Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

Dermatitis kontak iritan (DKI) merupakan reaksi peradangan


nonimunologik pada kulit yang disebabkan oleh kontak dengan faktor eksogen
maupun endogen. Faktor eksogen berupa bahan-bahan iritan (kimiawi, fisik,
maupun biologik) dan faktor endogen yang memegang peranan penting pada
penyakit ini.1
Sinonim dermatitis adalah ekzem. Ada yang membedakan antara
dermatitis dan ekzem, tetapi pada umumnya dermatitis dan ekzem adalah sama. 2
Dermatitis kontak iritan merupakan yang paling sering terjadi, 80% mengiritasi
dan umumnya terkait dengan pekerjaan.1 Dermatitis kontak iritan lebih banyak
tidak terdeteksi secara klinis disebabkan karena penyebabnya yang bermacam-
macam dan interval waktu antara kontak dengan bahan iritan serta munculnya
ruam tidak dapat diperkirakannya. Dermatitis muncul segera setelah pajanan dan
tingkat keparahannya ditentukan berdasarkan kuantitas, konsentrasi, dan lamanya
terpajan oleh bahan iritan tersebut.3
Kelainan kulit yang terjadi sangat beragam, bergantung pada sifat iritan.
Iritan kuat memberi gejala akut, sedang iritan lemah memberi gejala kronis. Selain
itu juga banyak faktor yang mempengaruhi.2
Diagnosis dermatitis kontak iritan didasarkan atas anamnesis yang cermat
dan pengamatan gambaran klinis yang akurat. DKI akut lebih mudah diketahui
karena munculnya lebih cepat sehingga penderita lebih mudah mengingat
penyebab terjadinya. DKI kronis timbul lambat serta mempunyai gambaran klinis
yang luas, sehingga kadang sulit dibedakan dengan DKA. Untuk membedakannya
diperlukan uji tempel dengan bahan yang dicurigai.2
Identifikasi dan penghindaran potensi iritan merupakan andalan dari
pengobatan dermatitis kontak iritan. Identifikasi dan penghilangan iritasi dan
perlindungan dari paparan sangat penting dalam pengelolaan DKI. Agen yang
mengiritasi harus dikeluarkan dengan mencuci dan membilasnya. Begitu
dermatitis berkembang, penggunaan pengobatan topikal sangat membantu. Peran
kortikosteroid topikal dalam pengelolaan DKI kontroversial, namun bisa
membantu karena efek anti-inflamasinya. Penggunaan kortikosteroid topikal
(misalnya hidrokortison) yang berkepanjangan dapat menyebabkan atrofi
epidermal dan meningkatkan kerentanan terhadap iritan.1,2

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. DEFINISI
Dermatitis kontak iritan (DKI) merupakan reaksi peradangan nonimunologik
pada kulit yang disebabkan oleh kontak dengan faktor eksogen maupun endogen.
Faktor eksogen berupa bahan-bahan iritan (kimiawi, fisik, maupun biologik) dan
faktor endogen yang memegang peranan penting pada penyakit ini.1

