Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

TRANSISI FERTILITAS DAN MORDIBITAS

Disusun Oleh :

 EVA AGUSTINA LUBIS 19030038P


 MARTINA HARAHAP 19030015P
 SRY WAHYUNI 19030024P
 PUTRI KHAIRUNNISYA 19030026P

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS AUFA ROYHAN
PADANGSIDIMPUAN
2020
PENDAHULUAN

Penduduk Indonesia adalah mereka yang tinggal di Indonesia pada


saat dilakukan sensus dalam kurun waktu minimal 6 bulan. Masalah
kependudukan merupakan masalah umum yang dimiliki oleh setiap negara
di dunia ini. Secara umum, masalah kependudukan di berbagai negara dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu dalam hal kuantitas/jumlah penduduk dan
kualitas penduduknya. Data tentang kualitas dan kuantitas penduduk
tersebut dapat diketahui melalui beberapa cara, diantaranya melalui metode
sensus, registrasi, dan survei penduduk.

Masalah kependudukan di Indonesia adalah jumlah penduduk yang


besar dan distribusi yang tidak merata. Hal itu dibarengi dengan masalah
lain yang lebih spesifik, yaitu angka fertilitas dan angka mortalitas yang
relatif tinggi. Kondisi ini dianggap tidak menguntungkan dari sisi
pembangunan ekonomi.. Hal itu diperkuat dengan kenyataan bahwa kualitas
penduduk masih rendah sehingga penduduk lebih diposisikan sebagai beban
daripada modal pembangunan. Logika seperti itu secara makro digunakan
sebagai landasan kebijakan untuk mengendalikan laju pertumbuhan
penduduk Secara mikro hal itu juga digunakan untuk memberikan justifikasi
mengenai pentingnya suatu keluarga melakukan pengaturan pembatasan
jumlah anak.

Pada awalnya masalah fertilitas lebih dipandang sebagai masalah


kependudukan, dan treatment terhadapnya dilakukan dalam rangka untuk
mencapai sasaran kuantitatif. Hal ini sangat jelas dari target atau sasaran di
awal program keluarga berencana dilaksanakan di Indonesia yaitu
menurunkan angka kelahiran total (TFR) menjadi separuhnya sebelum
tahun 2000. Oleh karena itu, tidaklah aneh apabila program keluarga
berencana di Indonesia lebih diwarnai oleh target-target kuantitatif. Dari sisi
ini tidak dapat diragukan lagi keberhasilannya.
BAB II

PEMBAHASAN

Transisi adalah peralihan dari suatu keadaan, tindakan, kondisi,


tempat dan sebagainya ke keadaan, tindakan, kondisi, atau tempat lain.
Defenisi transisi adalah masa pergantian yang ditandai dari perubahan fase
awal ke fase baru.

 Fertilitas

Pengertian Fertilitas

Fertilitas merupakan kemampuan berproduksi yang sebenarnya dari


penduduk (actual reproduction performance). Atau jumlah kelahiran hidup
yang dimiliki oleh seorang atau sekelompok perempuan.

Kelahiran yang dimaksud disini hanya mencakup kelahiran hidup,


jadi bayi yang dilahirkan menunjukan tanda-tanda hidup meskipun hanya
sebentar dan terlepas dari lamanya bayi itu dikandung.

Fertilitas sebagai istilah demografi diartikan sebagai hasil reproduksi


yang nyata dari seseorang wanita atau sekelompok wanita. Dengan kata lain
fertilitas ini menyangkut banyaknya bayi yang lahir hidup. Fekunditas,
sebaliknya, merupakan potensi fisik untuk melahirkan anak. Jadi merupakan
lawan arti kata sterilitas. Natalitas mempunyai arti sama dengan fertilitas
hanya berbeda ruang lingkupnya. Fertilitas mencakup peranan kelahiran
pada perubahan penduduk sedangkan natalitas mencakup peranan kelahiran
pada perubahan penduduk dan reproduksi manusia.

