Anda di halaman 1dari 29

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kaya dengan berbagai jenis tanaman yang
memiliki khasiat sebagai obat, baik dari jenis buah-buahan, sayur-sayuran, rempah
rempah, tanaman pangan maupun tanaman yang tumbuh liar di sekitaran kita.
Tanaman obat memegang peranan vital (penting) dalam pemeliharaan kesehatan
hampir pada semua lapisan masyarakat khususnya masyarakat yang berada di negara
berkembang yang memiliki kesenjangan antara ketersediaan dan permintaan terhadap
obat generik.
Tanaman obat memiliki sifat kuratif. Sifat kuratif dalah suatu kegiatan
dan/atau serangkaian kegiatan pengobatan yang ditunjukkan untuk pengobatan
penyakit, karena adanya berbagai zat kimia kompleks dengan komposisi yang
berbeda, yang ditemukan sebagai metabolit tanaman sekunder di satu atau lebih
bagian tanaman. Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan maka pemanfaatan
tanaman sebagai obat semakin maksimal. Adapun ilmu yang menyangkut atau yang
berhubungan dengan cara dan pemanfaatan tanaman sebagai obat yaitu farmasi.
Farmasi adalah ilmu atau seni yang mempelajari tentang peracikan dan
pembuatan obat. Oleh karena itu, profesi farmasi merupakan profesi yang
berhubungan dengan seni dan ilmu dalam penyediaan (penggolongan) bahan sumber
alam dan bahan sintetis yang cocok dan menyenangkan untuk distribusikan dan
digunakan dalam pengobatan dan pencegahan suatu penyakit. Dalam dunia farmasi
ada beberapa ilmu yang digunakan untuk mendukung pembuatan dan peracikan obat
tersebut, salah satunya adalah fitokimia.
Fitokimia merupakan suatu ilmu yang mempelajari berbagai senyawa organik
yang ada pada tumbuhan baik tentang struktur kimia, perubahan dan metabolisme,
biosintesis, fungsi biologis dari senyawa organik dan penyebaran secara alami.
Fitokimia atau disebut dengan fitonutrien, adalah segala jenis zat kimia atau nutrient
yang diturunkan dari tumbuhan, buah-buahan dan sayuran. Fitokimia terdapat pada

1
senyawa yang ditemukan pada tumbuhan yang tidak dibutuhkan untuk fungsi normal
tubuh dan memiliki efek bagi kesehatan dan memiliki peran aktif bagi pencegahan
penyakit.
Memang obat modern berkembang cukup pesat, namun potensi obat
tradisional terutama yang berasal dari tumbuhan tetap tinggi. Hal ini disebabkan obat
tradisional dapat diperoleh tanpa resep dokter, dapat diramu sendiri, bahan baku tidak
perlu diimpor, dan tanaman obat dapat ditanam sendiri oleh pemakainya
Beragam upaya pun dilakukan dalam pencarian tumbuhan berkhasiat obat
dimulai dari mengidentifikasi kandungan zat kimia apa di dalamnya serta bentuk
morfologi dari tumbuhan tersebut yang memberikan ciri khas. Namun, tidak semua
pula tumbuhan berkhasiat yang memberikan ciri khas itu dapat dikategorikan sebagai
tumbuhan berkhasiat obat.
Berdasarkan latar belakang diatas maka diadakannya praktek kerja lapangan
ini untuk mengetahui berbagai macam senyawa berkhasiat yang terdapat pada
tanaman untuk dijadikan sebagai obat-obatan.
1.2 Maksud dan Tujuan Praktek Kerja Lapangan
1.2.1 Maksud Praktek Kerja Lapangan
Kegiatan PKL Fitokimia 1 ini untuk mengembangkan kemampuan mahasiswa
dalam hal pengetahuan tentang penggunaan bahan tanaman sebagai bahan
pengobatan obat tradisional serta cara pembuatan simplisia yang baik dan benar.
1.2.2 Tujuan Praktek Kerja Lapangan
1. Untuk mengetahui dan memahami apa yang dimaksud dengan simplisia serta
teknik pembuatannya.
2. Untuk mengetahui berbagai macam tumbuhan berkhasiat.
3. Untuk mensosialisasikan keunggulan dari obat tradisional kepada masyarakat
sebagai alternatif utama dalam penyembuhan penyakit .
1.2.3 Manfaat Praktek Kerja Lapangan
1. Mahasiswa mengetahui dan memahami apa yang dimaksud dengan simplisia
serta tekhnik pembuatannya.

2
2. Mahasiswa mengetahui berbagai macam tumbuhan berkhasiat.
3. Mahasiswa dapat mensosialisasikan keunggulan dari obat tradisional kepada
masyarakat sebagai alternatif utama dalam penyembuhan penyakit.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dasar Teori
2.1.1 Pengertian simplisia
Pengetahuan tentang tanaman berkhasiat obat ini sudah lama dimiliki oleh
nenek moyang kita dan hingga saat ini telah banyak yang terbukti secara ilmiah. Dan
Pemanfaatan tanaman obat Indonesia akan terus meningkat mengingat kuatnya
keterkaitan bangsa Indonesia terhadap tradisi kebudayaan memakai jamu. Bagian-
bagian tanaman yang digunakan sebagai bahan obat yang disebut simplisia. Istilah
simplisia dipakai untuk menyebut bahan-bahan obat alam yang masih berada dalam
wujud aslinya atau belum mengalami perubahan bentuk (Gunawan, 2010).
Simplisia adalah bahan alamiah yang digunakan sebagai obat yang belum
mengalami pengolahan apapun juga kecuali dinyatakan lain berupa bahan yang telah
dikeringkan (Depkes RI, 1995)
Simplisia merupakan bahan awal pembuatan sediaan herbal. Mutu sediaan
herbal sangat dipengaruhi oleh mutu simplisia yang digunakan. Oleh karena itu,
sumber simplisia, cara pengolahan, dan penyimpanan harus dapat dilakukan dengan
cara yang baik. Simplisia adalah bahan alam yang digunakan sebagai bahan sediaan
herbal yang belum mengalami pengolahan apapun dan kecuali dinyatakan lain
simplisia merupakan bahan yang telah dikeringkan (Ditjen POM, 2005).
2.1.2 Jenis-jenis simplisia
Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (1983) simplisia adalah
bahan alami yang dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami pengolahan
apapun dan berupa bahan yang telah dikeringkan. Simplisia terdiri dari 3 macam
yaitu :
1. Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian tanaman
atau eksudat tanaman (isi sel yang secara spontan keluar dari tanaman atau
dengan cara tertentu dikeluarkan dari selnya ataupun zat-zat nabati lainnya

