Anda di halaman 1dari 37

MANAJEMEN KASUS

Pembimbing:

dr. Tendry Septa, Sp.KJ (K)

Disusun Oleh:

M. Azzibaginda Ganie
Norman Fahryl
Sarasmita Nirmala Dewi
Puji Indah
Retno Julianingrum
Rika Rahmawati
Larasati Anindya

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN JIWA

RUMAH SAKIT JIWA PROVINSI LAMPUNG

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG

2019
KATA PENGANTAR

Terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan

karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan manajemen kasus tepat pada

waktunya. Adapun tujuan pembuatan manajemen kasus ini adalah sebagai salah

satu syarat dalam mengikuti dan menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Ilmu

Kesehatan Jiwa Rumah Sakit Jiwa Provinsi Lampung.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada dr. Tendry Septa, Sp.KJ (K) yang

telah meluangkan waktunya untuk penulis dalam menyelesaikan naskah ini. Penulis

menyadari banyak sekali kekurangan dalam laporan ini, oleh karena itu saran dan

kritik yang membangun sangat penulis harapkan. Semoga manajemen kasus ini

dapat bermanfaat bukan hanya untuk penulis, tetapi juga bagi siapa pun yang

membacanya.

Bandar Lampung, Desember 2019

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................... 2


DAFTAR ISI .................................................................................................... 2
BAB I STATUS PSIKIATRI ........................................................................... 4
1.1. Skenario ......................................................................................... 4
1.2. Wawancara Psikiatri ...................................................................... 4
1.3. Status Mental ................................................................................. 5
1.4. Pemeriksaan Diagnostik Lebih Lanjut .......................................... 8
1.5. Daftar Masalah .............................................................................. 9
1.6. Rencana Terapi .............................................................................. 9
1.7. Prognosis ....................................................................................... 9
BAB II FORMULASI DIAGNOSIS ............................................................... 11
3.1 Formulasi Diagnosis ...................................................................... 11
3.2 Diagnosis Multiaksial .................................................................... 25
BAB III TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 26
2.1. Definisi Obsesif Kompulsif........................................................... 26
2.2. Etiologi Obsesif Kompulsif........................................................... 26
2.3. Gambaran Klinis Obsesif Kompulsif ............................................ 28
2.4. Diagnosis Obsesif Kompulsif ....................................................... 29

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 33

3
BAB I

STATUS PSIKIATRI

Status psikiatri dibawah ini dibuat berdasarkan skenario dari manajemen

kasus yang diberikan.

1.1. SKENARIO

Tn. Z, 44 tahun, PNS, S1, telah berkeluarga dengan 4 orang anak, mengeluh

sering merasa sangat tidak nyaman bila lingkungan sekitarnya tidak rapi dan

tidak bersih. Tn. Z , sering berulang-ulang mencuci tangan, berulang-ulang

mandi dan bila bertanya kerap berulang. Menurut Tn.Z, dirinya pernah

berobat ke dr. Umum untuk keluhan tersebut diatas namun tidak mengalami

perbaikan.

1.2. WAWANCARA PSIKIATRI

ANAMNESIS

A. Keluhan Utama

Rasa tidak nyaman bila lingkungan sekitar tidak rapi dan tidak bersih.

B. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien laki-laki berusia 44 tahun dibawa berobat oleh keluarga karena

mengeluhkan sering merasa sangat tidak nyaman bila lingkungan

sekitarnya tidak rapi dan tidak bersih. Pasien sering berulang - ulang

mencuci tangan, berulang - ulang mandi dan bila pasien bertanya kerap

4
berulang - ulang. Namun belum ditanyakan sejak kapan keluhan tidak

nyaman ini mulai muncul dan berapa kali pasien mandi dan cuci tangan

berulang dalam satu hari.

C. Riwayat Pendidikan

Pasien menyelesaikan pendidikan hingga perguruan tinggi hingga S1

namun belum ditanyakan apakah selama pendidikan pasien pernah

mengalami masalah, atau tinggal kelas.

D. Riwayat Pekerjaan

Pasien bekerja sebagai PNS dan belum ditanyakan apakah lingkungan

pekerjaannya membuat pasien nyaman atau tidak.

E. Riwayat Keluarga

Pasien tinggal di rumah sendiri dengan empat orang anaknya dan

istrinya.

F. Riwayat Pengobatan

Pasien memiliki riwayat berobat ke praktek dokter umum namun tidak

ada perbaikan akan keluhannya. Perlu ditanyakan kembali, kapan

pasien mulai berobat dan obat atau terapi apa yang diberikan oleh

dokter umum saat pasien berobat.

1.3. STATUS MENTAL

A. Deskripsi Umum

1. Kesadaran

Kompos mentis

2. Sikap Terhadap Pemeriksa

5
Belum didapatkan data apakah koorperatif atau tidak selama

wawancara.

3. Penampilan

Belum didapatkan data, dapat dilihat dari cara berpakaian dan

perawatan diri.

4. Perilaku dan Aktivitas Psikomotor

Belum didapatkan data, dapat dilihat dari perilaku pasien selama

wawancara berlangsung, apakah gelisah, hiperaktif, hipoaktif,

atau normoaktif.

B. Keadaan Afektif

1. Mood: eutimia

Masih perlu ditanyakan lebih lanjut untuk dapat dipastikan

apakah mood pasien eutimia atau ada perubahan perasaan dengan

rasa tidak nyaman yang dikeluhkan pasien.

2. Afek: belum dapat dipastikan apakah afek pasien luas, sempit,

terbatas, mendatar atau labil.

3. Keserasian : keserasian belum dapat dipastikan.

C. Pembicaraan

Belum didapatkan data mengenai gaya pembicaraan pasien

(kelancaran, spontan atau tidak,artikulasi, volume, kualitas dan

kuantitas).

