Disusun oleh
Kelompok :3
Grup : 2K3
Anggota : Nida Alya N. (18020058)
Nisa Ruffaidah (18020059)
Pniel Eka P. (18020063)
Revy Septiani (18020071)
1.1 Mempelajari perencanaan dan proses pencelupan kain serat kapas dengan zat warna
direk.
II.DASAR TEORI
Serat kapas merupakan salah satu serat alami yang dapat diperoleh langsung dari alam
dalam bentuk serat. Serat kapas dihasilkan dari rambut biji tanaman yang termasuk dalam
jenis Gosylum, ialah:
Pada rumus tersebut terlihat bahwa selulosa mengandung tiga buah gugus
hidroksil, yaitu gugusan hidroksil satu primer dan dua sekunder pada tiap-tiap
gugusan unit hidroksil. Gugus –OH berperan untuk mengandakan ikatan dangan zat
warna direk. Zat warna dispersi bersifat anionik sehingga pada pengerjaannya
diperlukan elektrolit agar membentuk gaya van der walls antara serat dan juga zat
warna.
- Kekuatan
Kekuatan serat per bundelnya adalah 70.000 sampai 96.700 pon per inci persegi.
Dalam keadaan basah, kekuatannya akan bertambah.
- Mulur
Mulurnya sekitar 4-13% dengan rata-rata 7%.
- Moisture Regain
MR serat kapas pada kondisi standar adalah 7-8,5%.
- Berat jenis
Berat jenis serat kapas berkisar 1,50-1,56.
- Indeks bias
Indeks bias serat kapas yang sejajar sumbu serat 1,58. Sedangkan yang tegak
lurus adalah 1,53.
Zat warna direk adalah zat warna yang dapat mencelup serat selulosa secara langsung
dengan tidak memerlukan sesuatu senyawa mordan. Zat warna direk disebut juga zat warna
subatantif karena dapat terserap baik oleh selulosa, atau zat warna garam karena dalam
pencelupannya selalu harus ditambah garam untuk memperbesar penyerapan. Beberapa
jenis zat warna direk dapat mencelup serat-serat protein.
Congo Red yang ditemukan oleh Bottiger pada tahun 1884, merupakan zat warna
direk yang pertama kali dikenal orang. Sebelum tahun 1884 serat selulosa dicelup dengan
zat warna mordan atau indigo dan zat warna lainnya yang sejenis. Cara pemakaian kedua
zat warna tersebut diatas, rumit, dan mahal, sedangkan zat warna direk, murah dan mudah
pemakaiannya, meskipun ketahanan terhadap cucian, sinar matahari, alkali, dan lain-
lainnya bernilai kurang.
Zat warna ini menyerupai zat warna asam, yakni merupakan garam natrium dari asam
sulfonat dan hampir seluruhnya merupakan senyawa-senyawa azo. Zat warna ini
mempunyai daya tembus langsung terhadap serat-serat selulosa, maka kadang-kadang juga
disebut zat warna substantive.
Meskipun zat warna ini dapat dipergunakan untuk mewarnai serat-serat protein tetapi
jarang dipergunakan untuk maksud tersebut. Golongan zat warna ini memiliki macam
warna yang cukup banyak, tetapi tahan luntur warnanya kurang.
Pada struktur zat warna direk diatas terdapat gugus pembawa warna atau
kromofor (N=N), lalu terdapat gugus amina sebagai gugus ausokrom yang akan berikat
dengan serat dan gugus sulfonat sebagai gugus pelarut.
AR1-N=N-AR2SO3Na
Ikatan Hidrogien
Sel-OH
Kekuatan ikatan hidrogen antara zat warna direk dengan serat selulosa tidak terlalu
kuat, dan mudah putus dalam suhu tinggi, sehingga daya tahan luntur zat warna direk
rendah terutama dalam pencucian panas, selain membentuk ikatan hidrogen, ikatan
antara zat warna direk dengan serat juga ditunjang oleh ikatan dari gaya van der waals,
kekuatan ikatan dari gaya van der waals juga relative sangat lemah dan akan meningkat
apabila ukuran molekul zat warna direk makin besar.