II. EPIDEMIOLOGI
Dermatitis kontak iritan dapat diderita oleh semua orang dari berbagai
golongan umur, ras, dan jenis kelamin. Data epidemiologi penderita dermatitis
kontak iritan sulit didapat. Jumlah penderita dermatitis kontak iritan diperkirakan
cukup banyak, namun sulit untuk diketahui jumlahnya. Hal ini disebabkan antara
lain oleh banyak penderita yang tidak datang berobat dengan kelainan ringan.2
Berbeda dengan dermatitis kontak alergi (DKA), tidak ada paparan
sebelumnya terhadap iritan yang diperlukan dalam memunculkan reaksi iritan.
DKI menyumbang 80 persen dari semua kasus dermatitis kontak, dan seringkali
berkaitan dengan pekerjaan. DKI yang disebabkan oleh produk perawatan pribadi
dan kosmetik juga biasa terjadi; Namun, sangat sedikit pasien dengan reaksi iritan
ini yang mencari pertolongan medis karena mereka mengendalikannya dengan
menghindari agen yang berperan. Kejadian DKI sulit ditentukan karena
keakuratan data epidemiologi terbatas. Penelitian cross-sectional Eropa untuk
eksim karena semua penyebab pada populasi umum telah menunjukkan tingkat
prevalensi kejadian 0,7 persen sampai 40 persen dan tingkat prevalensi seumur
hidup, 1 tahun 7,2 persen menjadi 11,8 persen. Data dari Biro Statistik Tenaga
Kerja AS menunjukkan bahwa dari 249.000 kasus penyakit tidak fatal yang
dilaporkan pada tahun 2004 untuk kedua jenis kelamin, 15,6 persen (38.900
kasus) adalah penyakit kulit, penyebab paling umum kedua dari semua penyakit
akibat kerja yang dilaporkan. Berdasarkan juga survei tahunan tingkat kejadian
Statistik Tenaga Kerja Biro Tenaga Kerja pada populasi pekerja Amerika,

3
dermatitis kontak menempati 90 persen sampai 95 persen dari semua penyakit
kulit, dan DKI sekitar 80 persen dermatitis kontak pada pekerjaan.1,4
Dalam sebuah studi berbasis kuesioner dari 3.300 wanita dan 500 pria,
51,4% wanita dan 38,2% pria menganggap mereka rentan terhadap bahan sensitif.
50% wanita dan 31,4% pria memiliki reaksi buruk terhadap produk perawatan
pribadi selama kehidupan mereka. Di antara wanita, gejala iritasi kulit subyektif
(terbakar, menyengat, dll.) Terjadi lebih sering pada mereka yang menganggap
mereka memiliki kulit sensitif (53%) dibandingkan mereka yang tidak (17%).5
III. ETIOLOGI
Dermatitis kontak iritan adalah penyakit multifaktor dimana faktor eksogen
(iritan dan lingkungan) dan faktor endogen sangat berperan.1,6

Faktor Eksogen

Selain dengan asam dan basa kuat, tidak mungkin untuk memprediksi
potensial iritan sebuah bahan kimia berdasarkan struktur molekulnya. Potensial
iritan bentuk senyawa mungkin lebih sulit untuk diprediksi. Faktor-faktor yang
dimaksudkan termasuk : (1) Sifat kimia bahan iritan: pH, kondisi fisik,
konsentrasi, ukuran molekul, jumlah, polarisasi, ionisasi, bahan dasar, kelarutan ;
(2) Sifat dari pajanan: jumlah, konsentrasi, lamanya pajanan dan jenis kontak,
pajanan serentak dengan bahan iritan lain dan jaraknya setelah pajanan
sebelumnya ; (3) Faktor lingkungan: lokalisasi tubuh yang terpajan dan suhu, dan
faktor mekanik seperti tekanan, gesekan atau goresan. Kelembapan lingkunan
yang rendah dan suhu dingin menurunkan kadar air pada stratum korneum yang
menyebabkan kulit lebih rentan pada bahan iritan.1

Faktor Endogen
a. Faktor genetik
Ada hipotesa yang mengungkapkan bahwa kemampuan individu untuk
mengeluarkan radikal bebas, untuk mengubah level enzym antioksidan,
dan kemampuan untuk membentuk perlindungan heat shock protein
semuanya dibawah kontrol genetik. Faktor tersebut juga menentukan
keberagaman respon tubuh terhadap bahan-bahan ititan. Selain itu,
predisposisi genetik terhadap kerentanan bahan iritan berbeda untuk setiap
bahan iritan.1
b. Jenis Kelamin