4
yang dengan cara tertentu dipisahkan dari tanamannya dan belum berupa zat
kimia murni).
2. Simplisia hewani adalah simplisia yang merupakan hewan utuh, sebagian
hewan atau zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa zat
kimia murni.
3. Simplisia pelikan atau mineral adalah simplisia yang berupa bahan pelikan
atau mineral yang belum diolah dengan cara yang sederhana dan belum
berupa zat kimia murni
2.1.3 Karakter Simplisia
Simplisia sebagai produk hasil pertanian atau pengumpalan dari tumbuhan liar
(wild crop) memiliki kandungan kimia yang tidak terjamin selalu konstan karena
adanya variabel bibit, tempat tumbuh, iklim, kondisi (umur dan cara) panen, serta
proses pasca panen dan preparasi akhir. Variasi kandungan senyawa dalam produk
hasil panen tumbuhan obat disebabkan oleh beberapa aspek sebagai berikut (Depkes
RI, 2000)
1. Generik (bibit)
2. Lingkungan (tempat tumbuh, iklim)
3. Rekayasa agronomi (fertilizer, perlakuan selama masa tumbuh)
4. Panen (waktu dan pasca panen)
2.1.4 Faktor-faktor Penentu Kualitas Simplisia
Menurut Gunawan (2010), kualitas simplisia dipengaruhi oleh dua faktor
antara lain sebagai berikut:
1. Bahan baku simplisia
Berdasarkan bahan bakunya, simplisia bisa diperoleh dari tanaman liar dan
atau dari tanaman yang dibudidayakan. Tumbuhan liar umumnya kurang baik untuk
dijadikan bahan simplisia jika dibandingkan dengan hasil budidaya,karena simplisia
yang dihasilkan mutunya tidak seragam.

5
2. Proses pembuatan simplisia
Dasar pembuatan simplisia meliputi beberapa tahapan, yaitu:
a. Pengumpulan bahan baku
Kadar senyawa aktif dalam suatu simplisia berbeda-beda yang tergantung
pada beberapa faktor, antara lain: bagian tumbuhan yang digunakan, umur tumbuhan
atau bagian tumbuhan pada saat panen, waktu panen dan lingkungan tempat tumbuh.
Waktu panen sangat erat hubungannya dengan pembentukan senyawa aktif di dalam
bagian tumbuhan yang akan dipanen. Waktu panen yang tepat pada saat bagian
tumbuhan tersebut mengandung senyawa aktif dalam jumlah yang terbesar. Senyawa
aktif akan terbentuk secara maksimal di dalam bagian tumbuhan atau tumbuhan pada
umur tertentu. Berdasarkan garis besar pedoman panen, pengambilan bahan baku
tanaman dilakukan sebagai berikut:
1) Biji
Pengambilan biji dapat dilakukan pada saat mulai mengeringnya buah atau
sebelum semuanya pecah. Pada panen biji juga, buah harus dalam keadaan
matang karena biji mempunyai berat kering maksimum, daya tumbuh
maksimum dan daya kecambah maksimum. Apabila buah dipanen sebelum
masak akan mengancam penurunan vitabilitas, kadar air masih tinggi.
Pematangan yang belum selesai dan rasa belum baik dapat mempengaruhi
kualitas dari biji yang dihasilkan. Cara pengambilan biji yaitu buah dikupas
dan biji dikumpulkan dan dibersihkan, diambil dari buah yang masak
2) Buah
Panen buah bisa dilakukan saat menjelang masak (misalnya Piper nigrum),
setelah benar-benar masak (misalnya adas), atau dengan cara melihat
perubahan warna/ bentuk dari buah yang bersangkutan (misalnya jeruk, asam,
dan pepaya). Buah dapat berupa buah matang, buah muda, dipetik dengan
tangan

6
3) Bunga
Panen dapat dilakukan saat menjelang penyerbukan, saat bunga masih kuncup
(seperti pada Jasminum sambac, melati), atau saat bunga sudah mulai mekar
(misalnya Rosa sinensis, mawar). Bunga dapat berupa kucup, bunga mekar
atau mahkotabunga atau daun bunga, dipetik langsung dengan tangan.
4) Daun atau herba
Panen daun atau herba dilakukan pada saat proses fotosintesis berlangsung
maksimal, yaitu ditandai dengan saat-saat tanaman mulai berbunga atau buah
mulai masak. Untuk mengambil pucuk daun, dianjurkan dipungut pada saat
warna pucuk daun berubah menjadi daun tua. Pengambilan daun diambil daun
tua (bukan daun kuning) daun kelima dari pucuk. Daun dipetik satu persatu
secara manual. Sedangkan untuk pengambilan herba diambil dari bagian akar
sampai daun menggunakan alat yang tepat.
5) Kulit batang
Tumbuhan yang pada saat panen diambil kulit batang, pengambilan dilakukan
pada saat tumbuhan telah cukup umur. Agar pada saat pengambilan tidak
mengganggu pertumbuhan, sebaiknya dilakukan pada musim yang
menguntungkan pertumbuhan antara lain menjelang musim kemarau. Kulit
batang diambil dari batang utama dan cabang, dikelupas dengan ukuran
panjang dan lebar tertentu dan tidak mengambilnya dengan vsatu
lingkaran penuhpada batang
6) Umbi lapis
Panen umbi dilakukan pada saat umbi mencapai besar maksimum dan
pertumbuhan pada bagian di atas berhenti. Misalnya bawang merah (Allium
cepa).
7) Rimpang
Pengambilan rimpang dilakukan pada saat musim kering dengan tanda-tanda
mengeringnya bagian atas tumbuhan. Dalam keadaan ini rimpang dalam
keadaan besar maksimum. Rimpang diambil dan dibersihkandari bulu-bulu

