Anda di halaman 1dari 21

MK : Asuhan Nifas dan Menyusui Dosen : Sulistiani,SST,M.

Kes

“PENYULIT DAN KOMPLIKASI PADA MASA NIFAS”

(INFEKSI MASA NIFAS)

D
I
S
U
S
U
N
Oleh
Kelompok 4
1. Destiya Reynada Putri
2. Khairiah
3. Nopita Hastuti

AKADEMI KEBIDANAN SEMPENA NEGERI

PEKANBARU

2016/2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu wataala,


karena berkat rahmat-Nya kami bisa menyelesaikan makalah yang berjudul
“Penyulit Dan Komplikasi Infeksi Pada Masa Nifas” Makalah ini diajukan
guna memenuhi tugas mata kuliah Asuhan Nifas Dan Menyusui yang di
bimmbing oleh ibu Sulistiani,SST,M.Kes

Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah


membantu sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Makalah
ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat
membangun sangat kami harapkan demi sempurnanya makalah ini.

Semoga makalah ini memberikan informasi bagi masyarakat dan


bermanfaat untuk pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan
bagi kita semua.

Pekanbaru, 17 Oktober 2017

Penyusun

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar i

Daftar Isi ii

BAB I Pendahuluan

1.1 Latar Belakang 1


1.2 Rumusan Masalah 2
1.3 Tujuan 2

BAB II Pembahasan

2.1 Pengertian 3
2.2 Etiologi 3
2.3 Faktor Predisposisi 4
2.4 Tanda dan Gejala Infeksi nifas 5
2.5 Macam – Macam Infeksi Nifas 5

BAB III : Penutup

3.1 Kesimpulan 17

Daftar Pustaka 18

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Masa nifas (puerperium) adalah masa sesudah persalinan yang
dimulai setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat-alat kandungan
kembali seperti keadaan sebelum hamil yang berlangusng kira-kira 6
minggu. Infeksi nifas adalah infeksi pada dan melalui traktus genitalis
setelah persalinan (Saifuddin, 2006)

Menurut WHO (World Health Organization), di seluruh dunia setiap


menit seorang perempuan meninggal karena komplikasi yang terkait
dengan kehamilan, persalinan,dan nifas. Dengan kata lain, 1.400
perempuan meninggal setiap hari atau lebih dari 500.000 perempuan
meninggal setiap tahun karena kehamilan, persalinan, dan nifas ( Riswandi,
2005).
AKI di Indonesia masih tertinggi di Negara ASEAN yaitu AKI di
Malaysia 41 per 100.000 kelahiran hidup, Singapura 6 per 100.000,
Thailand 44 per 100.000 kelahiran hidup, Vietnam 160 per 100.000,
Filipina 170 per 100.000 kelahiran hidup. Berdasarkan data SDKI (Survey
Demografi dan Kesehatan Indonesia) AKI di Indonesia terus mengalami
penurunan. Pada tahun 2003 AKI di Indonesia yaitu 307 per 100.000
kelahiran hidup, tahun 2004 yaitu 270 per 100.00 kelahiran hidup, tahun
2005 yaitu 262 per 100.000 kelahiran hidup, tahun 2006 yaitu 255 per
100.000 kelahiran hidup, dan tahun 2007 menjadi 228 per 100.000
kelahiran hidup. Target Millenium Development Goalds (MDGs) AKI di
Indonesia tahun 2015 harus mencapai 125 per 100.000 kelahiran hidup
(Barata, 2008).Tiga penyebab utama Angka Kematian Ibu di Indonesia
dalam bidang obstetri adalah perdarahan (45%), infeksi (15%) dan pre
eklampsia (13%) (DepKes RI, 2007). Menurut data kesehatan Propinsi
Jawa Timur terakhir pada tahun 2009 Angka Kematian Ibu sebesar 260 per

1
100.000 kelahiran hidup dan tiga penyebab Angka Kematian Ibu di
Propinsi Jawa Timur yaitu perdarahan (34,62%), pre eklampsia (14,01%)
dan infeksi (3,02%) (DinKes Jatim, 2009).
Infeksi nifas merupakan morbiditas dan mortalitas bagi ibu pasca
bersalin. Derajat komplikasi masa nifas bervariasi. Asuhan masa nifas
diperlukan dalam periode masa nifas karena merupakan masa kritis baik ibu
maupun bayi. Diperkirakan bahwa 60% kematian ibu akibat kehamilan
terjadi setelah persalinan dan 50% kematian masa nifas terjadi dalam 24
jam pertama pasca persalinan (Saifuddin, 2006).