6
D. Gangguan Persepsi

a Halusinasi

Belum didapatkan data. Harus ditanyakan apakah ada halusinasi

auditorik, visual, olfaktori, taktil, liliput, atau somatik.

b Ilusi

Belum didapatkan data. Harus ditanyakan apakah ada ilusi.

c Derealisasi

Belum didapatkan data. Harus ditanyakan apakah ada

derealisasi.

d Depersonalisasi

Belum didapatkan data. Harus ditanyakan apakah ada

depersonalisasi.

E. Proses Berpikir

1. Bentuk Pikir

Belum didapatkan data. Harus diperhatikan dengan memberikan

pertanyaan terbuka, kemudian ditentukan apakah bentuk pikir

pasien realistis atau non-realistis.

2. Arus Pikir

Belum didapatkan data. Harus diperhatikan dengan memberikan

pertanyaan terbuka, kemudian ditentukan apakah arus pikir

pasien koheren, asosiasi longgar, flight of ideas, sirkumstansial

atau tangensial.

7
3. Isi Pikir

Belum didapatkan data, harus ditanyakan apakah pasien memiliki

waham (waham bizzare, nihilistik, paranoid, rujukan,

dikendalikan).

F. Sensorium dan Kognisi

a. Orientasi: belum didapatkan data mengenai orientasi tempat,

waktu, orang dan situasi.

b. Daya ingat: belum didapatkan data untuk memori segera, jangka

pendek, jangka menengah, dan jangka panjang apakah baik atau

tidak.

c. Konsentrasi dan Perhatian: belum didapatkan data untuk

konsentrasi dan perhatian pasien.

G. Pengendalian Impuls

Belum didpatakan data mengenai pengendalian impuls, apakah ada

potensi membahayakan diri sendiri atau orang lain.

H. Daya Nilai

1. Sosial : Belum didapatkan data

2. Uji Daya Nilai : Belum didapatkan data

I. Tilikan

Belum didapatkan data tilikan pasien.

J. Taraf Dapat Dipercaya

Belum didapatkan data taraf dapat dipercaya pasien

8
1.4. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK LEBIH LANJUT

A. Status Internus

Keadaan umum baik. Fungsi pernafasan, kardiovaskular, dan

gastrointestinal belum dinilai

B. Tanda-tanda Vital

Tekanan darah, nadi, respiration rate, dan suhu belum ada data.

C. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan mata, hidung, telinga, paru, jantung, abdomen, dan

ekstremitas belum ada data.

D. Status Neurologis

Sistem sensorik, motorik, dan fungsi luhur belum ada data

1.5. DAFTAR MASALAH


1. Organobiologik : Belum diketahui apakah pasien memiliki masalah
pada kesehatannya.
2. Genetik : Tidak diketahui riwayat gangguan jiwa pada
keluarga pasien.
3. Psikologi : Pada pasien ditemukan adanya rasa tidak nyaman
sehingga pasien kerap bersih - bersih yang berulang kali.
4. Sosial : Belum diketahui apakah terdapat masalah dengan
lingkungan sosial pasien

1.6. RENCANA TERAPI


- Psikofarmaka:
Fluoxetine 2 x 10 mg (antidepresan)
- Psikoterapi
 Konseling: Memberikan pengertian kepada pasien tentang
penyakitnya dan memahami kondisinya lebih baik serta

9
menganjurkan untuk berobat teratur. Menjelaskan bahwa penyebab
dari sakit yang dideritanya sekarang, sehingga dibutuhkan
pengobatan rutin untuk penyakit dasarnya.
 Psikoedukasi: Memberikan penjelasan pada pasien dan orang
sekitar pasien untuk memberikan dorongan dan menciptakan
lingkungan yang kondusif. Support terhadap penderita dan
keluarga, meminta pasien berbicara pada orang terdekat apabila
merasa tidak nyaman.

1.7. PROGNOSIS
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad functionam : Dubia ad bonam
Quo ad sanationam : Dubia ad bonam

10
BAB II

FORMULASI DIAGNOSIS

3.1 Formulasi Diagnosis

Untuk menegakkan diagnosis diperlukan wawancara dan pemeriksaan psikiatrik

lebih lanjut, serta pemeriksaan penunjang. Adapun kemungkinan diagnosis pada

skenario dijelaskan sebagai berikut:

AKSIS I

Berdasarkan anamnesis yang dilakukan pasien mengalami gejala-gejala yang sesuai

dengan gangguan obsesif kompulsif berdasarkan pedoman diagnostik berdasarkan

PPGDJ-III DSM 5 yaitu ;

a. Pedoman Diagnostik

1) Untuk menegakkan diagnosis pasti gejala obsesif atau tindakan

kompulsif, atau kedua-duanya harus ada hampir setiap hari selama

sedikitnya 2 minggu berturut-turut.

2) Hal tersebut merupakan sumber penderitaan (distress) atau menganggu

aktivitas penderita.

3) Gejala-gejala obsesif harus mencakup hal-hal berikut:

a) Harus disadari sebagai pikiran atau impuls diri sendiri;

11
b) Sedikitnya ada satu pikiran atau tindakan yang tidak berhasil

dilawan, meskipun ada lainnya yang tidak lagi dilawan oleh

penderita.

c) Pikiran untuk melakukan tindakan tersebut diatas bukan untuk

merupakan hal yang memberi kepuasan atau kesenangan (sekedar

perasaan lega dari ketegangan atau anxietas, tidak dianggap sebagai

kesenangan seperti dimaksud diatas);

d) Gagasan, bayangan pikiran, atau impuls tersebut harus merupakan

pengulangan yang tidak menyenagkan (unpleasantly repetitive).

4) Ada kaitan erat antara gejala obsesif, terutama pikiran obsesif, dengan

depresi. Penderita gangguan obsesif-kompulsif seringkali juga

menunjukkan gejala depresif, dan sebaliknya penderita gangguan depresi

berulang (F33.-) dapat menunjukkan pikiran-pikiran obsesif selama

episode depresifnya.

Dalam berbagai situasi dari kedua hal tersebut, meningkat atau

menurunnya gejala depresif umumnya dibarengi secara parallel dengan

perubahan gejala obsesif.

