABP, ECMO
atau LVAD sebagai bridging terapi definitif.
Gambar 3.8 Algoritma Syok11
2. Manajemen Hemodinamik
IABP dapat memperbaiki perfusi koroner dan perifer melalui deflasi balon
pada saat sistole dan inflasi balon saat diastol sehingga afterload menjadi sangat
berkurang dan aliran ke koroner menjadi semakin baik. Namun tidak semua pasien
dapat memberikan respon hemodinamik terhadap pemasangan IABP, hal ini
selanjutnya menjadi salah satu faktor prognostik. IABP semestinya dilakukan
secepatnya bahkan jika ada operator yang terlatih dan prosedur memungkinkan untuk
dilakukan secepatnya, maka IABP dapat dilakukan sebelum pasien dikirim untuk
tidakan revaskularisasi.16
5. Reperfusi
1
disebabkan akibat dari kerusakan suara paru wheezing dan rhonki di
otot jantung seperti infark miokard, basal paru kedua hemithoraks
kontusio jantung. Hal ini akibat batas jantung kiri di ICS VI linea
tidak adekuatnya aliran darah axilaris anterior sinistra, dan batas
coroner, atau dapat berkembang jantung kanan di ICS VI linea
karena zat yang dilepas dari parasternalis dekstra
jaringan yang iskemik yang akral dingin dan CRT >2 detik
mengganggu fungsi jantung13 pembesaran jantung pada foto
Berdasarkan klasifikasi mortalitas thoraks
pada pasien SKA dengan gagal
jantung, edema paru dan syok
dikategorikan KILLIP IV : 58%1
Pasien mengalami dehidrasi yang
menyebabkan syok hipovolemik
yang terjadi karena kekurangan
volume sirkulasi disebabkan oleh
kehilangan cairan tubuh.12
Pada pasien ini muntah dapat Pemeriksaan elektrolit :
terjadi karena nyeri atipikal. Hiponatremi, hipokalemi, hipokalsemi
Muntah menyebabkan kehilangan (elektrolit imbalance)
air dan elektrolit sehingga pada Pemeriksaan ureum kreatinin :
dehidrasi berat akan terjadi UR/KR : 58/3,0
hipovolemik. 12,13 Terdapat peningkatan kadar ureum
Penurunan volume intravaskular dan kreatinin.
akibat hipovolemi serta penurunan Berdasarkan klasifikasi RIFLE pasien
preload karena gagal jantung ini termasuk stage injury (Peningkatan
menyebabkan penurunan kreatinin 2x, Urin output <
mendadak fungsi ginjal (AKI). 17 0,5ml/kgbb dalam 12 jam )
Berdasarkan teori, pasien ini elektrokardiografi didapatkan
terdapat infark di segmen anterior gambaran sinus Rhythm, takikardi,
yang ekstensif yang mana pada LAD, serta ST elevation di V2-V4
segmen ini diperdarahi oleh arteri dan T inversi di lead I, II, III,
koroner kiri yang merupakan arteri aVF,aVL, aVR dan V1. Dan sehari
yang memperdarahi segmen setelahnya terdapat ST elevasi di
anterior dan lateral jantung. Hal ini lead V2-V6 dan T inversi di semua
merupakan salah satu spektrum lead
klinis dari sindrom koroner akut
dimana terjadi gangguan aliran
darah koroner secara total ke
miokard akibat ruptur plak
athrematous yang ditandai dengan
gejala iskemia miokard dan
berkaitan dengan elevasi segmen
ST yang menetap pada
pemeriksaan EKG.1
Sesuai dengan teori, terjadi Pada pemeriksaan biormarker
peningkatan biomarker jantung. jantung, nilai CK-MB 10,82
Peningkatan marker jantung dua Ng/ml dan
kali diatas nilai batas normal Troponin I yaitu 4.03 Ng/ml
menunjukkan adanya nekrosis
miokard. CK-MB meningkat
setelah 4-6 jam bila ada infark
miokard dan mencapai puncak
dalam 12 jam dan kembali normal
dalam 2 hari. Troponin I meningkat
setelah 3-4 jam dan menetap
sampai 2 hari peningkatan ringan
kadar troponin biasanya
menghilang 2-3 hari namun bila
terjadi nekrosis luas peningkatan
ini menetap hingga 2 minggu.1
ISDN tidak diberikan karena nitrat tidak boleh diberikan kepada pasien
dengan tekanan darah sistolik <90 mmHg atau >30 mmHg di bawah nilai awal,
bradikardi berat <50 x/menit, takikardi tanpa gejala gagal jantung atau infark
ventrikel kanan. Pemberian antiplatelet harus diberikan kepada semua pasien tanpa
kontraindikasi. Penghambat reseptop ADP perlu diberikan bersama aspirin sesegera
mungkin dan di pertahankan selama 12 bulan kecuali seperti risiko perdarahan
berlebih. Tidak disarankan memberikan aspirin bersama OAINS (penghambat COX-
2 selektif dan NSAID non selektif).
Pemberian statin tanpa melihat awal kolesterol LDL dan tanpa
mempertimbangkan modifikasi diet penghambat hidroksimetilglutari-koenim A
reduktase (statin) harus diberikan kepada semua penderita SKA, termasuk pasien
yang telah mendapatkan terapi revaskularisasi jika tidak terdapat kontraindikasi.
Pasien ini mendapatkan arixtra (fondaxfarinus) yang merupakan antikoagulan low
molecular weight heparin (LMWH). Obat ini bekerja dengan cara berdifusi ke dalam
bekuan darah dan mengaktifkan plasminogen yang digunakan untuk menghancurkan
gumpalan-gumpalan pada kondisi seperti trombosis vena, emboli paru, trombosis
retina, juga infark miokard.
1
DAFTAR PUSTAKA
Seth A.K, Sharma P, Mohta M, Tyagi A. Shock-A short Review. Indian J.Anaesht.
2003. 47 (5). : 345-359. Available from :
http://medind.nic.in/iad/t03/i5/iadt03i5p345.pdf