Jawaban DKP1 Raisah
Jawaban DKP1 Raisah
Sistem Gastrointestinal
a. Anatomi 1
2. Dispepsia
k. Prognosis
3. Gastritis
i. Faktor Risiko
1. Umur
Penyakit gastritis dapat timbul atau menyerang segala usia, mulai anakanak
hingga usia tua (Ronald H. Sitorus, 1996:30). Walaupun gastritis dapat
menyerang segala usia tapi mencapai puncaknya pada usia lebih dari 40 tahun. 4
2. Jenis kelamin
3 Sosial ekonomi
4. Makanan
5. Faktor Psikologi
Stres adalah suatu kondisi dimana seseorang ada dalam keadaan yang sangat
tertekan.11 Stres menurut Terry Looker dan Olga Gregson (2005:44), adalah
sebuah keadaan yang kita alami ketika ada sebuah ketidaksesuaian antara
tuntutan-tuntutan yang diterima dan kemampuan untuk mengatasinya. Adapun
tanda-tanda atau gejala stres sebagai berikut:
a. Gejala fisik meliputi berdebar-debar, gangguan pencernaan, sakit kepala,
lesu, letih, sulit tidur, berkeringat dingin, nafsu makan menurun dan sejumlah
gejala lainnya.
b. Gejala mental meliputi cemas, kecewa, merasa putus asa dan tanpa daya,
tidak sabar, mudah tersinggung, marah, tergesa-gesa, sulit berpikir jernih,
berkonsentrasi, dan membuat keputusan, gelisah dan sebagainya. Para ahli
kedokteran sependapat menyatakan bahwa produksi HCl yang berlebih di dalam
lambung, disebebkan terutama oleh adanya ketegangan atau stres mental atau
kejiwaan yang cukup berat. Peneliti Amerika, dr. Selye (1949), telah
membuktikan bahwa tubuh manusia yang menerima suatu tekanan atau ancaman
dalam bentuk apapun, akan mengadakan serangkaian reaksi penangkis
(perlawanan). Tekanan atau stresor tersebut dapat berupa kesulitan dalam hidup
berkeluarga atau pekerjaan, kekalahan atau keinginan untuk berprestasi, emosi
(takut, kaget, dan ketegangan batin lainnya), kedinginan, luka, atau perdarahan,
dan sebagainya. Adanya stres tersebut, terutama yang berupa tekanan mental dan
emosi, akan mengakibatkan timbulnya suatu “reaksi alarm”, yaitu suatu reaksi
otomatis yang mengubah seluruh tempo dalam badan manusia, misalnya denyut
nadi bertambah cepat, tekenan darah naik, tangan menjadi dingin, darah
dialirkan dari kulit ke organ vital, asam lambung di produksi untuk mempercepat
proses pencernaan yang mengubah makanan menjadi energi yang dibutuhkan,
dan kelenjar adrenal akan distimulir untuk memproduksi hormon adrenalin dan
steroid yang lebih banyak dari pada kondisi normal guna melawan stres.10
Apabila stres mental dan emosi tersebut berlangsung dalam jangka waktu yang
cukup lama, maka tubuh akan berusaha untuk menyesuaikan diri (beradaptasi)
dengan tekanan tersebut. Kondisi yang demikian, dapat menyebabkan terjadinya
perubahan-perubahan patologis dalam jaringan/ organ tubuh manusia, melalui
sistem saraf otonom. Sebagai akibatnya, akan timbul penyakit adaptasi yang
dapat berupa hipertesi, jantung, gastritis, dan sebagainya.10 Stres dapat
merangsang peningkatan produksi asam lambung dan gerakan peristaltik
lambung. Stres juga akan mendorong gesekan antara makanan dan dinding
lambung menjadi bertambah kuat. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya
peradangan di lambung.11
Beberapa macam obat yang bersifat asam atau basa keras dapat
menyebabkan gastritis. Obat-obatan yang mengandung salisilat misalnya aspirin
(sering digunakan sebagai obat pereda sakit kepala) dalam tingkat konsumsi
yang berlebihan dapat menimbulkan gastritis.11 Obat-obat tertentu yang
mengandung aspirin, obat-obat reumatik, dan golongan kortikosteroid dapat
menyebabkan penyakit gastitis bila lambung penderitanya terlalu peka terhadap
bahan-bahan tersebut.5 Radang lambung atau gastritis dapat pula disebabkan