Bila terjadi episode akut dari gangguan tersebut, maka diagnosis

diutamakan dari gejala-gejala yang timbul lebih dulu.

Diagnosis gangguan obsesif kompulsif ditegakan hanya bila tidak ada

gangguan depresi pada saat gejala obsesif kompulsif tersebut timbul.

Bila dari keduanya tidak ada yang menonjol, maka lebih baik

menganggap depresi sebagai diagnosis yang pirmer.

12
Pada gangguan menahun, maka prioritas diberikan pada gejala yang

paling bertahan saat gejala yang lain menghilang.

5) Gejala obsesif “sekunder” yang terjadi pada gangguan skizofrenia,

sindrom Tourette, atau gangguan mental organic, harus dianggap sebagai

bagian dari kondisi tersebut.

Berdasarkan data-data yang didapatkan pasien diduga memiliki gangguan

obsesif kompulsif, hal ini didapatkan karena pasien memiliki keluhan sering

merasa sangat tidak nyaman bila lingkungan sekitarnya tidak rapi dan tidak

bersih, pasien sering mencuci tangan dan mandi berulang kali. Hal ini dapat

mengarah ke dugaan bahwa pasien memiliki gangguan obsesif kompulsif.

Namun ada beberapa hal yang perlu ditanyakan seperti:

 Bagaimana aktivitas penderita?

Karena berdasarkan pedoman gejala tersebut merupakan sumber

penderitaan (distress) sehingga mengganggu aktivitas penderita.

 Onset: Sejak kapan pasien mengalami keluhan seperti itu?

Karena untuk menegakkan diagnosis pasti, gejala-gejala obsesif atau

tindakan kompulsif, atau kedua-duanya, harus ada hamper setiap hari

selama sedikitnya dua minggu berturut-turut.

 Apakah terdapat gejala depresi pada pasien tersebut?

Karena terdapat kaitan erat antara gejala obsesif, terutama pikiran

obsesif, dengan depresi. Penderita gangguan obsesif-kompulsif

seringkali juga menunjukkan gejala depresif, dan sebaliknya penderita

13
gangguan depresi berulang (F33.-) dapat menunjukkan pikiran-pikiran

obsesif selama episode depresifnya.

Bila terjadi episode akut dari gangguan tersebut, maka diagnosis

diutamakan dari gejala-gejala yang timbul lebih dulu.

Diagnosis gangguan obsesif kompulsif ditegakan hanya bila tidak ada

gangguan depresi pada saat gejala obsesif kompulsif tersebut timbul.

Bila dari keduanya tidak ada yang menonjol, maka lebih baik

menganggap depresi sebagai diagnosis yang primer.

Pada gangguan menahun, maka prioritas diberikan pada gejala yang

paling bertahan saat gejala yang lain menghilang.

1. F42.0 Predominan Pikiran Obsesif atau Pengulangan

Pedoman Diagnosis Menurut PPDGJ III dan DSM V adalah sebagai

berikut:

1. Keadaan ini dapat berupa gagasan, bayangan pikiran, atau impuls

(dorongan perbuatan), yang sifatnya mengganggu (ego alien)

2. Meskipun isi pikiran tersebut berbeda-beda, umumnya hampir selalu

menyebabkan penderitaan (distress) (F42.0)

2. F42.1 Predominan Tindakan Kompulsif (Obsessional Rituals)

a. Umumnya tindakan kompulsif berkaitan dengan: kebersihan

(khususnya mencuci tangan), memeriksa berulang untuk meyakinkan

bahwa suatu situasi yang dianggap berpotensi bahaya tidak terjadi atau

masalah kerapihan dan keteraturan.

14
Hal tersebut dilatar belakangi perasaan takut terhadap bahaya yang

mengancam dirinya atau bersumber dari dirinya dan tindakan ritual

tersebut meriupakan ikhtiar simbolik dan tidak efektif untuk

menghindari bahaya tersebut. Tindakan ritual kompulsif tersebut

menyita waktu sampai beberapa jam dalam sehari dan kadang – kadang

berkaitan dengan ketidakmampuan mengambil keputusan dan

kelambanan.

b. Tindakan ritual kompulsif tersebut menyita banyak waktu sampai

beberapa jam dalam sehari dan kadang-kadang berkaitan dengan

ketidakmampuan mengambil keputusan dan kelambanan.

3. F42.2 Campuran Pikiran dan Tindakan Obsesif

1. Kebanyakan dari penderita obsesif kompulsif memperlihatkan pikiran

obsesif serta tindakan kompulsif. Diagnosis ini digunakan bialmana

kedua hal tersebut sama-sama menonjol, yang umumnya memang

demikian.

2 Apabila salah satu memang jelas lebih dominan,sebaiknya dinyatakan

dalam diagnosis F42.0 atau F42.1. hal ini berkaitan dengan respon yang

berbeda terhadap pengobatan. Tindakan kompulsif lebih responsif

terhadap terapi perilaku.

Pada pasien didapatkan pikiran obsesif berupa pasien menyadari bahwa ia

merasa sangat tidak nyaman jika lingkungan sekitarnya tidak rapi dan bersih

sehingga pasien mencuci tangan dan mandi berulang kali sehingga pasien

mengalami gangguan F42.2 Campuran Pikiran dan Tindakan Obsesif.

15
Diagnosis banding dari kasus adalah:

F41 Gangguan Anxietas Lainnya

• Manifestasi anxietas merupakan gejala utama dan tidak terbatas (not

restricted) pada situasi lingkungan tertentu saja.

• Dapat disertai gejala-gejala depresif dan obsesif, bahkan juga beberapa

unsur dari anxietas fobik, asal saja jelas bersifat sekunder atau ringan.

