PENDAHULUAN
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. DEFINISI
Dermatitis kontak iritan (DKI) merupakan reaksi peradangan nonimunologik
pada kulit yang disebabkan oleh kontak dengan faktor eksogen maupun endogen.
Faktor eksogen berupa bahan-bahan iritan (kimiawi, fisik, maupun biologik) dan
faktor endogen yang memegang peranan penting pada penyakit ini.1
II. EPIDEMIOLOGI
Dermatitis kontak iritan dapat diderita oleh semua orang dari berbagai
golongan umur, ras, dan jenis kelamin. Data epidemiologi penderita dermatitis
kontak iritan sulit didapat. Jumlah penderita dermatitis kontak iritan diperkirakan
cukup banyak, namun sulit untuk diketahui jumlahnya. Hal ini disebabkan antara
lain oleh banyak penderita yang tidak datang berobat dengan kelainan ringan.2
Berbeda dengan dermatitis kontak alergi (DKA), tidak ada paparan
sebelumnya terhadap iritan yang diperlukan dalam memunculkan reaksi iritan.
DKI menyumbang 80 persen dari semua kasus dermatitis kontak, dan seringkali
berkaitan dengan pekerjaan. DKI yang disebabkan oleh produk perawatan pribadi
dan kosmetik juga biasa terjadi; Namun, sangat sedikit pasien dengan reaksi iritan
ini yang mencari pertolongan medis karena mereka mengendalikannya dengan
menghindari agen yang berperan. Kejadian DKI sulit ditentukan karena
keakuratan data epidemiologi terbatas. Penelitian cross-sectional Eropa untuk
eksim karena semua penyebab pada populasi umum telah menunjukkan tingkat
prevalensi kejadian 0,7 persen sampai 40 persen dan tingkat prevalensi seumur
hidup, 1 tahun 7,2 persen menjadi 11,8 persen. Data dari Biro Statistik Tenaga
Kerja AS menunjukkan bahwa dari 249.000 kasus penyakit tidak fatal yang
dilaporkan pada tahun 2004 untuk kedua jenis kelamin, 15,6 persen (38.900
kasus) adalah penyakit kulit, penyebab paling umum kedua dari semua penyakit
akibat kerja yang dilaporkan. Berdasarkan juga survei tahunan tingkat kejadian
Statistik Tenaga Kerja Biro Tenaga Kerja pada populasi pekerja Amerika,
3
dermatitis kontak menempati 90 persen sampai 95 persen dari semua penyakit
kulit, dan DKI sekitar 80 persen dermatitis kontak pada pekerjaan.1,4
Dalam sebuah studi berbasis kuesioner dari 3.300 wanita dan 500 pria,
51,4% wanita dan 38,2% pria menganggap mereka rentan terhadap bahan sensitif.
50% wanita dan 31,4% pria memiliki reaksi buruk terhadap produk perawatan
pribadi selama kehidupan mereka. Di antara wanita, gejala iritasi kulit subyektif
(terbakar, menyengat, dll.) Terjadi lebih sering pada mereka yang menganggap
mereka memiliki kulit sensitif (53%) dibandingkan mereka yang tidak (17%).5
III. ETIOLOGI
Dermatitis kontak iritan adalah penyakit multifaktor dimana faktor eksogen
(iritan dan lingkungan) dan faktor endogen sangat berperan.1,6
Faktor Eksogen
Selain dengan asam dan basa kuat, tidak mungkin untuk memprediksi
potensial iritan sebuah bahan kimia berdasarkan struktur molekulnya. Potensial
iritan bentuk senyawa mungkin lebih sulit untuk diprediksi. Faktor-faktor yang
dimaksudkan termasuk : (1) Sifat kimia bahan iritan: pH, kondisi fisik,
konsentrasi, ukuran molekul, jumlah, polarisasi, ionisasi, bahan dasar, kelarutan ;
(2) Sifat dari pajanan: jumlah, konsentrasi, lamanya pajanan dan jenis kontak,
pajanan serentak dengan bahan iritan lain dan jaraknya setelah pajanan
sebelumnya ; (3) Faktor lingkungan: lokalisasi tubuh yang terpajan dan suhu, dan
faktor mekanik seperti tekanan, gesekan atau goresan. Kelembapan lingkunan
