Anda di halaman 1dari 17

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Belajar, Pembelajaran dan Hasil Belajar


2.1.1. Pengertian Belajar
Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan siswa untuk memperoleh

perubahan tingkah laku yang baru sebagai pengalaman siswa itu sendiri.Siswa

dikatakan belajar atau tidak sangat tergantung kepada kebutuhan dan motivasinya.

Kebutuhan dan motivasi menjadi tujuan dalam belajar, kondisi belajar mengajar

yang efektif adalah adanya minat dan perhatian siswa dalam belajar. Minat besar

pengaruhnya terhadap belajar karena dengan minat siswa akan melakukan sesuatu

yang diminati (Tonang, 2008).Salah satu pertanda siswa telah belajar adalah

adanya perubahan tingkah laku dalam dirinya. Perubahan tingkah laku tersebut

menyangkut perubahan yang bersifat pengetahuan (kognitif) dan keterampilan

(psikomotor) maupun yang menyangkut nilai dan sikap (afektif) (Thobroni &

Mustofa, 2013).

Menurut Slameto (2003) belajar bertujuan untuk mendapatkan

pengetahuan, sikap, kecakapan, dan keterampilan cara-cara yang dipakai itu akan

menjadi kebiasaan. Belajar juga merupakan suatu proses dari diri seseorang yang

berupaya untuk mencapai tujuan belajar atau yang biasa disebut hasil belajar. Hal

lain yang terkait dalam belajar adalah pengalaman, baik yang terbentuk melalui

interaksi dengan orang lain ataupun dengan lingkungannya.


Ada beberapa teori belajar yaitu sebagai berikut :

a. John Dewey

Menurut Dahar (2011) teori belajar John Dewey adalah metode reflektif di

dalam pemecahan masalah, dimana suatu proses berpikir siswa lebih aktif

dilandasi proses berpikir ke arah kesimpulan-kesimpulan melalui lima langkah

yaitu :

1. Siswa mengenali suatu masalah, masalah tersebut ada dari diri siswa itu

sendiri.

2. Siswa akan membahas kesulitannya dan menentukan masalah yang

dihadapinya.

3. Siswa mengumpulkan hasil yang dibahas dan mengumpulkan berbagai

permasalahan.

4. Siswa mengutarakan pemecahan masalah dari permasalahan tersebut.

b. R. Gagne

Terhadap masalah belajar Gagne memberikan dua definisi belajar, belajar

adalah suatu proses untuk memperoleh motivasi, pengetahuan, keterampilan,

kebiasaan dan tingkah laku siswa. Belajar juga berhubungan dengan pengetahuan

atau keterampilan yang diperoleh dari pendidik. Gagne mengatakan pula bahwa

segala sesuatu yang dipelajari oleh siswa dapat dibagi menjadi 5 kategori yang

disebut “The domains of Learning” yaitu :

1. Keterampilan motorik (motor skill), siswa harus terampil atau aktif dalam di

dalam pembelajaran.
2. Informasi verbal, siswa dapat menjelaskan sesuatu yang telah dipelajarinya dari

yang mereka pahami dalam proses belajar.

3. Kemampuan intelektual, siswa melakukan interaksi dengan pendidik, dan

teman sehingga timbulnya interaksi dalam belajar. Kemampuan interaksi

dalam belajar ini inilah yang disebut “kemampuan intelektual”.

4. Strategi kognitif, keterampilan dalam diri siswa sejauh mana mereka terampil,

mengingat dan berpikir dalam proses belajar.

5. Sikap, kemampuan ini tidak tergantung atau dipengaruhi oleh domain yang

lain. Sikap baik atau buruk itu mucul didalam diri masing-masing tanpa

kemampuan sikap ini belajar tidak akan berhasil dengan baik (Slameto, 2010).

Menurut Hutapea (2004) fase-fase belajar menurut Gagne yaitu :

1. Fase motivasi (Motivation phase).

Fase motivasi adalah pemberian harapan kepada siswa bahwa dengan

belajar mereka akan mendapat “hadiah”. Hadiah disini adalah pelajaran yang

dipelajari dapat memenuhi keingintahuan mereka tentang suatu pokok bahasan.

Pemberian motivasi memungkinkan siswa berusaha mencapai tujuan yang telah

ditetapkan. Pemberian motivasi ini dapat dilakukan secara instrinsik/ekstrinsik.