1. F41.0 Gangguan Panik (Anxietas Paroksismal Episodik)

Pedoman Diagnosis

• Gangguan panik baru ditegakkan sebagai diagnosis utama bila tidak

ditemukan adanya gangguan anxietas fobik (F40.-)

• Untuk diagnosis pasti harus ditemukan adanya beberapa kali serangan

anxietas berat (severe attack of autonomic anxiety) dalam masa kira-

kira satu bulan:

(a) Pada keadaan dimana sebenarnya secara objektif tidak ada bahaya

(b) Tidak terbatas pada situasi yang telah diketahui atau yang dapat

diduga sebelumnya (unpredictable situations)

(c) Dengan keadaan yang relatif bebas dari dari gejala-gejala anxietas

pada periode diantara serangan anxietas pada periode diantara

serangan-serangan panik (meskipun demikian umumnya dapat terjadi

juga “anxietas andapat terjadi juga “anxietas antisipatoric” yaitu

anxietas yang terjadi setelah membayangkan sesuatu yang

mengkhawatirkan akan terjadi.

16
Pada pasien ini didapatkan keluhan berupa pasien merasa sangat tidak

nyaman berada pada lingkungan yang tidak rapi dan tidak bersih,

sehingga memungkinkan bahwa pasien memiliki gejala cemas pada

keadaan di mana sebenarnya secara objektif tidak ada bahaya. Namun

perlu digali kembali apakah pada pasien ditemukan adanya beberapa

kali serangan anxietas berat dalam masa kira-kira satu bulan.

2. F41.1 Gangguan Cemas Menyeluruh

Pedoman Diagnosis

 Penderita harus menunjukkan anxietas sebagai gejala primer yang

berlangsung hampir setiap hari untuk beberapa minggu sampai

beberapa bulan, yang tidak terbatas atau hanya menonjol pada keadaan

situasi khusus tertentu saja (sifatnya free floating atau mengambang).

 Gejala-gejala tersebut biasanya mencakup unsur-unsur berikut:

a) Kecemasan (khawatir akan nasib buruk, merasa seperti di ujung tanduk,

sulit konsentrasi, dsb).

b) Ketegangan motorik (gelisah, sakit kepala, gemetaran, tidak dapat

santai).

c) Over-aktivitas otonomi (kepala terasa ringan, berkeringat, jantung

berdebar-debar, sesak napas, keluhan lambung, pusing kepala, mulut

kering, dsb).

 Pada anak-anak sering terlihat adanya kebutuhan berlebihan untuk

ditenangkan (reassurance) serta keluhan-keluhan somatik berulang

yang menonjol.

17
 Adanya gejala-gejala lain yang sifatnya sementara (untuk beberapa

hari), khususnya depresi, tidak membatalkan diagnosis utama gangguan

anxietas menyeluruh, selama hal tersebut tidak memenuhi kriteria

lengkap dari episode depresi (F32), gangguan anxietas fobik (F40),

gangguan panik (F41.0), gangguan obsesif-kompulsif (F42).

Pada pasien ini didapatkan keluhan berupa kecemasan (khawatir dan

merasa sangat tidak nyaman pada lingkungan yang tidak rapi dan tidak

bersih, serta akibat kecemasannya tersebut pasien mencuci tangan dan

mandi berulang kali. Namun yang perlu digali kembali adalah apakah

pasien memiliki gejala ketegangan motorik (sakit kepala, gemetaran,

tidak dapat santai), serta gejala overaktivitas otonomik (jantung

berdebar-debar, sesak napas, keluhan lambung, pusing kepala, dsb).

AKSIS II

Dari skenario masih perlu ditinjau riwayat penyakit sekarang yang lebih

rinci, yaitu :

a. Apa penyebab pasien melakukan hal tersebut, apakah ada suatu

kejadian yang memicu perasaan cemasnya?

b. Apakah pasien merasa dirinya tak mampu, tidak menarik atau lebih

rendah dari orang lain?

c. Apakah pasien mempunyai masalah berlebihan terhadap kritik dan

penolakan dalam situasi sosial?

18
d. Apakah pasien memiliki perasaan keengganan untuk terlibat dengan

orang lain kecuali merasa yakin akan disukai?

e. Apakah pasien menghindari aktivitas sosial atau pekerjaan yang

banyak melibatkan kontak interpersonal karena takut dikritik, tidak

didukung, atau ditolak.

Pasien menyelesaikan pendidikan S1 hingga selesai dan tidak terdapat

hendaya dalam kemampuan berbahasa maupun visusospasial. Hal ini

menyingkirkan diagnosis retardasi mental (F.70).

Dari anamnesis didapatkan pasien merasa sangat tidak nyaman jika

berada pada lingkungan sekitar yang tidak rapi dan tidak bersih sehingga

ia sering mencuci tangan dan mandi berulang kali. Namun perlu

dipertanyakan kembali apakah pasien memiliki perasaan ragu-ragu dan

hati-hati yang berlebihan, apakah terdapat perokupasi dengan hal-hal

yang rinci (details), peraturan, daftar, urutan, organisasi, atau jadwal?

Apakah pasien memiliki perfeksionisme yang mempengaruhi dalam

penyelesaian tugasnya? Apakah pasien memiliki ketelitian yang

berlebihan, terlalu hati-hati, dan keterikatan yang tidak semestinya pada

produktivitas sampai mengabaikan kepuasan dan hubungan

interpersonal? Apakah pasien mengalami keterpakuan dan keterikatan

yang berlebihan pada kebiasaan sosial? Apakah pasien kaku dan keras

kepala? Apakah pasien memaksa yang berlebihan agar orang lain

mengerjakan sesuatu yang diinginkan? Apakah pasien

mencampuradukkan pikiran atau dorongan yang memaksa dan yang

19
enggan? Sehingga kemungkinan diagnosis F60.5 Gangguan Kepribadian

Anankastik.

Berdasarkan DSM-V, Gangguan Kepribadian dibagi menjadi 3 kelompok

(cluster), yaitu:

1) Kelompok A

Banyak persamaannya, dan seringkali ditemukan dalam keluarga yang

menderita skizofrenia dibandingkan dengan penduduk rata-rata. Yang

termasuk dalam kelompok ini adalah Gangguan kepribadian Paranoid,

dan Gangguan kepribadian Skizoid.