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian di atas dapat dirumuskan beberapa rumusan masalah
sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan nifas ?
2. Apa saja penyulit dalam masa nifas ?
3. Apa saja komplikasi dalam masa nifas ?
4. Apa Tanda dan Gejala Infeksi nifas ?
5. Bagaimana cara penanganan komplikasi dan penyulit dalam masa nifas
?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan nifas
2. Untuk mengetahui apa saja penyulit dalam masa nifas
3. Untuk mengetahui apa saja komplikasi pada masa nifas
4. Untuk mengetahui Tanda dan Gejala Infeksi nifas
5. Untuk mengetahui bagaimana cara menangani komplikasi dan penyulit
dalam masa nifas

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian
Masa nifas (puerperium) adalah masa sesudah persalinan yang
dimulai setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat-alat kandungan
kembali seperti keadaan sebelum hamil yang berlangusng kira-kira 6
minggu(Saifuddin, 2006 ; Helen Varney, 2008 ).
Infeksi nifas adalah infeksi pada dan melalui traktus genitalis setelah
persalinan (Saifuddin, 2006).

2.2 Etiologi
Menurut Lusa (2011), Infeksi nifas dapat disebabkan oleh
masuknya kuman kedalam organ kandungan maupun kuman dari luar yang
sering menyebabkan infeksi. Berdasarkan masuknya kuman kedalam organ
kandungan terbagi menjadi:
1. Ektogen (kuman datangdariluar)
2. Autogen (kuman daritempat lain)
3. Endogen (kuman dari jalanlahir sendiri)
Selain itu, infeksi nifas dapat disebabkanoleh:
1. Streptococcus Haemolyticus Aerobic
Streptococcus Haemolyticus Aerobic merupakanpenyebab infeksi yang
paling berat. Infeksi inibersifateksogen (misaldaripenderitalain, alat
yang tidaksteril, tanganpenolong, infeksi tenggorokan orang lain).
2. Staphylococcus Aerus
Cara masuk Staphylococcus Aerus secara eksogen, merupakan
penyebab infeksi sedang. Sering ditemukan di rumah sakit dan dalam
tenggorokan orang-orang yang Nampak sehat.

3
3. Escheria Coli
Escheria Coli berasal dari kandung kemih atau rektum. Escheria Coli
dapat menyebabkan infeksi terbatas pada perineum, vulva dan
endometrium. Kuman ini merupakan penyebab dari infeksi
traktusurinarius.
4. Clostridium Welchii
Clostridium Welchii bersifat anaerob dan jarang ditemukan akan tetapi
sangat berbahaya. Infeksi ini lebih sering terjadi pada abortus
kriminalis dan persalinan ditolong dukun.
2.3 Faktor Predisposisi
Menurut Saiffudin (2006) , dan Helen Varney (2008) faktor
predisposisi dari infeksi nifas, antara lain :
1. Kurang gizi atau malnutrisi
2. Anemia
3. Higiene
4. Kelelahan
5. Proses persalinan bermasalah, yaitu :
a. Partus lama (macet)
b. Persalinan lama khususnya dengan pecah ketuban
c. Manipulasi intra uteri
d. Trauma jaringan yang luas seperti laserasi yang tidak diperbaiki
e. Hematoma
f. Hemoragi
g. Korioamnionitis
h. Persalinan traumatik
i. Retensi sisa plasenta
j. Teknik aseptik tidak sempurna
6. Perawatan perineum tidak memadai
7. Infeksi vagina/serviks atau PMS yang tidak ditangani.