Motivasi instrinsik dapat membangkitkan semangat belajar siswa, misalnya

seorang siswa belajar karena ingin mendapatkan pengetahuan, sikap, dan

keterampilan, ia akan melakukan aktivitas belajar dengan tekun dan sungguh-

sungguh tanpa harus ditugaskan dan didorong oleh guru.

Motivasi ekstrinsik dapat mempengaruhi semangat belajar yang timbul

dari luar diri siswa misalnya pemberian motivasi, pengajar menarik perhatian
siswa dengan menceritakan kegunaan materi ajar yang dikaitkan dengan

kehidupan sehari-hari. Jika guru mampu menarik perhatian siswa, maka hal itu

merupakan pertanda bahwa dalam diri siswa timbul motivasi atau rasa ingin tahu

untuk mempelajari suatu materi pelajaran yang disajikan oleh guru.

2. Fase Pengenalan (Apprehending phase)

Siswa harus memberikan perhatian pada proses pembelajaran, misalnya

siswa memperhatikan aspek-aspek yang penting tentang pembelajaran yang

diberikan oleh guru atau tentang gagasan-gagasan utama dalam buku. Guru dapat

memfokuskan perhatian kepada siswa terhadap informasi yang disampaikan. Ini

berarti serangkaian stimulus yang diterima peserta didik, merupakan tanggapan

yang selektif. Terjadinya tanggapan selektif itu karena guru memberikan stimulus

sehinggaguru harus dapat membentuk stimulus eksternal yang berbeda-beda..

Dengan stimulus eksternal yang berbeda-beda itu siswa memperhatikan adanya

informasi yang penting dan relevan sehingga sangat membantu kegaiatan belajar.

3. Fase Perolehan (Acquisition phase)

Siswa memperhatikan informasi dan siap menerima pelajaran. Informasi

yang disajikan tidak langsung disimpan dalam memori. Informasi itu diubah

menjadi bentuk yang bermakna yang dihubungkan dengan informasi yang telah

ada dalam memori siswa. Suatu informasi dapat diubah oleh siswa menjadi

bermakna sehingga dapat dihubungkan dengan informasi yang telah ada dalam

ingatannya.
4. Fase Retensi (Retention phase)

Informasi baru yang diperoleh harus dipindahkan dari memori jangka

pendek (short term memory) ke memori jangka panjang (long term memory). Ini

dapat terjadi melalui pengulangan kembali, praktek, elaborasi, dan sebagainya.

5. Fase pemanggilan (Recall phase)

Fase ini merupakan kemampuan mengungkap/memanggil keluar informasi

yang telah dimiliki dan disimpan dalam ingatan. Proses menggali ingatan dapat

dipengaruhi oleh stimulus eksternal. Dalam proses ini, siswa kehilangan kontak

(hubungan) dengan informasi yang ada dalam “ingatan jangka panjang” (long

term memory). Maka pengajar harus memberikan stimulus eksternal atau

memberikan teknik khusus untuk dapat mengeluarkan informasi yang tersimpan

dalam ingatan. Misalnya, memberikan informasi yang relevan kemudian meminta

siswa untuk mencari kaitannya.

6. Fase generalisasi (Generalization phase)

Generalisasi atau menyalurkan informasi pada situasi-situasi baru

merupakan fase kritis dalam belajar. Siswa menggunakan informasi yang telah

didapat ke dalam situasi yang berbeda. Jadi dalam fase generalisasi ini peserta

didik dapat belajar untuk memanfaatkan informasi yang telah didapat ke dalam

permasalahan yang nyata dalam kehidupan sehari-hari.

7. Fase penampilan (Performance phase)

Siswa harus memperlihatkan bahwa mereka telah belajar sesuatu melalui

penampilan yang mereka lihat. Misalnya setelah mempelajari operasi bentuk


aljabar, para siswa dapat menjumlahkan atau mengurangkan suku-suku sejenis

dalam aljabar.

8. Fase umpan balik (Feedback phase)

Siswa harus memperoleh umpan balik sejauh mana pemahaman terhadap

pembelajaran yang menunjukkan bahwa mereka telah atau belum mengerti

tentang apa yang diajarkan. Umpan balik ini dapat memberikan reinforcement

(penguatan) pada siswa agar berhasilnya pencapaian dalam belajar.

c. Jerome S. Bruner

Menurut Slameto (2010) salah satu model instruksional kognitif yang

sangat berpengaruh adalah model Bruner yang dikenal dengan belajar penemuan.

