Anda di halaman 1dari 20

BAB IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pengamatan pH dan Suhu Pupuk Organik Cair

Berdasarkan hasil pengamatan pH pupuk organik cair dengan berbagai

macam kulit buah yang dilakukan setiap sore hari menghasilkan nilai yang

meningkat secara bertahap, pengamatan pH dilakukan sampai pupuk organik cair

terfermentasi yang ditandai dengan nilai pH mendekati netral yaitu 6,5-7,5. Pupuk

organik cair kulit buah difermentasikan selama 10 hari.

Hasil pengamatan pH POC dapat dilihat secara detail pada Tabel.1

Tabel 1. Data Pengamatan pH Pupuk Organik Cair


JENIS PENGAMATAN HARI KE-
POC 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Kulit
Pisang 3,71 3,72 3,78 3,84 3,86 3,89 4,25 11,77 13,01 13,93
(P1)
Kulit
Apel 3,60 3,67 3,70 3,72 5,25 5,53 6,22 6,34 6,35 6,50
(P2)
Kulit
Jeruk 3,58 3,60 3,60 3,72 3,81 6,17 6,28 6,79 6,84 8,47
(P3)

Berdasarkan hasil pengamatan suhu pupuk organik cair kulit buah yang

dilakukan setiap sore hari hingga POC terfermentasi yang ditandai dengan suhu

yang sesuai yaitu 25-300C. Pupuk organik cair difermentasikan selama 10 hari.

24
25

Hasil pengamatan suhu POC dapat dilihat secara detail pada Tabel.2

Tabel 2. Data Pengamatan Suhu (Temperatur) Pupuk Organik Cair

JENIS PENGAMATAN HARI KE-


POC 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Kulit
Pisang 250 250 250 260 260 260 260 260 270 270
(P1)
Kulit
Apel 250 250 250 250 250 260 260 260 260 270
(P2)
Kulit
24,5 24,7 24,7
Jeruk 0 0 0 250 250 250 260 260 260 260
(P3)

4.2 Uji Laboratorium

Berdasarkan hasil uji laboratorium yang dilakukan di laboratorium

Universitas Muhammadiyah Malang dan Universitas Brawijaya Malang

menunjukkan hasil bahwa pupuk organik cair kulit jeruk memiliki kandungan C.

Organik, N. Total, bahan organik, P, dan Mg relatif tinggi. Pupuk organik cair kulit

apel memiliki kandungan Ca, C/N relatif tinggi. Pupuk organik cair kulit pisang

memiliki kandungan C.Organik, K relatif tinggi.


26

Hasil uji analisis POC dapat dilihat secara detail pada tabel 3.

Tabel 3. Hasil Analisis Kandungan Unsur Hara Pupuk Organik Cair

C. N. Bahan
C/N P K Ca Mg
No Kode Organik total Organik
(%) (%) (%) (%) (%)
Lab (%) (%) (%)

PPK POC 2,64 0,04 66 4,57 0,04 0,27 0,035 0,004


441 APEL

PPK POC 2,88 0,06 48 4,98 0,15 0,22 0,032 0,010


442 JERUK

PPK POC 2,88 0,05 57,6 4,98 0,7 0,37 0,030 0,004
443 PISANG

4.3 Uji Lapang

4.3.1 Pertumbuhan Tanaman

a. Tinggi Tanaman (cm)

Berdasarkan analisis ragam perlakuan varietas tanaman sawi dengan

penggunaan pupuk organik cair menunjukkan berinteraksi yang sangat nyata

kecuali pada pengamatan tinggi tanaman kedua berinteraksi nyata. Sedangkan

pengaruh secara terpisah antar varietas tanaman sawi menunjukkan tidak

berpengaruh nyata pada pengamatan tinggi tanaman umur 12 dan 17 HST,

berpengaruh nyata pada umur 22 HST dan 32 HST, berpengaruh sangat nyata pada

umur 27 HST, begitu juga pengaruh pemberian pupuk organik cair menunjukkan

hasil berpengaruh sangat nyata pada umur 12 HST dan 32 HST, tidak berpengaruh

nyata pada umur 17 HST, 22 HST dan 27 HST (Lampiran 1).


27

Uji rata-rata tinggi tanaman terhadap kombinasi perlakuan disajikan pada

Tabel 4.