4
Gambaran klinik dermatitis kontak iritan paling banyak pada tangan, dan
wanita dilaporkan paling banyak dari semua pasien. Dari hubungan antara
jenis kelamin dengan dengan kerentanan kulit, wanita lebih banyak
terpajan oleh bahan iritan, kerja basah dan lebih suka perawatan daripada
laki-laki. Tidak ada pembedaan jenis kelamin untuk dermatitis kontak
iritan yang ditetapkan berdasarkan penelitian.1,6
c. Umur
Anak-anak dibawah 8 tahun lebih muda menyerap reaksi-reaksi bahan-
bahan kimia dan bahan iritan lewat kulit. Banyak studi yang menunjukkan
bahwa tidak ada kecurigaan pada peningkatan pertahanan kulit dengan
meningkatnya umur. Data pengaruh umur pada percobaan iritasi kulit
sangat berlawanan. Iritasi kulit yang kelihatan (eritema) menurun pada
orang tua sementara iritasi kulit yang tidak kelihatan (kerusakan
pertahanan) meningkat pada orang muda.1
d. Suku
Tidak ada penelitian yang mengatakan bahwa jenis kulit mempengaruhi
berkembangnya dermatitis kontak iritan secara signifikan. Karena eritema
sulit diamati pada kulit gelap, penelitian terbaru menggunakan eritema
sebagai satu-satunya parameter untuk mengukur iritasi yang mungkin
sudah sampai pada kesalahan interpretasi bahwa kulit hitam lebih resisten
terhadap bahan iritan daripada kulit putih.1
e. Lokasi kulit
Ada perbedaan sisi kulit yang signifikan dalam hal fungsi pertahanan,
sehingga kulit wajah, leher, skrotum, dan bagian dorsal tangan lebih rentan
terhadap dermatitis kontak iritan. Telapak tangan dan kaki jika
dibandingkan lebih resisten.1
f. Riwayat Atopi
Adanya riwayat atopi diketahui sebagai faktor predisposisi pada dermatitis
iritan pada tangan. Riwayat dermatitis atopi kelihatannya berhubungan
dengan peningkatan kerentanan terhadap dermatitis iritan karena
rendahnya ambang iritasi kulit, lemahnya fungsi pertahanan, dan
lambatnya proses penyembuhan.1
IV. PATOGENESIS
Kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh bahan iritan
melalui kerja kimiawi atau fisis. Ada empat mekanisme yang dihubungkan dengan
dermatitis kontak iritan, yaitu:1

5
1. Hilangnya substansi daya ikat air dan lemak permukaan
2. Jejas pada membran sel
3. Denaturasi keratin epidermis
4. Efek sitotoksik langsung

Gambar 1 : Mekanisme imunologi pada dermatitis kontak iritan. Saat terjadi iritasi, terjadi
gangguan penghalang epidermal dengan pelepasan mediator proinflamasi, yaitu IL-1 dan TNF-
α. Hal ini menyebabkan rangsangan produksi sitokin dan kemokin lebih lanjut, misalnya, oleh
keratinosit, fibroblas, dan sel endotel, pengaturan molekul adhesi pada sel endotel, dan
selanjutnya terjadi pengambilan leukosit sehingga peradangan terus berlanjut.8

Pada respon iritan, terdapat komponen menyerupai respon imunologis yang


dapat didemonstrasikan dengan jelas, dimana hal tersebut ditandai oleh pelepasan
mediator radang, khususnya sitokin dari sel kulit yang non-imun (keratinosit)
yang mendapat rangsangan kimia. Proses ini tidaklah membutuhkan sensitasi
sebelumnya. Kerusakan sawar kulit menyebabkan pelepasan sitokin-sitokin
seperti Interleukin-1α (IL-1α), IL-1β, tumor necrosis factor- α (TNF- α). Pada
dermatitis kontak iritan, diamati peningkatan TNF-α hingga sepuluh kali lipat dan
granulocyte-macrophage colony-stimulating factor (GM-CSF) dan IL-2 hingga
tiga kali lipat. TNF- α adalah salah satu sitokin utama yang berperan dalam
dermatitis iritan, yang menyebabkan peningkatan ekspresi Major
Histocompatibility Complex (MHC) kelas II dan intracelluler adhesin molecul-I
pada keratinosit.1 Berbagai jenis sitokin dan sel yang terlibat dalam ICD
menunjukkan bahwa kompleksitas respons kulit terhadap iritasi dan variasi antar