Burner menganggap bahwa belajar penemuan ini sesuai dengan pencarian

pengetahuan secara aktif oleh siswa dengan sendirinya untuk mendapatkan hasil

yang baik. Pencarian pengetahuan dalam artian siswa berusaha sendiri untuk

mencari pemecahan masalah serta pengetahuan yang mereka dapatkan, sehingga

menghasilkan pengetahuan yang bermakna. Bruner mengharapkan siswa

hendaknya belajar aktif melalui konsep-konsep materi yang diberikan, agar siswa

memperoleh pengalaman dari belajarsehingga menemukan pengetahuan.

Ada tiga tahap pembelajaran menurut Bruner yaitu :

1. Tahap Enaktif (Konkret)

Siswa harus mengetahui suatu aspek kenyataan tanpa menggunakan

pikiran atau perkataan, dimana dalam proses belajar menggunakan atau

memanipulasi obejek-objek secara langsung. Tahapan ini berkaitan dengan siswa

melakukan sesuatu dan tindakan dalam mencapai hasil belajar. Tindakan tersebut
merupakan aktivitas-aktivitas yang dilakukan seseorang dalam upaya memahami

lingkungan sekitar.

2. Tahap Ekonik (Semi Konkret)

Pada tahap ini menyatakan bahwa kegiatan siswa berhubungan dengan

proses berpikir yang diterapkan dalam gambaran dari suatu objek-objek. Siswa

harus memahami objek melalui gambar-gambar atau visualisasi verbal.

3. Tahap Simbolik (Abstrak)

Pada tahap ini memanipulasi simbol-simbol secara langsung, siswa telah

mampu memiliki ide-ide atau gagasan-gagasan abstrak yang dipengaruhi oleh

kemampuannya dalam berbahasa logika. Dalam pemahamannya, siswa belajar

melalui simbol bahasa, logika, matematika dan sebagainya (Dahar, 2011).

d. Gestatlt
Belajar adalah adanya penyesuaian awal untuk memperoleh response

yang tepat untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Belajar bukan mengulangi

hal-hal yang harus dipelajari, tetapi mengerti atau memperoleh proses belajar.

Prinsip belajar menurut Gestalt yaitu :

1. Belajar berdasarkan keseluruhan, menghubungkan suatu pelajaran dengan

pelajaran yang lain sebanyak mungkin. Mata pelajaran yang khusus dan dapat

mudah dimengerti oleh siswa secara keseluruhan.

2. Belajar adalah suatu proses perkembangan dalam diri siswa untuk mempelajari

sesuatu baik dari lingkungan maupun pengalamannya.

3. Siswa sebagai organisme keseluruhan, siswa belajar tidak hanya intelektualnya

saja tetapi juga emosional dan jasmaniahnya. Dalam pengajaran modern guru

di samping mengajar juga dapat mendidik untuk membentuk pribadi siswa.


4. Terjadi transfer, merupakan belajar untuk memperoleh response yang tepat.

5. Belajar adalah reorganisasi pengalaman, suatu interaksi antara siswa dengan

lingkungannya.

6. Belajar harus dengan insight, suatu proses dalam belajar di mana siswa melihat

pengertian tentang yang dipelajari dan hubungan-hubungan tertentu yang

mengandung suatu permasalahan.

7. Belajar lebih berhasil bila berhubungan dengan minat, keinginan dan tujuan

siswa. Hal ini berhubungan dengan sesuatu yang diperlukan oleh siswa dalam

kehidupan sehari-hari. Agar siswa tahu tujuan yang akan dicapai dan yakin

dengan manfaat berkenaan dengan materi yang dipelajari.

8. Belajar berlangsung terus-menerus, siswa memperoleh pengetahuan tidak

hanya disekolah tetapi juga di luar sekolah, pergaulan antar teman,

memperoleh pengalaman pribadi, karena itu sekolah harus bekerja sama

dengan orang tua di rumah dan sesama masyarakat. Sehingga semua dapat ikut

serta membantu perkembangan siswa secara baik (Hamalik, 2014).

2.1.2. Pengertian Pembelajaran

Pembelajaran sering disebut dengan belajar mengajar, belajar adalah suatu

proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri siswa. Perubahan

sebagai hasil proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti

berubah pengetahuan, kecakapan dan kemampuan, daya reaksi, daya penerimaan

dan lain-lain aspek yang ada pada siswa (Widoyoko, 2010).

Menurut Mulyasa (2006), pembelajaran adalah aktualisasi kurikulum yang

menurut keaktifan guru dalam menciptakan dan menumbuhkan kegiatan siswa


yang sesuai dengan rencana yang telah diprogramkan. Guru harus menguasai

prinsip-prinsip pembelajaran, pemilihan dan penggunaan model pembelajaran,

serta keterampilan menilai hasil-hasil belajar siswa.

