Penggaraman
Penggaraman merupakan kegiatan yang bertujuan untuk mengawetkan produk
makanan dengan menggunakan garam, teknik pengolahan ini biasanya digunakan pada
proses pengawetan ikan. Garam yang digunakan yaitu jenis garam dapur (NaCl), baik
berupa kristal maupaun larutan. Garam yang dicampurkan dengan ikan akan menyerap
kandungan air, kurangnya kandungan air pada ikan akan mengakibatkan aktivitas
metabolism bakteri akan dihambat. Metode penggaraman biasanya tidak digunakan
sebagai metode pengawetan tunggal, tetapi dilanjutkan dengan proses pengawetan lain
seperti pengeringan maupun perebusan (Budiman, 2004).
Metode penggaraman akan menghasilkan produk yang baik, jika memperhatikan
beberapa hal seperti: pemilihan bahan baku, garam, wadah/alat/tempat yang digunakan dan
memperhatikan aspek sanitasi dan hygiene. Adapun tahapan proses penggaraman yaitu
persiapan peralatan, pemilihan bahan baku, penyortiran, penyiangan, pencucian, penirisan,
dan penggaraman (Budiman, 2004).
Menurut Budiman (2004) metode penggaraman pada ikan dapat dikelompokkan
menjadi tiga macam penggaraman yaitu:
a. Penggaraman kering (dry salting)
Metode ini menggunakan garam kristal yang dicampurkan pada ikan. Ikan
disusun rapi dalam wadah selapis demi selapis dengan setiap lapisnya ditaburi
garam. Garam yang digunakan umumnya berjumlah 10% - 35% dari berat ikan
yang akan digarami. Saat ikan bersentuhan dengan kulit atau daging ikan yang
basah maka garam tersebut awalnya akan berubah menjadi larutan pekat. Kemudian
larutan tersebut akan meresap kedalam daging ikan melalui proses osmosa.
b. Penggaraman basah (wet salting)
Metode ini menggunakan larutan garam 30% - 35%. Ikan yang akan
digarami, dimasukkan kedalam larutan garam dan bagian atas wadah ditutup dan
diberi pemberat agar semua ikan terendam. Lama waktu perendaman tergantung pada
ketebalan ikan dan tingkat keasinan yang diinginkan.
c. Kench salting
Metode ini sama dengan penggaramn kering tetapi tidak menggunakan
wadah dalam proses penyimpanannya. Ikan dicampur dengan garam dan dibiarkan
sehingga larutan air yang terbentuk dibiarkan mengalir dan terbuang. Kelemahan
dari metode ini yaitu memerlukan jumlah garam yang lebih banyak dan proses
penggaraman berlangsung sangat lambat
b. Penambahan Bahan Tambahan Makanan
Menambahkan bahan tambahan makanan kedalam pengolahan makanan
bertujuan untuk meningkatakan rasa atau tampilan dari makanan. Penambahan bahan
tersebut hanya berjumlah sedikit, sehingga biasanya disebut dengan zat aditif makanan.
Bahan tambahan makanan biasanya berupa pewarna, penyedap, pengawet, antioksidan,
pengemulsi, penggumpal, pemucat, pengental, dan anti gumpal. Selain itu terdapat bahan
tambahan yang digunakan untuk tujuan pengawetan yaitu, garam, gula, sodium nitrat,
sodium nitrit dan pengasapan (Handayani & Marwanti, 2011).
Zat aditif pada makanan dibagi menjadi dua yaitu zat aditif sengaja dan zat aditif
tidak disengaja. Zat aditif sengaja yaitu zat aditif yang diberikan dengan sengaja untuk
tujuan tertentu misalnya untuk menambah nilai gizi, cita rasa, pengendalian keasaman dan
kebasaan, memantapkan bentuk dan rupa. Sedangkan zat aditif tidak disengaja yaitu zat
aditif yang terdapat pada makanan dalam jumlah yang sangat kecil sebagai akibat dari
proses pengolahan, misalnya aroma daging dan asap pada sate, atau timbulnya warna coklat
pada bahan yang digoreng (Handayani & Marwanti, 2011).
Umumnya bahan tambahan makanan memiliki kelebihan yaitu lebih pekat, lebih
stabil, dan lebih murah. Tetapi terdapat pula kelemahannya yaitu sering terjadi
ketidaksempurnaan proses sehingga menggandung zat yang berbahaya bagi kesehatan dan
bersifat karsinogenik yang dapat mengakibatkan kanker (Handayani & Marwanti, 2011).
c. Pengemasan Pangan
Pengemasan merupakan sistem yang terkoordinasi untuk menyiapkan barang untuk
siap ditransportasikan, didistribusikan, disimpan, dijual dan dipakai. Adanya pembungkus
dapat membantu mencegah atau mengurangi dari kerusakan serta untuk melindungi produk
terhadap: udara dan air, zat volatile, oksigen, bahan yang mengalami proses karbonasi,
produk yang sensitive terhadap cahaya, serangga dan rodent, bahan yang mudah
pecah/rapuh (Sucipta dkk., 2017)
Pengemasan memiliki fungsi sebagai pelindung produk baik dari pengaruh uar
maupun dalam. Umumnya kemasan melindungi dari sinar matahari yang berlebih,
kelembapan dan sebagainya terhadap produk. Tidak hanya berfungsi sebagai pelindung
dari produk, kemasan juga digunakan sebagai alat pemindahan dari satu tempat ketempat
lain. Menurut WTO, pengemasan merupakan suatu sistem yang terpadu untuk
mengawetkan, menyiapkan produk hingga siap untuk didistribusikan ke konsumen akhir
dengan cara yang murah dan efisien (Sucipta dkk., 2017).
Kemasan pangan perlu memiliki sifat penting yaitu dapat menyimpan dan
mempertahankan bau dan aroma makanan. Tidak dikemas secara berlebihan sehingga para
konsumen tidak dirugikan dan mendapatkan barang sesuai dengan nilai uang yang telah
dibayar, dapat dengan mudah ditutup atau direseal kembali dan dapat dengan mudah
disimpan. Kemasan juga perlu diberi segel untuk mencegah pemalsuan dari isi kemasan
dan tidak menimbulkan atau sedikit sekali menimbulkan masalah lingkungan (Sucipta
dkk., 2017).