2) Kelompok B

Dalam kelompok ini termasuk Gangguan kepribadian Antisosial,

Gangguan kepribadian Ambang, Gangguan kepribadian Narsisistik, dan

Gangguan kepribadian Histrionik. Gangguan Kepribadian yang

tergolong kelompok ini tampaknya ada latar belakang genetik. Gangguan

kepribadian antisosial sering ada kaitannya dengan Gangguan

Penggunaan Alkohol. Pada Gangguan kepribadian Ambang, seringkali

juga ditemukan Gangguan Mood (alam perasaan), khususnya depresi.

Sedangkan pada penderita Gangguan Kepribadian Histrionik seringkali

ada Gangguan Somatisasi (Sindrom Briquet).

20
3) Kelompok C

Dalam kelompok ini termasuk Gangguan kepribadian menghindar,

Gangguan kepribadian Anankastik, dan Gangguan kepribadian

Dependen. Kelompok ini juga tampaknya ada latarbelakang faktor

genetik. Penderita Gangguan kepribadian menghindar banyak juga

menunjukkan derajat kecemasan yang tinggi. Ciri-ciri obsesif-kompulsif

banyak ditemukan pada saudara kembar monozigotik dibandingkan

dengan kembar dizigotik. Pasien dengan Gangguan kepribadian Obsesif-

kompulsif sering menderita depresi, masa laten REM (Rapid Eye

Movement) nya memendek, serta hasil DST (Dexamethasone-suppresion

test) yang abnormal.

PEDOMAN DIAGNOSTIK UMUM

Pedoman Diagnostik Gangguan Kepribadian

o Sikap dan perilaku yang amat tak serasi dalam beberapa fungsi (afek,

kesadaran, pengendalian impuls, persepsi dan cara berpikir, hubungan

dengan orang lain).

o Pola perilaku itu berlangsung lama, berjangka panjang, tidak terbatas

pada episode gangguan jiwa

o Bersifat pervasif, maladaptif terhadap keadaan pribadi dan hubungan

sosial yang luas

o Menyebabkan penderitaan pribadi yang berarti

o Biasanya berhubungan dengan masalah pekerjaan dan kinerja sosial.

21
Berdasarkan PPDGJ-III, Gangguan Kepribadian dibagi menjadi sebagai

berikut:

F60 GANGGUAN KEPRIBADIAN KHAS

Gangguan kepribadian khas adalah suatu gangguan berat dalam konstitusi

karakteriologis dan kecenderungan perilaku dari seseorang, biasanya

meliputi beberapa bidang dari kepribadian dan hampir selalu berhubungan

dengan kesulitan pribadi dan social.

Pedoman Diagnostik

 Kondisi yang tidak berkaitan langsung dengan kerusakan atau

penyakit otak berat atau gangguan jiwa lain

 Memenuhi kriteria berikutini :

- Disharmoni sikap dan perilaku yang cukup berat, biasanya

meliputi beberapa bidang fungsi, misalnya afek, kesiagaan,

pengendalian impuls, cara memandang dan berpikir, serta gaya

berhubungan dengan orang lain;

- Pola perilaku abnormal berlangsung lama, berjangka panjang, dan

tidak terbatas pada episode gangguan jiwa;

- Pola perilaku abnormalnya bersifat pervasif (“mendalam”) dan

maladaptif yang jelas terhadap berbagai keadaan pribadi dan

sosial yang luas;

- Manifestasi diatas selalu muncul pada masa kanak atau remaja

dan berlanjut sampai usia dewasa;

22
- Gangguan ini menyebabkan penderitaan pribadi yang cukup

berarti, tetapi baru menjadi nyata setelah perjalanan yang lanjut;

- Gangguan ini biasanya, tetapi tidak selalu, berkaitan secara

bermakna dengan masalah-masalah dalam pekerjaan dan kinerja

social

F60.5 Gangguan Kepribadian Anankastik

Definisi:

Pola perilaku berupa preokupasi dengan keteraturan, peraturan,

perfeksionisme, bersifat “ngotot”, keras kepala, control mental,

mengenyampingkan: fleksibilitas, keterbukaan, efisiensi, sering pula tidak

dapat mengambil keputusan. Bersifat pervasive, awitan sejak dewasa muda,

nyata dalam berbagai konteks. Sebagai gambaran inti adalah pola pervasive

dari perfeksionisme dan bersifat kaku (tidak fleksibel).

Epidemiologi : Prevalensi tidak diketahui. Lebih banyak pada laki-laki

dibandingkan pada perempuan, seringkali ditemukan pada anak yang tertua.

Seringkali dilatarbelakangi oleh pendidikan yang berdisiplin keras semasa

kecil.

Pedoman Diagnostik

a. Perasaan ragu-ragu dan hati-hati yang berlebihan;

b. Preokupasi dengan hal-hal yang rinci (details), peraturan, daftar, urutan,

organisasi, atau jadwal;

c. Perfeksionisme yang mempengaruhi penyelesaian tugas;

23
d. Ketelitian yang berlebihan, terlalu hati-hati, dan keterikatan yang tidak

semestinya pada produktivitas sampai mengabaikan kepuasan dan

hubungan interpersonal;

e. Keterpakuan dan keterikatan yang berlebihan pada kebiasaan sosial;

f. Kaku dan keras kepala;

g. Pemaksaan yang tak beralasan agar orang lain mengikuti persis caranya

mengerjakan sesuatu, atau keengganan yang tak beralasan untuk

mengizinkan orang lain mengerjakan sesuatu;

h. Mencampur-adukan pemikiran atau dorongan yang memaksa dan yang

enggan

Untuk diagnosis dibutuhkan paling sedikit 3 dari gejala diatas.

AKSIS III

Pada skenario tidak ditemukan adanya penyakit fisik atau kelainan medis

umum yang bermakna oleh karena itu aksis III sampai saat ini belum ada

diagnosis.

