Anda di halaman 1dari 11

PERKEMBANGAN DAN MAKNA RELIEF KARMAWIBHANGGA PADA

CANDI BOROBUDUR

Shofitri Handayani1

100731403615

Abstak : Relief merupakan hal yang berkaitang erat dengan ajaran agama,
baik agama Hindu maupun Budha, relief digunakan untuk menunjukkan
pelajaran agama pada umatnya. Biasanya relief terdapat pada candi,
salahsatunya adalah relief karmawibhangga yang terdapat pada candi
Borobudur. Isi dari relief tesebut, menerngkat tentang pelajaran hukum
karma dengan menggunakan seting masyarakat pada zaman tersebut

Keyword : Candi, BoroBudur, Relief, dan Karmawibhangga

Pendahuluan
Candi Borobudur, berbicara mengenai candi tersebut yang terbayangkan adalah
sebuah bangunan kuno yang besar dan dengan gaya arsitekturnya yang unik. Hingga saat ini
candi Borobudur tidak hanya terkenal di bagian Indonesia saja, akan tetapi terkenal hingga
pelosok dunia, serta dinobetkan sebagai warisan dunia yang ditetapkan oleh UNESCO. Candi
Borobudur merupakan bentuk bangunan Budha, ciri ini dapat dilihat dari bentuk bangunan
pada puncak candi, yakni yang berbentuk stupa.
Selain itu terdapat berbagai macam keunikan yang berada didalam tubuh candi ini.
Diantaranya arca-arca yang terdapat disana, ornamen-ornamen yang digunakan, relief-relief
yang terkandung makna-makna agamis, serta cerita-cerita rakyat berupa mitos dan legenda
yang dikenal oleh masyarakat sekitar candi Borobudur. Ornamen yang terdapat di candi
menggambarkan mengenai jalan menuju kesempurnaan dalam beragama. Penggambaran
tersebut dapat dilihat dari relief yang terdpat disekeliling candi, dari tingkat yang paling
bawah hingga tingkat yang teratas.
Relief sendiri dapat didefinisikan sebagai berikut, relief merupakan suatu gambar,
yang menggambarkan berbagai peristiwa, cerita rakyat atau pun ajaran-ajaran agama. Relief
yang berada pada Borobudur terdapat tiga tingkat, yang paling bawah bernama
kamadhatu/karmawibhangga, yang kedua bernama rupadhatu, dan yang teratas bernama

1
Mahasiswa Universitas Negeri Malang, Fakultas Ilmu Sosial, Jurusan Sejarah
arupadhatu yang menggambarkan tentang kesempurnaan, atau jiwa yang sempurna, berjalan
dari bawah keatas dapat diartikan sebagai perjalanan seseorang manusia yang mencapai
kesempurnaan.
Semua relief dapat dibaca dan dilihat oleh semua orang yang datang di Borobudur
baik yang terdapat ditingkat 2 maupun tingkat yang paling atas, terkecuali relief
karmawibhangga yang terdapat ada kaki candi karena tertutupi oleh bebatuan yang ada
didepannya (lihat gambar 1). Ada beberapa sebab mengapa relief tersebut harus ditutup, apa
karena faktor ‘porno’ atau menunjukkan beberapa kekerasan saja kah sehingga dilakukan
penutupan? Begitu pula rasa penasaran yang terdapat dibenak kita, gambaran apa yang di
lukiskan dalam relief tersebut.
Maka dari itulah, peneliti akan mengangkat judul ‘Perkembangan dan makna relief
karmawibhangga pada candi Borobudur’ dalam kajian. Untuk mengetahui karmawibhangga
lebih jelas dan dapat dimengerti, sehingga dapat diterima oleh pembaca sekalian.

Gambar 1. Relief Karmawibhangga yang dibuka di sebelah tenggara candi


Metode
Metode penelitian yang digunakan dalam laporan penelitian ini menggunakan
deskriptif. Metode deskriptif sendiri merupakan metode yang memaparkan isi laporan berupa
naratif serta pemaparan yang jelas. Pendekatan yang digunakan sendiri adalah menggunakan
pendekatan kualitatif.
Pendekatan kualitatif merupakan penelitian yang bermaksud untuk memahami
fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi,
motivasi, tindakan, dll, secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan
bahasa, pada suatu konteks yang alamiah dan dengan memanfaatka berbagai metode alamiah
(moleong, 2011:6).