2.1.2. Pengertian Hasil Belajar

Hasil belajar adalah suatu istilah yang digunakan untuk menunjukkan

sesuatu yang dicapai siswa setelah melakukan proses pembelajaran. Hasil belajar

termasuk dalam atribut kognitif yang respon hasil pengukurannya tergolong

pendapat atau judgment, yaitu respon yang dapat dinyatakan benar atau salah.

Hasil belajar atau achievement merupakan realisasi dari kecakapan-kecakapan

potensi atau kepastian yang dimiliki oleh siswa dapat dilihat dari perilaku, baik

perilaku dalam bentuk penguasaan pengetahuan, keterampilan berpikir maupun

keterampilan motorik (Malihah, 2011).

Hasil belajar menurut (Sukmadinata, 2013) juga mengatakan bahwa hasil

belajar bukan hanya berupa penugasan pengetahuan, tetapi juga kecakapan dan

keterampilan dalam melihat, menganalisis dan memecahkan masalah, membuat

rencana dan mengadakan pembagian kerja, dengan demikian aktivitas dan produk

yang dihasilkan dari aktivitas belajar ini mendapatkan suatu hasil yang baik. Hasil

belajar (Susanto, 2013) juga dapat diartikan sebagai tingkat keberhasilan siswa

dalam mempelajari materi pelajaran di sekolah yang dinyatakan dalam skor yang

diperoleh dari hasil tes mengenai sejumlah materi pelajaran tertentu.

Belajar dengan menggunakan indera penglihatan dan pendengaran akan

memberikan hasil yang baik bagi siswa. Para ahli mempunyai pandangan tentang

hal tersebut, perbandingan perolehan hasil belajar melalui indera penglihatan dan
indera pendengaran memiliki perbedaan. Kurang lebih 90% hasil belajar

seseorang diperoleh melalui indera penglihatan, dan hanya sekitar 5% diperoleh

melalui indera pendengaran dan 5% lagi dengan indera lainnya. Sementara itu,

Dale memperkirakan bahwa perolehan hasil belajar melalui indera penglihatan

berkisar 75%, melalui indera pendengaran sekitar 13% dan melalui indera lainnya

sekitar 12% (Arsyad, 2000).

Salah satu gambaran yang paling banyak dijadikan acuan sebagai landasan

teori dalam proses belajar adalah Dale’s Cone of Experience (Kerucut

Pengalaman Dale). Piramida pembelajaran menurut Dale (Arsyad, 2000) sebagai

berikut :

Gambar 2.1 : Kerucut Pengalaman Dale

Kerucut pengalaman yang dikemukakan oleh Dale memberikan gambaran

bahwa pengalaman belajar yang diperoleh siswa dapat melalui proses perbuatan

atau mengalami sendiri yang dipelajari, proses mengamati dan mendengarkan

melalui media tertentu dan proses mendengarkan melalui bahasa, semakin tepat

siswa mempelajari bahan pengajaran. Contohnya, melalui pengalaman langsung

maka semakin banyaknya pengalaman yang diperoleh siswa. Semakin susahnya


siswa memperoleh pengalaman, contohnya mengandalkan bahasa verbal

(membaca) saja maka semakin sedikit pengalaman yang diperoleh siswa (Sanjaya,

2006).

Kerucut pengalaman Dale mengklasifikasi berdasarkan pengalaman

belajar yang akan diperoleh dari siswa, mulai dari pengalaman belajar langsung,

pengalaman yang dapat dicapai melalui gambar, dan pengalaman belajar bersifat

abstrak. Kerucut di atas merupakan hasil pengamatan yang dirinci dari konsep tiga

tingkatan pengalaman yang dikemukakan oleh Bruner sebagaimana yang telah

diuraikan sebelumnya. Hasil belajar diperoleh mulai dari pengalaman langsung

(berbuat/terlibat), kenyataan yang berada di lingkungan kehidupan seseorang

kemudian melalui benda tiruan, sampai kepada lambang verbal

(mendengar/membaca). Perlu di diingat bahwa urutan tersebut bukan berarti

proses belajar dan interaksi dalam belajar harus selalu dimulai dari pengalaman

langsung, tetapi dimulai dengan jenis pengalaman yang paling sesuai dengan

kebutuhan dan kemampuan siswa yang dihadapi dengan mempertimbangkan

situasi dalam belajar (Uno, 2012).