7
akar, kemudian dipotong melintangdengan ketebalan tertentu. Dipanen pada
saat daun meluruh (layu).
8) Akar
Panen akar dilakukan pada saat proses pertumbuhan berhenti atau tanaman
sudah cukup umur. Panen yang dilakukan terhadap akar umumnya akan
mematikan tanaman yang bersangkutan. Akar diambil bagian yang berada
dibawah tanah menggunakan alat misalnya linggis
9) Batang
Batang diambil mulai dari cabang pertama sampai leher akar, dipotong
dengan panjang dan diameter tertentu.
b. Sortasi basah
Sortasi basah adalah pemilihan hasil panen ketika tanaman masih segar.
Sortasi dilakukan terhadap Tanah atau kerikil, rumput-rumputan, bahan tanaman lain
atau bagian lain dari tanaman yang tidak digunakan,dan bagian tanaman yang rusak
(dimakan ulat atau sebagainya).
c. Pencucian
Pencucian simplisia dilakukan untuk membersihkan kotoran yang melekat,
terutama bahan-bahan yang berasal dari dalam tanah dan juga bahan-bahan yang
tercemar peptisida. Cara sortasi dan pencucian sangat mempengaruhi jenis dan
jumlah mikroba awal simplisia. Misalnya jika air yang digunakan untuk pencucian
kotor, maka jumlah mikroba pada permukaan bahan simplisia dapat bertambah dan
air yang terdapat pada permukaan bahan tersebut dapat mempercepat pertumbuhan
mikroba. Bakteri yang umum terdapat dalam air adalah Pseudomonas, Bacillus,
Streptococcus, Enterobacter, dan Escherichia.
d. Perajangan
Pada dasarnya tujuan perajangan simplisia adalah untuk memperluas
permukaan bahan baku. Semakin luas permukaan maka bahan baku akan semakin
cepat kering. Perajangan dapat dilakukan dengan pisau, dengan alat mesin perajangan
khusus sehingga diperoleh irisan tipis atau potongan denga ukuran yang

8
dikehendaki.Semakin tipis bahan yang dikeringkan, semakin cepat penguapanair,
sehingga mempercepat waktu pengeringan. Akan tetapi irisan yangterlalu tipis juga
dapat menyebabkan berkurangnya atau hilangnya zatberkhasiat yang mudah menguap
seperti minyak atsiri, sehingga mempengaruhi komposisi,bau dan rasa yang
diinginkan. Perajangan juga harus memperhatikan senyawa yang terkandung dalam
simplisia seperti minyak atsiri. Perajangan pada sampel yang mengandung minyak
atsiri lebih menggunakan pisau yang terbuat dari stainless steel agar tidak
mempengaruhi komponen minyak atsiri tersebut.
e. Pengeringan
Proses pengeringan simplisia, terutama bertujuan sebagai berikut:
1) Menurunkan kadar air sehingga bahan tersebut tidak mudah ditumbuhi
kapang dan bakteri.
2) Menghilangkan aktivitas enzim yang bisa menguraikan lebih lanjut
kandungan zat aktif .
3) Memudahkan dalam hal pengolahan proses selanjutnya (ringkas, mudah
disimpan, tahan lama, dan sebagainya).
Metode pengeringan simplisia terbagi menjadi dua yaitu secara langsung atau
secara tradisional. Untuk cara langsung, sampel dikeringkan di bawah matahari
langsung atau diangin-anginkan. Serta dapat juga digunakan kain hitam dalam proses
pengeringan ini. untuk sampel yang mengandung minyak atsiri lebih baik
menggunakan metode pengeringan menggunakan angin atau ditutup dengan kain
hitam
Metode kedua yaitu metode pengeringan tidak langsung atau pengeringan
secara modern. Pada metode ini, pengeringan dilakukan menggunakan oven atau
lemari pengering. Kelebihan dari metode ini yaitu suhu dan waktu dapat diatur serta
suhunya konstan, tidak berubah-ubah.
f. Sortasi kering
Sortasi kering adalah pemilihan bahan setelah mengalami proses pengeringan.
Pemilihan dilakukan terhadap bahan-bahan yang terlalu gosong atau bahan yang

9
rusak. Sortasi kering bertujuan untuk memisahkan benda-benda asing seperti bagian
tanaman yang tidak diinginkan dan benda-benda yang masih ada dan tertinggal pada
simplisia kering
g. Pengepakan dan penyimpanan
Setelah tahap pengeringan dan sortasi kering selesai maka simplisia perlu
ditempatkan dalam suatu wadah tersendiri agar tidak saling bercampur antara
simplisia satu dengan lainnya. Pengepakan atau pengemasan simplisia harus
menggunakan bahan yang bersih untuk menghindari terjadinya kontaminasi antara
bahan kemasan dan simplisia. Adapun penyimpanan simplisia dilakukan pada wadah
plastik yang sudah diberi silika gel didalamnya agar dapat mengurangi kelembaban
udara dan simplisia tetap dalam keadaan kering serta tidak terkontaminasi jamur atau
kapang.
2.1.5 Syarat Simplisia Yang Baik
Menurut Syamsuni (2005), syarat simplisia yang baik yaitu :
1. Tidak boleh mengandung organisme patogen ;
2. Bebas dari cemaran mikroorganisme serangga maupun binatang lainnya
maupun kotoran hewan ;
3. Tidak boleh ada penyimpangan bau dan warna ;
4. Tidak boleh mengandung lendir ;
5. Kadar abu yang tidak larut dalam asam tidak boleh lebih dari 2% kecuali
dinyatakan lain.
2.1.6 Definisi Fitokimia
Fitokimia adalah ilmu yang mempelajari berbagai senyawa organik yang
dibentuk dan disimpan oleh tumbuhan, yaitu cabang tentang struktur kimia,
biosintetis, perubahan dan metabolisme, penyebaran secara alami dan fungsi biologis
dari senyawa oranik. Fitokimia atau kadang disebut fitonutrien, dalam arti luas adalah
segala jenis zat kimia atau nutrien yang diturunkan dari sumber tumbuhan, termasuk
sayuran dan buah-buahan (Wagner dkk, 1984).