6
individu pada tingkat sitokin yang ada atau diproduksi di kulit kemungkinan
bertanggung jawab atas sifat iritan dan intensitas reaksi iritasi.8

V. GAMBARAN KLINIS

Kelainan kulit yang terjadi sangat beragam, bergantung pada sifat iritan. Iritan
kuat memberi gejala akut, sedangkan iritan lemah member gejala klinis. Selain itu
juga banyakfaktor yang mempengaruhi sebagai mana yang telah disebutkan, yaitu
factor individu dan faktor lingkungan.2 Berdasarkan penyebab tersebut dan
pengaruh faktor tersebut, dermatitis kontak iritan dibagi menjadi sepuluh macam,
yaitu:

1. Dermatitis Kontak Iritan Akut


DKI akut biasanya diakibatkan oleh paparan kulit tunggal pada bahan
kimia iritasi atau penyebab lain yang kuat, seperti alkali dan asam, atau
akibat rangkaian kontak kimia atau fisik singkat. Sebagian besar kasus
dermatitis iritan akut adalah konsekuensi dari kecelakaan di tempat kerja.
Sensasi terbakar, gatal, atau menyengat bisa terjadi segera setelah terpapar
iritan. Pasien dapat mengalami eritema, edema, dan vesikulasi dan
eksudasi, pembentukan bullae, dan nekrosis jaringan pada kasus yang
lebih parah.1,7 Secara klasik, pembentukan dermatitis akut biasanya
sembuh segera setelah pajanan, dengan asumsi tidak ada pajanan ulang –
hal ini dikenal sebagai “decrescendo phenomenon”. Pada beberapa kasus
tidak biasa, dermatitis kontak iritan dapat timbul beberapa bulan setelah
pajanan, diikuti dengan resolusi lengkap.3

Gambar 2 : DKI akut akibat


penggunaan pelarut industri.4

7
2. Dermatitis Kontak Iritan Lambat (Delayed ICD)
Pada dermatitis kontak iritan akut lambat, gejala obyektif tidak
muncul hingga 8-24 jam atau lebih setelah pajanan.1,7 Sebaliknya,
gambaran kliniknya mirip dengan dermatitis kontak iritan akut. 1
Contohnya adalah dermatitis yang disebabkan oleh serangga yang terbang
pada malam hari, dimana gejalanya muncul keesokan harinya berupa
eritema yang kemudian dapat menjadi vesikel atau bahkan nekrosis.2
3. Dermatitis Kontak Iritan Kronis (DKI Kumulatif)
Juga disebut dermatitis kontak iritan kumulatif. Disebabkan oleh
iritan lemah (seperti air, sabun, detergen, dll) dengan pajanan yang
berulang-ulang, biasanya lebih sering terkena pada tangan. 1,2 Kelainan
kulit baru muncul setelah beberapa hari, minggu, bulan, bahkan tahun.
Sehingga waktu dan rentetan pajanan merupakan faktor yang paling
penting. Dermatitis kontak iritan kronis ini merupakan dermatitis kontak
iritan yang paling sering ditemukan. Awalnya, dermatitis kontak kumulatif
dapat muncul dengan rasa gatal, nyeri, dan beberapa lapisan kulit kering
ketika dilekatkan; Maka eritema, hiperkeratosis, kumpulan fissura bisa
berkembang. Gejalanya tidak segera mengikuti paparan iritasi, muncul
setelah berhari-hari, berbulan-bulan, atau bertahun-tahun terpapar. Dengan
paparan yang luas dan sering terjadi pada beberapa iritan, kulit menjadi
mengeras, dengan ketahanan yang lebih baik terhadap paparan iritan masa
depan. Kulit yang mengeras tampak kasar dan likenifikasi, yang dapat
menyebabkan resistensi lebih lanjut. Namun, periode singkat dari paparan
menurunkan resistansi, dan dengan eksposisi berulang, pasien sekali lagi
berisiko mengalami iritasi. DKI kumulatif kronis dapat didiagnosis dengan
DKA karena presentasi tertunda dan bervariasi, dan diagnostic uji tempel
yang sesuai ditunjukkan untuk menyingkirkan DKA, Prognosis kumulatif
DKI bervariasi.1,2