Tabel 4. Rerata tinggi tanaman (cm) akibat interaksi antara tiga varietas tanaman sawi
dengan pemberian macam pupuk organik cair pada berbagai umur pengamatan.
Tinggi Tanaman Pada Umur Pengamatan (cm)
Perlakuan
12 HST 17 HST 22 HST 27 HST 32 HST
S1P0 3,43 ab 4,24 a 5,00 a 5,61 a 6,36 a
S1P1 3,59abc 4,27 a 5,12 a 6,11 a 8,31 abcd
S1P2 3,19 a 3,77 a 4,44 a 5,33 a 7,58 abc
S1P3 3,39 ab 4,28 a 4,96 a 5,97 a 9,08 abcd
S2P0 3,88 abc 4,49 ab 5,20 a 6,18 a 6,97 ab
S2P1 4,22 bc 5,22 ab 6,19 a 7,44 ab 9,38 bcd
S2P2 4,09 abc 4,97 ab 5,90 a 7,11 a 8,83 abcd
S2P3 5,70 d 6,00 b 8,69 b 10,33 b 12,98 e
S3P0 3,47 ab 4,17 a 5,29 a 5,89 a 7,00 abc
S3P1 4,49 c 5,40 ab 6,30 a 7,33 ab 9,39 cd
S3P2 3,58 abc 4,42 ab 5,17 a 5,91 a 7,60 abcd
S3P3 3,69 abc 4,63 ab 5,49 a 6,58 a 10,60 de
BNJ α 5% 0,93 1,68 2,11 3,03 3,02
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang
sama menunjukkan berbeda tidak nyata menurut uji BNJ pada taraf α
5%.

Tabel 4 tinggi tanaman varietas S1 (Brassica chinensis) dengan pemupukan

yang berbeda-beda menunjukkan hasil berbeda tidak nyata, varietas S2 (Brassica

rapa L) berbeda nyata, varietas S2 dengan pemberian pupuk kulit jeruk menunjukan

hasil tinggi tanaman tertinggi, varietas S3 (Brassica oleracea) dengan pemupukan

yang berbeda-beda menunjukkan hasil berbeda tidak nyata, varietas S3 dengan

pemberian pupuk kulit jeruk menunjukkan hasil tinggi tanaman tertinggi.


28

b. Jumlah Daun

Berdasarkan analisis ragam perlakuan varietas tanaman sawi dengan

penggunaan pupuk organik cair menunjukkan tidak adanya interaksi pada

pengamatan jumlah daun. Sedangkan pengaruh secara terpisah antar varietas

tanaman sawi menunjukkan tidak berpengaruh nyata pada pengamatan jumlah daun

umur 12 HST dan 32 HST, berpengaruh nyata pada umur 17 HST, 22 HST dan 27

HST, begitu juga pengaruh pemberian pupuk organik cair menunjukkan hasil tidak

berpengaruh nyata pada umur 12 HST sampai 32 HST (Lampiran 2).

Uji rerata jumlah daun tanaman sawi lebih detail disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Rerata jumlah daun (helai) akibat pengaruh pemberian pupuk organik cair
terhadap tiga varietas tanaman sawi pada berbagai umur pengamatan.
Jumlah Daun Pada Umur Pengamatan (helai)
Perlakuan
12 HST 17 HST 22 HST 27 HST 32 HST
S1 7,00 b 6,97 c 6,53 c 6,14 c 5,83 c
S2 5,64 a 5,81 b 5,50 b 5,22 b 5,17 b
S3 5,61 a 5,61 a 5,50 a 5,03 a 4,92 a
BNJ α 5% 1,39 1,36 1,03 1,11 0,91
P0 6,30 b 6,33 b 5,96 a 5,56 ab 5,52 b
P1 5,74 a 5,81 a 5,81 a 5,56 ab 5,26 ab
P2 6,26 b 6,30 b 5,89 a 5,63 b 5,48 b
P3 6,11 b 6,22 b 5,78 a 5,19 a 5,00 a
BNJ α 5% 0,56 0,52 0,18 0,44 0,52
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang
sama menunjukkan berbeda tidak nyata menurut ujin BNJ pada taraf
α 5%.

Tabel 5 menunjukkan perlakuan varietas tanaman menghasilkan perbedaan

yang nyata, dimana varietas tanaman S1 (Brassica chinensis) memiliki jumlah daun

lebih banyak dibandingkan varietas S2 (Brassica rapa L) dan S3 (Brassica oleracea).