4
2.4 Tanda dan Gejala Infeksi nifas
1. Peningkatan suhu tubuh (38ºC atau lebih) yang terjadi antara hari
ke 2-10 postpartum
2. Tachicardia
3. Malaise umum
4. Nyeri
5. Lochea berbau tidak sedap
(Helen Varney, 2008)

2.5 Macam – Macam Infeksi Nifas


1. Endometritis
Endometritis adalah infeksi pada endometrium (lapisan dalam
dari rahim). (Manuaba, I.B. G., 1998). Endometritis adalah suatu
infeksi yag terjadi di endometrium, merupakan
komplikasi pascapartum, biasanya terjadi 48 sampai 72 jam setelah
melahirkan.
Tanda – tanda dan gejala
a. Peningkatan demam secara persisten hingga 40 derajat celcius
bergantung pada keparahan infeksi.
b. Takikardi
c. Suhu, 38 – 40 derajat celcius
d. Menggigil dengan infeksi berat
e. Nyeri tekan uterus menyebar secara lateral
f. Nyeri panggul dengan pemeriksaan bimanual
g. Subinvolusi
h. Distensi abdomen
i. Lokea sedikit dan tidak berbau, atau berbau tidak sedap, lochea
seropurulenta
j. Variableawitan bergantung pada organism dengan streptokokus
grup B muncul lebih awal

5
k. Hitung sel darah putih mungkin meningkat diluar leukosit
puerperium fisiologi

Endometitris dibedakan menjadi 2, yaitu :


1) Endrometritis akut
Terjadi pada masa postpartum. Endometritis post partum regenerasi
selesai pada hari ke 9, sehingga enometritis pada umumnya terjadi
pada hari ke 9. Pada endometritis akut biasanya endometrium
mengalami edema dan hiperemi dan pada pemeriksaan mikroskopik
terdapat hiperemi, edema dan infiltrasi leukosit berinti polimorf yang
banyak serta pendarahan interstitial. Sebab yang paling penting
adalah infeksi gonorea dan infeksi pada abortus dan partus.
Gejalanya :
a. Demam
b. Lochea berbau : pada endometritis post abortum kadang keluar
lochea purulent
c. Lochea lama berdarah malahan terjai metrorrhagi
d. Kalau radang tidak menjalar ke parametrium atau parametrium
tidak nyeri
Penatalaksanaan :
Dalam pengobatan enometritis akut yang paling penting adalah berusaha
agar infeksi tidak menjalar.
Terapi :
a. Uterotonika
b. Istirahat, letak fowler
c. Antibiotika
d. Endometritis senilis perlu dikuret untuk menyampingkan corpus
carsinoma. Dapat diberi estrogen.

6
2) Endometritis Kronik
Radang ini jarang dijumpai, namun biasa terjadi pada wanita
yang masih menstruasi. Dimana radang dapat terjadi pada lapisan
basalis yang tidak terbuang pada waktu menstruasi. Endometritis
kronik primaria dapat terjadi pada masa menopauese, dimana radang
tetap tinggal dan meluas sampai ke bagian endometrium lain.
Endometritis kronik ditandai dengan adanya sel-sel plasma pada
stroma. Penyebab yang paling umum adalah radang panggul, TBC,
dan klamidia. Pasien yang menderita endometritis kronis sebelumnya
mereka telah memiliki riwayat kanker leher rahim atau kanker
endometrium. Gejala endometritis kronis berupa noda darah yang
kotor dan keluhan sakit perut bagian bawah, leukorea serta kelainan
haid seperti menorhagia dan metrorraghia. Pengobatan tergantung
dari penyebabnya.
Endometritis kronis ditemukan :
a. Pada tuberkulosis
b. Jika tertinggal sisa abortus atau partus
c. Jika terdapat korpus alineum di kavum uteri
d. Pada polip uterus dengan infeksi
e. Pada tumor ganas uterus
Gejalanya :
a. Flour albus yang keluar dari ostium
b. Kelainan haid seperti metrorrhagi dan menorrhagi
Terapi :
a. Perlu dilakukan kuretase

2. Peritonitis
Terjadinya radang pada peritonium.Infeksi nifas dapat menyebar
melalui pembuluh di dalam uterus langsung mencapai peritonium dan
menyebabkan peritonitis, atau melalui jaringan di antara kedua lembar
ligamnetum latum yang menyebabkan parametritis.

7
Tanda-tanda peritonitis :
a. Peningkatan suhu tubuh,
b. Nadi cepat dan kecil,
c. Perut kembung dan nyeri, dan ada defense musculaire.
d. Muka yang semula kemerah-merahan menjadi pucat,
e. Mata cekung,
f. Kulit muka dingin,
g. Terdapat fasies hippocratica.
h. Pada peritonitis yang terbatas didaerah pelvis, gejala tidak seberat
peritonitis umum
Penanganan yang dapat dilakukan :
a. nasogastritik suction, berikan infus( Nacl atau Ringer Laktat),
b. antiobiotik sehingga bebas panas selama 24 jam ( ampisilin 2 gr
IV, kemudian 1 gr setiap 6 jam, ditambah gentamisin 5 mg/kg BB
IV dosis tunggal/hari dan metronidazole 500 mg IV setiap 8 jam).
c. Laparatomi dilakukan pembersihan perut (peritoneal lavage).