Gambar 3 : Hal ini berakibat berulang


Paparan sabun dan deterjen. Perhatikan ujung jari yang
berkilau (pulpitis).4 8
Distirbusi penyakit ini biasanya pada tangan. Pada dermatitis
kontak iritan kumulatif, biasanya dimulai dari sela jari tangan dan
kemudian menyebar ke bagian dorsal dan telapak tangan. Pada ibu rumah
tangga, biasanya dimulai dari ujung jari (pulpitis).9 DKI kumulatif sering
berhubungan dengan pekerjaan, oleh karena itu lebih banyak ditemukan
pada tangan dibandingkan dengan bagian lain dari tubuh (contohnya:
tukang cuci, kuli bangunan, montir bengkel, juru masak, tukang kebun,
penata rambut).2
4. Reaksi Iritan
Secara klinis menunjukkan reaksi akut monomorfik yang dapat
berupa skuama, eritema, vesikel, pustul, serta erosi, dan biasanya
terlokalisasi di dorsum dari tangan dan jari. Biasanya hal ini terjadi pada
orang yang terpajan dengan pekerjaan basah. Reaksi iritasi dapat sembuh,
menimbulkan penebalan kulit atau dapat menjadi DKI kumulatif.1,2,6
5. Reaksi Traumatik (DKI Traumatik)
Reaksi traumatik dapat terbentuk setelah tauma akut pada kulit
seperti panas atau laserasi. Biasanya terjadi pada tangan dan penyembuhan
sekitar 6 minggu atau lebih.1,2 Pada proses penyembuhan, akan terjadi
eritema, skuama, papul dan vesikel. Secara klinik gejala mirip dengan
dermatitis numular dan paling sering terjadi di tangan.1,2
6. Dermatitis Kontak Iritan Noneritematous
Juga disebut reaksi suberitematous. Pada tingkat awal dari iritasi
kulit, kerusakan kulit terjadi tanpa adanya inflamasi, namun perubahan
kulit terlihat secara histologi.1,3 Gejala umum yang dirasakan penderita
adalah rasa terbakar, gatal, atau rasa tersengat. Iritasi suberitematous ini
dihubungkan dengan penggunaan produk dengan jumlah surfaktan yang
tinggi.1,7 Penyakit ini ditandai dengan perubahan sawar stratum korneum
tanpa tanda klinis.2
7. Dermatitis Kontak Iritan Subyektif (Sensory ICD)
Kelainan kulit tidak terlihat, namun penderita mengeluh gatal, rasa
tersengat, rasa terbakar, beberapa menit setelah terpajan dengan iritan.
Biasanya terjadi di daerah wajah, kepala dan leher. Asam laktat biasanya
menjadi iritan yang paling sering menyebabkan penyakit ini.1,2,7

9
8. Dermatitis Kontak Iritan Gesekan (Friction ICD)
Terjadi iritasi mekanis yang merupakan hasil dari mikrotrauma