10
Fitokimia merupakan suatu ilmu yang mempelajari berbagai senyawa organik
yang ada pada tumbuhan baik tentang struktur kimia, perubahan dan metabolisme,
biosintesis, fungsi biologis dari senyawa organik dan penyebaran secara alami
(Kristianti, dkk. 2008).
Fitokimia atau disebut dengan fitonutrien, adalah segala jenis zat kimia atau
nutrient yang diturunkan dari tumbuhan, buah-buahan dan sayuran. Fitokimia
terdapat pada senyawa yang ditemukan pada tumbuhan yang tidak dibutuhkan untuk
fungsi normal tubuh dan memiliki efek bagi kesehatan dan memiliki peran aktif bagi
pencegahan penyakit (Djamal, 2010).
Fitokimia adalah ilmu yang mempelajari berbagai senyawa organic yang
dibentuk dan disimpan oleh tumbuhan, yaitu tentang struktur kimia,
biosintetis,perubahan dan metabolism, penyebaran secara alami dan fungsi biologis
dari senyawa organic (Robinson, 1991).
2.1.7 Flavanoid
Senyawa flavonoid memiliki struktur C6-C3-C6, dimana gugus C6 merupakan
cincin benzene. Perbedaan yang terjadi dalam status oksidasi gugus C3, akan
menentukan sifat-sifat flavonoids serta menjadi dasar penggolongan klasifikasi
flavonoids. Senyawa yang termasuk kedalam flavonoids antara lain catechin,
anthosianin, flavon, flavonol, isoflavon. Flavonoids umumnya terdapat pada setiap
bagian dari tanaman seperti biji, buah, benang sari, akar dan sebagainya (Winarno
dan Kartawidjajaputra, 2007).
Flavonoid juga memiliki aktivitas antibakteri, anti jamur dan anti virus, tidak
hanya melawan pathogen pada tanaman tapi juga pathogen pada manusia. Sebagai
contoh apigenin dan amentoflavon memiliki efek kuat terhadap jamur pathogen
C.albicans, Staphylococcus cereviceae, dan T.beigelli. Flavonoids juga dapat aktif
resisten terhadap antibiotik strain. Flavonoid sebagai senyawa yang berasal dari
tanaman banyak memiliki dampak positif diantaranya bertindak sebagai antioksidan
alami dan memiliki efek pada banyak penyakit seperti : anti tumor, antiinflamasi, anti
alergi, anti diabetik. Flavonoid juga telah banyak digunakan dalam bahan tatarias

11
(kosmetik). Flavonoid meningkatkan hidrasi kulit, menghaluskan permukan kulit dan
menginduksi sel-sel kulit untuk tumbuh. Flavonoid juga digunakan sebagai obat
jerawat, ketombe, komedo, mencegah kebotakan, dan memperlambat proses penuaan
karena mengandung antioksidn dan antibakteri. (Mierziak, J., Kostyn, K., Kulma, A.,
2014).
Beberapa senyawa memiliki sifat aktif secara fisiologis dalam jumlah sedikit
beberapa flavonoid berfungsi aktif sebagai stimulan janutng, seperti hesperidin, yang
mampu memperkuat buluh darah yang lemah. Beberapa diantaranya yang telah
mengalami hidroksilasi tinggi, aktif sebagai senyawa diuretic dan sebagai senyawa
antioksidan (Winarno dan Kartawidjajaputra, 2007).

Gambar 2. Struktur Flavonoid


(W.P Amstrong, 2003)
2.1.8 Isoprenoid
1. Karatenoid
Senyawa karotenoid merupakan pigmen yang bewarna kuning jingga atau
merah. Pigmen yang banyak terdapat dalam tanaman maupun hewan. Pigmen
tersebut disebut lipokromik pigmen karena dapat larut dalam minyak.
Karotenoid ini terdiri dari dua kelompok yaitu :
a. Hydrokuinon : yang dapat larut dalam petroleum ether
b. Xantophyl : merupakan turunan dari karoten yang mengalami oksidasi
Senyawa yang termasuk dalam karoten adalah alpha, beta dan gamma karoren
dan capsanthin. Dalam bidang kesehata karotenoid terutama karoten merupakan salah
satu senyawa antioksidan alami. Dimana antioksidan yang berfungsi sebagai

12
pemadam (quencher) oksigen singlet serta penangkal radikal bebas, dalam sistem
fotosintesis tumbuhan dapat berlangsung, dalam tubuh manusia maupun hewan.
Oksigen singlet merupakan molekul oksigen yang sangat reaktif, dapat menginisiasi
peroksida lipid hingga terjadi reaksi berantai radikal bebas yang dapat mengoksidasi
komponen sel lain, yaitu protein dan DNA, serta dapat memicu penuaan dini pada
manusia. Penelitian menunjukkan bahwa oksigen singlet yang berbahaya ini dapat
dinonaktifkan oleh karoten. Selain itu, karoten juga mampu bereaksi dengan radikal
bebas (R) dengan proses transfer muatan (elektron). Pada reaksi ini akan diperoleh
radikal bebas karoten yang relatif lebihstabil dan tidak memiliki energi yang cukup
untuk dapat bereaksi dengan molekul lain membentuk radikal baru (Britton 1995;
Gordon 1990; Gross 1991).
Karotenoid merupakan pewarna alami yang larut dalam lemak, metabolit
sekunder dari jenis terpenoid yaitu berupa suatu poliisoprenoid panjang (terdiri atas
40 atom karbon/tetraterpen) yang mengandung ikatan rangkap dan tersusun dari
rantai poliisoprena simetris terhadap pusat ikatan. Karotenoid dapat ditemukan dalam
tumbuhan, beberapa jenis hewan, alga, bakteri dan jamur. Pigmen karotenoid pada
tumbuhan mempunyai dua fungsi, yaitu sebagai pigmen pembantu dalam fotosintesis
dan sebagai pewarna dalam bunga dan buah. Karotenoid merupakan pigmen yang
berwarna kuning, oranye atau merah, sehingga dapat diidentifikasi melalui warnanya
(Sulistyaningrum, N. 2014).
Warna yang terdapat pada karotenoid dipengaruhi oleh ikatan rangkap
yangada pada kerangka dasarnya. Untuk menghasilkan warna karotenoid butuh
tujuhbuah ikatan rangkap. Semakin banyaknya ikatan rangkap maka warna
karotenoid semakin kuat atau pekat (Seafest Center, 2012).

13
Gambar 3. Rumus struktur karotenoid
(Seafest Center, 2012)
2. Steroid
Steroid mengadung gugus molekul besar yang disebut cyclopentano
perhydrophenanthrene. Senyawa alami yang tergolong steroid seperti sterol, asam
empedu, hormone seks, adrenal cortical hormone, cardiac glycoside dan sapogenin
(Winarno dan Kartawidjajaputra, 2007).
Steroid termasuk golongan senyawa triterpenoid didalamnya terkandung
siklopenta perhidrofenanten yaitu dari tiga cincin sikloheksana dan sebuah cincin
siklopentana. Senyawa steroid juga banyak ditemukan pada jaringan tumbuhan. Tiga
senyawa fitosterol terdapat pada tumbuhan tinggi yaitu sitosterol, stigmasterol, dan
kampesterol (Harbone, 1987, Robinson, 1995).
Senyawa steroid dibagi berdasarkan asalnya diantaranya (Harbone, 1987) :
a. Zoosterol yaitu steroid yang berasal dari hewan misalnya kolesterol.
b. Fitosterol yaitu steroid yang berasal dari tumbuhan misalnya sitosterol dan
stigmasterol.
c. Mycosterol yaitu steroid yang berasal dari fungi misalnya egosterol
d. Marinesterol yaitu steroid yang berasal dari organisme laut misalnya
spongesterol.
Steroid dibagi berdasarkan jumlah atom karbonnya yaitu : steroid dengan
jumlah atom karbon 27, misalnya zimasterolb. Steroid dengan jumlah atom karbon

14
28, misalnya ergosterolc. Steroida dengan jumlah atom karbon 29, misalnya
stigmasterol.