3. Bendungan Asi
Adalah pembendungan ASI karena penyempitan duktus laktiferi
atau karena pengosongan yang tidak sempurna atau karena kelainan
putting.( Mochtar, 1998).
Penyebab bendungan ASI
a. Bayi belum bisa menyusui sempurna/sedikit
b. Ibu tidak mau menyusui bayinya
c. Ibu tidak tahu perawatan payudara
Tanda – tanda bendungan ASI
a. Payudara bengkak dan keras
b. Payudara terasa panas dan nyeri
c. Putting lebih datar
d. Kulit payudara merah mengkilat

8
e. Areola lebih menonjol
f. Ibu merasa tidak nyaman
Pencegahan dapat dilakukan dengan cara :
a. Payudara sering disusukan
b. Gunakan BH yang menyangga
c. Kompres hangat / diperas seblm disusukan
d. Tehnik menyusui yang baik
Penatalaksanaan bendungan ASI
a. Bila ibu menyusui :
1) Susukan sesering mungkin ke2 payudara
2) Berikan tehnik menyusui yg benar
3) Untuk mengurangi rasa nyeri sebelum menyusui dikompres
panas dan dingin secara bergantian dan ASI diperas dulu serta
membasahi putting dengan ASI sebelum menyusui
4) Untuk mengurangi nyeri setelah menyusui :
 gunakan BH yg menyangga
 keluarkan sisa ASI
 kompres dingin
 berikan paracetamol 500mg s/ 4 jam
 Lakukan evaluasi setelah 3 hari
b. Bila ibu tidak menyusui:
1) Sangga payudara dg BH ketat
2) Kompres dingin pd payudara
3) Hindari pijat dan kompres hangat
4) Berikan paracetamol 500mg
5) Berikan lynoral atau stilbistrol 3 x 1 selama 3 hari ( kalau
perlu )
4. Infeksi Payudara
Dalam masa nifas dapat terjadi infeksi dan peradangan pada
mammae terutama pada primipara.Tanda-tanda adanya infeksi adalah
rasa panas dingin disertai dengan kenaikan suhu, penderita merasa lesu

9
dan tidak ada nafsu makan. Penyebab infeksi adalah staphilococcus
aureus. Mamae membesar dan nyeri dan pada suatu tempat, kulit
merah, membengkak sedikit, dan nyeri pada perabaan. Jika tidak ada
pengobatan bisa terjadi abses.
Berdasarkan tempatnya infeksi dibedakan menjadi :
a. Mastitis yang menyebabkan abses dibawah areola mamae.
b. Mastitis ditengah-tengah mammae yang menyebabkan abses
ditempat itu.
c. Mastitis pada jaringan dibawah dorsal dari kelenjar-kelenjar yang
menyebabkan abses antara mammae dan otot-otot dibawahnya.
Pencegahan
Perawatan putting susu pada laktasi merupakan usaha penting
untuk mencegah mastitis. Perawatan terdiri atas membersihkan putting
susu dengan minyak baby oil sebelum dan sesudah menyusui untuk
menghilangkan kerak dan susu yang sudah mengering. Selain itu juga
memberi pertolongan kepada ibu menyusui bayinya harus bebas
infeksi dengan stafilococus. Bila ada luka atau retak pada putting
sebaiknya bayi jangan menyusu pada mammae yang bersangkutan, dan
air susu dapat dikeluarkan dengan pijitan.
Pengobatan
Segera setelah mastitis ditemukan pemberian susu pada bayi
dihentikan dan diberikan pengobatan sebagai berikut :
a. Berikan kloksasilin 500 mg setiap 6 jam selama 10 hari.
b. Sangga payudara
c. Kompres dingin
d. Bila diperlukan berikan parasetamol 500 mg per oral setiap 4 jam.
e. Ikuti perkembangan 3 hari setelah pemberian pengobatan
Bila ada abses, nanah perlu dikeluarkan dengan sayatan sedikit
mungkin pada abses, dan nanah dikeluarkan sesudah itu dipasang
pipa ketengah abses, agar nanah bisa keluar. Untuk mencegah
kerusakan pada duktus laktiferus sayatan dibuat sejajar dengan