atau gesekan yang berulang. Dermatitis puting pada pasien dengan bra

yang tidak baik, dan dermatitis dari anggota tubuh palsu, cedera mekanis

dari tanduk dan duri pada tanaman, perekat, atau kertas yang kasar, kaca,

dan serat wol kasar merupakan beberapa diantaranya. Jenis iritasi kontak

ini biasanya menyebabkan kulit kering, kulit terkelupas hyperkeratotic,

sehingga lebih rentan terhadap efek iritasi.1 DKI Gesekan dapat hanya

mengenai pinggiran-pinggiran dan ujung jemari tergantung oleh tekanan

mekanik yang terjadi.7

Gambar 4 : DKI Gesekan7


9. Dermatitis Kontak Iritan Akneiform
Disebut juga reaksi pustular atau reaksi akneiform. Biasanya
dilihat setelah pajanan okupasional, seperti oli, metal, halogen, serta
setelah penggunaan beberapa kosmetik. Reaksi ini memiliki lesi pustular
yang steril dan transien, dan dapat berkembang beberapa hari setelah
pajanan. Tipe ini dapat dilihat pada pasien dermatitis atopy maupun pasien
dermatitis seboroik.1
10. Dermatitis Asteatotik
Biasanya terjadi pada pasien-pasien usia lanjut yang sering mandi
tanpa menggunakan pelembab pada kulit. Gatal yang hebat, kulit kering,
dan skuama ikhtiosiform merupakan gambaran klinik dari reaksi ini.1

VI. DIAGNOSIS

Diagnosis dermatitis kontak iritan didasarkan atas anamnesis yang cermat


dan pengamatan gambaran klinis yang akurat. DKI akut lebih mudah diketahui
karena munculnya lebih cepat sehingga penderita lebih mudah mengingat

10
penyebab terjadinya. DKI kronis timbul lambat serta mempunyai gambaran klinis
yang luas, sehingga kadang sulit dibedakan dengan DKA. Untuk membedakannya
diperlukan uji tempel dengan bahan yang dicurigai.2

 Uji Tempel

Uji tempel sangat penting untuk membantu membedakan DKA dari DKI atau
untuk mendiagnosis DKI dan DKA bersamaan. Konsentrasi yang digunakan harus
tepat. Jika terlalu sedikit, dapat memberikan hasil negatif palsu oleh karena tidak
adanya reaksi. Dan jika terlalu tinggi dapat terinterpretasi sebagai alergi (positif
palsu). Reaksi uji tempel iritan dapat terjadi sebagai eritema dengan atau tanpa
papula dan seringkali tetap terbatas pada tempat uji dan terbatas dengan baik.
Reaksi iritan ini juga menunjukkan pola decrescendo, di mana tingkat keparahan
menurun terlihat, meskipun hal ini tidak selalu merupakan indikator yang andal.
Reaksi uji tempel iritan tidak sama dengan DKI namun hanya mencerminkan
konsentrasi atau prosedur uji tempel yang mengiritasi. Uji tempel dilepas setelah
48 jam, hasilnya dilihat dan reaksi positif dicatat. Untuk pemeriksaan lebih lanjut,
dan kemabali dilakukan pemeriksaan pada 48 jam berikutnya. Jika hasilnya
didapatkan ruam kulit yang membaik, maka dapat didiagnosis sebagai DKI,1,3,9

VII. DIAGNOSA BANDING


Tabel 1. Diagnosis banding dermatitis kontak iritan
Kemungkinan terbesar
 Terlokalisasi
1. Dermatitis atopik
2. Asteatosis
3. Dermatitits seboroik
4. Dermatitis statis
 Yang luas
1. Tinea korporis
Yang dipertimbangkan
1. Dermatofitosis
2. Herpes simpleks
3. Erupsi obat
4. Dermatitis numular
Yang harus disingkirkan
1. Dermatitis kontak alergi
2. Cutaneus T-cell lymphoma

11
DKI sering didiagnosis dengan menyingkirkan penyebab lain dermatitis,

termasuk DKA. Sebuah penyelidikan terperinci, termasuk pekerjaan, hobi, dan

sejarah medis masa lalu, dan pemeriksaan klinis yang teliti penting untuk

membuat diagnosis yang benar. Riwayat paparan gesekan, pekerjaan seperti

mencuci, sabun, dan deterjen atau paparan pelarut organik atau / atau basa,

kelembaban lingkungan sekitar kurang dari 35 persen merupakan faktor kunci

yang mendukung diagnosis dari dermatitis kontak iritan. Bila komponen alergi

dipertimbangkan, diagnostik uji tempel harus dilakukan. Biopsi seringkali tidak

dapat membedakan dermatitis alergi, iritan, atau atopik, namun mungkin

membantu dalam menyingkirkan psoriasis, Dalam kasus keterlibatan telapak

tangan, pengukuran kadar air trans-epidermal (TEWL) dapat mengindikasikan

kerusakan penghalang namun tidak dapat membedakan antara DKA dan DKI.

