PITIRIASIS ROSEA
PENDAHULUAN
Istilah pitiriasis rosea (PR) pertama kali digunakan oleh Gibert pada tahun 1860
dan berarti merah muda (rosea) dan skuama (pitiriasis). PR adalah erupsi pada kulit
bersifat akut, tidak menular dan biasanya diawali dengan satu lesi oval berskuama atau
disebut juga dengan (herald patch) pada tubuh. Lesi awal diikuti beberapa hari sampai
minggu, kemudian munculnya berbagai jenis lesi yang lebih kecil dan terletak
disepanjang garis belahan badan yang disebut pola (Christmas tree). Lesi pada PR ini
kunjungan pasien yang berobat jalan pada ahli penyakit kulit.3 Sebagian besar kasus
PR terjadi antara usia 10 dan 35 tahun, penyakit ini paling jarang terjadi pada anak-
anak dibawah usia 2 tahun dan orang tua diatas 65 tahun. Berdasarkan jenis kelamin,
angka kejadian PR sedikit lebih tinggi pada perempuan diandingkan laki-laki dengan
Penyebab pasti dari PR masih belum jelas, Namun teori yang berkembang saat
ini menyatakan bahwa penyebab penyakit ini adalah infeksi virus. Virus yang
diperkirakan menjadi penyebabnya adalah Human herpes virus 6 (HHV-6) dan Human
1
herpes virus 7 (HHV-7).1,4,5 Terdapat laporan, beberapa obat menyebabkan PR atau
ruam yang terlihat sangat mirip dengan PR. PR yang diduga karena obat menunjukkan
pola yang lebih atipikal, memiliki waktu lebih lama, dan lebih resisten terhadap
reaktivasi HHV-7 memicu terjadinya reaktivasi HHV-6, Akan tetapi apa yang menjadi
pemicu utama reaktivasi HHV-7 masih belum jelas. Pitiriasis rosea tidak disebabkan
langsung oleh infeksi virus herpes melalui kulit, tapi kemungkinan disebabkan karena
infiltrasi kutaneus dari infeksi limfosit yang tersembunyi pada waktu replikasi virus
kembali penyakit dan timbulnya pitiriasis rosea pada saat status imunitas seseorang
mengalami perubahan.1,2,4,6
Gambaran klinik PR pertama kali muncul yaitu, lesi primer soliter berupa makula
eritema atau papul eritema pada batang tubuh atau leher, yang secara bertahap akan
membesar dalam beberapa hari dengan diameter 2-4 cm, berwarna pink salmon,
berbentuk oval dengan skuama tipis. Lesi yang pertama muncul ini disebut dengan
kemudian akan timbul lesi sekunder dengan ukuran lebih kecil (diameter 0,5 – 1,5 cm)
dengan aksis panjangnya sejajar dengan garis kulit dan sejajar dengan kosta sehingga
memberikan gambaran Christmas tree. Tempat predeleksi herald patch Biasanya akan
2
muncul pada paha, lengan atas, badan, atau leher dan bentuknya oval atau bulat,
berbatas tegas, eritematous, dan ditutupi skuama halus yang mengarah ke dalam.1-3
gatal berupa, zink oksida, kalamin losion atau 0,25% mentol, dan bethametasone
penyembuhan pada penderita PR. 3. Terapi dengan sinar radiasi ultraviolet B atau
sinar matahari alami dapat mengurangi rasa gatal dan menguranngu lesi. 4. Edukasi
dan menenangkan pasien merupakan hal yang perlu dilakukan pada kasus ini. 4,6
Tujuan penulisan laporan kasus ini adalah untuk lebih memahami diagnosis dan
3
Kasus
Hunut. Datang ke Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD Dr. M. Haulussy (no RM 11 86
88) tanggal 2 Agustus 2017 dengan keluhan adanya gatal dan bercak kemerahan pada
Autoanamnesis
Bercak kemerahan pada leher, punggung dan dada dialami sejak 2 minggu
sebelum masuk Rumah Sakit, keluhan timbul secara perlahan dan lama kelamaan
kemudian menyebar di dada dan punggung. Keluhan disertai rasa gatal yang dialami
bersamaan dengan timbulnya bercak merah, nyeri (-). Gatal dirasakan terus menerus,
terutama pada saat berkeringat. Pasien baru pertama kali mengalami keluhan ini. Pasien
Riwayat keluarga : tidak ada keluarga dirumah dengan keluhan yang sama
4
Pemeriksaan Fisik
Status generalis
Keadaan umum : Kesadaran compos mentis, tampak sakit ringan, gizi cukup.