Pembahasan
A. Borobudur dan Relief Karmawibhangga
Candi Borobudur dibangun pada sekitar 800 M, pada masa kerajaan Mataram
Hindu. Nama Borobudur sendiri terdapat berbagai versi, yang pertama diutarakan oleh
Prof. Dr. Poerbocaraka dan Stuterheim, bahwa Borobudur berasal dari gabungan kata-
kata Bara dan Budur. Bara berasal dari kata Sanskerta “vihara”, yan berarti Kompleks
candi dan bihara atau asrama. Sedangkan kata Budur mengingatkan pada bahasa Bali
yakni Beduhur, yang artinya diatas. Sehingga bila digabungkan Borobudur merupakan
asrama atau bihara yang berada diatas bukit.
Sedangkan menurut pendapat J.G. Casparis yang merujuk pada prasasti Cri
Kahulunan berangka tahun 842 M, yang meyebutkan bahwa terdapat sebuah kuil
bernama Bhumisambhara, menurut pendapat beliau nama yang terdapat pada prasasti
tersebut kurang lengkap. Dan seharusnya kata-kata tersebut bila disempurnakan akan
menjadi Bhumisambharabhudira.
Borobudur terletak di kabupaten Magelang Karisedenan Kedu, provinsi Jawa
Tengah masyarakat daerah borobudur apabila dilihat dari letak geografisnya yang
bersawah-sawah. Mereka merupakan petani serta sebagian dari mereka bekerja sebagai
penjual oleh-oleh maupun ojek payung di area candi Borobudur. Di daerah tersebut
termasuk dalam wilayah pedesaan (lihat gambar 2). Hal ini dapat ditari sebuah pendapat
bahwa masyarakat pada masa lalu juga bermatapencaharian sebagai petani. Menurut
Chistie (1983:12) dalam Darmosoetopo (2003:152) menyebutkan bahwa orang Jawa
kuna menyebut desa dengan istilah wanua atau thami. Desa pada waktu itu dapat
disejajarkan dengan desa pada masa sekarang. Apabila desa pada masa sekarang terdiri
dari beberapa dusun, maka wanua juga terdiri dari beberapa anak wanua.

Gambar 2. Peta dan kehihupan masyarakat disekitar Candi Borobudur

Hal yang perlu diperhatikan pula yakni mengenai pendapat seorang ahli
mengenai letak candi Borobudur yang kemungkinan besar memiliki keterkaitan dengan
bangunan kuno lain disekitarnya yakni, menurut penelitian candi tersebut memiliki
kesinambungan dengan candi-candi yang berada didekatnya, yakni candi Pawon dan
candi Mendut. Apabila diterik sebuah garis dari candi Borobudur, candi Pawon hingga
candi Mendut akan menarik garis lurus. Harianto (2001:14) menarik kesimpulan sebagai
berikut:
Candi Borobudur, Candi Mendut dan Candi Pawon merupakan tiga
buah candi yang ketiganya berada pada satu garis jika dihubungkan
dengan puncak Merapi. Candi Borobudur bentuk dasarnya merupakan
punden berundak yang disesuaikan dengan agama Budha Mahayana.
Struktur bangunan candi Borobudur terdiri dari tiga bagian, yaitu:
bagian kaki yang tertimbun dan tertutup batu, menggambarkan
kamadhatu (lingkungan nafsu), bagian tengah rupadhatu (lingkungan
bentuk) yaitu bagian-bagian yang terdiri dari lorong-lorong dengan
pagar-pagar penuh hiasan dan relief-relief yang panjangnya mencapai
4 kilometer. Bagian atas, menggambarka arupadhatu (lingkungan
tanpa bentuk) terdiri dari batu-batu bundar dengan lingkaran stupa
yang semuanya tidak dihiasai sama sekali. Puncak dari candi
Borobudur berbentukstupa dengan ukuran yang sangat besar. Arca-
arca Budha di Borobudur berjumlah 505 buah.
Pada penjelasan tersebut disinggung mengenai ragam hias (lihat gambar 3) dan
tingkatan yang ada pada candi Borobudur. Setiap ornamen yang berda di candi tersebut
memiliki makna yang berbeda-beda. Terdapat tiga tingkatan pada candi Borobudur, pada
tingkat dasar, yakni pada kaki candi terdapat beberapa relief yang bernama
Karmawibhangga, relief tersebut tertutup dan memiliki 160 panil ditubuh Borobudur.
Relief tersebut memuat cerita mengenai perbuatan manusia semasa hidupnya dengan
penggambaran sebab akibat, gambaran tersebut menggambarkan tentang kehidupan
masyarakat pada masa tersebut. Relief pada candi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu
sebagai hiasan pada struktur bangunan candi dan relief certera yang berfungsi
menggambarkan ceritera Ramayana, perjalanan Budha dan sebagainya (Hariyanto,
2001:18).