Rietschel telah mengajukan kriteria dengan fitur subjektif dan objektif, masing-

masing dengan temuan besar dan kecil untuk diagnosis DKI. Semakin banyak

penyebab yang teridentifikasi, semakin kuat kasus untuk DKI.1

Tabel 2. kriteria diagnosis dermatitis kontak iritan1


Mayor Minor
1. Onset dari gejala timbul dalam 1. Onset timbulnya gejala 2 minggu setelah
hitungan menit hingga jam setelah paparan
paparan 2. Banyak orang dalam lingkungan yang sama
2. Nyeri, rasa terbakar, rasa tersengat, juga terkena
atau rasa tidak nyaman melebihi rasa
gatal pada tahap klinis awal

1. Makula eritem, hiperkeratosis, atau 1. Dermatitis berbatas tegas


fisura lebih mendominasi daripada 2. Terdapat bukti pengaruh gravitasi, seperti
vesikulasi efek menetes
2. Epidermis tampak mengkilap, 3. Tidak terdapat kecenderungan menyebar
merekah, atau terkelupas 4. Perubahan morfologik menunjukan
3. Proses penyembuhan dimulai segera perbedaan. konsentrasi yang kecil mampu
setelah paparan terhadap timbulkan kerusakan kulit yang besar
bahan kausal dihentikan
4. Hasil uji tempel negative

12
VIII. PENATALAKSANAAN
Identifikasi dan penghilangan iritasi dan perlindungan dari paparan lebih

jauh pasti penting dalam pengelolaan DKI. Agen yang mengiritasi harus

dikeluarkan dengan mencuci dan membilasnya. Begitu dermatitis berkembang,

penggunaan pengobatan topikal sangat membantu. Peran kortikosteroid topikal

dalam pengelolaan DKI kontroversial, namun bisa membantu karena efek anti-

inflamasinya. Penggunaan kortikosteroid topikal (misalnya hidrokortison) yang

berkepanjangan dapat menyebabkan atrofi epidermal dan meningkatkan

kerentanan terhadap iritan.1,2,10 Pada pengobatan untuk DKI akut yang berat,

mungkin dianjurkan pemberian prednison pada 2 minggu pertama, 60 mg dosis

inisial, dan dosis diturunkan hingga 10mg.4


Emolien atau pembalut oklusif dapat digunakan untuk kulit kering dan

likenifikasi kulit. Emolien berbasis petrolatum tradisional mudah diakses, murah,

dan terbukti efektif seperti lemak emulsi yang mengandung lipida terkait kulit.

"Barrier creams" memiliki nilai yang terbatas. Penghambat kalsineurin topikal

(misalnya, pimekrolimus) dapat digunakan sebagai alternatif kortikosteroid

topikal potensial rendah pada DKI kronis.1


Pada kasus berat atau kronis, fototerapi (psoralens dengan UVA atau UVB)

atau obat sistemik, seperti azatioprin dan siklosporin, mungkin efektif.

Radioterapi Grenz merupakan pengobatan tambahan linier yang potensial.