Uraian setiap pengalaman belajar seperti yang digambarkan dalam kerucut

pengalaman tersebut akan dijelaskan berikut ini (Sanjaya, 2006) :

a. Pengalaman langsung merupakan pengalaman yang diperoleh siswa sebagai

hasil dari aktivitas. Siswa mengalami, merasakan sendiri segala sesuatu yang

berhubungan dengan pencapaian tujuan, dan objek yang akan dipelajari.

Sehingga pengalaman langsung yang diperoleh siswa dapat memiliki hasil

belajar yang tinggi.


b. Pengalaman tiruan merupakan pengalaman yang diperoleh melalui benda atau

kejadian yang dimanipulasi agar mendekati keadaan yang sebenarnya.

Pengalaman tiruan bukan pengalaman langsung lagi sebab objek yang

dipelajari yang asli atau yang sesungguhnya. Objek tiruan besar manfaatnya

terutama untuk menghindari terjadinya verbalisme yang terlihat pada kerucut

pengalaman.

c. Pengalaman melalui drama merupakan pengalaman yang diperoleh dari kondisi

dan situasi yang diciptakan melalui drama (peragaan) dengan menggunakan

skenario yang sesuai dengan tujuan yang dicapai. Walaupun siswa tidak

mengalami secara langsung terhadap kejadian, namun melalui drama siswa

akan lebih menghayati berbagai peran.

d. Pengalaman melalui demontasi merupakan teknik penyampaian informasi

melalui peragaan yang siswa hanya melihat peragaan orang lain.

e. Pengalaman wisata merupakan pengalaman yang diperoleh melalui kunjungan

siswa ke suatu objek yang ingin dipelajari. Melalui wisata siswa dapat

mempelajari secara langsung, mencatat, dan bertanya mengenai sesutu yang

dilihat. Selanjutnya hasil yang diperoleh disusun dalam cerita/makalah atau

disesuaikan dengan tujuan kegiatan.

f. Pengalaman melalui pemeran merupakan usaha untuk menunjukkan hasil

karya. Melalui pemeran siswa dapat mengamati hal-hal yang dipelajari seperti

karya seni baik seni tulis, seni pahat, atau benda bersejarah dan hasil teknologi

modern dengan berbagai cara kerjanya.


g. Pengalaman melalui televisi merupakan pengalaman tidak langsung karena

televisi adalah perantara. Melalui televisi siswa dapat menyaksikan berbagai

peristiwa yang ditayangkan sesuai program yang dirancang.

h. Pengalaman melalui gambar hidup dan film merupakan rangkaian gambar mati

yang diproyeksikan pada layar dengan kecepatan tertentu. Seperti mengamati

film, siswa dapat belajar sendiri walaupun bahan belajarnya terbatas sesuai

dengan materi yang disusun.

i. Pengalaman melalui lambang visual seperti grafik, gambar dan bagan

merupakan alat komunikasi yang dapat memberikan pengetahuan lebih luas

kepada siswa. Siswa lebih dapat memahami berbagai perkembangan atau

struktur melalui bagan dan lambang visual lainnya.

j. Pengalaman melalui lambang verbal merupakan pengalaman yang sifatnya

lebih abstrak, karena siswa memperoleh pengalaman hanya melalui bahasa,

baik lisan maupun tulisan. Kemungkinan terjadinya hal verbalisme akibatnya

dari perolehan pengalaman melalui lambang verbal sangat luas. Oleh sebab itu,

sebaiknya penggunaan bahas verbal harus disertai dengan penggunaan media

lainnya sebagai alat bantu proses belajar.

Pengalaman langsung dapat disimpukan bahwa akan memberikan kesan

paling utuh dan bermakna, siswa akan lebih konkret memperoleh pengetahuan

melalui pengalaman langsung. Melalui benda-benda tiruan, pengalaman melalui

stimulasi, memberikan suatu yang nyata, adanya media dan sebagainya, hal ini

membuat siswa dapat secara langsung berhubungan dengan objek yang dipelajari

sehingga semakin konkret pengetahuan yang diperoleh. Sebaliknya, semakin tidak


langsungnya pengetahuan yang diperoleh, contohnya dengan membaca,

mendengarkan, lihat gambar dan video, maka semakin abstrak pengetahuan siswa

(Sanjaya, 2006).