AKSIS IV

Pada skenario tidak dijelaskan apakah pasien memiliki masalah dari

keluarga, lingkungan sosisal, pendidikan, pekerjaan, perumahan,ekonomi,

akses layanan kesehatan, hukum/kriminal, psikososial dan lingkungan

lainnya. Sehingga belum dapat ditentukan stressor yang menjadi faktor

pencetus atau faktor yang memperberat dari aksis I.

24
AKSIS V

Skor GAF 60-51(Current), gejala sedang (moderate), disabilitas sedang.

3.2 Diagnosis Multiaksial

1. Aksis I : F.42.2 : Gangguan Campuran Pikiran dan Tindakan

Obsesif

2. Aksis II : Belum ada diagnosis, kemungkinan diagnosis

adalah Gangguan Kepribadian Anankastik (F60.5)

3. Aksis III : Belum ada diagnosis.

5. Aksis IV : Belum ada diagnosis

6. Aksis V : GAF 60-51 gejala sedang (moderate), disabilitas

sedang.

25
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Obsesif Kompulsif

Pikiran obsesif adalah ide, imaji atau impuls yang masuk ke pikiran

pasien berulang-ulang dalam bentuk stereotipik. Pikiran-pikiran ini

menimbulkan penderitaan dan pasien sering gagal mengendalikannya. Hal ini

dikenali pasien berasal dari pikirannya, meskipun bersifat tidak bisa dilawan.

Tindakan kompulsif adalah perilaku stereotipik yang diulang-ulang.

Hal tersebut dirasakan tidak menyenangkan ataupun menghasilkan

penyelesaian tugas. Fungsinya untuk mencegah suatu kejadian yang buruk,

baik berhubungan dengan atau disebabkan oleh pasien, sehingga merasa

ketakutan hal tersebut akan terjadi. Umumnya, perilaku ini dikenali pasien

sebagai sesuatu yang tidak bertujuan dan berusaha dilawan. Jika tindakan

kompulsi dilawan maka kecemasan makin memburuk.

Gangguan obsesif-kompulsif merupakan salah satu kelompok

gangguan ansietas yang ditandai oleh adanya obsesi dan/atau kompulsi yang

berulang, yang berlangsung paling sedikit 1 jam sehari, dan menyebabkan

penderitaan yang jelas atau gangguan fungsi sosial dan pekerjaan.

2.2. Etiologi Obsesif Kompulsif

26
2.2.1 Faktor biologi

a. Sistem serotonergik

Disregulasi serotonin terlibat dalam pembentukan gejala obsesi dan

kompulsi dalam gangguan ini. Data menunjukkan bahwa obat

serotonergik lebih efektif dibandingkan obat yang mempengaruhi sistem

neurotransmiter lainnya, tetapi keterlibatan serotonin sebagai penyebab

OCD belum jelas. Studi klinis telah menganalisis konsentrasi metabolit

serotonin (misalnya, 5-hydroxyindoleacetic asam [5-HIAA]) dalam

cerebrospinal fluid (CSF) serta afinitas dan jumlah ikatan trombosit dari

imipramine yang telah dititrasi (Tofranil), yang berikatan dengan reuptake

serotonin, dan melaporkan temuan pada pasien dengan OCD.

b. Sistem noradrenergik

Saat ini, ada sedikit bukti yang ada untuk disfungsi dalam sistem

noradrenergik pada OCD. Laporan yang tidak resmi menunjukkan

beberapa perbaikan dalam gejala OCD dengan penggunaan clonidine oral

(Catapres), obat yang mengurangi jumlah norepinefrin dilepaskan dari

ujung saraf presynaptic.

2.2.2 Faktor Perilaku

Menurut definisi, obsesi adalah stimulus yang dipelajari. Sebuah

stimulus yang relatif netral dikaitkan dengan rasa takut atau kecemasan

melalui proses pembelajaran responden, yaitu dengan memasangkan

stimulus netral dengan peristiwa berbahaya atau menimbulkan

kecemasan. Dengan demikian, objek dan pikiran yang sebelumnya

netral mampu mencetuskan kecemasan atau ketidaknyamanan.

27
Kompulsi yang dibentuk dengan cara yang berbeda. Ketika seseorang

menemukan bahwa beberapa tindakan dapat mengurangi kecemasan

yang melekat pada pikiran obsesif.

2.3. Gambaran Klinis Obsesif Kompulsif

Diagnosa pasti, gejala obsesi atau kompulsi, atau keduanya, harus ada hampir

setiap hari sedikitnya 2 minggu berturut-turut. Merupakan sumber

penderitaan (distress) atau mengganggu aktivitas penderita.

2.3.1 Pola Gejala

1. Kontaminasi

Kegiatan mencuci/membersihkan berulang kali disertai dengan

penghindaran kompulsif objek yang diduga terkontaminasi

Contoh: mencuci tangan secara berlebihan atau tidak mampu

meninggalkan rumah karena takut kuman

2. Keraguan patologis

Pasien memiliki obsesi tentang ragu-ragu akan diri sendiri, merasa

bersalah karena lupa melakukan sesuatu yang diikuti dengan perilaku

kompulsi mengecek/memeriksa. Tema obsesi tentang situasi berbahaya

atau kekerasan, misalnya: pasien ragu apakah sudah mengunci pintu

rumah atau mematikan kompor, sehingga pasien akan cenderung

berulang kali memeriksa pintu atau kompor)

3. Pikiran yang intrusif (mengganggu)

Pola yang jarang adalah pikiran yang intrusif tidak disertai kompulsi,

biasanya pikiran berulang tentang seksual atau tindakan agresif

28
4. Simetri

Kebutuhan akan simetri atau ketepatan yang dapat menyebabkan

kompulsi mengenai kelambatan, misalnya: pasien akan memerlukan

waktu berjam-jam untuk makan atau mencukur wajah

5. Pola lain: menarik-narik rambut(trikotilomania), menggigit kuku

2.4. Diagnosis Obsesif Kompulsif

2.4.1 Kriteria Diagnostik DSM IV-TR Gangguan Kepribadian Obsesif-

Kompulsif

A. Salah satu obsesif atau kompulsif

Obsesi didefinisikan sebagai berikut :

1. Pikiran, impuls atau bayangan yang pernah dialami yang berulang

dan menetap yang intrusif dan tidak serasi, yang menyebabkan

ansietas dan distress, yang ada selama periode gangguan.