Gambar 3. Ornamen pada gapura candi

Pada tingkatan tengah, merupakan tingkatn Rupadhatu, yang memiliki empat


lorong dan berisi 1.300 panil. Pada lorong yang pertama terdapat sebuah dinding
meniliki 740 panil yang mengisahkan sebuah cerita Lalitawistara atau kisah hidup sang
Sidharta Gautama sjak beliau lahir hingga mencapai boddhi, cerita Jataka cerita sang
Buddha sebelum terlahir sebagai Siddharta Gautama, Awadana cerita orang-orang suci.
Pada Lorong yang kedua terdapat 228 panil yang mengisahkan Sudhana yang ingin
mengetahiu tentang boddhi. Lorong ketiga memiliki 176 panil yang memuat tentang
kisah Gandawyuha. Dan yang terakhir pada lorng keempat mengisahkan sebuah cerita
dari Gandawyuha dengan 156 panil.
Sedangkan yang terakhir pada tingkatan Arupadhatu terdapat tingkat peralihan.
Pada tingkatan ini menggambarkan mengenai kekosongan, damai dan tentram. Pada
tingkatan yang tertinggi ini menggambarka seseorang yang dalam perjalanan hidupnya
jika melakukan kebajikan selangkah demi selangkah akan mencapai suatu puncaknya
yakni bodhi atau tingkat tertinggi. Hal tersebut digambarkan dengan adanya arca budha
yang tertutup oleh sebuah stupa dengan jumlah keseluruhan 72 buah. Selain itu pada
tengah candi terdapat stupa induk yang memiliki ukuran sebesar 9,9 m dengan tinggi 7 m.
Stupa tersebut sekarang ini kondisinya tertutup rapat, yang didalanya terdapat sebuah
ruangan.
Kembali lagi pada relief Karmawibhangga pada saat pembangunan candi
tersebut, rencananya pada kaki candi akan dimuat sebuah relief yang menggambarkan
tentang perbuatan manusia serta akibatnya bila melakukan perbuatan tersebut beserta
hukuman yang akan didapatnya nanti di akhirat. Akan tetapi, karena pondasi candi yang
tidak cukup kuat maka terpaksa harus di tutup dengan bebatuan didepan candi. Hal
tersebut menyebabkan gambaran yang sebelumnya akan di perlihatkan di bawah candi,
menjadi tidak terwujut. Selain itu pengerjaan batu yang sebelumnya akan diukir tidak
dapat diselesaikan karena harus segera ditutup agar candi tidak runtuh, karena candi
tersebut telah memperlihatkan tanda-tanda keruntuhan, contohnya adalah pada panel 114
yang menggambarkan bahwa relief terbengkalai dan belum jadi (lihat gambar 4).

