Anda di halaman 1dari 14

PRAKTIKUM V

JUDUL PERCOBAAN : KROMATOGRAFI KOLOM


TANGGAL PERCOBAAN : 30 Mei 2016

1. LATAR BELAKANG
1.1. Definisi Kromatografi Lapis Tipis
Istilah kromatografi berasal dari bahasa Latin chroma berarti warna dan
graphien berarti menulis. Kromatografi pertama kali diperkenalkan oleh Michael
Tswest (1903) seorang ahli botani dari Rusia. Michael Tswest dalam
percobaannya ia berhasil memisahkan klorofil dan pigmen-pigmen warna lain
dalam ekstrak tumbuhan dengan menggunakan serbuk kalsium karbonat yang
diisikan ke dalam kaca dan petroleum eter sebagai pelarut. (Alimin, 2007).
Kromatografi lapis tipis (KLT) adalah salah satu metode pemisahan
komponen menggunakan fasa dalam berupa plat dengan lapisan bahan adsorben
inert KLT merupakan salah jenis kromatografi analitik. KLT sering digunakan
untuk identifikasi awal, karena banyak keuntungan menggunakan KLT,
diantaranya adalah sederhana dan murah. (Sudjadi, 1988).
Kromatografi adalah cara pemisahan campuran yang didasarkan atas
perbedaan distribusi dari komponen campuran tersebut diantara dua fase, yaitu
fase diam (stationary) dan fase bergerak .Fase diam dapat berupa zat padat atau
zat cair, sedangkan fase bergerak dapat berupa zat cair atau gas. (Estien, 2005).

1.2. Metode Kromatografi


Kromatografi lapis tipis merupakan cara pemisahan campuran senyawa
menjadi senyawa murni dan mengetahui kuantitasnya yang menggunakan
kromatografi juga merupakan analisis cepat yang memerlukan bahan sangat
sedikit, baik menyerap maupun merupakan cuplikan KLT dapat digunakan untuk
memisahkan senyawa-senyawa yang sifatnya hidrofilik seperti lipid-lipid dan
hidrokarbon yang sukar dikerjakan dengan kromatografi kertas. KLT juga dapat
digunakan untuk mencari kromatografi kolom, identifikasi senyawa secara
kromatografi dengan sifat kelarutan senyawa yang dianalisis. Bahan lapis tipis

1
seperti silika gel adalah senyawa yang tidak bereaksi dengan pereaksi-pereaksi
yang lebih reaktif seperti asam sulfat. (Fessenden, 2003).

1.3. Jurnal penelitian tedahulu tentang destilasi minyak.


Menurut jurnal Wardhani,dkk (2012) mengenai Uji Aktivitas Antibakteri
dari Ekstrak Etil Asetat Daun Binahongo (Anredera scandens (L.) Terhadap
Shigella flexneri Beserta Profil Kromatografi Lapis Tipis, bahwasannya menguji
aktivitas anti bakteri dari ekstrak etil asetat daun binahongo terhadap Shigella
flexneri dengan metode kromatografi lapis tipis. Kromatografi Lapis Tipis
dilakukan dengan fase gerak adalah kloroform : metanol dengan perbandingan
(9:1), sedangkan fase diam yang digunakan adalah Silica Gel 60 F254 dengan jarak
elusi 8 cm. Cuplikan dibuat dengan konsentrasi 1% dan ditotolkan sebanyak 5
totolan dengan menggunakan pipa kapiler, setiap penotolan dilakukan setelah
totolan sebelumnya dikeringkan.
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan bahwa ekstrak etil asetat daun
binahong (Anredera scandens L) mempunyai aktivitas antibakteri terhadap
Shigella flexneri secara invitro. Nilai Kadar Bunuh Minimum (KBM) ekstrak etil
asetat daun binahong (Anredera scandens L.) terhadap Shigella flexneri adalah
8%. Pada pemeriksaan profil kromatografi menunjukkan ekstrak etil asetat daun
binahong (Anredera scandens L.) mengandung senyawa polifenol dan saponin.
Pada penelitian selanjutnya dalam jurnal Validasi Metode Kromatografi
Lapis Tipis Densitometri Untuk Penetapan Kadar Kolkisin Dalam Infus Daun
Kembang Sungsang (Gloriosa Superba Linn), merupakan sampel diekstraksi
menggunakan kloroform karena kloroform dapat melarutkan kolkisin dengan baik
serta merupakan bahan yang praktis tidak bercampur dengan air.
Penetapan kadar dalam kolkisin dalam infus kering dilakukan dengan
menggunakan kurva baku pada plat KLT yang sama. Setiap data yang diperoleh
berdasarkan rata-rata dalam 2 noda dari preparasi yang sama, dengan demikian
hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa metode KLT densitometri dari
penetapan kadar kolkisin dalam infus daun Gloriosa superba Linn ini valid dan
memenuhi syarat AOAC untuk analisis analit dengan kadar 1 ppm, meliputi