Istilah fertilitias sering disebut dengan kelahiran hidup (live birth),


yaitu terlepasnya bayi dari rahim seorang wanita dengan adanya tanda-tanda
kehidupan, seperti bernapas, berteriak, bergerak, jantung berdenyut dan lain
sebagainya. Sedangkan paritas merupakan jumlah anak yang telah dipunyai
oleh wanita. Apabila waktu lahir tidak ada tanda-tanda kehidupan, maka
disebut dengan lahir mati (still live) yang di dalam demografi tidak
dianggap sebagai suatu peristiwa kelahiran.

Kemampuan fisiologis wanita untuk memberikan kelahiran atau


berpartisipasi dalam reproduksi dikenal dengan istilah fekunditas. Tidak
adanya kemampuan ini disebut infekunditas, sterilitas atau infertilitas
fisiologis.

Pengetahuan yang cukup dapat dipercaya mengenai proporsi dari


wanita yang tergolong subur dan tidak subur belum tersedia. Ada petunjuk
bahwa di beberapa masyarakat yang dapat dikatakan semua wanita kawin
dan ada tekanan sosial yang kuat terhadap wanita/ pasangan untuk
mempunyai anak, hanya sekiat satu atau dua persen saja dari mereka yang
telah menjalani perkawinan beberapa tahun tetapi tidak mempunyai anak.

Pengukuran fertilitas lebih kompleks dibandingkan dengan


pengukuran mortalitas (kematian) karena seorang wanita hanya meninggal
sekali, tetapi dapat melahirkan lebih dari seorang bayi. Kompleksnya
pengukuran fertilitas ini karena kelahiran melibatkan dua orang (suami dan
istri), sedangkan kematian hanya melibatkan satu orang saja (orang yang
meninggal). Seseorang yang meninggal pada hari dan waktu tertentu, berarti
mulai saat itu orang tersebut tidak mempunyai resiko kematian lagi.
Sebaliknya, seorang wanita yang telah melahirkan seorang anak, tidak
berarti resiko melahirkan dari wanita tersebut menurun.

 Ukuran-Ukuran Fertilitas Tahunan

1. Tingkat Fertilitas Kasar (Crude Birth Rate)

Tingkat fertilitas kasar adalah banyaknya kelahiran hidup pada suatu


tahun tertentu tiap 1.000 penduduk pada pertengahan tahun. Dalam ukuran
CBR, jumlah kelahiran tidak dikaitkan secara langsung dengan penduduk
wanita, melainkan dengan penduduk secara keseluruhan.

dimana:

CBR = Tingkat Kelahiran Kasar

Pm = Penduduk pertengahan tahun

k = Bilangan konstan yang biasanya 1.000

B = Jumlah kelahiran pada tahun tertentu

Adapun kelemahan dalam perhitungan CBR yakni tidak


memisahkan penduduk laki-laki dan penduduk perempuan yang masih
kanak-kanak dan yang berumur 50 tahun ke atas. Jadi angka yang
dihasilkan sangat kasar. Sedangkan kelebihan dalam penggunaan ukuran
CBR adalah perhitungan ini sederhana, karena hanya memerlukan
keterangan tentang jumlah anak yang dilahirkan dan jumlah penduduk pada
pertengahan tahun.

2. Tingkat Fertilitas Umum (General Fertility Rate)

Tingkat fertilitas umum mengandung pengertian sebagai jumlah


kelahiran (lahir hidup) per 1.000 wanita usia produktif (15-49 tahun) pada
tahun tertentu. Pada tingkat fertilitas kasar masih terlalu kasar karena
membandingkan jumlah kelahiran dengan jumlah penduduk pertengahan
tahun. Tetapi pada tingkat fertilitas umum ini pada penyebutnya sudah tidak
menggunakan jumlah penduduk pada pertengahan tahun lagi, tetapi jumlah
penduduk wanita pertengahan tahun umur 15-49 tahun.

Dimana:

GFR = Tingkat Fertilitas Umum

B = Jumlah kelahiran

Pf (15-49) = Jumlah penduduk wanita umur 15-49 tahun pada


pertengahan tahun

K = Bilangan konstanta yang bernilai 1.000

Kelemahan dari penggunaan ukuran GFR adalah ukuran ini tidak


membedakan kelompok umur, sehingga wanita yang berumur 40 tahun
dianggap mempunyai resiko melahirkan yang sama besar dengan wanita
yang berumur 25 tahun. Namun kelebihan dari penggunaan ukuran ini ialah
ukuran ini cermat daripada CBR karena hanya memasukkan wanita yang
berumur 15-49 tahun atau sebagai penduduk yang “exposed to risk”.