2. Pikiran, impuls atau bayangan bukan ketakutan terhadap problem

kehidupan yang nyata.

3. Individu berusaha untuk mengabaikan dan menekan pikiran,

impuls atau bayangan atau menetralisir dengan pikiran lain dan

tindakan.

4. Individu menyadari bahwa pikiran, impuls, bayangan yang

berulang berasal dari pikirannya sendiri (tidak disebabkan faktor

luar atau pikiran yang disisipkan)

Kompulsi didefinisikan oleh (1) dan (2)

29
1. Perilaku yang berulang (misalnya: cuci tangan, mengecek) atau

aktifitas mental (berdoa, menghitung, mengulang kata tanpa suara)

yang individu merasa terdorong melakukan dalam respon dari

obsesinya, atau sesuai aturan yang dilakukan secara kaku.

2. Prilaku atau aktifitas mental ditujukan untuk mencegah atau

menurunkan distress atau mencegah kejadian atau situasi;

walaupun perilaku atau aktifitas mental tidak berhubungan dengan

cara realistik untuk mencegah atau menetralisir.

B. Pada waktu tertentu selama perjalanan penyakit, individu

menyadai bahwa obsesi dan kompulsi berlebihan dan tidak

beralasan. Catatan: keadaan ini tidak berlaku pada anak.

C. Obsesi dan kompulsi menyebabkan distress, menghabiskan waktu

(membutuhkan waktu lebih dari satu jam perhari) atau menganggu

kebiasaan, fungsi pekerjaan atau akademik atau aktifitas sosial.

D. Bila ada gangguan lain pada aksis I, isi dari obsesi dan kompulsi

tidak terkait dengan gangguan tersebut.

E. Gangguan tidak disebabkan efek langsung dari penggunaan zat

(misalnya penyalahgunaan zat,obat) atau kondisi medis umum.

Dengan tilikan buruk: jika untuk sepanjang episode individu tidak

menyadari bahwa obsesi dan kompulsinya berat dan tidak

beralasan.

2.4.2 Pedoman diagnostik berdasarkan PPGDJ-III :

30
 Untuk menegakkan diagnosis pasti gejala obsesif atau tindakan

kompulsif, atau kedua-duanya harus ada hampir setiap hari selama

sedikitnya 2 minggu berturut-turut.

 Hal tersebut merupakan sumber penderitaan (distress) atau

menganggu aktivitas penderita.

 Gejala-gejala obsesif harus mencakup hal-hal berikut:

o Harus disadari sebagai pikiran atau impuls diri sendiri;

o Sedikitnya ada satu pikiran atau tindakan yang tidak berhasil

dilawan, meskipun ada lainnya yang tidak lagi dilawan oleh

penderita;

o Pikiran untuk melakukan tindakan tersebut diatas bukan untuk

merupakan hal yang memberi kepuasan atau kesenangan

(sekedar perasaan lega dari ketegangan atau anxietas, tidak

dianggap sebagai kesenangan seperti dimaksud diatas);

o Gagasan, bayangan pikiran, atau impuls tersebut harus

merupakan pengulangan yang tidak menyenangkan

(unpleasantly repetitive);

 Ada kaitan erat antara gejala obsesif, terutama pikiran obsesif,

dengan depresi. Penderita gangguan obsesif-kompulsif seringkali

juga menunjukkan gejala depresif, dan sebaliknya penderita

gangguan depresi berulang (F33.-) dapat menunjukkan pikiran-

pikiran obsesif selama episode depresifnya.

31
Dalam berbagai situasi dari kedua hal tersebut, meningkat atau

menurunnya gejala depresif umumnya dibarengi secara paralel

dengan perubahan gejala obsesif.

Bila terjadi episode akut dari gangguan tersebut, maka diagnosis

diutamakan dari gejala-gejala yang timbul lebih dulu.

Diagnosis gangguan obsesif kompulsif ditegakkan hanya bila tidak

ada gangguan depresi pada saat gejala obsesif kompulsif tersebut

timbul.

Bila dari keduanya tidak ada yang menonjol, maka lebih baik

menganggap depresi sebagai diagnosis yang primer.

Pada gangguan menahun, maka prioritas diberikan pada gejala

yang paling bertahan saat gejala yang lain menghilang.

 Gejala obsesif “sekunder” yang terjadi pada gangguan skizofrenia,

sindrom Tourette, atau gangguan mental organik, harus dianggap

sebagai bagian dari kondisi tersebut.

Instrumen laporan diri yang sering digunakan dalam penelitian dan praktik

klinis adalah Padua Inventory, yang sekarang ada dalam beberapa versi

berbeda, termasuk Padua Inventory — Washington State University Version

(PI-WSUR) dan Padua Inventory - Revised (PI-R). PI pada awalnya

dikembangkan sebagai peningkatan tindakan OCD dipahami sebelum 1980-

an, termasuk Maudsley Obsessional-Compulsive Inventory (MOCI), Skala

Self-Rating Obsessional (SOS) Penilaian-Sendiri, dan Leyton Obsessional

Inventory (LOI). Studi analitik faktor telah menunjukkan empat dimensi

32
untuk PI asli, termasuk (a) gangguan kontrol atas aktivitas mental, (b)

perilaku kontaminasi, (c) perilaku memeriksa, dan (d) desakan dan

kekhawatiran tentang hilangnya kendali atas perilaku motorik.