Superinfeksi bakteri dapat diobati dengan antibiotik topikal atau sistemik. Dalam

iritasi sensorik, garam strontium bertindak secara selektif menghalangi aktivasi

nukleoteptor Cutaneous type C.1,4

IX. PROGNOSIS

13
Prognosis untuk DKI akut baik jika iritasi penyebab dapat diidentifikasi dan

dieliminasi. Bila bahan iritan penyebab dermatitis tersebut tidak dapat

disingkirkan dengan sempurna, maka prognosisnya kurang baik. Penyembuhan

biasanya terjadi dalam waktu 2 minggu setelah menghilangkan rangsangan

berbahaya; Dalam kasus yang lebih kronis, 6 minggu atau lebih mungkin

diperlukan. Latar belakang atopik, kurangnya pengetahuan tentang penyakit ini,

dan / atau diagnosis dan pengobatan yang tertunda merupakan faktor yang

menyebabkan prognosis lebih buruk.1,2,4


BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Dermatitis kontak iritan (DKI) merupakan reaksi peradangan nonimunologik

pada kulit yang disebabkan oleh kontak dengan faktor eksogen maupun endogen.

Faktor eksogen berupa bahan-bahan iritan (kimiawi, fisik, maupun biologik) dan

faktor endogen memegang peranan penting pada penyakit ini.


Kelainan kulit yang terjadi sangat beragam, bergantung pada sifat iritan. Iritan

kuat memberi gejala akut, sedang iritan lemah memberi gejala kronis. Selain itu

juga banyak faktor yang mempengaruhi.


Diagnosis dermatitis kontak iritan didasarkan atas anamnesis yang cermat dan

pengamatan gambaran klinis yang akurat. DKI akut lebih mudah diketahui karena

munculnya lebih cepat sehingga penderita lebih mudah mengingat penyebab

terjadinya. Identifikasi dan penghindaran potensi iritan merupakan andalan

pengobatan.

14
DAFTAR PUSTAKA

1. Amando A, Sood A, Taylor JS. Irritant Contact Dermatitis. In:Goldsmith

LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, Wolff K .Fitzpatrick’s

Dermatology in General Medicine. 8th ed. New York: Mc.Graw-Hill

Inc;2012. p.727-738
2. Sularsito, S.A dan Suria Djuanda, editors. Dermatitis. In: Djuanda A,

Mochtar H, Aisah S, editors. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. Jakarta:

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2011.p.130-33.


3. Buxton, Paul K. Eczema and Dermatitis. ABC Of Dermatology 4th ed.

London: BMJ Books; 2003.p.19-21


4. Wolff C, Richard AJ, and Dick S, editors. Eczema/Dermatitis.

Fitzpatrick’s Color Atlas & Synopsis Of Clinical Dermatology 6th ed. New

York: McGraw – Hill; 2009. p.20-25


5. Wilkinson SM, and Beck MH. Contact Dermatitis: Irritant. In: Burns T,

Breathnach S, Cox N, Griffths C. Rook’s Textbook Of Dermatology 8th ed.

Australia: Blackwell Publishing. 2010. p.25.1-25.26


6. Schnuch A and Berit CC. Genetics And Individual Predispotitions in

Contact Dermatitis. In: Johansen JD, Peter JF, Jean PL, editors. Contact

Dermatitis 5th ed. New York: Springer. 2011.p.28-30


7. Skotnicki S. Allergic Contact Dermatitis Versus Irritant Contact

Dermatitis. Devision of Dermatology and Occupational Health.

Toronto.2014: P1-17

15
8. Lee HY, Stieger M, Yawalkar N, Kakeda M. Cytokines and Chemokines in

Irritant Contact Dermatitis. Hidawi Publishing Corporation Mediators of

Inflamation. 2013. p.1-7


9. Ale SI, Howard I,Maiback. Irritant Contact Dermatitis Versus Alergic

Contact Dermatitis. In: Johansen JD, Peter JF, Jean PL, editors. Contact

Dermatitis 5th ed. New York: Springer. 2011.p.11-8


10. Burgdorf WHC, Plewig G, Wolff HH, Landthaler M. Contact Dermatitis.

Braun-Falco’s Dermatovenerology. 3rd edition. Italy: Springer. 2009 P 377-

382

16

Anda mungkin juga menyukai