3. Tingkat Fertilitas menurut Umur (Age Specific Fertility Rate)

Diantara kelompok wanita reproduksi (15-49 tahun) terdapat variasi


kemampuan melahirkan, karena itu perlu dihitung tingkat fertilitas wanita
pada tiap-tiap kelompok umur. Dengan mengetahui angka-angka ini dapat
pula dilakukan perbandingan fertilitas antar penduduk dari daerah yang
berbeda.

ASFRi = x k

dimana:

ASFRi = Tingkat Fertilitas menurut Umur

Bi = Jumlah kelahiran bayi pada kelompok umur i

Pfi = Jumlah wanita kelompok umur i pada pertengahan tahun

k = Angka konstanta, yaitu 1.000


Berdasarkan dua kondisi di atas dapatlah disebutkan beberapa
masalah (terkait dengan SDM) sebagai berikut :

1. Jika fertilitas semakin meningkat maka akan menjadi beban pemerintah


dalam hal penyediaan aspek fisik misalnya fasilitas kesehatan ketimbang
aspek intelektual.

2. Fertilitas meningkat maka pertumbuhan penduduk akan semakin


meningkat tinggi akibatnya bagi suatu negara berkembang akan menunjukan
korelasi negatif dengan tingkat kesejahteraan penduduknya.

3. Jika ASFR 20-24 terus meningkat maka akan berdampak kepada


investasi SDM yang semakin menurun.

Adapun kelebihan dari penggunaan ukuran ASFR antara lain :

1. Ukuran lebih cermat dari GFR karena sudah membagi penduduk yang
“exposed to risk” ke dalam berbagai kelompok umur.

2. Dengan ASFR dimungkinkan pembuatan analisa perbedaan fertilitas


(current fertility) menurut berbagai karakteristik wanita.

3. Dengan ASFR dimungkinkan dilakukannya studi fertilitas menurut


kohor.

4. ASFR ini merupakan dasar untuk perhitungan ukuran fertilitas dan


reproduksi selanjutnya (TFR, GRR, dan NRR).

Namun dalam pengukuran ASFR masih terdapat beberapa kelemahan


diantaranya yaitu:

1. Ukuran ini membutuhkan data yang terperinci yaitu banyaknya


kelahiran untuk tiap kelompok umur sedangkan data tersebut belum tentu
ada di tiap negara/daerah, terutama negara yang sedang berkembang. Jadi
pada kenyataannya sukar sekali mendapatkan ukuran ASFR.

2. Tidak menunjukkan ukuran fertilitas untuk keseluruhan wanita umur


15-49 tahun.
4. Tingkat Fertilitas menurut Urutan Kelahiran (Birth Order Specific
Fertility Rate)

Tingkat fertilitas menurut urutan kelahiran sangat penting untuk


mengukur tinggi rendahnya fertilitas suatu negara. Kemungkinan seorang
istri menambah kelahiran tergantung pada jumlah anak yang telah
dilahirkannya. Seorang istri mungkin menggunakan alat kontrasepsi setelah
mempunyai jumlah anak tertentu dan juga umur anak yang masih hidup.

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Dan Menentukan Fertilitas

Ada beragam faktor yang mempengaruhi dan menentukan fertilitas


baik yang berupa faktor demografi maupun faktor non-demografi. Yang
berupa faktor demografi diantaranya adalah struktur umur, umur
perkawinan, lama perkawinan, paritas, distrupsi perkawinan dan proporsi
yang kawin sedangkan faktor non-demografi dapat berupa faktor sosial,
ekonomi maupun psikologi.

1. Teori Sosiologi tentang Fertilitas (Davis dan Blake: Variabel Antara)

Kajian tentang fertilitas pada dasarnya bermula dari disiplin


sosiologi. Sebelum disiplin lain membahas secara sistematis tentang
fertilitas, kajian sosiologis tentang fertilitas sudah lebih dahulu dimulai.
Sudah amat lama kependudukan menjadi salah satu sub-bidang sosiologi.
Sebagian besar analisa kependudukan (selain demografi formal)
sesungguhnya merupakan analisis sosiologis. Davis and Blake (1956),
Freedman (1962), Hawthorne (1970) telah mengembangkan berbagai
kerangka teoritis tentang perilaku fertilitas yang pada hakekatnya bersifat
sosiologis.