29

Sedangkan pemberian pupuk organik cair menghasilkan perbedaan yang nyata,

dimana pada perlakuan tanpa dipupuk memiliki nilai jumlah daun lebih banyak.

4.3.2 Hasil Tanaman

a. Berat Basah Per Tanaman (g)

Berdasarkan analisis ragam perlakuan varietas tanaman sawi dengan

penggunaan pupuk organik cair menunjukkan berinteraksi yang sangat nyata.

Sedangkan pengaruh secara terpisah antar varietas tanaman sawi menunjukkan

tidak berpengaruh nyata pada pengamatan berat basah tanaman, begitu juga

pengaruh pemberian pupuk organik cair menunjukkan hasil berpengaruh sangat

nyata (Lampiran 3).

Uji rerata berat basah per tanaman sawi lebih detail disajikan pada tabel 6.

Tabel 6. Rerata berat basah per tanaman (g) akibat interaksi antara tiga varietas tanaman
sawi dengan pemberian macam pupuk organik cair.
Berat Basah Per Tanaman
Perlakuan
(g)
S1P0(Brassica chinensis + tanpa pemupukan) 9,72 e
S1P1(Brassica chinensis + kulit buah pisang + bioaktivator) 5,40 abc
S1P2(Brassica chinensis + kulit buah apel + bioaktivator) 7,27 cd
S1P3(Brassica chinensis + kulit buah jeruk + bioaktivator) 4,80 a
S2P0(Brassica rapa L + tanpa pemupukan) 7,34 d
S2P1(Brassica rapa L + kulit buah pisang + bioaktivator) 7,55 d
S2P2(Brassica rapa L + kulit buah apel + bioaktivator) 8,47 de
S2P3(Brassica rapa L + kulit buah jeruk + bioaktivator) 6,85 bcd
S3P0(Brassica oleracea + tanpa pemupukan) 5,01 ab
S3P1(Brassica oleracea + kulit buah pisang + bioaktivator) 4,61 a
S3P2(Brassica oleracea + kulit buah apel + bioaktivator) 3,84 a
S3P3(Brassica oleracea + kulit buah jeruk + bioaktivator) 4,40 a
BNJ α 5% 1,93
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan berbeda
tidak nyata menurut uji BNJ pada taraf α 5%.
30

Tabel 6 menunjukkan hasil berat basah per tanaman varietas S1 (Brassica

chinensis) berbeda nyata, dimana pada perlakuan tanpa dipupuk memiliki nilai berat

basah tertinggi, sedangkan varietas S2 (Brassica rapa L) dan varietas S3 (Brassica

oleracea) dengan pemupukan yang berbeda-beda menunjukkan hasil berbeda tidak

nyata.

b. Berat Kering per Tanaman (g)

Berdasarkan analisis ragam perlakuan varietas tanaman sawi dengan

penggunaan pupuk organik cair menunjukkan berinteraksi sangat nyata. Sedangkan

pengaruh secara terpisah antar varietas tanmaan sawi menunjukkan tidak

berpengaruh nyata, begitu juga pengaruh pemberian pupuk organik cair

menunjukkan hasil berpengaruh sangat nyata (Lampiran 3).


31

Uji rerata berat kering pertanaman sawi lebih detail disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7. Rerata berat kering per tanaman (g) akibat interaksi antara tiga varietas tanaman
sawi dengan pemberian macam pupuk organik cair.
Berat Kering per Tanaman
Perlakuan
(g)
S1P0(Brassica chinensis + tanpa pemupukan) 1,47 c
S1P1(Brassica chinensis + kulit buah pisang + bioaktivator) 0,70 ab
S1P2(Brassica chinensis + kulit buah apel + bioaktivator) 1,10 bc
S1P3(Brassica chinensis + kulit buah jeruk + bioaktivator) 0,56 a
S2P0(Brassica rapa L + tanpa pemupukan) 1,22 c
S2P1(Brassica rapa L + kulit buah pisang + bioaktivator) 1,11 bc
S2P2(Brassica rapa L + kulit buah apel + bioaktivator) 1,42 c
S2P3(Brassica rapa L + kulit buah jeruk + bioaktivator) 1,08 bc
S3P0(Brassica oleracea + tanpa pemupukan) 0,67 ab
S3P1(Brassica oleracea + kulit buah pisang + bioaktivator) 0,47 a
S3P2(Brassica oleracea + kulit buah apel + bioaktivator) 0,43 a
S3P3(Brassica oleracea + kulit buah jeruk + bioaktivator) 0,55 a
BNJ α 5% 0,51
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan berbeda
tidak nyata menurut uji BNJ pada taraf α 5%.