Gambar 4. Steroid
(Robinson, 1995).
3. Terpenoid
Terpen adalah suatu golongan senyawa yang sebagian besar terjadi dalam
dunia tumbuh-tumbuhan. Di dalam tanaman banyak terdapat senyawa terpenoids.
Terpenoid merupakan oligomer dan isoprena. Terpenoid memiliki banyak jenis tetapi
dapat digolongkan menjadi enam kelompok (Robinson, 1995) :
1. Monoterpene (2 isoprene) C10H16
2. Sesquiterpene (3 isoprene) C15H24
3. Diterpene (4 isoprene) C20H32
4. Triterpene (6 isoprene) C30H48
5. Tetraterpene (8 isoprene) C40H64
6. Polyterpene (2n isoprene) (C5H8)n
Terpenoid merupakan komponen tumbuhan yang memiliki bau dan dapat
diisolasi dari bahan nabati dengan cara peyulingan disebut minyak atsiri. Minyak
atsiri memiliki komponen utama yaitu monoterpen (C10) dan seskuiterpen (C15).
Monoterpen mempunyai sifat-sifat berupa cairan tidak berwarna, tidak larut dalam
air, disuling dengan uap air, berinteraksi dengan lemak/minyak berbau harum.
Minyak bunga dan biji banyak mengandung monoterpen (Robinson, 1995).

15
Sebagian besar terpenoid mempunyai kerangka karbon yang dibangun oleh
dua atau lebih unit C-5 yang disebut sebagai unit isoprene. Unit C-5 dinamakan
demikian karena kerangka karbonnya sama seperti isoprene.

Gambar 5. Terpenoid
Sumber : Djamal (2010)
Klasifikasi terpenoid ditentukan dari unit isoprene atau unit C-5 sebagai
penyusun senyawa tersebut. Secara umum biosintesa dari terpenoid dengan terjadinya
tiga reaksi dasar yaitu (Robinson, 1995) :
1. Pembentukan isoprene aktif berasal dari asam asetat melalui asam mevalonate
2. Penggabungan kepala dan ekor dua unit isoprene akan membentuk mono-,
seskui-, di-, sester-, dan poli-, terpenoid.
3. Penggabungan ekor dan ekor dari unit C-15 atau C-20 menghasilkan
triterpenoid dan steroid.
Monoterpen beberapa contoh monoterpene rantai terbuka yaitu geraniol,
nerol, linalool, dan sitral, sitronelal dan mirsena. Senyawa ini merupakan komponen
minyak atsiri. Zat inilah yang menyebabkan minyak atsiri bau wangi spesifik.
Minyak ini berperan penting sebagai bahan baku pembuatan parfum dan juga bahan
penambah bau dan rasa dalam industry makanan dan minuman (Djamal, 2010).
Seskuiterpen penyebarannya cukup luas dan tumbuhan. Senyawa ini juga
ditemukan pada jamur-jamur. Penggolongan seskuiterpen cukup sukar karena dalam
setiap golongan juga dijumpai banyak senyawa yang berbeda. Misalnya : farnesol
(asiklik), bisabolen (monosiklik), selinen (bisiklik), santonin ( seskuiterpen lakton /
iridoid) (Djamal, 2010).

16
Diterpen senyawa ini terdapat pada tumbuhan tinggi dan jamur, meliputi
berbagai golongan senyawa yang secara kimia sangat heterogen. Akan tetapi
semuanya memiliki kerangka C20 (Djamal, 2010).
Mekanisme tahap reaksi dari biosintesa triterpenoid adalah asam asetat setelah
diaktifkan oleh koenzim A melakukan kondensasi jenis Claisen menghasilkan asam
asetoasetat. Senyawa yang dihasilkan ini dengan asetil koenzim A melakukan
kondensasi jenis aldol menghasilkan rantai karbon bercabang sebagaimana ditemukan
pada asam mevalinat. Reaksi-reaksi berikutnya adalah fosforilasi, eliminasi asam
fosfat dan dekarboksilasi menghasilkan isopentenyl pirofosfat (IPP) yang selanjutnya
berisomerisasi menjadi Dimetil alil profosfat (DMAPP) oleh enzim isomerase. IPP
sebagai unit isoprene aktif bergabung secara kepala ke ekor dengan DMAPP dan
penggabungan ini merupakan langkah pertama dari isomerisasi isoprene untuk
menghasilkan terpenoid (Lenny, S., 2006).
Karotenoid termasuk tetraterpenoid yang memiliki 8 unit isoprene (C40)
termasuk golongan pigmen yang terdistribusi luas dalam tanaman dan ada juga
terdapat didalam bakteri. Melalui makanan karotenoid memberi warna khusus bagi
yang memakannya. Pada tumbuhan, karotenoid mempunyai fungsi sebagai pigmen
pembantu dalam fotosintesis dan fungsi lainnya adalah sebagai pewarna buah dan
bunga. Didalam bunga, karotenoid berupa zat warna kuning, sementara di dalam buah
berupa warna jingga atau merah (Djamal, 2010).
2.1.9 Senyawa Alkaloid
Alkaloid adalah senyawa organik yang mempunyai nilai N heterosiklis yang
bersifat basa yang tidak larut dalam air namun larut dalam pelarut organik. Secara
sederhana alkaloid dalam tumbuhan memiliki rasa pahit dilidah (Djamal, 2010).
Senyawa ini termasuk kedalam senyawa nitrogeneous yang banyak terdapat
dalam tanaman, yang banyak terdapat di dalam tanaman, bersifat basa, dan optically
aktif. Beberpa senyawa dari alkaloid berikatan dengan gula seperti solanin racun yang
terdapat dalam kentang atau dapat pula berikatan dengan asam amida dalam bentuk
cocain dan antropin (Winarno dan Kartawidjajaputra, 2007).