Dalam tulisannya yang berjudul “The Social structure and fertility:


an analytic framework (1956)”2 Kingsley Davis dan Judith Blake
melakukan analisis sosiologis tentang fertilitas. Davis and Blake
mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi fertilitas melalui apa
yang disebut sebagai “variabel antara” (intermediate variables).

Menurut Davis dan Blake faktor-faktor sosial, ekonomi dan budaya


yang mempengaruhi fertilitas akan melalui “variabel antara”. Ada 11
variabel antara yang mempengaruhi fertilitas, yang masing-masing
dikelompokkan dalam tiga tahap proses reproduksi sebagai berikut:
2. Ronald Freedman: Variabel Antara dan Norma Sosial

Menurut Freedman variabel antara yang mempengaruhi langsung


terhadap fertilitas pada dasarnya juga dipengaruhi oleh norma-norma yang
berlaku di suatu masyarakat. Pada akhirnya perilaku fertilitas seseorang
dipengaruhi norma-norma yang ada yaitu norma tentang besarnya keluarga
dan norma tentang variabel antara itu sendiri. Selanjutnya norma-norma
tentang besarnya keluarga dan variabel antara di pengaruhi oleh tingkat
mortalitas dan struktur sosial ekonomi yang ada di masyarakat.

Menurut Freedman intermediate variables yang dikemukakan Davis-


Blake menjadi variabel antara yang menghubungkan antara “norma-norma
fertilitas” yang sudah mapan diterima masyarakat dengan jumlah anak yang
dimiliki (outcome). Ia mengemukakan bahwa “norma fertilitas” yang sudah
mapan diterima oleh masyarakat dapat sesuai dengan fertilitas yang
dinginkan seseorang. Selain itu, norma sosial dianggap sebagai faktor yang
dominan. Secara umum Freedman mengatakan bahwa:

“Salah satu prinsip dasar sosiologi adalah bahwa bila para anggota
suatu masyarakat menghadapi suatu masalah umum yang timbul berkali-kali
dan membawa konsekuensi sosial yang penting, mereka cenderung
menciptakan suatu cara penyelesaian normatif terhadap masalah tersebut.
Cara penyelesaian ini merupakan serangkaian aturan tentang bertingkah
laku dalam suatu situasi tertentu, menjadi sebagian dari kebudayaannya dan
masyarakat mengindoktrinasikan kepada para anggotanya untuk
menyesuaikan diri dengan norma tersebut baik melalui ganjaran (rewards)
maupun hukuman (penalty) yang implisit dan eksplisit. ... Karena jumlah
anak yang akan dimiliki oleh sepasang suami isteri itu merupakan masalah
yang sangat universal dan penting bagi setiap masyarakat, maka akan
terdapat suatu penyimpangan sosiologis apabila tidak diciptakan budaya
penyelesaian yang normatif untuk mengatasi masalah ini”

Jadi norma merupakan “resep” untuk membimbing serangkaian


tingkah laku tertentu pada berbagai situasi yang sama. Norma merupakan
unsur kunci dalam teori sosiologi tentang fertilitas. Dalam artikelnya yang
berjudul “Theories of fertility decline: a reappraisal” (1979).

Freedman juga mengemukakan bahwa tingkat fertilitas yang


cenderung terus menurun di beberapa negara pada dasarnya bukan semata-
mata akibat variabel-variabel pembangunan makro seperti urbanisasi dan
industrialisasi sebagaimana dikemukakan oleh model transisi demografi
klasik tetapi berubahnya motivasi fertilitas akibat bertambahnya penduduk
yang melek huruf serta berkembangnya jaringan-jaringan komunikasi dan
transportasi.