2
selektivitas (Rs = 2,14 dan 3,5) linieritas (r = 0,9965), akurasi (85,77% ± 6,39%)
dan presisi (7,45 %). (Hilmi.,dkk, 2013).
Selanjutnya yang terakhir jurnal tentang KLT yang membahas tentang
Pengembangan dan Validasi Metode Kromatografi Lapis Tipis Densitometri
untuk Analisis Pewarna Merah Sintentik pada Beberapa Merek Saus Sambal
Sachet, yaitu saus sambel sachet A, B dan C yang mengandung pewarna merah
sintetik diambil ditiga tempat makanan cepat saji dikota padang. Pewarna merah
sintetik merupakan salah satu bahan tambahan pangan yang digunakan oleh
produsen pangan untuk memberikan sensasi warna pada produk pangannya.
Metode yang presisi untuk analisis bahan tambahan pangan ini adalah
kromatografi lapis tipis (KLT) densitometri. Pengembangan dan validasi metode
KLT untuk pemisahan secara kromatografi digunakan pelat silica GF254 dengan
fasa gerak campuran etanol, butanol, aquadest (4 : 5 : 5) dan bercak yang nampak
dideteksi secara visual. Sebuah bercak merah pada sampel B teridentifikasi
mengandung ponceau 4R dengan nilai Rf 0,76 dan dilanjutkan dengan analisis
kadar dengan densitometry. Linieritas metode yang dilakukan ditemukan pada
rentang 2-10 μg/ml dengan koefisien korelasi 0,994. Presisi intraday ditunjukkan
dari standar deviasi relative 1,11% dan interday 2,69%. Akurasi metode
ditunjukkan dari persentase perolehan kembali terhadap 3 konsentrasi yang
berbeda dengan persentase rata-rata 108,17%. Batas deteksi dan batas kuatitasi
yang didapatkan adalah 0,8306 μg/ml dan 2,7687 μg/ml. Kadar ponceau 4R yang
dikandung dalam sampel B adalah 11,9520 mg/kg bahan yang tidak melebihi
batas maksimum penggunaan bahan pewarna menurut peraturan di atas yakni
70mg/kg bahan. (Armin.,dkk, 2013).

2. TUJUAN PERCOBAAN
Adapun tujuan percobaan ini adalah untuk memisahkan komponen
campuran zat berdasarkan afinitas komponen zat terhadap fasa diam (zat
penyerap).

3
3. TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Kromatografi Lapis Tipis (KLT).
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) pertama kali dikembangkan oleh
Ismailoff dan Schraiber pada tahun 1938. KLT merupakan bentuk kromatografi
planar , yang fase diamnya berupa lapisan seragam (uniform) pada permukaan
bidng datar yang didukung oleh lempeng kaca, plat aluminium, atau plat plastik.
(Gandjar, 2007).
Kromatografi lapis tipis (KLT) adalah salah satu metode isolasi yang
terjadi berdasarkan perbedaan daya serap (adsorpsi) dan daya partisi serta
kelarutan dari komponen-komponen kimia yang akan bergerak mengikuti
kepolaran eluen. Oleh karena daya serap adsorben terhadap komponen kimia tidak
sama, maka komponen bergerak dengan kecepatan yang berbeda sehingga hal
inilah yang menyebabkan pemisahan. (Hostettmann, 1995).

3.2 Prinsip Kerja Kromatografi Lapis Tipis (KLT)


Prinsip kerja kromatografi lapis tipis adalah Pada dasarnya KLT
digunakan untuk memisahkan komponen-komponen berdasarkan perbedaan
adsorpsi atau partisi oleh fase diamnya di bawah gerakan pelarut pengembang.
KLT sangat mirip dengan kromatografi kertas, terutama pada cara
pelaksanaannya. Perbedaan nyata terlihat pada fase diamnya atau media
pemisahnya yakni digunakan lapisan tipis adsorben sebagai pengganti kertas.
Pada proses pemisahan dengan kromatografi lapis tipis, terjadi hubungan
kesetimbangan antara fase diam dan fasa gerak, dimana ada interaksi antara
permukaan fase diam dengan gugus fungsi senyawa organik yang akan
diidentifikasi yang telah berinteraksi dengan fasa geraknya. (Hostettmann, 1995).
Faktor-faktor yang mempengaruhi gerakan noda dalam kromatografi lapisan
tipis yang juga mempengaruhi harga Rf adalah :
1. Struktur kimia dari senyawa yang sedang dipisahkan.
2. Sifat dari penyerap dan derajat aktifitasnya.
3. Pelarut (dan derajat kemurniannya) fase bergerak.