TD : 110/70 mmHg, nadi : 92 x/menit
Abdomen : Hepar dan lien tidak teraba, tidak ada nyeri tekan
Status dermatologis
5
DIAGNOSIS BANDING
1. Tinea corporis
2. Dermatitis numular
DIAGNOSIS
Pitiriasis rosea
PEMERIKSAAN PENUNJANG :
Tidak dilakukan
6
PENATALAKSANAAN
1. Terapi sistemik :
2. Terapi topikal :
3. Edukasi
PROGNOSIS
7
Kontrol poliklik
A: Pitiriasis Rosea
8
PEMBAHASAN
Diagnosis pitiriasis rosea pada kasus ini dapat ditegakan berdasarkan anmnesis,
dengan keluhan adanya gatal dan bercak kemerahan pada leher, punggung, dan dada
yang dialami sejak 2 minggu yang lalu. Menurut kepustakaan pitiriasis rosea paling
sering terjadi pada usia 10-35 tahun dan paling jarang pada usia di bawah 2 tahun dan
di atas 65 tahun. Pitiriasis rosea juga sedikit lebih tinggi pada perempuan dibandingkan
9
laki-laki dengan perbandingan 1,5:1. Jadi, pasien ini memiliki faktor predisposisi untuk
Etiologi dan faktor pemicu pada penderita ini belum jelas, Menurut kepustakaan etiologi
pitiriasis rosea masih belum dapat dipahami, namun terdapat hipotesis bahwa reaktivasi
langsung oleh infeksi virus herpes melalui kulit, tapi kemungkinan disebabkan karena
infiltrasi kutaneus dari infeksi limfosit yang tersembunyi pada waktu replikasi virus
kembali penyakit dan timbulnya pitiriasis rosea pada saat status imunitas seseorang
mengalami perubahan.1,2,4,6
Pada pemeriksaan fisik dijumapi lesi yang pertama kali muncul pada bagian
leher, berupa makula eritema, berbatas tegas, tepi reguler dengan skuama halus,
berbentuk oval dengan ukuran kurang lebih 3-4 cm, lesi inilah yang merupakan herald
patch pada pasien. Menurut kepustakaan, Herald patch merupakan lesi awal pada
pitiriasis rosea berupa makula eritema atau papul eritema pada batang tubuh atau leher,
yang secara bertahap akan membesar dalam beberapa hari dengan diameter 2-4 cm,
Selain itu pada penderita terdapat lesi kecil-kecil yang terletak di sepanjang garis
belahan badan yang disebut dengan christmas tree, Sebagian besar lesi berupa makula
hiperpigmentasi, yang disertai dengan erosi (bekas garukan). Pada pasien muncul salah
satu gejala prodomal, yaitu gigi berlubang yang merupakan suatu infeksi pada traktus
10
Menurut kepustakaan, keadaan ini bisa muncul pada sekitar 20% pasien,
gambaran klinis menyimpang dari satu gejala klasik yang dijelaskan sebelumnya.1
Drago dkk (2016) memaparkan klasifikasi pitiriasis rosea, yaitu tipe klasik (tipikal dan
atipikal), tipe relaps, tipe persisten, tipe anak, tipe kehamilan, dan tipe mirip erupsi.