17
Alkaloid banyak digunakan dalam bidang pengobatan. Alkaloid dapat
berfungsi sebagai zat antioksidan berdasarkan penelitian uji antioksidan (Robinson,
1995; Hanani dkk,2005).
Senyawa alkaloid yang terkandung dalam suatu jenis tanaman dapat bersifat
sebagai bioaktif penolak (repellent) nyamuk. Alkaloid indol memilki aktifitas
antibakteri dari Aspidosperma ramiflorum (Tanaka J.C.A , 2006).
Alkaloid merupkan senyawa metabolit sekunder yang terdapat di dalam
tanaman. Biasanya dijumpai pada bagian daun, ranting, biji, dan kulit batang.
Alkaloid memiliki efek yang baik untuk kesehatan diantaranya pemicu system syaraf.
Menaikan tekanan darah, mengurangi rasa sakit, antimikroba, obat penenang dan obat
penyakit jantung (Simbala, Herny, 2009).
Sistem klasifikasi alkaloid yang banyak diterima adalah pembagian alkaloid
menjadi 3 golongan yaitu alkaloid sesungguhnya, protoalkaloid dan pseudoalkaloid.
Suatu cara mengklasifikasikan alkaloid adalah cara yang didasarkan jenis cincin
heterosiklik nitrogen yang merupakan bagian dari struktur molekul. Jenisnya yaitu
pirolidin, piperidin, kuinolin, isokuinolin, indol, piridin dan sebagainya (Mustanir dan
Rosnani, 2008).

Gambar 7. Struktur jenis-jenis alkaloid


(Mustanir dan Rosnani, 2008).

18
2.2 Uraian Tanaman
2.2.1 Langsat (Lansium dometicum)
1. Klasifikasi (Mayanti, 2009)
Regnum : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Sapindales
Famili : Meliaceae
Gambar 2.2.5
Genus : Lansium (Lansium domesticum)
Spesies : Lansium domesticum
2. Morfologi
Menurut Mayanti (2009), Lansium domesticum atau biasa disebut
dengan duku termasuk dalam famili Meliaceae dan merupakan tanaman
berupa pohon tinggi yang tegak dan menahun. Tinggi pohonnya dapat
mencapai 20 m dengan diameter batang 35-40 cm. Batangnya beralur-alur
dalam dan menjulur tinggi. Kulit batangnya berwarna cokelat kehijauan atau
keabu-abuan, pecah-pecah, dan bergetah putih. Kulit batangnya tipis dan
sukar dilepaskan dari batangnya. Daun duku merupakan daun majemuk ganjil
tersusun berselang-seling. Setiap rangkai daunnya terdiri atas 5-7 helai anak
daun yang berbentuk elips panjang, berpinggir rata, pangkal asimetrik dan
ujungnya meruncing. Kedua permukaan daun duku berwarna hijau tua atau
agak kekuningan. Bunganya merupakan bunga majemuk tandan. Bentuk
bunganya seperti mangkuk dan merupakan bunga banci (terdapat putik dan
benang sari dalam 1 bunga). Kelopak bunga tebal dan berjumlah 5 helai.
Mahkota bunganya terdiri dari 4-5 helai dan tebal. Bakal buahnya terdiri dari
4-5 ruang. Buahnya berbentuk tandan, bentuk buahnya bulat atau bulat
memanjang berdiameter sekitar 2-4 cm. Kulit buah duku muda berwarna hijau
dan berubah menjadi kuning saat matang. Daging buahnya tebal, putih jernih
agak transparan, agak kenyal, dan rasanya manis atau manis keasaman. Buah

19
duku matang tidak mengeluarkan getah jika dibuka, bijinya kecil dan sedikit,
daging buahnya tebal dan banyak, serta rasa daging buahnya manis.
3. Kandungan
Esktrak etanol kulit buah Lansium domesticum Cor. (langsat) dinyatakan
positif mengandung senyawa fenol, tanin, saponin, triterpenoid, alkaloid, dan
flavonoid (Sepdahlia, 2013).
Komponen utama daun duku adalah asam lansiolat dan komponen
minoritasnya adalah 3-okso-24- sikloarten-21-oat yang dikarakterisasikan
sebagai sikloartanoid tipe baru dari asam karboksilat. Kedua senyawa tersebut
merupakan senyawa triterpenoid (Mayanti, 2009).
Menurut Ragasa dkk. (2006), kulit buah duku mengandung 5 onoceroid
triterpen yakni 3β-hydroxyonocera8(26), 14-dien-210one, α-ᵧ-
onoceradienedione, lansiolic acid, lansionic acid, dan lansiosida C, sedangkan
bijinya mengandung germacrene D. Senyawa aktif dari bagian tanaman duku
memiliki aktifitas farmakologis yang dapat dimanfaatkan untuk bahan obat.
Senyawa cycloartanoid triterpene dari daun duku dilaporkan memiliki
aktivitas penghambatan kanker kulit (Nishizawa dkk., 1989 dalam Hanum dan
Kasiamdari, 2013).
Biji duku juga dilaporkan mengandung senyawa terpenoid, steroid,
glikosida, flavonoid, dan alkaloid yang berperan sebagai antibakteri
(Supriyono, 2007).
2.2.2 Pecut Kuda (Stachytarpheta jamaicensis).
1. Klasifikasi (Depkes, 2000)
Regnum : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Dicotyledoneae
Ordo : Lamiales
Famili : Verbenaceae
Gambar 2.2.5
Genus : Stachytarpheta (Lansium domesticum)

20
Spesies : Stachytarpheta jamaicensis (L.) Vahl
2. Morfologi
Pecut kuda tumbuh liar di tepi jalan, tanah lapang dan tempat- tempat
terlantar lainnya. Tanaman yang berasal dari Amerika ini dapat ditemukan di
daerah cerah, sedang, terlindung dari sinar matahari dan pada ketinggian 1-
1500 m dpl. Pecut kuda merupakan terna tahunan, tumbuh tegak, tinggi ± 50
cm, tumbuh liar disisi jalan daerah pinggir kota, tanah kosong yang tidak
terawat. Daun letak berhadapan, bentuk bulat telur, tepi bergerigi, tidak
berambut. Bunga duduk tanpa tangkai pada bulir - bulir yang berbentuk pecut,
panjang 4 - 20 cm. bunga mekar tidak berbarengan, kecil - kecil warna ungu,
putih (Dalimartha, 2000).
3. Kandungan
Pecut kuda mengandung glikosida, flavonoid dan alkaloid (Dalimartha,
2000).
2.4 Uraian Bahan
2.3.1 Alkohol (Dirjen POM, 1979)
Nama resmi : AETHANOLUM
Nama Lain : Etanol
RM/BM : C2H5OH / 46,07 g/mol
Rumus strukur :

Pemerian : Cairan tidak berwarna,mudah menguap, bau khas.