Gambar 4. Panil 114 yang terbengkalai


Setiap panel yang terdapat pada relief Karmawibhangga terdapat nama
pengukir diatasnya. Tulisan pendek yang terdapat diatas panel tersebut tidak hanya
menjelaskan mengenai pembuat relief pada panel tersebut, akan tetapi terdapat tiga jenis
buatan tulisan tangan tersebut dengan berlainan. Yakni cara pembuatan relir, yakni
setelah setelah susunan candi didirikan dilanjutkan dengan hiasan dan relief cerita. Tahap
pembuatan tersebut dimulai dari puncak bangunan hingga bawah. Tulisan tersebut
memilki arti sesuai dengan ganmbar yang akan diukir di setiap panel, dan bisa jadi
tulisan tersebut juga akan dihapus jiga pengukiran sudah di lakukan.
B. Makna Filosof Relief Karmawibhangga
Pemahaman ajaran budha sebagai suatu sintese antara Mahayana dengan
Tantrayana ditunjukan oleh acarnya perencana Candi Borobudur, ... yang diwakili oleh
pemahatan ceritera-ceritera yang diambil dari Karmavibhangga, Lalitavistara, Avadana
dan Jataka, serta Gandavyuha dan Bhadracari (Magetsari, 1997: 11).
Sebuah penggambaran tentang kehidupan dan ajaran agama, khususnya agama
Hindu-Budha digambarkan melalui relief di dinding candi agar dapat dibaca oleh seluruh
umat yang beribadat. Seperti yang dapat kita lihat pada candi Borobudur. Penggambaran
bagaimana kehidupan yang baik, akan mendapat imbalan yang baik pula di dunia setelah
mati, begitu pula sebaliknya. Kehidupan yang dilakukan secara sia-sia dan berbuat buruk,
maka akan mendapat imbalan yang buruk pula sesuai dengan apa yang dia lakukan.
Relief pula, pada setiap daerah memiliki suatu ciri khas tersendiri berbeda
dengan relief yang terdapat pada bangunan candi di Jawa Timur yang menceritakan
tentang tokoh-tokoh agama dengan gaya pewayangan. Relief-relief di candi-candi Jawa
Timur terutama setelah abad ke 13 menunjukkan suatu gaya baru yang mencolok yaitu
“gaya wayang” (Hariyanto, 2001: 30). Relief pada bangunan candi di Jawa Tengah lebih
menggambarkan tentang perbuatan manusia beserta hukum yang akan dia dapatkan di
kehidupan setelah nya. Hariyanto (2001:19) menarik kesimpulan sebagai berikut:
Relief ceritera yang terpenting pada candi-candi di Jawa Tengah,
terutama relief-relief yang terdapat di Candi Borobudur dan Candi
Prambanan. Di Candi Borobudur ada tiga relief yang penting yaitu:
Karmawibhangga yaitu terdapat dibagian kaki candi yang tertutup.
Relief itu menggambarkan perbuatan manusia serta hukuman-
hukumanya.
Begitu pula gambaran relief yang terdapat pada kaki candi Borobudur.
Menggambarkan tentang hukum karma dari perbuatan manusia yang dilakukan
sebelumnya dimasa hidupnya. Untuk membaca relief tersebut searah dengan jarum jam.
Relief pada panil 1 sampai 117, menggambarkan tentang satu macam perbuatan beserta
akibatnya. Selanjutnya pada panil 118 hingga 160, menceritakan berbagai macam akibat
yang ditimbulkan karena satu macam perbuatan yang dilakukan.
Membaca sebuah gambaran yang tertera pada satu panil dapat dilakukan
dengan cara sebagai berikut. Pada gambar kanan merupakan “sebab” dan gambar kiri
merupakan “akibat”. Biasanya di batasi dengan gambar pohon, bangunan dan sebagainya
pada bagian tengah panil. Pemisah adegan dengan menggunakan pohon dan yang lainnya
tersebut, juga dilakukan pada pertunjukan wayag kulit yang juga menggunakan kayon
atau gunungan sebagai penanda pergantian adegan.

Gambar 5. Panil yang dibuka, menjelaskan mengenai peristiwa bedasarkan sebab-akibat

Haryono (2011:19-20) berpendapat bahwa: Beberapa relief penggambaran


konsep hukum karma pada kaki candi Borobudur adalah:

1 Berumur Pendek Alpa-ayus 14 Siksa Neraka Sanjiva

2 Berumur Panjang Dirga-ayus 15 Siksa Neraka Kalasutra

3 Hidup sakit-sakitan Bahu-abadha 16 Siksa Neraka Samghata


4 Hidup sehat Alpa-abadha 17 Siksa Neraka Raurava

5 Hidup senang Prasadhika 18 Siksa Neraka Maha raurava

6 Kurang wibawa Alpesakhya 19 Siksa Neraka Tapana

7 Penuh wibawah mahesakhya 20 Siksa Neraka Pratapana

8 Keluarga rendah Nisa-kula 21 Siksa Neraka Avici

9 Keluarga tinggi Ucca-kula 22 Siksa Neraka Kukula

10 Orang miskin Alpa-bhoga 23 Siksa Neraka Kunapa

11 Orang kaya Maha-bhoga 24 Siksa Neraka Ksuradhara

12 Orang bodoh Dusprajna 25 Siksa Neraka Ayahsalmalivana

13 Orang pandai Mahaprajna 26 Siksa Neraka ksaranadi

Memiliki sebuat keterkaitan tentang penggambaran yang bersifat ‘fulgar’ pada


relief Karmawibhangga, bukan karena untuk hiasan semata akan tetapi sebagai pelajaran
bagi umat manusia. Tema agama tersebut menyuguhkan tentang sesosok hewan yang
disiksa dan dimangsa manusia. Maka ganjaran yang diperoleh manusia tersebut akan
dihukum dengan hukuman yang setimpal. Dineraka mereka akan diadu . saling menarik
rambut dan tidak diperbolehkan berhenti, serta diatas mereka terdapat burung elang yang
menjadi wasit diantara mereka, serta akan mematuk apabila mereka berhenti. Terlihat pada
panil nomer 86.
Relief Karma wibhangga merupakan mutiara yang terpendam didalam
cangkangnya yang keras. Meskipun menunjukkan adegan yang ‘berani’ akan tetapi
memiliki makna dan pelajaran dibalik semua itu. Pelajaran hukum karma yang
disampaikan melalui penyajian adegan yang dapat dipahami dan dihayati oleh sebagian
besar orang Jawa kuno dan juga manusia pada masa sekarang. Ajaran moral
Karmawibhangga yang sulit diungkapkan, kini berhasil disajikan melaluiadegan
kehidupan sehari-hari masyarakat pada masa tersebut. Karmawibangga merupakan
perekam konsepsi seni budaya dan kehidupan dalam hidup orang Jawa kuno, yang
terpendam tetapi masih dapat kita pelihara.
Kesimpulan
Candi Borobudur merupakan sebuah candi yang terbesar dan termegah yang
pernah kita miliki. Terletak di kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Dibalik kemegahanya
tersimpan beribu misteri yang belum kita ketahui, dibalik kemisteriannya tersebut terdapan
makna dan nasehat yang dapat kita petik. Meskipun keberadaanya kini tak dapat kita lihat
lagi karena beberapa faktor yang mempengaruhi dinding yang berukirkan relief tersebut
terkubur. Salah satunya yang paling menarik disini adalah relief tentang kehidupan karma
seseorang. Bagaimana mereka hidup didunia hingga sampa mereka meninggal dan
mendapatkan ganjaran apa yang mereka peroleh.
Saran
Sebagai warisan budaya yang ditinggalkan oleh leluhur kita, ada baiknya kita turut
serta dalam melestarikan cagar budaya tersebut. Tidak harus kita setiap hari datang ke situs
tersebut tetapi dengan menginformasikan cagar budaya kita kemasyarakat luas, tidak
melakukan vandalisme, menulis, dokumentasi juga merupakan aksi melestarikan cagar
budaya kita.
DAFTAR RUJUKAN

Badil, R. & Rangkuti, N (Eds). 1989. Rahasia di Kaki Borobudur. Jakarta: Katalis

Darmosoetopo, R. 2003. Sima dan Bangunan Keagamaan di Jawa Abad IX-X TU. Jogyakarta:
Prana Pena.

Hariayanto. 2001. Perkembangan Seni Rupa Hindu-Budha di Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Malang: Fakultas Sastra Jurusan Seni dan Desain.

Haryono, T. Dkk. 2011. Sendratari Mahakarya Borobudur. Jakarta: Keperpustakaan Populer


Gramedia.

Larisa. 2001. The Magnificence of Borobudur. Jakarta:: Gramedia Pustaka Utama.

Magetsari, N. 1997. Candi Borobudur: Rekonstruksi Agama dan Filsafatnya. Depok:


Fakultas Sastra Universitas Indonesia

Moleong, L. J. 2011. Metodologi Penelitian Kualitatif edisi revisi. Bandung: Remaja


Rosdakarya.

Anda mungkin juga menyukai