Menurut Freedman, tingginya tingkat modernisasi tipe Barat bukan


merupakan syarat yang penting terjadinya penurunan fertilitas. Pernyataan
yang paling ekstrim dari suatu teori sosiologi tentang fertilitas sudah
dikemukakan oleh Judith Blake. Ia berpendapat bahwa “masalah ekonomi
adalah masalah sekunder bukan masalah normatif”; jika kaum miskin
mempunyai anak lebih banyak daripada kaum kaya, hal ini disebabkan
karena kaum miskin lebih kuat dipengaruhi oleh norma-norma pro-natalis
daripada kaum kaya.

3. Teori Ekonomi tentang Fertilitas

Pandangan bahwa faktor-faktor ekonomi mempunyai pengaruh yang


kuat terhadap fertilitas bukanlah suatu hal yang baru. Dasar pemikiran
utama dari teori ‘transisi demografis’ yang sudah terkenal luas adalah bahwa
sejalan dengan diadakannya pembangunan sosial-ekonomi, maka fertilitas
lebih merupakan suatu proses ekonomis dari pada proses biologis.

erbagai metode pengendalian fertilitas seperti penundaan


perkawinan, senggama terputus dan kontrasepsi dapat digunakan oleh
pasangan suami istri yang tidak menginginkan mempunyai keluarga besar,
dengan anggapan bahwa mempunyai banyak anak berarti memikul beban
ekonomis dan menghambat peningkatan kesejahteraan sosial dan material.
Bahkan sejak awal pertengahan abad ini, sudah diterima secara umum
bahwa hal inilah yang menyebabkan penurunan fertilitas di Eropa Barat dan
Utara dalam abad 19. Leibenstein dapat dikatakan sebagai peletak dasar dari
apa yang dikenal dengan “teori ekonomi tentang fertilitas”. Menurut
Leibenstein tujuan teori ekonomi fertilitas adalah:

“untuk merumuskan suatu teori yang menjelaskan faktor-faktor yang


menentukan jumlah kelahiran anak yang dinginkan per keluarga. Tentunya,
besarnya juga tergantung pada berapa banyak kelahiran yang dapat bertahan
hidup (survive). Tekanan yang utama adalah bahwa cara bertingkah laku itu
sesuai dengan yang dikehendaki apabila orang melaksanakan perhitungan-
perhitungan kasar mengenai jumlah kelahiran anak yang dinginkannya. Dan
perhitungan perhitungan yang demikian ini tergantung pada keseimbangan
antara kepuasan atau kegunaan (utility) yang diperoleh dari biaya tambahan
kelahiran anak, baik berupa uang maupun psikis. Ada tiga macam tipe
kegunaan yaitu (a) kegunaan yang diperoleh dari anak sebagai suatu ‘barang
konsumsi’ misalnya sebagai sumber hiburan bagi orang tua; (b) kegunaan
yang diperoleh dari anak sebagai suatu sarana produksi, yakni, dalam
beberapa hal tertentu anak diharapkan untuk melakukan suatu pekerjaan
tertentu dan menambah pendapatan keluarga; dan (c) kegunaan yang
diperoleh dari anak sebagai sumber ketentraman, baik pada hari tua maupun
sebaliknya”.

Menurut Leibenstein anak dilihat dari dua aspek yaitu aspek


kegunaannya (utility) dan aspek biaya (cost). Kegunaannya adalah
memberikan kepuasaan, dapat memberikan balas jasa ekonomi atau
membantu dalam kegiatan berproduksi serta merupakan sumber yang dapat
menghidupi orang tua di masa depan. Sedangkan pengeluaran untuk
membesarkan anak adalah biaya dari mempunyai anak tersebut. Biaya
memiliki tambahan seoarang anak dapat dibedakan atas biaya langsung dan
biaya tidak langsung. Yang dimaksud biaya langsung adalah biaya yang
dikeluarkan dalam memelihara anak seperti memenuhi kebutuhan sandang
dan pangan anak sampai ia dapat berdiri sendiri. Yang dimaksud biaya tidak
langsung adalah kesempatan yang hilang karena adanya tambahan seoarang
anak. Misalnya, seoarang ibu tidak dapat bekerja lagi karena harus merawat
anak, kehilangan penghasilan selama masa hamil, atau berkurangnya
mobilitas orang tua yang mempunyai tanggungan keluarga besar
(Leibenstein, 1958).