Kelarutan : Bercampur dengan air, praktis bercampur dengan
pelarut organik.
Kegunaan : Sebagai antimikroba (membunuh mikrobakterium
desinfektan (membasmi kuman penyakit).

21
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat.
2.3.2 Aquadest (Dirjen POM, 1979)
Nama resmi : AQUA DESTILATA
Nama Lain : Air suling
RM/BM : H2O / 18,02 g/mol
Rumus struktur :

Pemerian : Cairan jernih tidak berwarna, tidak berbau; tidak


mempunyai rasa.
Kelarutan : Bercampur dengan semua jenis pelarut.
Kegunaan : Sebagai pembersih.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.

22
BAB III

METODEOLOGI PENELITIAN

3.1 Uraian Lokasi

Adapun Pratikum kerja lapangan ini yang dilaksanakan pada hari kamis
sampai dengan Minggu pada tanggal 19-22 Desember 2019 bertempat di Desa
Lombongo Kecamatan Suwawa Tengah, Kabupaten Bone Bolango, Provinsi
Gorontalo.

3.2 Alat Dan Bahan

3.2.1 Alat

Adapun alat yang digunakan yaitu, Cutter, Gunting, Linggis, Parang, Papan
identifikasi, Wadah

3.2.2 Bahan

Adapun bahan yang digunakan yaitu, Alkohol 70%, Aquadest, ATK, Batang
Pecut Kuda (Stachytarpheta Jamaicensis), Daun (Leea Guinensis), Kapas, Kardus,
Koran, Kulit Batang Langsat (Lansium Dometicum), Lakban hitam, Selotip,Tali rapia

3.3 Cara Kerja

3.3.1 Simplisia Daun (Leea Guinensis)

1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan

2. Dilakukan pemanenan sampel pada daun (Leea Guinensis) yaitu diambil daun
tua (bukan daun kuning) daun kelima dari dari pucuk.

3. Dilakukan sortasi basah sampel tersebut


4. Dicuci sampel pada air yang mengalir
5. Dilakukan perajangan pada sampel
6. Dikeringkan sampel dengan bantuan matahari
7. Disortasi kering
8. Dipotong-potong sampel dan dibagi menjadi dua yaitu haksel dan serbuk
9. Diblender sampel sampai menjadi serbuk

23
10. Diayak serbuk sampai mendapatkan serbuk yang paling halus
3.3.2 Simplisia Kulit Batang Langsat (Lansium Dometicum)
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan

2. Dilakukan pemanenan sampel pada kulit batang langsat (Lansium


Dometicum) diambil dari batang utama dan cabang, dikelupas dengan
ukuran panjang dan lebar tertentu.

3. Dilakukan sortasi basah sampel tersebut


4. Dicuci sampel pada air yang mengalir
5. Dilakukan perajangan pada sampel
6. Dikeringkan sampel dengan bantuan matahari
7. Disortasi kering
8. Dipotong-potong sampel dan dibagi menjadi dua yaitu haksel dan serbuk
9. Diblender sampel sampai menjadi serbuk
10. Diayak serbuk sampai mendapatkan serbuk yang paling halus
3.3.3 Simplisia Batang Pecut Kuda (Stachytarpheta Jamaicensis)
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan

2. Dilakukan pemanenan sampel pada batang Pecut Kuda (Stachytarpheta


Jamaicensis) diambil mulai dari cabang pertama sampai leher akar, dipotong
dengan panjang.

3. Dilakukan sortasi basah sampel tersebut


4. Dicuci sampel pada air yang mengalir
5. Dilakukan perajangan pada sampel
6. Dikeringkan sampel dengan bantuan matahari
7. Disortasi kering
8. Dipotong-potong sampel dan dibagi menjadi dua yaitu haksel dan serbuk
9. Diblender sampel sampai menjadi serbuk
10. Diayak serbuk sampai mendapatkan serbuk yang paling halus

24
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil

Daun keji beling Batang pecut kuda Kulit batang


(Strobilanthes (Stachytaperta langsat (Lansium
crsipa) indica) dometicum )

4.2 Pembahasan
Simplisia merupakan istilah yang dipakai untuk menyebut bahan-bahan obat
alam yang berada dalam wujud aslinya atau belum mengalami perubahan bentuk
(Gunawan dan Mulyani, 2002).
Pada pembuatan simplisia kali ini kami menggunakan beberapa sampel.
Untuk simplisia daun digunakan tumbuhan keji beling (Strobilanthes crsipa),
simplisia kulit batang digunakan tumbuhan langsat ( Lansium dometicum), dan
simplisia batang tumbuhan pecut kuda (Stachytarpheta jamaicensis).
Hal pertama yang dilakukan pada pembuatan simplisia yaitu disiapkannya alat
dan bahan serta dilakukannya proses pemanenan sampel. Cara pemanenan atau
pengambilan sampel masing-masing sampel berbeda. menurut Hernawati (2012),
pada proses pengambilan kortex diambil dari batang utama dan cabang, dikelupas
dengan ukuran panjang dan lebar tertentu, sebaiknya dengan cara berselang-seling
dan sebelum jaringan kambiumnya, untuk sampel yang mengandung minyak atsiri
atau senyawa fenol gunakan alat pengelupas yang bukan terbuat dari logam.
Pada pengambilan daun menurut Hernawati (2012), daun diambil daun tua
(bukan daun kuning) daun dari pucuk dilakukan dengan cara pemangkasan