Ketahanan terhadap pencucian hasil celupan zat warna direk dapat diperbaiki
melalui proses iring, dengan zat pemiksasi kationik, dimana pada prinsipnya adalah
memperbesar ukruan molekul zat warna dalam serat sehingga zat warna akan lebih
sukar bermigrasi, akibatnya tahan luntur hasil celupan menjadi lebih baik., karena zat-
zat kation aktif akan bergabung dengan zat warna direk yang bersifat anion membentuk
molekul yang lebih kompleks sehingga tahan cucinya menjadi lebih baik, tetapi tahan
sinarnya akan berkurang.
Alat
- Gelas piala 100ml
Bahan
- Kassa
- Pengaduk - Zat warna direk
- Neraca - NaCl
- Termometer - Sabun
- Kain kapas
3.2. Resep
Resep Pencelupan
- Zat warna direk : 1 % OWF
- Zat pembasah : 1 ml/L
- 𝑁𝑎2 𝐶𝑂3 : 1 gr/L
- NaCl : 30 gr/L
- Vlot : 1 : 20
- Waktu : 30 menit
- Suhu : 60, 70, 80, 90 °C (variasi)
Resep Pencucian
- Sabun : 1 ml/L
- Natrium karbonat : 1ml/L
- Vlot : 1: 20
- Suhu : 60°C
- Waktu : 10 menit
Proses Pencelupan
Pencucian
Pengeringan
Evaluasi
- Kerataan dan Ketuaan
3.5. Fungsi Zat
- NaCl : Mendorong penyerapan zat warna
- Natrium Karbonat (celup) : Memperbaiki kelarutan zat warna
- Zat Pembasah : Meratakan dan mempercepat proses pembasahan kain
- Sabun : Membersihkan sisa-sisa zat warna yang tidak terfiksasi
saat proses pencelupan
- Asam Asetat : Memperbaiki Kelarutan zat pemfiksasi kationik
- Natrium Karbonat (cuci) : Mempercepat pelepasan kotoran
IV. DATA PERCOBAAN
4.1. Perhitungan Resep
- Resep 1 ( Nida AN) variasi suhu 60°C
Vlot = 1 : 20
Berat bahan = 4,66 gram
Larutan = 20 x 4,66
= 93,2 ml
Resep pencelupan
1
ZW Direk = 100 𝑥 4,66 = 0,0466 𝑔𝑟𝑎𝑚
100
= 0,0466 × = 4,66 mL
1
1
Na2CO3 = 1000 𝑥 93,2 = 0,0932 𝑔𝑟𝑎𝑚
100
= 0,0932 × = 9,32 mL
1
30
NaCl = 1000 𝑥 9,32 = 0,0932 𝑔𝑟𝑎𝑚
1
Zat pembasah = 1000 𝑥 9,32 = 0,0932 𝑚𝐿
Resep pencucian
1
Sabun = 1000 𝑥 98,2 = 0,0982 𝑚𝐿
1
Na2CO3 = 1000 𝑥 98,2 = 0,0982 𝑔𝑟𝑎𝑚
100
= 0,0982 × = 9,82 mL
1
*Keterangan =
Skala metoda rangking evaluasi kerataan adalah 0-4
V. DISKUSI
Dari praktikum dilakukan pencelupan kain dari serat selulosa (kapas) dengan zat warna
direk, dengan mekanisme pencelupan yang terdiri dari tahap difusi zat warna dari fasa ruah
larutan zat warna ke dekat permukaan serat, kemudian tahap adsorpsi zat ke permukaan serat,
lalu tahap difusi zat warna ke dalam serat dan fiksasi zat warna. Tahap yang paling lambat
dan menentukan laju pencelupan adalah tahap difusi zat warna ke dalam serat yang sangat
tergantung pada kerapatan struktur serat dan ukuran partikel zat warna. Oleh karena itu maka
suhu proses pencelupan zat warna direk perlu diperhatikan dengan tujuan untuk
mengoptimumkan proses pencelupan.
Proses pencelupan merupakan proses eksotermis, yaitu proses yang menghasilkan kalor
atau panas. Seharusnya proses pencelupan tidak dilakukan dengan suhu tinggi, karena
prosesnya sendiri akan menghasilkan kenaikan suhu. Tetapi dalam praktikum, untuk
mencapai kondisi tersebut membutuhkan waktu yang lama, maka untuk mempersingkat
waktu diperlukan pemanasan untuk mempercepat reaksi.