Tabel 7 menunjukkan hasil berat kering per tanaman varietas S1 (Brassica

chinensis) berbeda nyata, dimana pada perlakuan tanpa dipupuk memiliki nilai berat

kering tertinggi, sedangkan varietas S2 (Brassica rapa L) dan varietas S3 (Brassica

oleracea) dengan pemupukan yang berbeda-beda menunjukkan hasil berbeda tidak

nyata.

c. Klorofil (unit)

Berdasarkan analisis ragam perlakuan varietas tanaman sawi dengan

penggunaan pupuk organik cair menunjukkan berinteraksi yang sangat nyata.

Sedangkan pengaruh secara terpisah antar varietas tanaman sawi menunjukkan


32

hasil berpengaruh sangat nyata, begitu juga pengaruh pemberian pupuk organik cair

menunjukkan hasil berpengaruh nyata (Lampiran 3).

Uji rerata jumlah klorofil tanaman sawi lebih detail disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8. Rerata klorofil daun akibat interaksi antara tiga varietas tanaman sawi dengan
pemberian macam pupuk organik cair.
Perlakuan Klorofil Daun (unit)
S1P0(Brassica chinensis + tanpa pemupukan) 36,47 abcd
S1P1(Brassica chinensis + kulit buah pisang + bioaktivator) 35,31 abc
S1P2(Brassica chinensis + kulit buah apel + bioaktivator) 34,47 ab
S1P3(Brassica chinensis + kulit buah jeruk + bioaktivator) 33,73 ab
S2P0(Brassica rapa L + tanpa pemupukan) 39,77 bcde
S2P1(Brassica rapa L + kulit buah pisang + bioaktivator) 37,11 abcd
S2P2(Brassica rapa L + kulit buah apel + bioaktivator) 27,31 a
S2P3(Brassica rapa L + kulit buah jeruk + bioaktivator) 32,84 ab
S3P0(Brassica oleracea + tanpa pemupukan) 47,31 de
S3P1(Brassica oleracea + kulit buah pisang + bioaktivator) 49,92 e
S3P2(Brassica oleracea + kulit buah apel + bioaktivator) 42,31 bcde
S3P3(Brassica oleracea + kulit buah jeruk + bioaktivator) 46,56 cde
BNJ α 5% 11,71
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan berbeda
tidak nyata menurut uji BNJ pada taraf α 5%.

Tabel 8 menunjukkan hasil jumlah klorofil daun per tanaman varietas S1

(Brassica chinensis) dengan pemupukan yang berbeda-beda menunjukkan hasil

berbeda tidak nyata, varietas S2 (Brassica rapa L) berbeda nyata, dimana pada

perlakuan tanpa dipupuk memiliki nilai klorofil daun tertinggi, sedangkan varietas

S3 (Brassica oleracea) menunjukkan berbeda tidak nyata.

d. Berat Basah Akar Per Tanaman (g)

Berdasarkan analisis ragam perlakuan varietas tanaman sawi dengan

penggunaan pupuk organik cair menunjukkan tidak adanya interaksi pada

pengamatan berat basah akar. Sedangkan pengaruh secara terpisah antar varietas
33

tanaman sawi menunjukkan sangat berpengaruh nyata pada pengamatan berat basah

akar, begitu juga pengaruh pemberian pupuk organik cair menunjukkan hasil tidak

berpengaruh nyata (Lampiran 3).

Uji rerata berat basah akar pertanaman lebih detail disajikan pada tabel 9.

Tabel 9. Rerata berat basah akar per tanaman (g) akibat pengaruh pemberian pupuk organik
cair terhadap tiga varietas tanaman sawi.
Perlakuan Berat Basah Akar Per Tanaman (g)
S1(Brassica chinensis) 0,86 b
S2(Brassica rapa L.) 1,25 c
S3(Brassica oleracea) 0,53 a
BNJ α 5% 0,07
P0(tanpa pemupukan) 0,94 b
P1(kulit buah pisang + bioaktivator) 0,89 b
P2(kulit buah apel + bioaktivator) 0,84 b
P3(kulit buah jeruk + bioaktivator) 0,63 a
BNJ α 5% 0,14
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan berbeda
tidak nyata menurut ujin BNJ pada taraf α 5%.