25
menggunakan pisau atau gunting bersih. Pengambilan daun matoa dilakukan pada
pukul 09.00 sampai 12.00 karena pada pukul tersebut tanaman mengalami
fotosintesis sehingga banyak mengandung zat aktif (Agoes, 2007).
Dan untuk pengambilan batang dipanen dengan cara dipotong dari cabang
utama sampai leher akar, yang dipotong-potong dengan panjang dan diameter tertentu
(3-4 cm). Pemanenan batang dilakukan saat tanaman sudah cukup umur. Saat panen
yang paling baik adalah pada awal musim kemarau. Pada musim kemarau proses
pengangkutan zat hara dari tanah ke seluruh tubuh tumbuhan berkurang sehingga zat
aktif yang dibutuhkan tertumpuk dibatang (Soepardi, 1983).
Sampel yang telah dipanen tadi, selanjutnya dilakukan sortasi basah.Menurut
Wahyuni (2014), sortasi basah dilakukan untuk memilih kotoran atau bahan-bahan
asing lainnya dari tumbuhan sebelum pencucian deng an cara membuang bagian-
bagian tanaman yang tidak digunakan. Sortasi basah dilakukan sebelum terjadi
pengeringnan sampel.
Setelah semua sampel disortir, selanjutnya dilakukan pencucian pada setiap
sampel dengan menggunakan air mengalir, ini sesuai dengan pendapat Dapundu
(2015), tujuan sampel dicuci dengan air yang mengalir agar kotoran dan debu yang
menempel pada tanaman tersebut dapat terbawa mengalir bersama air.
Sampel telah selesai dicuci kemudian dirajang. Perajangan adalah proses
pengubahan bentuk sampel menjadi lebih kecil atau lebih tipis. Adapun tujuan
perajangan yaitu mempercepatnya pengeringan dan pengupan air waktu pengeringan
semakin singkat. Menurut Indarfiya (2011), perajangan sebaiknya tidak terlalu tipis
untuk mencegah kurangnya kadar suatu senyawa dan jika dirajang terlalu tebal
memerlukan waktu penjemuran lebih lama yang kemungkinan tanaman ditumbuhi
jamur. Untuk sampel sirih hutan perajangannya menggunakan pisau stainless steel
serta rajangannya tidak terlalu tipis. Ini dikarenakan sampel tersebut mengandung
minyak atsiri yang apabila dirajang menggunakan pisau besi akan merusak komponen
atsiri tersebut serta apabila dirajang terlalu tipis akan mempermudah menguapnya
minyak atsiri pada saat pengeringan (Gunawan, 2010)

26
Setelah semua sampel dirajang, selanjutnya dilakukan pengeringan. Menurut
Pramono (2006) Terdapat berbagai metode dalam pengeringan yaitu antara lain
pengeringan dengan sinar matahari langsung, pengeringan dengan oven, dan kering
angin. Pengeringan dengan matahari langsung merupakan proses pengeringan yang
paling ekonomis dan paling mudah dilakukan, akan tetapi dari segi kualitas alat
pengering buatan (oven) akan memberikan produk yang lebih baik. Sinar ultra violet
dari matahari juga menimbulkan kerusakan pada beberapa kandungan kimia bahan
yang dikeringkan.Khusus untuk sampel yang mengandung minyak metode
pengeringan yang dilakukan yaitu pengeringan dengan cara diangin-anginkan.
Metode ini cocok agar mencegah hilangnya kandungan minyak atsiri pada sampel.
Hal ini sejalan dengan dengan percobaan yang dilakukan oleh Winangsih et al.
(2013). Untuk sampel lainnya dikeringkan dibawah sinar matahari langsung selama
sehari.
Setelah semua sampel simplisia telah kering, sampel kemudian disortasi
kering. Menurut Astuti (2003), Sortasi kering adalah sortasi yang dilakukan setelah
pengeringan. Tujuannya dari sortasi kering adalah bertujuan memisahkan benda-
benda asing seperti bagian tanaman yang tidak diinginkan dan pengotor-pengotor lain
yang masih ada dan tertinggal pada simplisia (Triharto, 2009)
Setelah melewati proses sortasi kering, disemprotkan dengan mengunakan
alkohol 70%. Karena menurut Pratiwi (2008) alkohol 70% dapat bersifat sebagai
antiseptik atau desinfektan yang dapat membunuh bakteri. Hal ini didukung dengan
percobaan Handoko (2006) tentang efektivitas alkohol 70% dalam membunuh kuman
pada membran stetoskop.
Setelah diawetkan kemudian sampel disimpan dalam amplop coklat, menurut
Steenis (2003), simplisia yang diperoleh diberi wadah yang baik dan disimpan pada
tempat yang dapat menjamin terpeliharanya mutu dari simplisia. Wadah terbuat dari
plastik tebal atau gelas yang berwarna gelap dan tertutup kedap memberikan suatu
jaminan yang memadai terhadap isinya.Penyimpanan simplisia menggunakan amplop
cokelat yaitu bertujuan untuk menjaga kualitas simplisia berkaitan dengan kadar air,

27
keawetan dan komposisi zat aktif utamanya yang tidak tahan panas (Eka Wibowo,
2010)

28
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Simplisia adalah bahan alamiah yang digunakan sebagai obat yang belum
mengalami pengolahan apapun kecuali dinyatakan lain adalah bahan yang
telah dikeringkan. Dan teknik yang digunakan yaitu persiapan alat dan bahan,
pemanenan sampel, sortasi basah, pencucian, perajangan, pengeringan,
pengawetan, pengepakan dan penyimpanan.
2. Tanaman yang dapat dijadikan sebagai obat antara lain tumbuhan langsat,
tumbuhan pecut kuda dan tumbuhan semak cemara. Adapun penyakit yang
bisa disembuhkan oleh tanaman pecut kuda yakni Malaria.
3. Mensosialisasikan keunggulan dari obat tradisional kepada masyarakat
sebagai alternatif utama dalam penyembuhan penyakit.
5.2 Saran
5.2.1 Jurusan
Dapat memberikan dukungan bagi seluruh praktikan dalam hal tempat agar
praktikan dapat menjalankan Praktek Kerja Lapangan dengan lebih maksimal yaitu
dengan menambah fasilitas laboratorium agar praktikum dapat berjalan maksimal.
5.2.2 Asisten
Diharapkan agar kerjasama antara asisten dengan praktikan lebih ditingkatkan
dengan banyak memberi wawasan tentang Praktek Kerja Lapangan ini, asisten dan
praktikan diharapkan tidak ada missed communcationi selama proses Praktek Kerja
Lapangan Fitokimia 1 agar hubungan antara asisten dan praktikan tetap terjaga
dengan baik.
5.2.3 Praktikan
Diharapkan agar praktikan dapat saling membantu antara sesame praktikan
walaupun berbeda kelompok. Praktikan harus memiliki rasa persatuan yang tinggi
terhadap sesame praktikan dan rasa hormat terhadap kaka asisten.

29

Anda mungkin juga menyukai