oleh beberapa obat seperti NSAIDs (asetosal, indometasin, dan lain-lain ),
kortikosteroid. Obat tersebut dapat menghambat produksi prostaglandin tertentu
dengan efek pelindung terhadap mukosa. Selain itu penggunaan dalam kadar
tinggi dapat merusak barrier mucus lambung dan dapat mengakibatkan
pendarahan.12 Caruso, dkk meneliti secara gastrokopis efek OAINS yang
diberikan tunggal atau kombinasi pada 164 pasien dengan artritis reumatoid dan
84 pasien dengan osteoartritis. Selama 1 tahun pengobatan, ternyata secara
endoskopis dipastikan mengalami lesi gaster. Diperkirakan terjadi ulkus
gastrointestinal, pendarahan, dan perforasi pada kurang lebih 12% dari seluruh
pasien yang menggunakan OAINS selama 3 bulan dan 25% pada pasien yang
menggunakan OAINS selama 1 tahun. Risiko kumulatif dari keadaan di atas
akan meningkat dengan lamanya pengobatan,13 Menurut Lintott (1983)
melakukan pemeriksaan gastroskopi berturut-turut pada 16 penderita yang
minum tablet aspirin, asam salisilat yang telah dihancurkan. Tiga belas orang
dari 16 penderita yang minum 15 gram aspirin, terlihat mukosa yang hiperemik
sampai pembengkakan pembuluh-pembuluh darah dengan pendarahan sub
mukosa. Ternyata bahwa aspirin yang tidak larut dapat menyebabkan timbulnya
iritasi lambung secara tidak langsung.4
8. Kondisi jamban
l. Komplikasi17
Komplikasi gastritis dibagi menjadi dua yaitu gastritis akut dan gastritis kronik.
Gastristis akut komplikasinya adalah perdarahan saluran cerna bagian atas berupa
hematemesis dan melena. Komplikasi ini dapat berakhir syok hemoragik. Gastritis
kronik komplikasinya adalah perdarahan saluran cerna bagian atas, ulkus, perforasi
dan anemia.
4. Ulkus Gaster
g. Diagnosis
1) Pengamatan klinis
1) Non invasif : Serologi (IgG, IgA anti Hp, urea breath test)
5. GERD
c. Patogenesis 21
Esofagus dan gaster dipisahkan oleh suatu zona tekanan tinggi yang
dihasilkan oleh kontraksi lower esophageal sphincter (LES). Pada individu normal,
pemisah ini akan dipertahankan kecuali pada saat terjadinya aliran antegrad yang
terjadi pada saat menelan, atau aliran retrograd yang terjadi pada saat sendawa atau
muntah. Aliran balik dari gaster ke esophagus melalui LES hanya terjadi apabila
tonus LES tidak ada atau sangat rendah.
Refluks gastroesofageal pada pasien GERD terjadi melalui 3 mekanisme :
Pemisah antirefluks
Pemeran terbesar pemisah antirefluks adalah tonus LES. Menurunnya tonus LES
dapat menyebabkan timbulnya refluks retrograde pada saat terjadinya peningkatan
tekanan intraabdomen. Sebagian besar pasien GERD ternyata mempunyai tonus
LES yang normal. Faktor-faktor yang dapat menurunkan tonus LES adalah adanya
hiatus hernia, panjang LES (makin pendek LES, makin rendah tonusnya), obat-
obatan (misal antikolinergik, beta adrenergik, teofilin, opiate, dll), dan faktor
hormonal. Selama kehamilan, peningkatan kadar progesteron dapat menurunkan
tonus LES.
Mekanisme bersihan ini sangat penting, karena makin lama kontak antara
bahan refluksat dengan esophagus (waktu transit esophagus) makin besar
kemungkinan terjadinya esofagitis. Pada sebagian besar pasien GERD ternyata
memiliki waktu transit esophagus yang normal sehingga kelainan yang timbul
disebabkan karena peristaltic esophagus yang minimal.
Walaupun belum jelas benar, akhir-akhir ini telah diketahui bahwa non-acid
reflux turut berperan dalam patogenesis timbulnya gejala GERD. Yang dimaksud
dengan non-acid reflux adalah berupa bahan refluksat yang tidak bersifat asam atau
refluks gas. Dalam keadaan ini, timbulnya gejala GERD diduga karena
hipersensitivitas visceral.
Produksi asam lambung diatur oleh sistem saraf otonom dan beberapa hormon.