10
jalannya duktus-duktus. Atau jika terdapat masa padat, mengeras
dibawah kulit yang kemerahan :
f. Berikan antibiotik kloksasilin 500 mg per oral 4 kali sehari
selama 10 hari atau eritromisin 250 mg per oral 3 kali sehari
selama 10 hari
g. Drain abses :
- Anestesi umum dianjurkan
- Lakukan insisi radial dari batas puting ke lateral untuk
menghindari cidera atau duktus
- Gunakan sarung tangan steril
- Tampon longgar dengan kasa
- Lepaskan tampon 24 jam ganti dengan tampon kecil
h. Jika masih banyak pus tetap berikan tampon dalam lubang dan
buka tepinya
i. Yakinkan ibu tetap menggunakan kutang
j. Berikan paracetamol 500 mg bila perlu
k. Evaluasi 3 hari
5. Thrombophlebitis
Penjalaran infeksi melalui vena. Sering terjadi dan
menyebabkan kematian. Dua golongan vena yg memegang peranan
yaitu:
1. Vena-vena dinding rahim lig. Latum (vena ovarica, vena uterina,
dan vena hipogastrika) atau disebut tromboplebitis pelvic
2. Vena-vena tungkai (vena femoralis, poplitea, dan saphena) atau
disebut tromboplebitis femoralis
Tromboplebitis pelvic
a. Yg paling sering meradang adalah vena ovarica, karena pd vena
ini mengalirkan darah dr luka bekas plasenta.
b. Penjalarannya yaitu dr vena ovarica kiri ke vena renalis, vena
ovarica kanan ke cava inferior

11
Ciri – ciri dari pelviotromboflebitis, antara lain :
a. Nyeri terdapat pada perut bagian bawah dan atau perut bagian
samping
b. Timbul pada hari ke 2-3 masa nifas dengan atau tanpa panas.
Tromboplebitis femoralis
a. Dari trombophelebitis vena saphena magna atau peradangan vena
femoralis sndr
b. Penjalaran thrombophebitis vena terin
c. Akibat parametritis : thrombophlebitis pd vena femoralis mgkn tjd
krn aliran darah lambat didaerah lipat paha krn vena tertekan
lig.inguinale.
d. Thrombophlebitis femoralis tjd oedem tungkai yg mulai pd jari
kaki dan naik ke kaki, betis, dan paha. Biasanya hanya 1 kaki yg
bengkak tapi kadagn keduanya.
e. Penyakit ini dikenal dgn nama phlegmasia alba dolens(radang yg
putih & nyeri)
Ciri – ciri dari tromboflebitis femoralis, antara lain :
a. Keadaan umum tetap baik
b. Suhu badan subfebris selama 7-10 hari
c. Suhu mendadak naik kira-kira pada hari 10-20 dan disertai dengan
menggigil dan nyeri sekali
6. Luka Perineum
Luka akan menjadi nyeri, merah dan bengkak akhirnya luka
terbuka dan mengeluarkan getah bernanah. Fase – fase penyembuhan
luka menurut Smeltzer (2002 : 490) adalah sebagai berikut:
1. Fase Inflamasi, berlangsung selama 1 sampai 4 hari.
Respons vascular dan selular terjadi ketika jaringan teropong atau
mengalami cidera. Vasokonstriksi pembuluh darah terjadi dan
bekuan fibrinoplatelet terbentuk dalam upaya untuk mengontrol
perdarahan. Reaksi ini berlangsung 5 menit sampai 10 menit dan
diikuti oleh vasodilatasi vanula Mikrosirkulasi kehilangan

