Anda di halaman 1dari 3

Catatan Much.

Khoiri

=Jaringan Literasi Indonesia=

Dalam perjalanan Surabaya-Makassar-Gorontalo pergi dan pulang (PP) tanggal 17-19 Mei 2013
tim PIU IDB-Unesa, termasuk saya, terbang dengan Lion Air. Seperti biasa, sejak
menjelang take-offhingga mengantuk, saya ingin membaca apapun: majalah, koran, buku,
atau invocation card (doa-doa perjalanan).

Namun, kali ini saya hanya ingin mengisi perjalanan sekitar 4 jam itu dengan
merampungkan buku Agus Wahyudi Makrifat Jawa: Makna Hidup Sejati Syekh Siti Jenar dan
Wali Songo (2007). Buku sufisme yang dahsyat ini menguak tentang ajaran makrifat Wali Sanga
dan khususnya Syekh Siti Jenar.

Itung-itung untuk mengisi waktu, lebih baik membaca daripada melamun atau duduk tanpa
kegiatan apa pun—apalagi pesawat ini “terkenal” tidak memberikan mamin selama penerbangan.
Jadi, membaca adalah satu-satunya kegiatan yang bisa saya lakukan, selain (biasanya)
merancang sebuah tulisan—dan memejamkan mata!

Setelah pesawat transit di bandara Sultan Hasanuddin Makassar, saya sambar dan baca Lionmag,
majalah pesawat itu edisi Mei 2013. Saya mencari tulisan kolumnis yang bukunya Greatness &
Happiness: Kisah, Gagasan, dan Kearifan yang Menginspirasi (2013) telah saya resensi
beberapa waktu silam. Dialah Jemy V. Confido.

Tanpa saya duga, apa yang saya lakukan sejalan dengan pesan tulisan Jemy. Artikelnya bertajuk
“Bersahabat dengan Waktu” itu mengingatkan betapa kita seharusnya mampu bersahabat dengan
waktu, bukan menganggapnya sebagai lawan. Waktu harus memberikan manfaat, dan jangan
menyia-nyiakan waktu yang ada.

***

Dari artikel Jemy, bisa dipetik hikmah betapa berharganya waktu bagi manusia. Ada pepatah,
jika kausia-siakan uang, kau akan kehilangan uang. Namun, jika kausia-siakan waktu, kau akan
kehilangan sebagian dari hidupmu.

Waktu tak bisa diulang dan tak bisa disegerakan. Panjang waktu sama—24 jam dalam sehari-
semalam, tujuh hari dalam sepekan, dua-belas bulan dalam setahun, dan seterusnya. Dengan
demikian, waktu memiliki konstanta yang stabil alias tetap. Jika ia “terasa” lebih singkat atau
lebih cepat, itu hanya kesan belaka.
Jika demikian konteksnya, manusia-lah yang harus menyesuaikan irama waktu, dan bukan
sebaliknya. Manusia-lah yang harus mengatur (baca: menyesuaikan diri) waktu-waktu untuk
bekerja, istirahat, bersantai, bersama keluarga, dan sebagainya.

Karena itu, manajemen waktu sangatlah diperlukan. Manajemen waktu bukan hanya menyikapi
positif terhadap waktu, melainkan juga mengisi waktu dengan berbagai kegiatan yang positif.

Menyikapi positif waktu itu adalah menghargainya dan tidak menyia-nyiakannya. Setiap detik
dianggap memberikan manfaat. Ungkapan “Time is money” digunakan orang untuk menegaskan
bahwa waktu itu berharga. Begitu berharganya sehingga waktu haram dibuang percuma.

Tentu saja, waktu sangat berharga bagi orang yang memiliki kegiatan-kegiatan jelas yang harus
dilakukan dalam mencapai tujuan hidup. Bagi orang yang tak jelas tujuan hidupnya, dan tidak
ada “agenda” kegiatan yang perlu dilakukan, waktu tidaklah penting untuk dikelola—semua itu
bagian suratan nasib yang bersamanya ia harus mengalir.

Begitulah, orang yang bertujuan hidup jelas dan agenda kegiatan jelas, ia lazim sangat
menghargai waktu. Waktunya digunakan untuk mengerjakan prioritas-prioritas yang telah
ditentukan. Bidang spiritual, personal, familial, sosial, finansial, dan bidang-bidang lain
diprioritaskan dalam time-line yang dapat dijalankan.

***

Dalam penerbangan pulang ke Surabaya, reminder tentang pentingnya waktu membuat saya
melanjutkan membaca buku Makrifat Jawa: Makna Hidup Sejati Syekh Siti Jenar dan Wali
Songo. Saya malu jika tak melakukan itu, terlebih reminder itu sudah mengental jadi artikel di
dalam benak saya.

Pepatah indah yang berbunyi “Jika kausia-siakan uang, kau akan kehilangan uang. Namun, jika
kausia-siakan waktu, kau akan kehilangan sebagian dari hidupmu” terngiang-ngiang dalam
benak saya. Maka, membaca buku sufisme itu menjadi target saya untuk memanfaatkan waktu.

Sangat menyenangkan untuk menyelami isi buku tipis ini, silsilah Wali Songo, riwayat hidup
Syekh Siti Jenar dan Ranggawarsita, ajaran makrifat Wali Songo, tata-cara belajar dan
mengajarkan ilmu makrifat, dan sebagainya. Saya bisa menyelami samodera sufisme para wali
yang menakjubkan.

Terus terang, saya ingin termasuk orang yang mampu menghargai waktu dan mengisinya dengan
agenda kegiatan yang jelas dan bermanfaat, untuk mencapai impian. Kata Langston Hughes,
“Hold fast to dreams; for when dreams go, life is a barren field, frozen with snow.”***

Surabaya, 20 Mei 2013


Meretas Mimpi Lintas Generasi

Anda mungkin juga menyukai