4
4. Jumlah cuplikan yang digunakan.
5. Pelarut (dan derajat kemurniannya) fase bergerak.
6. Jumlah cuplikan yang digunakan.
7. Derajat kejenuhan dan uap dalam bejana pengembangan yang digunakan..
8. Kesetimbangan dan suhu.
Kromatografi lapis tipis memiliki kelebihan dan kekurangan sebagai
berikut :
a. Kelebihan KLT
1. KLT lebih banyak digunakan untuk tujuan analisis. KLT juga diterapkan
pada bidang farmasi, biokimia dan produk makanan.
2. Identifikasi pemisahan komponen dapat dilakukan dengan pereaksi warna,
fluoresensi, atau dengan radiasi menggunakan sinar ultraviolet.
3. Ketepatan penentuan kadar akan lebih baik karena komponen yang akan
ditentukan merupakan bercak yang tidak bergerak.
4. Biaya yang dibutuhkan terjangkau.
5. Jumlah perlengkapan sedikit.
6. Preparasi sample yang mudah.
7. Dapat untuk memisahkan senyawa hidrofobik (lipid dan hidrokarbon)
yang dengan metode kertas tidak bisa. (Gandjar, 2007).
b. Kekurangan KLT
1. Butuh ketekunan dan kesabaran yang ekstra untuk mendapatkan
bercak/noda yang diharapkan.
2. Butuh sistem trial and eror untuk menentukan sistem eluen yang cocok.
3. Memerlukan waktu yang cukup lama jika dilakukan secara tidak tekun.
(Gandjar, 2007).

5
4. ALAT DAN BAHAN
4.1 Alat
No Nama Alat Ukuran Jumlah Gambar

1 Gelas ukur 100 ml 1

2 Corong - 1

3 Gelas kimia 250 mL 1

4 Kertas saring - 1

5
Pemanas - 1

6
6 Pipa kapiler -

7 Pipet volum 25 mL

4.2 Bahan
No Nama Alat Ukuran Jumlah Gambar

1 Rimpang kunyit 55 gram -

Mudah
menguap,
2 Etanol 15 tetes mudah
terbakar dan
irritant

7
3 Kloroform 35 tetes Oxsidasi

Mudah
4 n- heksana 40 mL terbakar dan
toxic

Flammable
5 1- butanol 100 mL dan Mudah
menguap

5. PROSEDUR KERJA DAN PENGAMATAN


No Prosedur kerja Pengamatan Reaksi
1 Kedalam kolom yang -
bersih dimasukkan
penjerap aluminium
oksida yang dibasahi
dengan air (menjadi
larutan kental)
setinggi 10 cm.

8
2 Melalui corong pisah,
ditambahkan pelarut
1-butanol (eluen)
hingga mencapai 1 cm
di atas permukaan
penyerap (agar
penyerap tidak sampai
kering).

3 Dimasukkan 5 mL
sampel (larutan
KMnO4 dan larutan
K2Cr2O7). Kemudian
dibuka keran kolom
biarkan cairan dalam
kolom turun
membawa komponen
campuran dengan
kecepatan berbeda.

9
4 Setiap komponen
diperoleh hasilnya
fraksi 1 pelarut yang
bercampur berwarna
keruh, fraksi 2
K2Cr2O7 (nonpolar)
berwarna kuning
dengan menghasilkan
ekstrak 10 mL, dan
fraksi 3 menghasilkan
larutan tidak berwarna
(pelarutnya
bercampur).