12
kemampuan vasokonstriksinya karena norepineprin dirusak oleh
enzim intra selular. Juga histamine dilepaskan yang meningkatkan
permeabelitas kapiler ketika mikrosirkulasi mengalami kerusakan,
elemen darah seperti antibody, plasma protein, elektrolit,
komlemen dan air menembus spasium vascular selama 2 sampai 3
hari menyebabkan edema terabahangat, kemerahan dan nyeri.
2. Fase Proliferatif, berlangsung 5 sampai 20 hari.
Fibroblas memperbanyak diri dan membentuk jaring-jaring untuk
sel-sel yang bermigrasi. Sel-sel epitel membentuk kuncup pada
pinggiran luka; kuncup ini berkembang menjadi kapiler, yang
merupakan sumber nutrisi bagi jaringan granulasi yang
baru.Setelah 2 minggu, lukahanyamemiliki 3 % sampai 5% dari
kekuatan aslinya. Sampai akhir bulan, hanya 35% sampai 59%
kekuatan luka tercapai. Tidak akan lebih dari 70% sampai 80%
kekuatan dicapai kembali. Banyak vitamin, terutama vitamin C,
membantu dalam proses metabolisme yang terlibat dalam
penyembuhan luka.
3. Fase Maturasi, berlangsung 21 hari sampai sebulan atau bahkan
tahunan. Sekitar 3 minggu setelah cedera, fibroblast mulai
meninggalkan luka. Jaringan parut tampak besar, sampai fibril
kolagen menyusun kedalam posisi yang lebih padat. Hal ini,
sejalan dengan dehidrasi, mengurangi jaringan parut tetapi
meningkatkan kekuatannya. Maturasi jaringan seperti ini terus
berlanjut dan mencapai kekuatan maksimum dalam 10 atau 12
minggu, tetapi tidak pernah mencapai kekuatan asalnya dari
jaringan sebelum luka.
Robekan perineum dapatdibagiatas 4 derajat:
a. Derajat I:mukosa vagina, komisura posterior, kulit pireneum
b. Derajar II:mukosa vagina, komisura posterior, kulit perineum, otot
perineum.

13
c. Derajat III:mukosa vagina, komisura posterior, kulit perineum, otot
perineum, otot sfingter ani.
d. Derajar IV:mukosa vagina, komisura posterior, kulit perineum, otot
perineum, otot sfingter ani, dinding depan rektum. (Sulistyawati &
Nugraheny, 2010;h.18).
Penjahitan laserasi perineum
Tujuan dari dilakukanya penjahitan pada laserasi pereneum
adalah menyatukan kembali jaringan tubuh dan mencegah kehilangan
darah yang tidak perlu. Setiap dilakukan penusukan jarum saat
menjahit, kita sama saja membuat suatu luka baru pada jaringan, oleh
karna itu upaya penjahitan sesedikit mungkin namun dengan hasil
perapatan jaringan semaksimal mungkin. Jika episotomi sudah
dilakukan, lakukan penilaian dengan hati-hati untuk memastikan
lukanya tidak meluas. Sebisa mungkin gunakan teknik jahitan
jelujur. Jika ada sayatan yang terlalu dalam hingga mencapai lapisan
otot, mungkin diperlukan penjahitan terputus untuk merapatkan
jaringan. (Sulistyawati & Nugraheny, 2010; h. 185-192)
Penanganan
Perawatan perineum adalah pemenuhan kebutuhan untuk
menyehatkan daerah antara paha yang dibatasi vulva dan anus pada ibu
yang dalam masa antara kelahiran plasenta sampai dengan kembalinya
organ genetik seperti pada waktu sebelum hamil.(Rukiyah dkk, 2011;
h.125).
1. Tujuanperawatan perineum
Tujuan perawatan perineum menurut Hamilton adalah mancegah
terjadinya infeksi sehubungan dengan penyembuhan jaringan.
(Rukiyah dkk, 2011; h.125).
2. Lingkup perawatan perineum
Lingkupperawatan perineum adalah mencegah kontaminasi dari
rectum, menanganidenganlembutpadajaringan yang terkena trauma,