yang rendah dan suhu dingin menurunkan kadar air pada stratum korneum yang
menyebabkan kulit lebih rentan pada bahan iritan.1
Faktor Endogen
a. Faktor genetik
Ada hipotesa yang mengungkapkan bahwa kemampuan individu untuk
mengeluarkan radikal bebas, untuk mengubah level enzym antioksidan,
dan kemampuan untuk membentuk perlindungan heat shock protein
semuanya dibawah kontrol genetik. Faktor tersebut juga menentukan
keberagaman respon tubuh terhadap bahan-bahan ititan. Selain itu,
predisposisi genetik terhadap kerentanan bahan iritan berbeda untuk setiap
bahan iritan.1
b. Jenis Kelamin
4
Gambaran klinik dermatitis kontak iritan paling banyak pada tangan, dan
wanita dilaporkan paling banyak dari semua pasien. Dari hubungan antara
jenis kelamin dengan dengan kerentanan kulit, wanita lebih banyak
terpajan oleh bahan iritan, kerja basah dan lebih suka perawatan daripada
laki-laki. Tidak ada pembedaan jenis kelamin untuk dermatitis kontak
iritan yang ditetapkan berdasarkan penelitian.1,6
c. Umur
Anak-anak dibawah 8 tahun lebih muda menyerap reaksi-reaksi bahan-
bahan kimia dan bahan iritan lewat kulit. Banyak studi yang menunjukkan
bahwa tidak ada kecurigaan pada peningkatan pertahanan kulit dengan
meningkatnya umur. Data pengaruh umur pada percobaan iritasi kulit
sangat berlawanan. Iritasi kulit yang kelihatan (eritema) menurun pada
orang tua sementara iritasi kulit yang tidak kelihatan (kerusakan
pertahanan) meningkat pada orang muda.1
d. Suku
Tidak ada penelitian yang mengatakan bahwa jenis kulit mempengaruhi
berkembangnya dermatitis kontak iritan secara signifikan. Karena eritema
sulit diamati pada kulit gelap, penelitian terbaru menggunakan eritema
sebagai satu-satunya parameter untuk mengukur iritasi yang mungkin
sudah sampai pada kesalahan interpretasi bahwa kulit hitam lebih resisten
terhadap bahan iritan daripada kulit putih.1
e. Lokasi kulit
Ada perbedaan sisi kulit yang signifikan dalam hal fungsi pertahanan,
sehingga kulit wajah, leher, skrotum, dan bagian dorsal tangan lebih rentan
terhadap dermatitis kontak iritan. Telapak tangan dan kaki jika
dibandingkan lebih resisten.1
f. Riwayat Atopi
Adanya riwayat atopi diketahui sebagai faktor predisposisi pada dermatitis
iritan pada tangan. Riwayat dermatitis atopi kelihatannya berhubungan
dengan peningkatan kerentanan terhadap dermatitis iritan karena
rendahnya ambang iritasi kulit, lemahnya fungsi pertahanan, dan
lambatnya proses penyembuhan.1
IV. PATOGENESIS
Kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh bahan iritan
melalui kerja kimiawi atau fisis. Ada empat mekanisme yang dihubungkan dengan
dermatitis kontak iritan, yaitu:1
5
1. Hilangnya substansi daya ikat air dan lemak permukaan
2. Jejas pada membran sel
3. Denaturasi keratin epidermis
4. Efek sitotoksik langsung
Gambar 1 : Mekanisme imunologi pada dermatitis kontak iritan. Saat terjadi iritasi, terjadi
gangguan penghalang epidermal dengan pelepasan mediator proinflamasi, yaitu IL-1 dan TNF-
α. Hal ini menyebabkan rangsangan produksi sitokin dan kemokin lebih lanjut, misalnya, oleh
keratinosit, fibroblas, dan sel endotel, pengaturan molekul adhesi pada sel endotel, dan
selanjutnya terjadi pengambilan leukosit sehingga peradangan terus berlanjut.8
6
individu pada tingkat sitokin yang ada atau diproduksi di kulit kemungkinan
bertanggung jawab atas sifat iritan dan intensitas reaksi iritasi.8
V. GAMBARAN KLINIS