Erupsi tipikal berupa plak eritematosa seperti medali dengan sedikit elevasi pada
tepinya skuama halus dan pucat dan sedikit depresi di tengah. Ini biasanya terjadi pada
bagian badan jarang terjadi pada tungkai dan membesar secara progresif, mencapai
diamater 3 cm atau lebih. Tetap terisolasi selama sekitar 2 minggu, setelah itu erupsi
berkembang. Erupsi sekunder ini ditandai dengan bercak yang mirip dengan lesi awal
tetapi lebih kecil dan simetris berorientasi aksis panjang tubuh di sepanjang garis
belahan (distribusi Christmas tree). Gejala prodromal sering dilaporkan: malaise, mual,
kehilangan nafsu makan, sakit kepala, kesulitan dalam konsentrasi, mudah marah,
gastrointestinal dan gejala pernapasan atas (hingga 69%), nyeri sendi, pembengkakan
kelenjar getah bening, sakit tenggorokan, dan demam ringan. Gejala ini juga dapat
muncul selama erupsi. Rasa gatal sekali pada 25% dari pasien, sedang dan ringan pada
extravasasi sel darah merah disertai dengan infiltrat perivaskular limfosit, monosit, dan
eosinofil pada dermis.7 Pada kasus ini, tidak dilakukan pemeriksaan penunjang pada
pasien tersebut.
11
Diagnosis banding dengan tinea corporis dapat disingkirkan karena penyakit ini
wajah, tangan, trunkus dan ekstremitas. Kelainan ini ditandai oleh skuama yang berada
ditepi, plak tidak berbentuk oval, dan pada pemeriksaan penunjang didapatkan hifa
panjang pada pemeriksaan KOH. Gejala klinis berupa, gatal, eritema yang berbentuk
dermatitis numularis lesi berbetuk bulat, tidak oval, papul berukuran milier sampai
numuler, didominasi vesikel, tidak berskuama, dan dapat ditutupi oleh krusta. Tempat
Pada kasus ini, pasien diberikan terapi sistemik yaitu kortikosteroid oral
dan diberikan medikasi topikal berupa desoxymetason 0,25% cream, dan Mometasone
dapat sembuh sendiri, kebanyakan pasien hanya perlu diberi edukasi mengenai
kasus PR, terdapat kurangnya bukti substansial yang mendukung atau menyangkal
12
pada PR.9 Kortikosteroid topikal mid-poten dapat digunakan untuk mengurangi gejala-
gejala pruritus.1,3
asiklovir dengan dosis yang dapat diberikan 5 x 800 mg memberikan hasil yang cepat
secara signifikan pada gejala klinis eritema, skuama dan pruritus dibandingkan dengan
mencapai kontrol lebih cepat dari penyakit dan peningkatan kualitas hidup pasien.10
cukup berhasil pada penderita pitiriasis rosea yang diberikan selama 2 minggu. Dari
suatu penelitian menyebutkan bahwa 73% dari 90 penderita pityriasis rosea yang
diduga mempunyai efek sebagai anti inflamasi.4 Terdapat beberapa studi mengevaluasi
peran fototerapi pada PR. Hal ini dapat bekerja dengan mengubah imunologi di kulit.
Pada kelainan kulit yang luas dapat diberikan terapi sinar UVB. UVB dapat
Prognosis baik karena penyakit sembuh spontan, biasanya dalam waktu 3-8
minggu. Beberapa kasus menetap sampai 3 bulan. Dapat terjadi hipo atau
13
RINGKASAN
Telah dilaporkan sebuah kasus pitiriasis rosea, pada seorang perempuan berusia
24 tahun, dengan keluhan adanya bercak kemerahan pada leher, dada dan punggung
dan erosi.
1/2) selama 5 hari, antihistamin berupa (cetirizine tab 1x1), dan medikasi topikal
berupa desoxymetason 0,25% cream, dan Mometasone furoate 0,1 % cream. Prognosis
pasien quo ad vitam: bonam, ad fungtionam: bonam, sanationam: dubia ad bonam, dan
14
DAFTAR PUSTAKA
1. Blauvelt A. Pityriasis Rosea. In In: Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller
2. James WD, Elston DM, Berger TG. Andrews’ disease of the skin clinical
3. Shabazz DR. Pityriasis rosea. In: Kelly AP, Taylor SC, editors. Dermatology
2010. P 33.78
8. Panda M, Patro N, Jena M, Dash M, Mishra S. Pityriasis rosea like drug rash –
15
9. Mahajan K, Relhan V, Relhan AK, Garg VK. Pityriasis rosea: An update on
etiopathogenesis and management of difficult aspects. Indian J Dermatol
2016;61:375-84
2009. P 495-496
16