Menurut Leibenstein, apabila ada kenaikan pendapatan maka


aspirasi orang tua akan berubah. Orang tua menginginkan anak dengan
kualitas yang baik. Ini berarti biayanya naik. Pengembangan lebih lanjut
tentang ekonomi fertiitas dilakukan oleh Gary S. Becker dengan artikelnya
yang cukup terkenal yaitu “An Economic Analysis of Fertility”.

Menurut Becker anak dari sisi ekonomi pada dasarnya dapat


dianggap sebagai barang konsumsi (a consumption good, consumer’s
durable) yang memberikan suatu kepuasan (utility) tertentu bagi orang tua.
Bagi banyak orang tua, anak merupakan sumber pendapatan dan kepuasan
(satisfaction). Secara ekonomi fertilitas dipengaruhi oleh pendapatan
keluarga, biaya memiliki anak dan selera. Meningkatnya pendapatan
(income) dapat meningkatkan permintaan terhadap anak.
Menurut Bongart dan Menken fertilitas alami dapat diidentifikasi
melalui lima hal utama, yaitu:

a. Ketidak-suburan setelah melahirkan (postpartum infecundibality)

b. Waktu menunggu untuk konsepsi (waiting time to conception)

c. Kematian dalam kandungan (intraurine mortality)

d. Sterilisasi permanen (permanent sterility)

e. Memasuki masa reproduksi (entry into reproductive span)

Analisis ekonomi tentang fertilitas juga dikemukakan oleh Richard


A. Easterlin. Menurut Easterlin permintaan akan anak sebagian ditentukan
oleh karakteristik latar belakang individu seperti agama, pendidikan, tempat
tinggal, jenis/tipe keluarga dan sebagainya. Setiap keluarga mempunyai
norma-norma dan sikap fertilitas yang dilatarbelakangi oleh karakteristik
diatas. Easterlin juga mengemukakan perlunya menambah seperangkat
determinan ketiga (disamping dua determinan lainnya: permintaan anak dan
biaya regulasi fertilitas) yaitu mengenai pembentukan kemampuan potensial
dari anak. Hal ini pada gilirannya tergantung pada fertilitas alami (natural
fertility) dan kemungkinan seorang bayi dapat tetap hidup hingga dewasa.
Mortalitas

 Pengertian Mortalitas

Menurut PBB dan WHO, kematian adalah hilangnya semua tanda-


tanda kehidupan secara permanen yang bisa terjadi setiap saat setelah
kelahiran hidup. Still birth dan keguguran tidak termasuk dalam pengertian
kematian. Perubahan jumlah kematian (naik turunnya) di tiap daerah
tidaklah sama, tergantung pada berbagai macam faktor keadaan. Besar
kecilnya tingkat kematian ini dapat merupakan petunjuk atau indikator bagi
tingkat kesehatan dan tingkat kehidupan penduduk di suatu wilayah.

Konsep-konsep lain yang terkait dengan pengertian mortalitas adalah:

1. Neo-natal death adalah kematian yang terjadi pada bayi yang belum
berumur satu bulan.
2. Lahir mati (still birth) atau yang sering disebut kematian janin (fetal death)
adalah kematian sebelum dikeluarkannya secara lengkap bayi dari ibunya
pada saat dilahurkan tanpa melihat lamanya dalam kandungan.
3. Post neo-natal adalah kematian anak yang berumur antara satu bulan
sampai dengan kurang dari satu tahun.
4. Infant death (kematian bayi) adalah kematian anak sebelum mencapai
umur satu tahun.

 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Mortalitas

1. Pendidikan

Terdapat hubungan negatif antara tingkat pendidikan ibu dan


kematian anak, tetapi tinggi rendahnya pendidikan yang dibutuhkan untuk
menurunkan mortalitas secara berarti berbeda-beda dari satu budaya ke
budaya lain.