6. PEMBAHASAN
6.1 Kromatografi Kolom
Pada percobaan yang telah dipraktikumkan pada kromatografi kolom,
pertama kedalam kolom yang bersih dimasukkan penyerap aluminium oksida
yang bersifat polar, lalu ditambahkan n-heksana melalui corong pisah. Setelah
dimasukkan tunggu beberapa saat lalu dimasukkan 1-butanol perbandingannya
yaitu 8 : 2 dengan 2 mL 1-butanol. Selanjutnya cairan diturunkan sampai habis
hingga melewati silica (fase diamnya), larutan yang diturunkan tersebut disebut
fraksi. Seterusnya dimasukkan 1 mL kalium permanganat dan 1 mL K2Cr2O7
dimasukkan kedalam kolom lalu dibuka keran kolom dibiarkan cairan turun
sampai habis melewati fase diam (silica) ditampung cairan tesebut ditempat yang
berbeda. Jadi menghasilkan fraksi 1 pelarut yang bercampur berwarna keruh,
fraksi 2 K2Cr2O7 (nonpolar) berwarna kuning dengan menghasilkan ekstrak 10
mL, dan fraksi 3 menghasilkan larutan tidak berwarna (pelarutnya bercampur).
Berdasrkan percobaan diatas berkaitan dengan jurnal Armin,dkk (2013),
sampelnya saja yang membedakan yaitu tentang Pengembangan dan Validasi
Metode Kromatografi Lapis Tipis Densitometri untuk Analisis Pewarna Merah

10
Sintentik pada Beberapa Merek Saus Sambal Sachet, metode yang digunakan
pada jurnal ini yaitu KLT

7. PENUTUP
7.1 Kesimpulan
Dari hasil percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa pada
kromatografi kolom hasil yang didapatkan yaitu fraksi 1 pelarut yang bercampur
berwarna keruh, fraksi 2 K2Cr2O7 (nonpolar) berwarna kuning dengan
menghasilkan ekstrak 10 mL, dan fraksi 3 menghasilkan larutan tidak berwarna
(pelarutnya bercampur).

7.2 Saran
1. Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan disarankan agar dapat
memanfaatkan waktu seefesien mungkin.
2. Diamati segala perubahan yang terjadi pada setiap sampel larutan.
3. Alat-alat dapat digunakan oleh praktikan dalam laboratorium secara
hati-hati.
4. Untuk asisten janganlah bosan dalam mengawasi jalannya praktikum
yang dilakukan praktikan dalam laboratorium diharapkan agar dapat
lebih baik untuk mengurangi faktor kesalahan pada praktikum.
5. Kepada praktikan agar dapat mematuhi prosedur keselamatan kerja.

11
8. DAFTAR PUSTAKA
Alimin, Muh. Yunus dan Irfan Idris. 2007. Kimia Analitik. Makassar: Alauddin
Press.
Armin Fithriani, Bita Revira, dan Adek Zamrud Adnan. (2015). Pengembangan
dan Validasi Metode Kromatografi Lapis Tipis Densitometri untuk
Analisis Pewarna Merah Sintentik pada Beberapa Merek Saus
Sambal Sachet. Jurnal sains Farmasi. Vol 2. Tahun 2015. No 2.
Hal 60-62.
Estien Yazid. 2005. Kimia Fisika untuk Paramedis. Yogyakarta: Andi
Fessenden. 2003. Kimia Organik. Jakarta : Erlangga
Gandjar, IG dan Rohman, A. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta :
Pustaka Pelajar
Hilmi Auliya, Sudjarwo dan Asri Darmawati. (2013). Validasi Metode
Kromatografi Lapis Tipis Densitometri Untuk Penetapan Kadar
Kolkisin Dalam Infus Daun Kembang Sungsang (Gloriosa superba
Linn). Jurnal Kimia. Vol 1. Tahun 2013. No 2. Hal 269-270

12
Hostettmann K, Hostettmann M, Marston A. 1995. Cara Kromatografi
Preparatif. Bandung : ITB
Sudjadi. 1988. Metode Pemisahan. Jakarta : Kanisius
Wardhani, Lilies Kusuma dan Nanik Sulistyani. (2012). Uji Aktivitas
Antibakteri dari Ekstrak Etil Asetat Daun Binahongo (Anredera
scandens (L.) Terhadap Shigella flexneri Beserta Profil
Kromatografi Lapis Tipis. Jurnal Ilmiah Kefarmasian. Vol 2.
Tahun 2012. No 1. Hal 1-16.

BAGAN ALIR
Kromatografi Kolom

Aluminium Oksida

 Dibasahi dengan air setinggi 10 cm


 Dimasukkan kedalam kolom yang
bersih
 Ditambah 1-butanol (eluen) dan
n-heksana
 Dimasukkan 1 mL KMnO4 dan 1
mL K2Cr2O7
 Dibuka keran sampai cairan tersebut
turun

Sampai habis melewati


silica

13
 Cairan ditampung ditempat berbeda

fraksi 1 pelarut yang bercampur berwarna keruh, fraksi


2 K2Cr2O7 (nonpolar) berwarna kuning dengan
menghasilkan ekstrak 10 mL, dan fraksi 3
menghasilkan larutan tidak berwarna (pelarutnya
bercampur).

14

Anda mungkin juga menyukai