Tabel 9 menunjukkan perlakuan varietas tanaman menghasilkan perbedaan

yang nyata, dimana varietas tanaman S2 (Brassica rapa L.) memiliki berat basah

akar per tanaman lebih tinggi dibandingkan varietas S1 (Brassica chinensis) dan S3

(Brassica oleracea). Sedangkan pemberian pupuk organik cair menghasilkan

perbedaan yang nyata, dimana pada perlakuan tanpa dipupuk memiliki nilai berat

basah akar per tanaman lebih tinggi.

e. Berat Kering Akar Per Tanaman (g)

Berdasarkan analisis ragam perlakuan varietas tanaman sawi dengan

penggunaan pupuk organik cair menunjukkan tidak adanya interaksi pada

pengamatan berat kering akar. Sedangkan pengaruh secra terpisah antar varietas
34

menunjukkan berpengaruh nyata pada pengamatan berat kering akar, begitu juga

pengaruh pemberian pupuk organik cair mneunjukkan hasil tidak berpengaruh

nyata (Lampiran 3).

Uji rerata berat kering akar per tanaman sawi lebih detail disajikan pada

Tabel 10.

Tabel 10. Rerata berat kering akar per tanaman (g) akibat pengaruh pemberian pupuk
organik cair terhadap tiga varietas tanaman sawi.
Perlakuan Berat Kering Akar Per Tanaman (g)
S1(Brassica chinensis) 0,15 b
S2(Brassica rapa L.) 0,19 c
S3(Brassica oleracea) 0,13 a
BNJ α 5% 0,01
P0(tanpa pemupukan) 0,16 b
P1(kulit buah pisang + bioaktivator) 0,16 b
P2(kulit buah apel + bioaktivator) 0,16 b
P3(kulit buah jeruk + bioaktivator) 0,13 a
BNJ α 5% 0,02
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan berbeda
tidak nyata menurut uji BNJ α 5%.

Tabel 10 menunjukkan perlakuan varietas tanaman menghasilkan

perbedaan yang nyata, dimana varietas S2 (Brassica rapa L.) memiliki berat kering

akar per tanaman lebih besar dibandingkan varietas S1 (Brassica chinensis) dan S3

(Brassica oleracea). Sedangkan pemberian pupuk organik cair menghasilkan

perbedaan yang nyata, dimana pada perlaukan P0 (tanpa pupuk), P1 (pupuk kulit

pisang), P2 (kulit apel) memiliki nilai berat kering akar per tanaman lebih tinggi.
35

Hasil analisa korelasi (interaksi) lebih detail disajikan pada Tabel 11

Tabel 11. Analisa Korelasi (Interaksi)


TT KD BBT BKT
TT 1

KD -0,06 ns 1
0,70
BBT -0,16 ns -0,38 * 1
0,34 0,02
BKT -0,21 -0,40** 0,83 ** 1
0,21 ns 0,01 0,00
Keterangan : (+) : Korelasi positif, (-) : Korelasi negatif, TT : Tinggi tanaman, KD :
Klorofil daun, BBT: Berat basah tanaman, BKT : Berat kering tanaman.
** = berkolerasi sangat nyata
* = berkolerasi nyata
ns = berkolerasi tidak nyata

Tabel 11 menunjukkan hasil analisa korelasi antara klorofil daun, berat

basah tanaman, berat kering tanaman dengan tinggi tanaman berkolerasi tidak

nyata, hasil analisa korelasi berat basah tanaman dengan klorofil daun berkolerasi

nyata dan berat kering tanaman dengan klorofil daun berkolerasi sangat nyata,

sedangkan pada hasil kolerasi berat kering tanaman dengan berat basah tanaman

berkolerasi sangat nyata.


36

Hasil analisa korelasi (tidak interaksi) lebih detail disajikan pada Tabel 12
Tabel 12. Analisa Korelasi (Tidak Interaksi)
JD BKA BBA
JD 1

BKA 0,30 ns 1
0,07
BBA 0,21 ns 0,53 ** 1
0,21 0,00
Keterangan : (+) : Korelasi positif, (-) : Korelasi negatif, JD : Jumlah daun, BKA : Berat
kering akar, BBA : Berat basah akar.
** = berkolerasi sangat nyata
* = berkolerasi nyata
ns = berkolerasi tidak nyata

Tabel 12 menunjukkan hasil analisa korelasi antara berat kering akar dan

berat basah akar dengan jumlah daun berkolerasi tidak nyata, sedangkan hasil

analisa korelasi berat basah akar dengan berat kering akar berkolerasi sangat nyata.
37