Pendidikan memberi kepercayaan diri kepada wanita untuk mengambil


keputusan atas tanggung jawab wanita itu sendiri. Dalam hal ini ada 3 faktor
yaitu :

 Berkurangnya fatalisme dalam menghadapi kesehatan buruk yang


menimpa anak.
 Kesanggupan yang lebih besar untuk menguasai dunia dalam
mengetahui adanya fasilitas kesehatan.
 Perubahan perimbangan tradisional dalam hubungan keluarga yang
mengalihkan titik berat kekuasaan dari sesepuh kepada anak.
2. Pendapatan

Pendapatan sangat penting dalam kaitannya dengan membayar


pengeluaran untuk kesehatan faktor pendapatan atau ekonomi, pendidikan,
pekerjaan dan kondisi rumah saling berhubungan dalam mempengaruhi
kematian bayi/anak.

Apabila salah satu indikator sosial ekonomi dihubungkan dengan


tingkat kematian bayi dan anak, ternyata terdapat hubungan yang negatif.

3. Kesehatan

Kesehatan berhubungan negatif terhadap angka kematian bayi, salah


satu upaya yang terus dilakukan adalah pembangunan kesehatan. Indikator
yang digunakan untuk menggambarkan pembangunan dan fasilitas
kesehatan adalah rasio tenaga medis dan para medis, terhadap jumlah
penduduk.

4. Faktor Demografi

Yang dipilih adalah tingkat kelahiran, yaitu tingkat fertilitas total


(TFR). Apabila tertilitasnya rendah maka mortalitasnya juga akan rendah.
Hubungan posifit antara mortalitas bayi dan fertilitas ini timbal balik,
keberhasilan menurunkan salah satu faktor diantaranya akan mengakibatkan
penurunan variabel lain.

 Cara Mengukur Kematian

1. Crude Death Rate (CDR)

Tingkat kematian kasar atau CDR adalah jumlah kematian penduduk


tiap 1000 orang dalam waktu setahun.

Rumus:

CDR=D/Px1.000

Keterangan :
D=jumlah seluruh kematian
P=jumlah penduduk pada pertengahan tahun
1.000=bilangan konstanta

Tingkat kematian ini dapat digolongkan dalam kriteria sebagai berikut:

a. >18 Tinggi

b. 14-18 Sedang

c. 9-13 Rendah

2. Age Spesific Death Rate (ASDR)

Tingkat kematian menurut kelompok umur tertentu atau ASDR


adalah banyaknya kematian yang terjadi pada penduduk dalam kelompok
umur tertentu per 1000 penduduk.

Rumus:

ASDR=Di/Pix1000

Keterangan:

Bi = banyaknya kematian dalam kelompok umur tertentu selama setahun

Pfi = banyaknya penduduk dalam kelompok umur tertentu yang sama pada
pertengahan tahun.

1.000=bilangan konstanta

3. Infant Mortality Rate (IMR)

Tingkat kematian bayi adalah banyaknya kematian bayi (sebelum


umur satu tahun) yang terjadi pada kelahiran per 1000 bayi. Merupakan cara
pengukuran yang dipergunakan khusus untuk menentukan tingkat kematian
bayi. IMR biasanya dijadikan indikator dalam pengukuran kesejahteraan
penduduk.

Rumus:

IMR=Db/Pbx1.000
Keterangan :
D = jumlah kematian bayi sebelum umur satu tahun

P = jumlah kelahiran hidup dalam waktu yang sama

Kriteria penggolongan tingkat kematian bayi:

a. >125 Sangat Tinggi

b. 75-125 Tinggi

c. 35-75 Sedang

d. <35 Rendah

Bila tingkat kelahiran kasar sama dengan tingkat kematian kasar


akan tercapai pertambahan penduduk sebesar 0 % atau zero population
growth. Yang berarti keadaan kependudukan di daerah tersebut tercapai
sebuah keseimbangan.
KESIMPULAN

Fertilitas merupakan kemampuan berproduksi yang sebenarnya dari


penduduk (actual reproduction performance). Atau jumlah kelahiran hidup
yang dimiliki oleh seorang atau sekelompok perempuan. Kelahiran yang
dimaksud disini hanya mencakup kelahiran hidup, jadi bayi yang dilahirkan
menunjukan tanda-tanda hidup meskipun hanya sebentar dan terlepas dari
lamanya bayi itu dikandung.