2.2. Pengembangan Modul Berbasis SETS


2.2.1 Pengertian Modul

Modul adalah salah satu media pembelajaran yang dikemas secara utuh

dan sistematis, di dalamnya memuat seperangkat pengalamaan belajar yang

terencana dan didesain untuk membantu siswa menguasai tujuan belajar yang

spesifik. Modul bahan belajar yang dirancang secara sistematis berdasarkan

kurikulum. Fungsi modul itu sendiri ialah sebagai bahan belajar yang digunakan

dalam kegiatan pembelajaran siswa, dengan modul siswa dapat belajar lebih

terarah dan sistematis. siswa diharapkan dapat menguasai kompetensi dari

kegiatan pembelajaran (Daryanto, 2013).

Lee dan Usman (2012) bahwa penggunaan modul mampu membantu

dalam memahami konsep, modul berfungsi untuk meningkatkan kesadaran dalam

kemampuan siswa tentang pembelajaran yang mereka ketahui dan apa yang harus

mereka ketahui untuk materi yang sedang dipelajari. Jadi, dapat ditegaskan

dengan modul tersebut akan diperoleh suatu pengetahuan yang jelas, sehingga jika

materi pembelajaran dapat dimengerti dan dipahami maka berpengaruh terhadap

hasil belajar.

2.2.2 SETS (Science Environment, Technology, and Society)

SETS (Science Environment, Technology, and Society) merupakan

hubungan proses belajar mengajar melibatkan kejadian nyata dijumpai dalam

kehidupan sehari-hari yang dapat mengembangkan ilmu pengetahuan dengan


memperhatikan keempat dari unsur SETS yaitu sains, lingkungan, teknologi, dan

masyarakat. SETS berpengaruh positif terhadap hubungan antara siswa dengan

dunia nyata, mendorong untuk lebih aktif, kreatif, dan berpikir kritis dalam

memberikan solusi pada suatu pokok permasalahan di lingkungan sekitar. Visi

SETS merupakan cara pandang ke depan yang membawa ke arah pemahaman

bahwa segala sesuatu yang kita hadapi dalam kehidupan ini mengandung aspek

sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat serta saling keterkaitan yang

mempengaruhi satu sama lain (Wulandari, Ashadi & Yamtinah, 2015).


DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, A. (2000). Media Pengajaran. Jakarta : PT Grafindo Persada.

Dahar, R. W. (2011). Teori-Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Erlangga.

Daryanto. (2013). Menyusun Modul: Bahan Ajar untuk Persiapan Guru dalam Belajar,
Yogyakarta : Gava Media.

Hamalik, O. (2014). Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta : Bumi Aksara.

Hutapea, N. M. (2004). Pembelajaran Matemtika Melalui Penerapan Fase-fase


Balajar Gagne (Tesis). Surabaya : Perpustakaan Unesa.

Lee, T. T & Osman, K. (2012). Interactive multimedia module in the learning of


electrochemistry: Effects on students’ understanding and motivation.
Journal Procedia-Social and Behavioral Sciences, 46, 1323-1327.

Malihah, M. (2011). Pengaruh Model Terhadap Hasil Belajar Kimia Siswa pada Konsep
Laju Reaksi. Skripsi di Publikasikan. Program Srudi Pendidikan Kimia Fakultas
Tarbiyah dan Keguruan, Jakarta : UIN Syarif Hidayatullah.

Mulyasa, E. (2006). Implementasi Kurikulum 2004 Panduan Pembelajaran.


Bandung : Remaja Rosdakarya.

Sanjaya, W. (2010). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses


Pendidikan. Jakarta : Kencana.

Slameto. (2010). Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta : PT


Asdi Mahasatya.

Sukmadinata, N. S. (2007). Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung :


Remaja Rosdakarya.

Susanto, A. (2013). Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekolah Dasar. Jakarta:


Kencana.

Thobroni, M& Mustofa, A. (2013). Belajar dan Pembelajaran. Jogjakarta: Ar-


Ruzz Media.

Tonang, K. T. (2008). Minat dan motivasi dalam meningkatkan hasil belajar


siswa. Jurnal Pendidikan Penabur, 1(10): 13-14.

Uno, H. B. (2012). Profesi Kependidikan. Jakarta : Bumi Aksara.

Widoyoko, E. P. (2010). Evaluasi program pembelajaran. Jurnal Pendidikan


Penabur, 1(2): 2-3.
Wulandari, N. T., Ashadi & Yamtinah, S. (2015). Pengembangan modul pereaksi
kimia berbasis SETS pada mata pelajaran analisis kimia dasar kelas x
SMK kimia industri. Jurnal Inkuiri, 4(4): 54-60.

Anda mungkin juga menyukai