4.4 Pembahasan

Sawi merupakan sekelompok tumbuhan dari marga Brassica yang

dimanfaatkan daun atau bunganya sebagai bahan pangan yaitu sayuran, baik

dikonsumsi secara langsung maupun di olah terlebih dahulu. Terdapat beberapa

varietas sawi diantaranya yaitu sawi caisin yang disebut juga sawi bakso dengan

nama latin Brassica rapa kelompok parachinensis, sawi pakcoy atau sawi sendok

dan sawi kailan dengan nama latin Brassica oleracea kelompok alboglabra. Agar

tanaman dapat tumbuh dan berkembang dengan baik, tanaman sawi membutuhkan

bahan organik sebagai penunjang kebutuhan dalam pertumbuhannya, selain itu

bahan organik dapat mengurangi penggunaan kimia yang berbahaya bagi kesehatan

jika sering dikonsumsi. bahan organik yang dibutuhkan dalam proses pertumbuhan

dan perkembangan tanaman sawi dapat diberikan dari pupuk organik cair berbahan

dasar kulit buah (Pandebesie, 2013).

4.4.1 pH dan suhu pupuk organik cair

Berdasarkan hasil pengamatan pH POC menunjukkan hasil pengamatan

yang meningkat setiap harinya, pada pengamatan pertama didapat hasil (3,71),

(3,60), (3,58), yang menunjukkan asam, hingga pengamatan terakhir didapat nilai

pH (13,93), (6,40), (8,47) yang menunjukkan basa. Suatu larutan dikatakan netral

apabila memiliki nilai pH = 7. Hal ini sesuai dengan pernyataan Yang (2013),

kisaran pH yang baik untuk pupuk organik cair yaitu 6,5 - 7,5 (netral). Jika

dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan Hidayat (2014) menyatakan bahwa

pH agak turun pada awal proses pengomposan karena aktivitas bakteri yang
38

menghasilkan asam, dengan munculnya mikroorganisme lain dari bahan yang di

dekomposisikan, maka pH bahan akan naik setelah beberapa hari dan kemudian

berada pada kondisi netral.

Sedangkan dilihat dari hasil pengamatan suhu POC yaitu p1 270C, P2 270C,

P3 260C. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Tri dan Srikandi

(2013) dimana, kondisi suhu optimal pembuatan pupuk organik cair yaitu 25-300C.

Bila suhu atau temperatur terlalu tinggi maka mikroorganisme akan mati. Bila suhu

atau temperatur relatif lebih rendah maka mikroorganisme belum dapat bekerja atau

masih dalam keadaan dorman. Aktifitas mikroorganisme dalam proses pembuatan

pupuk organik umumnya menghasilkan panas sehingga untuk menjaga suhu tetap

optimal sering dilakukan pembalikan atau pengadukan.

4.4.2 Uji Laboratorium

hasil analisis uji unsur hara menunjukkan hasil P3 memiliki nilai N, P,

C.organik, N.total, bahan organik, dan Mg tertinggi dibandingkan dengan P1 dan

P2. Jika dibandingkan dengan hasil penelitian (Marjenah dkk. 2017) hasil analisis

POC kulit jeruk memiliki nilai N (5,21 %), P (0,647 %), K (0,360 %), Ca (0,233

%), Mg (0,009 %). Hasil uji analisis POC kulit pisang pada penelitian yang

dilakukan oleh (Ardiningtias, 2013) menunjukkan nilai N (0,17 %), P (0,010 %), K

(0,16 %), dimana hasil analisis POC kulit jeruk pada unsur hara Mg menunjukkan

nilai yang lebih tinggi dibandingkan hasil penelitian Marjenah dkk. Sedangkan pada

POC kulit pisang, hasil analisis unsur hara P dan K menunjukkan nilai yang lebih

tinggi dibandingkan hasil penelitian Ardiningtias. Tingginya unsur hara N, P, K

pada pupuk organik cair dikarenakan bahan yang digunakan mengandung unsur
39

hara makro maupun mikro yang dibutuhkan tanaman. Tinggi rendahnya unsur hara

yang dihasilkan berpengaruh dengan bahan yang digunakan serta umur panen atau

kematangan pupuk organik cair. Nilai C/N yang dihasilkan termasuk kriteria tinggi,

dimana nilai C/N rasio sangat rendah (<5), rendah (5-10), sedang (11-15), tinggi

(16-25), sangat tinggi (>25). Tingginya rasio C/N menunjukkan bahwa bahan

organik dalam kandungan pupuk organik cair masih tinggi dan belum matang

sehingga dimungkinkan proses dekomposisi masih berjalan (Damanik dkk, 2011).