Istilah fertilitias sering disebut dengan kelahiran hidup (live birth),


yaitu terlepasnya bayi dari rahim seorang wanita dengan adanya tanda-tanda
kehidupan, seperti bernapas, berteriak, bergerak, jantung berdenyut dan lain
sebagainya. Sedangkan paritas merupakan jumlah anak yang telah dipunyai
oleh wanita. Apabila waktu lahir tidak ada tanda-tanda kehidupan, maka
disebut dengan lahir mati (still live) yang di dalam demografi tidak
dianggap sebagai suatu peristiwa kelahiran.

Menurut PBB dan WHO, kematian adalah hilangnya semua tanda-


tanda kehidupan secara permanen yang bisa terjadi setiap saat setelah
kelahiran hidup. Still birth dan keguguran tidak termasuk dalam pengertian
kematian. Perubahan jumlah kematian (naik turunnya) di tiap daerah
tidaklah sama, tergantung pada berbagai macam faktor keadaan. Besar
kecilnya tingkat kematian ini dapat merupakan petunjuk atau indikator bagi
tingkat kesehatan dan tingkat kehidupan penduduk di suatu wilayah.
DAFTAR PUSTAKA

http://www.edukasi.net/index.php?mod=script&cmd=Bahan%20Belajar/Ma
teri%20Pokok/view&id=80&uniq=892. Diakses pada tanggal 12 Mei 2012.
Pukul 10.00 WIB.

http://rahma-kurnia.blogspot.com/2006/09/kematian-mortalitas.html. Posted
by Rahma Kurnia @ 4:24 PM. Diakses pada tanggal 12 Mei 2012. Pukul
10.00 WIB.

Anda mungkin juga menyukai

  • BASEBALL
    BASEBALL
    Dokumen18 halaman
    BASEBALL
    Eva Agustina Lubis
    100% (1)
  • Haji Dan Umrah
    Haji Dan Umrah
    Dokumen5 halaman
    Haji Dan Umrah
    Eva Agustina Lubis
    Belum ada peringkat
  • Fix MANAJEMEN OLAHRAGA
    Fix MANAJEMEN OLAHRAGA
    Dokumen16 halaman
    Fix MANAJEMEN OLAHRAGA
    Eva Agustina Lubis
    Belum ada peringkat
  • Apa Tu Zakat Fitrah
    Apa Tu Zakat Fitrah
    Dokumen2 halaman
    Apa Tu Zakat Fitrah
    Eva Agustina Lubis
    Belum ada peringkat
  • Eet Dan Heri Mental Training
    Eet Dan Heri Mental Training
    Dokumen13 halaman
    Eet Dan Heri Mental Training
    Eva Agustina Lubis
    Belum ada peringkat
  • Ilmu Kesehatan Olahraga
    Ilmu Kesehatan Olahraga
    Dokumen9 halaman
    Ilmu Kesehatan Olahraga
    Eva Agustina Lubis
    Belum ada peringkat
  • Wabah
    Wabah
    Dokumen9 halaman
    Wabah
    Eva Agustina Lubis
    Belum ada peringkat
  • Makalah Kespro Balita
    Makalah Kespro Balita
    Dokumen16 halaman
    Makalah Kespro Balita
    Eva Agustina Lubis
    Belum ada peringkat
  • Makalah Kespro Balita
    Makalah Kespro Balita
    Dokumen16 halaman
    Makalah Kespro Balita
    Eva Agustina Lubis
    Belum ada peringkat
  • Jurnal DBD 3 2010
    Jurnal DBD 3 2010
    Dokumen10 halaman
    Jurnal DBD 3 2010
    Sukma Ardi
    Belum ada peringkat
  • 6 Oke
    6 Oke
    Dokumen9 halaman
    6 Oke
    Eva Agustina Lubis
    Belum ada peringkat
  • 9 Oke
    9 Oke
    Dokumen27 halaman
    9 Oke
    Eva Agustina Lubis
    Belum ada peringkat
  • 5 Oke
    5 Oke
    Dokumen21 halaman
    5 Oke
    Eva Agustina Lubis
    Belum ada peringkat
  • 12 Oke
    12 Oke
    Dokumen15 halaman
    12 Oke
    Eva Agustina Lubis
    Belum ada peringkat
  • Surveilans Gizi
    Surveilans Gizi
    Dokumen18 halaman
    Surveilans Gizi
    Eva Agustina Lubis
    Belum ada peringkat