14
bersihkansemuakeluaran yang menjadisumberbakteridanbau.
(Rukiyah, 2011; h. 125).
3. Waktuperawatan perineum
Menurut feerer perawatan perineum adalah:
a. Saat mandi: pada saat mandi ibu post partum pasti melepas
pembalut, setelah terbuka maka ada kemungkinan terjadi
kontaminasi bakteri pada cairan yang tertampung pada pembalut,
demikian pula pada perineum ibu, untuk itu diperlukan
pembersihan perineum. (Rukiyah dkk, 2011; h.125).
b. Setelah buang air kecil: pada saat buang air kecil kemungkinan
besar terjadi kontaminasi air seni pada rectum akibatnya dapat
memicu pertumbuhan bakteri pada perineum untuk itu diperlukan
pembersihan perineum.
(Rukiyah dkk, 2011; h.126).
b. Setelah buang air besar: pada saat buang air besar, diperlukan
pembersihan sisa-sisa kotoran di sekitar anus ke perineum yang
letaknya besebelahan maka diperlukan proses pembersihan anus
dan perineum secara keseluruhan. (Rukiyah dkk, 2011; h. 126)
4. Faktor yang mempengaruhi perawatan perineum
a. Gizi: faktor gizi terutama protein akan sangat mempengaruhi
terhadap proses penyembuhan luka pada perineum karna
penggantian jaringan sangat membutuhkan protein.
b. Obat-obatan: Steroid: dapat menyamarkan adanya infeksi dengan
mengganggu respon inflamasi normal; antikoagulan: dapat
menyebabkan hemoragi, Antibiotik spektrum luas/spesifik: efek
bila diberikan segera sebelum pembedahan untuk patologi spesifik
atau kontaminasi bakteri. Jika diberikan setelah luka ditutup, tidak
efektif karna koagulasi intrvaskular.
b. Keturunan: sifat genetik seseorang akan mempengaruhi
kemampuan dirinya dalam penyembuhan luka. Salah satu sifat
genetik yang mempengaruhi penyembuhan luka adalah

15
kemampuan dalam sekresi insulin dapat dihambat, sehingga
menyebabkan glukosa darah meningkat. Dapat terjadi penipisan
protein-kalori.
c. Sarana prasarana: kemampuan ibu dalam menyediakan sarana dan
prasarana dalam perawatan perineum akan sangat mempengaruhi
penyembuhan perineum, misalnya kemampuan ibu dalam
menyediakan antiseptik.
d. Budaya dan keyakinan: budaya dan keyakinan akan mempengaruhi
penyembuhan perineum, misalnya kebiasaan terak telur, ikan dan
daging ayam, akan mempengaruhi asupan gizi ibu yang akan
sangat mempengaruhi penyembuhan luka.
(Rukiyah & Yulianti, 2010; h. 362-363)
5. Dampakperawatanluka perineum yang tidakbenar
1) Infeksi : Kondisi perineum yangterkena lokia dan lembab akan
sangat menunjang perkembangbiakan bakteri yang dapat
menyebabkan timbulnya infeksi pada perineum.
2) Komplikasi: Munculnya infeksi perineum dapat merambat pada
saluran kandung kemih ataupun pada jalan lahir yang dapat
berakibat pada munculnya kompikasi infeksi kandung kemih
maupun infeksi pada jalan lahir.
3) Kematian ibu post partum: Penanganan komplikasi yang lambat
dapat menyebabkan terjadinya kematian ibu pada post partum
mengingat kondisi fisik ibu post partum masih lemah. (Rukiyah &
Yulianti, 2010; h. 363).

16
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Masa nifas (puerperium) adalah masa sesudah persalinan yang dimulai
setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali
seperti keadaan sebelum hamil yang berlangusng kira-kira 6 minggu
Infeksi nifas dapatdisebabkan oleh masuknya kuman kedalam organ
kandungan maupun kuman dari luar yang sering menyebabkan infeksi.
Berdasarkan masuknya kuman kedalam organ kandungan terbagi menjadi
Ektogen (kuman datangdariluar), Autogen (kuman daritempat lain),
Endogen (kuman dari jalanlahir sendiri). Dan juga ada berbagai macam
infeksi nifas, seperti endometritis,peritonitis, bendungan asi, infeksi
payudara, thrombophlebitis, luka perineum.

17
DAFTAR PUSTAKA

Maternal Dan Neonatal. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo


Manuaba Gde Ida Bagus.1999. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita.
Jakarta: Arcan
Saleha, 2009. Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas. Jakarta: Salemba Medika.
(hlm: 109-110)
Suherni, 2007. Perawatan Masa Nifas. Yogyakarta: Fitramaya. (hlm: 56-57).
Prawirohardjo Sarwono. 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta:PT Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo
Prawirohardjo Sarwono. 2008. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan
http://chiyapuri.blogspot.co.id/2014/07/semester-4-dont-re-upload-kk-2.html

18

Anda mungkin juga menyukai