Unsur hara makro dan mikro sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman.

Fungsi unsur hara makro diantaranya Nitrogen (N), merangsang pertumbuhan tanaman

secara keseluruhan, untuk sintesis asam amino dan protein dalam tanaman, merangsang

pertumbuhan vegetatif (warna hijau daun, panjang daun, lebar daun) dan pertumbuhan

vegetatif batang (tinggi dan ukuran batang). Phospat (P) pengangkutan energi hasil

metabolisme dalam tanaman, merangsang pertumbuhan akar, merangsang

pembentukan biji, merangsang pembelahan sel tanaman dan memperbesar jaringan sel,

merangsang pembungaan serta pembuahan. Kalium (K) berfungsi dalam proses

fotosintesa, pengangkutan hasil asimilasi, enzim dan mineral termasuk air

(Leiwakabessy, 2013).

Selain unsur makro, tanaman juga memerlukan unsur mikro yaitu Kalsium (Ca)

dalam tanaman sebagai penguat dinding sel, memperbaiki vigor tanaman dan kekuatan

daun, mendorong perkembangan akar, berperan dalam perpanjangan sel, sintesis

protein dan pembelahan sel (Sutandi, 2012). Magnesium merupakan bagian dari

klorofil yang berfungsi dalam proses fotosintesis, terlibat dalam pembentukan gula,

mengatur serapan unsur hara yang lain, sebagai carrier fosfat dalam tanaman,
40

translokasi karbohidrat, dan aktivator dari beberapa enzim transforforilase,

dehidrogenase, dan karboksilase (Sutandi, 2012).

4.4.3 Pertumbuhan Tanaman

Berdasarkan data analisis ragam tinggi tanaman 12-32 hspt yang dapat

dilihat pada tabel 4 menunjukkan adanya interaksi yang sangat nyata, Hal ini diduga

bahwa kedua perlakuan tersebut saling berkolaborasi sehingga menimbulkan

adanya interaksi perlakuan yang kemudian berkontribusi dalam peningkatan

panjang akar pada tanaman, menurut Dewani (2012) perakaran tanaman yang kuat

akan mendukung proses penyerapan dan memperoleh unsur hara sebagai zat

makanan yang selanjutnya ditranslokasikan melalui batang ke seluruh bagian

tanaman. Perlakuan yang paling banyak memberikan pengaruh sangat nyata adalah

varietas sawi pakchoy dengan pupuk kulit jeruk hal ini dikarenakan pH yang

dimiliki pupuk organik cair kulit jeruk mendekati netral sehingga kandungan unsur

hara yang terkandung didalam pupuk organik cair dapat terurai dan diserap oleh

tanaman. Berdasarkan hasil analisis di laboratorium Universitas Muhammadiyah

Malang dan Universitas Brawijaya Malang dapat disimpulkan bahwa pupuk kulit

jeruk memiliki nilai kandungan unsur hara relatif lebih tinggi dibandingkan lainnya

diantaranya yaitu C.organik, N.total, bahan organik, P dan Mg, dimana N. Total

berfungsi merangsang pertumbuhan tanaman secara keseluruhan, diantaranya yaitu

pertumbuhan batang, tinggi tanaman dan ukuran batang (Hidayat, 2014).

Berdasarkan data analisis ragam jumlah daun 12-32 hspt yang dapat dilihat

pada tabel 5 tidak menunjukkan adanya interaksi antara varietas tanaman sawi

dengan pemberian pupuk organik cair. Jika dilihat dari tabel ujin BNJ pada taraf α
41