Praktikum ini dilakukan dengan memvariasikan suhu dengan besaran 60, 70, 80 dan
90°C. Hasil praktikum menunjukan perbedaan ketuaan dan kerataan pada kain. Kain kapas
pada suhu 80°C terlihat lebih tua dibandingkan kain dengan suhu yang lain. Pada praktikum
ini tidak dilakukan proses iring, maka untuk hasil ketuaan warna yang didapatkan
kemungkinan tidak begitu bagus. Proses iring sangat penting untuk dilakukan, sebab zat
warna direk merupakan zat warna yang ketahanan cucinya kurang baik meskipun larut dalam
air dan dapat mewarnai serat kapas dengan langsung. Karena tidak dilakukan proses iring,
kemungkinan tidak semua zat warna direk dalam proses pencelupan terfiksasi kedalam serat,
zat warna yang tidak terfiksasi akan kembali dalam fase larutan.
Dari praktikum didapatkan bahwa semakin tinggi suhu yang digunakan saat proses
pencelupan, semakin tua warna yang dihasilkan. Yang artinya penyerapan zat warna semakin
bagus pada suhu tinggi. Tetapi ada suhu optimum yang didapat agar penyerapan zat warna
semakin bagus. Pada suhu 80°C warna yang dihasilkan tua, seharusnya pada suhu 90°C
warna yang dihasilkan lebih tua tetapi hasil yang didapatkan kain pada suhu 90°C lebih muda
dari kain pada suhu 80C. Ini menunjukkan adanya kejenuhan serat pada kain dalam menyerap
zat warna. Kain pada suhu 80°C menyerap zat warna dengan optimal sedangkan kain pada
suhu 90°C tidak optimal menyerap zat warna karena suhu yang berlebih. Oleh karena itu
warna yang dihasilkan pada kain 90°C lebih muda dari kain 80°C.
Untuk hasil kerataan yang dihasilkan pada kain berbanding terbalik dengan hasil yang
didapat pada ketuaan warna. Semakin rendah suhu yang digunakan, semakin rata warna kain
yang dihasilkan. Hal ini disebabkan karena pada suhu rendah, molekul zat warna bergerak
tidak begitu cepat dan tidak banyak bertumbukan, oleh karenanya molekul zat warna masuk
kedalam serat sedikit demi sedikit yang menyebabkan warna yang dihasilkan menjadi rata.
Proses pencelupan dengan suhu tinggi didapatkan hasil yang tidak rata dibandingkan dengan
yang lainnya. Hal ini dikarenakan molekul zat warna bergerak bebas dengan cepat dan saling
bertumbukan satu sama lain pada suhu tinggi. Karena terus bertumbukan, molekul zat warna
yang masuk kedalam serat menjadi bergerombol dan menyebabkan warna yang tidak rata.
VI. KESIMPULAN
Pada proses pencelupan, suhu yang digunakan sangat berpengaruh terhadap hasil
pencelupan. Maka suhu yang digunakan harus diatur. Semakin tinggi suhu yang
digunakan pada proses pencelupan, semakin baik hasil pencelupan yang didapatkan.
Pada proses pencelupan ada suhu optimum. Saat proses pencelupan melewati suhu
optimum, hasil yang didapatkan tidak begitu bagus, baik dari ketuaan warna maupun
kerataan warna yang didapatkan.
Kain dengan warna yang paling tua didapatkan pada suhu optimum yaitu 80°C.
DAFTAR PUSTAKA
1. Karyana Dede, Elly K. 2005. Bahan Ajar Praktikum Pencelupan 1. Bandung : Sekolah
Tinggi Teknologi Tekstil.
2. Ir. Djufri, Rasjid, dkk. 1976. Teknologi Pengelantangan, Pencelupan, dan Pencapan.
Bandung: Institut Teknologi Tekstil.
3. Serat-Serat Tekstil. Bandung: Institut Teknologi Tekstil.
4. Shore, John. 1990. Colorants and Auxiliaries. Manchester: Society of Dryers and
Coulorists.
5. Kartini. 2012. MODUL “Proses Pencelupan“. Bandung : SMKN 1 Ketapang
Lampiran
1. Pencelupan dengan zat warna direk pada kapas dengan variasi suhu