Kelainan kulit yang terjadi sangat beragam, bergantung pada sifat iritan. Iritan
kuat memberi gejala akut, sedangkan iritan lemah member gejala klinis. Selain itu
juga banyakfaktor yang mempengaruhi sebagai mana yang telah disebutkan, yaitu
factor individu dan faktor lingkungan.2 Berdasarkan penyebab tersebut dan
pengaruh faktor tersebut, dermatitis kontak iritan dibagi menjadi sepuluh macam,
yaitu:
7
2. Dermatitis Kontak Iritan Lambat (Delayed ICD)
Pada dermatitis kontak iritan akut lambat, gejala obyektif tidak
muncul hingga 8-24 jam atau lebih setelah pajanan.1,7 Sebaliknya,
gambaran kliniknya mirip dengan dermatitis kontak iritan akut. 1
Contohnya adalah dermatitis yang disebabkan oleh serangga yang terbang
pada malam hari, dimana gejalanya muncul keesokan harinya berupa
eritema yang kemudian dapat menjadi vesikel atau bahkan nekrosis.2
3. Dermatitis Kontak Iritan Kronis (DKI Kumulatif)
Juga disebut dermatitis kontak iritan kumulatif. Disebabkan oleh
iritan lemah (seperti air, sabun, detergen, dll) dengan pajanan yang
berulang-ulang, biasanya lebih sering terkena pada tangan. 1,2 Kelainan
kulit baru muncul setelah beberapa hari, minggu, bulan, bahkan tahun.
Sehingga waktu dan rentetan pajanan merupakan faktor yang paling
penting. Dermatitis kontak iritan kronis ini merupakan dermatitis kontak
iritan yang paling sering ditemukan. Awalnya, dermatitis kontak kumulatif
dapat muncul dengan rasa gatal, nyeri, dan beberapa lapisan kulit kering
ketika dilekatkan; Maka eritema, hiperkeratosis, kumpulan fissura bisa
berkembang. Gejalanya tidak segera mengikuti paparan iritasi, muncul
setelah berhari-hari, berbulan-bulan, atau bertahun-tahun terpapar. Dengan
paparan yang luas dan sering terjadi pada beberapa iritan, kulit menjadi
mengeras, dengan ketahanan yang lebih baik terhadap paparan iritan masa
depan. Kulit yang mengeras tampak kasar dan likenifikasi, yang dapat
menyebabkan resistensi lebih lanjut. Namun, periode singkat dari paparan
menurunkan resistansi, dan dengan eksposisi berulang, pasien sekali lagi
berisiko mengalami iritasi. DKI kumulatif kronis dapat didiagnosis dengan
DKA karena presentasi tertunda dan bervariasi, dan diagnostic uji tempel
yang sesuai ditunjukkan untuk menyingkirkan DKA, Prognosis kumulatif
DKI bervariasi.1,2
9
8. Dermatitis Kontak Iritan Gesekan (Friction ICD)
Terjadi iritasi mekanis yang merupakan hasil dari mikrotrauma
atau gesekan yang berulang. Dermatitis puting pada pasien dengan bra
yang tidak baik, dan dermatitis dari anggota tubuh palsu, cedera mekanis
dari tanduk dan duri pada tanaman, perekat, atau kertas yang kasar, kaca,
dan serat wol kasar merupakan beberapa diantaranya. Jenis iritasi kontak
sehingga lebih rentan terhadap efek iritasi.1 DKI Gesekan dapat hanya
VI. DIAGNOSIS
10
penyebab terjadinya. DKI kronis timbul lambat serta mempunyai gambaran klinis
yang luas, sehingga kadang sulit dibedakan dengan DKA. Untuk membedakannya
diperlukan uji tempel dengan bahan yang dicurigai.2
Uji Tempel
Uji tempel sangat penting untuk membantu membedakan DKA dari DKI atau
untuk mendiagnosis DKI dan DKA bersamaan. Konsentrasi yang digunakan harus
tepat. Jika terlalu sedikit, dapat memberikan hasil negatif palsu oleh karena tidak
adanya reaksi. Dan jika terlalu tinggi dapat terinterpretasi sebagai alergi (positif
palsu). Reaksi uji tempel iritan dapat terjadi sebagai eritema dengan atau tanpa
papula dan seringkali tetap terbatas pada tempat uji dan terbatas dengan baik.