5% menjunjukkan bahwa varietas tanaman sawi caisim memiliki nilai rerata lebih

tinggi, sedangkan berdasarkan pemberian pupuk yang lebih bagus yaitu perlakuan

kontrol tanpa pemberian pupuk. Kandungan nitrogen yang tinggi menjadikan

dedaunan lebih hijau dan mampu bertahan lama, sehingga untuk sejumlah tanaman

menyebabkan keterlambatan pematangan. Jika keterlambatan ini sampai memasuki

keadaan lingkungan yang tidak menguntungkan, produksi tanaman bisa gagal

(Poerwowidodo, 2010). Nitrogen mempengaruhi pertumbuhan tanaman dengan

cara menjadikan tanaman berwarna hijau, meningkatkan pertumbuhan daun dan

batang. Unsur N berkorelasi kuat dengan jaringan meristem, sehingga sangat

menentukan pertumbuhan tanaman (Hanafiah, 2015). Hasil penelitian ini sama

dengan pernyataan Rahmawati (2013) yang menyatakan bahwa umumnya tanaman

yang memiliki pertumbuhan tanaman lebih tinggi akan diikuti oleh jumlah daun

yang lebih banyak dan diameter batang yang lebih besar serta tingkat kehijauan

daun yang tinggi karena penyerapan energi cahaya untuk berlangsungnya

metabolisme dalam organ tumbuhan lebih baik dan dapat terpenuhi, sehingga

berpengaruh terhadap hasil tanaman tersebut.

4.4.4 Hasil Tanaman

Berdasarkan analisis terhadap berat basah dan berat kering tanaman

menunjukkan adanya interaksi yang sangat nyata, varietas sawi caisin tanpa

pemupukan memiliki nilai berat basah dan berat kering tanaman tertinggi. Hal ini

dikarenakan kandungan unsur hara yang terdapat di dalam tanah dapat diserap

dengan baik oleh tanaman tanpa adanya bahan pembatas dibandingkan dengan

pemberian pupuk organik yang terhambat penyerapan unsur haranya oleh tanaman
42

karena adanya pengaruh pH yang masam dan C/N yang terlalu tinggi, hal ini sesuai

dengan pernyataan yang terdapat di dalam Damanik dkk (2011) yang menyatakan

bahwa pertumbuhan tanaman dipengaruhi oleh dua faktor penting yaitu faktor

genetis dan faktor lingkungan. Hal ini juga sejalan dengan pernyataan dari Cahyono

(2013) yakni sifat biologis tanah yang baik untuk pertumbuhan tanaman sawi

adalah tanah yang banyak mengandung bahan organik (humus) dan bermacam-

macam unsur hara yang berguna untuk pertumbuhan tanaman, serta pada tanah

terdapat jasad renik tanah atau organisme tanah pengurai bahan

Berdasarkan analisis ragam pengamatan klorofil daun menunjukkan adanya

interaksi yang sangat nyata. Varietas sawi kailan dengan pupuk kulit pisang

memiliki klorofil daun relatif tertinggi. Hal ini diduga bahwa kedua perlakuan

tersebut saling berkolaborasi sehingga menimbulkan adanya interaksi perlakuan

yang kemudian berkontribusi dalam peningkatan nilai klorofil daun. Pupuk organik

cair mempunyai beberapa manfaat diantaranya dapat mendorong dan meningkatkan

pembentukan klorofil daun sehingga meningkatkan kemampuan fotosintesis

tanaman dan penyerapan nitrogen dari udara, dapat meningkatkan vigor tanaman

sehingga tanaman menjadi kokoh dan kuat, meningkatkan daya tahan tanaman

terhadap kekeringan, merangsang pertumbuhan cabang produksi, meningkatkan

pembentukan bunga dan bakal buah, mengurangi gugurnya dan, bunga, dan bakal

buah (Risky, 2015)

Berdasarkan analisis ragam pengamatan berat basah dan berat kering akar

menunjukkan tidak adanya interaksi antar varietas dan pemberian pupuk. Berat

basah akar menunjukkan varietas sawi pakchoy berpengaruh nyata pada


43

pengamatan berat basah akar, begitu juga pengaruh pemberian pupuk organik cair

menunjukkan hasil tidak berpengaruh nyata. Sedangkan pada berat kering akar

menunjukkan varietas varietas sawi kailan berpengaruh nyata, begitu juga pengrauh

pemberian pupuk organik cair menunjukkan hasil tidak berpengaruh nyata. Hal ini

diduga kandungan unsur hara yang terdapat didalam tanah dapat diserap dengan

baik oleh akar tanpa adanya bahan pembatas dibandingkan dengan pemberian

pupuk organik yang terhambat penyerapan unsur haranya oleh akar karenanya

adanya pengaruh pH yang masam dan C/N yang terlalu tinggi (Damanik dkk,

2011). Kendala lain disebabkan oleh curah hujan yang terjadi selama penelitian

berlangsung bisa dilihat pada (Lampiran 9).

Anda mungkin juga menyukai