Yale-Brown Obsessive Compulsive Scale - Skala Keparahan. Y-BOCS

adalah wawancara terstruktur yang diberikan oleh dokter yang digunakan

untuk mengevaluasi tingkat keparahan gejala OCD yang terdiri dari 10-item

obsesi dan kompulsif. Hal-hal yang berkaitan dengan obsesi atau kompulsi

dan pertama-tama dijumlahkan untuk menghitung tingkat keparahan obsesi

dan kompulsi. Semua item kemudian dijumlahkan untuk menghitung Skor

Tingkat Permasalahan Total. Keandalan antar penilai tinggi untuk Y-

BOCS. Skor total dan subskala secara signifikan berkorelasi dengan gejala

OCD, depresi dan kecemasan yang diukur dengan instrumen lain.

Tujuan pengobatan OCD adalah untuk mengurangi frekuensi dan

keparahan gejala serta meningkatkan fungsi dan kualitas hidup. Tujuan

pengobatan juga mencakup meminimalkan efek samping obat, membantu

pasien mengembangkan strategi koping untuk OCD mereka dan stresor

terkait, dan mendidik pasien dan keluarga mengenai gangguan dan

perawatannya.

33
Tatalaksana

Psikoterapi

1. Exposure and Response Prevention

Terapi ini dikenal pula dengan sebutan flooding, diciptakan oleh Victor
Meyer (1996), dimana pasien menghadapkan dirinya sendiri pada
situasi yang menimbulkan tindakan kompulsif (seperti memegang
sepatu yang kotor) dan kemudian menahan diri agar tidak menampilkan
ritual yang biasa dilakukan (yaitu mencuci tangan). Mencegah individu
menampilkan perilaku yang menjadi ritualnya membuatnya
menghadapi stimulus yang membangkitkan kecemasan, sehingga
memungkinkan kecemasan menjadi hilang

2. Rational-Emotive Behavior Therapy

Terapi ini digunakan dengan pemikiran untuk membantu pasien


menghapuskan keyakinan bahwa segala sesuatu harus terjadi menurut
apa yang mereka inginkan, atau bahwa hasil pekerjaan harus selalu
sempurna.

Terapi kognitif dari Beck juga dapat digunakan untuk menangani


pasien gangguan obsesif-kompulsif. Pada pendekatan ini pasien
didorong untuk menguji ketakutan mereka bahwa hal yang buruk akan
terjadi jika mereka tidak menampilkan perilaku kompulsi

3. Cognitive-behavioural therapy (CBT)

Terapi yang sering digunakan dalam pemberian treatment berbagai


gangguan kecemasan termasuk OCD. Dalam CBT penderita OCD pada
perilaku mencuci tangan diatur waktu kapan ia mesti mencuci
tangannya secara bertahap. Bila terjadi peningkatan kecemasan barulah
terapis memberikan izin untuk individu OCD mencuci tangannya.
Terapi ini efektif menurunkan rasa cemas dan hilang secara perlahan

34
kebiasaan-kebiasaannya itu. Dalam CBT terapis juga melatih
pernafasan, latihan relaksasi dan manajemen stres pada individu ketika
menghadapi situasi konflik yang memberikan kecemasan, rasa takut
atau stres muncul dalam diri individu. Pemberian terapi selama 3 bulan
atau lebih

Farmakoterapi

Penanganan yang paling menjanjikan pada pasien dengan gangguan


obsesifkompulsif adalah dengan penggabungan dari segi biologis dan
psikologis dan biasanya dikombinasikan secara
bergantian/berintegrasi. Sampai saat ini pengobatan dengan
clomipramine atau SSRI (Serotonin-Specific Reuptake Inhibitor) yang
lain, seperti fluoxetine (Prozac) atau sertraline (Zoloft) telah dibuktikan
sebagain pengobatan yang paling efektif pada gangguan
obsesifkompulsif. Beberapa obat yang digunakan dalam pengobatan
gangguan obsesif-kompulsif: Trisiklik Obat jenis trisiklik berupa
clomipramine (Anafranil). Trisiklik merupakan obat-obatan lama
dibandingkan SSRIs dan bekerja sama baiknya dengan SSRIs.
Pemberian obat ini dimulai dengan dosis rendah. Clomipramine
biasanya dimulai dengan dosis 25 sampai 50 mg sebelum tidur dan
dapat ditingkatkan dengan peningkatan 25 mg sehari setiap dua sampai
tiga hari, sampai dosis maksimum 250 mg sehari atau tampaknya efek
samping yang membatasi dosis. Karena clomipramine adalah suatu
obat trisiklik, obat ini disertai efek samping yang biasanya dari obat
tersebut, termasuk sedasi, hipotensi, disfungsi seksual, dan efek
samping antikolinergik (sebagai contoh, mulut kering). SSRI
(Serotonin Specific Reuptake Inhibitor) SSRI yang sekarang tersedia di
Amerika Serikat adalah fluozetine, sertraline (Zoloft) dan paroxetine
(Paxil). Penelitian tentang fluoxetine dalam gangguan obsesif-
kompulsif telah menggunakan dosis sampai 80 mg setiap hari untuk
mencapai manfaat terapeutik. Walaupun SSRI disertai dengan
overstimulasi, kegelisahan, nyeri kepala, insomnia, mual, dan efek

35
samping gastrointestinal. SSRI ditoleransi dengan lebih baik daripada
trisiklik, dengan demikian kadang-kadang dipakai sebagai obat lini
pertama dalam pengobatan gangguan obsesif-kompulsif.

36
DAFTAR PUSTAKA

Anonym. Symptom of OCD- Stanford university. Available from:


www.ocd.stanford.edu

Baraby, L. 2018. The Sensitivity of Three Versions of the Padua Inventory to


Measuring Treatment Outcome and Their Relationship to the Yale-Brown
Obsessive Compulsive Scale. 35(1) pp. 39–53.

Elvira, SD. Hadisukanto, G. 2010. Buku Ajar Psikiatri. Jakarta: Badan Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Maslim, Rusdi. 2003. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari
PPGDJ-III. Jakarta

Sadock.BJ, Sadock. VA. 2009. Buku Ajar Psikiatri Klinis ed. 2. Jakarta: EGC

37

Anda mungkin juga menyukai