Sistem saraf parasimpatis, melalui saraf vagus, dan hormon gastrin menstimulasi
sel parietal untuk memproduksi asam lambung, baik secara langsung bekerja pada
sel parietal dan secara tidak langsung, melalui stimulasi sekresi hormon histamin
dari sel mirip enterokromafin (ECL). Peptida usus vasoaktif, kolesistokinin, dan
sekretin semuanya menghambat produksi.
Produksi asam lambung diatur ketat oleh mekanisme pengatur positif dan
timbal-balik negatif. Empat tipe sel terlibat dalam proses ini: sel parietal, sel G, sel
D, dan sel seperti-enterokromafin. Di samping itu, ujung saraf vagus dan pleksus
saraf intramural dalam saluran pencernaan memengaruhi sekresi secara signifikan.
1. Rohen, J.W., Yokochi, C., Drecoll, E.L. 2011. Color Atlas of Anatomy.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
2. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiati S, editors. Buku
ajar ilmu penyakit dalam. Jilid II. 4th ed. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2006.
3. Manson JJ, Rahman A. Systemic lupus erythematosus. Orphanet
Encyclopedia.2005.
4. Sujono, Hadi.2002. Asites dalam Gastroenterologi. Bandung:
Alumni.pp:477-486.
5. Heck, Ronald H. 1996. Leadership and Culture, Conceptual and
Methodological Issues in Comparing Models Across Cultural Settings.
Journal of Educational Administration, Vol.34 No. 5, 1996. MCB
University Press
6. Ahmad H. Asdie. 2000. Gangguan Sistem saluran Makanan. Dalam: Ahmad
H. Asdie, editor. Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam, volume 4. Jakarta:
EGC.
7. Boedhi, Darmojo, R. (2011). Buku Ajar Geriatic (Ilmu Kesehatan Lanjut
Usia) edisi ke – 4. Jakarta : Balai Penerbit FKUI
8. Suraatmaja, S., 2007. Kapita selekta gastroenterologi Anak. Jakarta :
Sagung Seto.
9. Uripi, Vera. 2001. Menu Untuk Penderita Hepatitis Dan Gangguan Saluran
Pencernaan : Cetakan 1. Puspa Swara : Jakarta.
10. Lanywati, E. 2001. Diabetes Mellitus : Penyakit Kencing Manis.
Yogyakarta : Kanisius ( Anggota IKAPI ).
11. Aziz, Sriana & S.R. Muktiningsih. 1999. Artikel Media Litbangkes Volume
IX Nomor 1 Tahun 1999. Jakarta.
12. Tjay, Tan Hoan dan Kirana Rahardja, 2007, Obat-Obat Penting Khasiat,
Penggunaan dan Efek-Efek Sampingnya, Edisi Keenam, 262, 269-271, PT.
Elex Media Komputindo, Jakarta
13. Nasution (1992), Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif, Penerbit
Tarsito, Bandung.
14. Aru W.Sudoyo, B. S. (2006). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam (2 ed., Vol.
III). Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam.
15. Kunadi Tanzil. 2014. Peran Heliobacter Pylori dan Epidemiologinya pada
Penyakit Saluran Cerna. Jakarta: Majalah Kedokteran Atmaja
16. Yvonne & Rob de jonge. 2011. Transmisi Heliobacteripylori: Peran Untun
Makanan. Buletin Organisasi Kesehatan Dunia
17. Mansjoer Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : FKUI.
18. Priyanto, A., dan Lestari, S., 2009, Endoskopi Gastrointestinal, 86, Salemba
Medika, Jakarta.
19. Tarigan, Pengarapen. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV.
Jakarta: FKUI.
20. Rani, A. A., & Fauzi, A. 2006. Infeksi Helicobacter pylori dan Penyakit
Gastro-duodenal. In A. W. Sudoyo, B. Setiyohadi, I. Alwi, M. S. K., & S.
Setiati (Eds.), Ilmu Penyakit Dalam Jilid I (IV, 329–331). Jakarta: FKUI.
21. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Dalam: A. Aziz
Rani, Sidartawan Soegondo, Anna Uyainah Z. Nasir, Ika Prasetya Wijaya,
Nafrialdi, Arif Mansjoer. Panduan pelayanan medik. Jakarta: Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2008.
22. Dworken, Harvey J (2016). Human digestive system: gastric secretion.
Encyclopædia Britannica Inc.