Reaksi iritan ini juga menunjukkan pola decrescendo, di mana tingkat keparahan
menurun terlihat, meskipun hal ini tidak selalu merupakan indikator yang andal.
Reaksi uji tempel iritan tidak sama dengan DKI namun hanya mencerminkan
konsentrasi atau prosedur uji tempel yang mengiritasi. Uji tempel dilepas setelah
48 jam, hasilnya dilihat dan reaksi positif dicatat. Untuk pemeriksaan lebih lanjut,
dan kemabali dilakukan pemeriksaan pada 48 jam berikutnya. Jika hasilnya
didapatkan ruam kulit yang membaik, maka dapat didiagnosis sebagai DKI,1,3,9
11
DKI sering didiagnosis dengan menyingkirkan penyebab lain dermatitis,
sejarah medis masa lalu, dan pemeriksaan klinis yang teliti penting untuk
mencuci, sabun, dan deterjen atau paparan pelarut organik atau / atau basa,
yang mendukung diagnosis dari dermatitis kontak iritan. Bila komponen alergi
kerusakan penghalang namun tidak dapat membedakan antara DKA dan DKI.
Rietschel telah mengajukan kriteria dengan fitur subjektif dan objektif, masing-
masing dengan temuan besar dan kecil untuk diagnosis DKI. Semakin banyak
12
VIII. PENATALAKSANAAN
Identifikasi dan penghilangan iritasi dan perlindungan dari paparan lebih
jauh pasti penting dalam pengelolaan DKI. Agen yang mengiritasi harus
dalam pengelolaan DKI kontroversial, namun bisa membantu karena efek anti-
kerentanan terhadap iritan.1,2,10 Pada pengobatan untuk DKI akut yang berat,
dan terbukti efektif seperti lemak emulsi yang mengandung lipida terkait kulit.
Superinfeksi bakteri dapat diobati dengan antibiotik topikal atau sistemik. Dalam
IX. PROGNOSIS
13
Prognosis untuk DKI akut baik jika iritasi penyebab dapat diidentifikasi dan
berbahaya; Dalam kasus yang lebih kronis, 6 minggu atau lebih mungkin
dan / atau diagnosis dan pengobatan yang tertunda merupakan faktor yang
KESIMPULAN
Dermatitis kontak iritan (DKI) merupakan reaksi peradangan nonimunologik
pada kulit yang disebabkan oleh kontak dengan faktor eksogen maupun endogen.
Faktor eksogen berupa bahan-bahan iritan (kimiawi, fisik, maupun biologik) dan
kuat memberi gejala akut, sedang iritan lemah memberi gejala kronis. Selain itu
pengamatan gambaran klinis yang akurat. DKI akut lebih mudah diketahui karena
pengobatan.
14
DAFTAR PUSTAKA
LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, Wolff K .Fitzpatrick’s
Inc;2012. p.727-738
2. Sularsito, S.A dan Suria Djuanda, editors. Dermatitis. In: Djuanda A,
Fitzpatrick’s Color Atlas & Synopsis Of Clinical Dermatology 6th ed. New
Contact Dermatitis. In: Johansen JD, Peter JF, Jean PL, editors. Contact
Toronto.2014: P1-17
15
8. Lee HY, Stieger M, Yawalkar N, Kakeda M. Cytokines and Chemokines in
Contact Dermatitis. In: Johansen JD, Peter JF, Jean PL, editors. Contact
382
16