Anda di halaman 1dari 9

ELEMEN BUDAYA ORGANISASI

Anang Triaji HB 154115255

Afrido 154115303

Febrianto Sugeng Nugroho 154115377

Muhammad Nur Yasin 154115358

Ruli Fatulloh 154115247


ELEMEN BUDAYA ORGANISASI

Definisi budaya organisasi seperti yang dikemukakan oleh Schin adalah budaya
organisasi tidak hanya terdiri dari asumsi dasar tetapi juga elemen-elemen lain yang lebih
kasat mata yang mudah diamati oleh orang-orang diluar organisasi. Setiap elemen juga
memiliki karakteristik tersendiri meski keberadaan elemen-elemen tersebut merupakan
satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Elemen-elemen inilah yang bersama-sama
membentuk budaya.

Pemahaman terhadap elemen-elemen budaya tersebut menjadi sangat penting


karena seperti yang dikatakan Reichers dan Schneider tujuan mempelajari budaya organisasi
berbeda dengan tujuan mempelajari budaya dalam perspekif antropologi. Tujuan
memahami budaya organisasi adalah agar para manajer, praktisi bisnis ataupun siapapun
yang terlibat didalam organisi bisa memanajemeni budaya dengan baik, merencanakan,
mengendalikan dan bahkan jika dianggap perlu merubah budaya tersebut dengan harapan
organisasi bisa mencapai tujuan lebih baik.

Bahasan pertama, penjelasan umum tentang elemen budaya organisasi dilanjutkan


dengan pembahasan secara rinci untuk masing-masing elemen. Mulai dari elemen yang
mendasar samapai dengan elemen yang kasat mata.

Elemen Organisasi Secara Umum

Budaya organisasi terdiri dari beberapa elemen yang berbeda. Elemen budaya
organisasi terdiri dari dua elemen pokok yaitu elemen yang bersifat idealistik dan elemen
yang bersifat behavioral.

 Elemen yang Idealistik

F. Landa Jocano menyatakan bahwa budaya organisasi terdiri dari dua elemen utama
yaitu elemen yang bersifat idealistik dan elemen yang bersifat behavioral. Dikatakan
idealistik karena elemen ini menjadi ideologi organisasi yang tidak mudah berubah walau
disisi lain organisasi secara natural harus selalu berubah dan beradaptasi dengan
lingkungannya. Elemen ini juga bersifat terselubung (elusive), tidak tampak kepermukaan
(hidden) dan hanya orang-orang tertentu saja(biasanya elit organisasi) yang tahu apa
sesungguhnya apa ideologi mereka dan mengapa organisasi tersebut didirikan. Namun
seiring perkembangan organisasi, semakin berkembang organisasi akan semakin
menampakkan ideologinya dan ideology tersebut akan tercermin dalam visi misi organisasi.

 Stanley Davis :“guiding belief” – keyakinan yang menjadi penuntun kehidupan


sehari-hari sebuah organisasi

 Hofstede: “organizational values”

 Schein dan Rousseau: elemen idealistik tidak hanya organizational values tetapi juga
basic assumption yang bersifat diterima apa adanya dan dilakukan diluar kesadaran

 Bath Consulting Group (Peter Hawkins) didasarkan konsep budaya organisasi yang
dibangun Schein bahwa komponen budaya organisasi yang ideal terdiri dari mindset
(cara pandang), emotional ground (alam bawah sadar) dan motivational roots (akar
yang menghubungkan tujuan dan motivasi masing-masing individu didalam
organisasi dengan organisasi secara keseluruhan)

 Elemen Behavioral

Elemen yang bersifat behavioral adalah elemen yang kasat mata, muncul
kepermukaan dalam bentuk perilaku sehari-hari pada anggotanya dan bentuk-bentuk lain
seperti desain dan arsitektur organisasi. Elemen ini mudah diamati, dipahami dan di
interpretasikan meski interpretasinya kadang-kadang tidak sama dengan interpretasi orang-
orang yang terlibat langsung organisasi.

 Davis: “daily belief” – praktik sehari-hari sebuah organisasi.

 Hofstede: kebiasaan tersebut muncul dalam bentuk praktik-praktik manajemen.

 Collin dan Porras: orientasi organisasi kedepan.

 Schein dan Rousseau: kebiasaan sehari-hari muncul dalam bentuk artefak


(arsitektur, logo, jargon, cara berkomunikasi, cara berpakaian, cara bertindak)
termasuk perilaku para organisasi
Keterkaitan antara Elemen Idealistik dan Behavioral

Secara umum bisa dikatakan bahwa kedua elemen budaya organisasi tersebut,
bukan elemen yang terpisah satu sama lain. Seperti yang telah dikemukakan Jacano
keduanya merupakan satu kesatuan yang tidak dapat terpisahkan sebab keterkaitan kedua
elemen itulah yang membentuk budaya. Hanya saja elemen kedua (yang bersifat behavioral)
lebih rentan terhadap perubahan dibandingkan dengan elemen pertama, penyebabnya
tidak lain karena elemen kedua bersinggungan langsung dengan lingkungan eksternal
organisasi sehingga ketika budaya sebuah organisasi terpaksa harus berubah, misalnya
karena desakan lingkungan, maka yang biasanya yang pertama kali berubah adalah elemen
kedua, sedangkan elemen pertama jarang mengalami perubahan, disamping karena
menjadi falsafah hidup organisasi juga karena letaknya yang terselubung.

ASUMSI DASAR

Budaya sebuah organisasi dalam banyak hal sangat dipengaruhi oleh asumsi-asumsi
yang berlaku di organisasi tersebut. To solve the unsolvable problems innovatively-
menyelesaikan pesoalan-persoalan yang tidak bisa diselesaikan perusahaan lain dengan cara
penyelesaian yang inovatif.

Asumsi dasar terbentuk melalui sebuah proses. Bahkan proses tersebut merupakan
proses panjang yang terus menerus mengalami perubahan karena benturan kepentingan
seringkali tidak bisa dihindarkan. Demikian juga pada awal organisasi sekedar mencoba
menemukan cara untuk membangun organisasi jika upaya awal hanya sekedar bersifat
coba-coba tersebut berasil digunakan untuk menyelesaiakan berbagai masalan dan
pengembangan organisasi maka cara baru ini secara gradual akan menjadi pedoman untuk
menyelesaikan masalah organisasi berikutnya dan untuk mengembangkan organisasi lebih
lanjut.

Demikian seterusnya cara-cara ini akhirnya menjadi pedoman atau model yang
diyakini kebenarannya sehingga harus digunakan dan diajarkan kepada siapa saja yang
terlibat dalam kegiatan organisasi berikutnya sebagai cara yang benar yang tidak perlu
diperdebatkan.
Kluchohn dan Strodtbeck mengidentifikasikan lima masalah umum yang dianggap
mendesak yakni :

1. Masalah yang berkaitan dengan karakter atau sifat dasar manusia


2. Masalah yang berkaitan dengan hubungan antara manusia dengan alam
3. Masalah yang berkaitan dengan orientasi manusia terhadap ruang dan waktu
4. Masalah yang berkaitan dengan oreintasi manusia dalam menjalankan aktivitas
hidupnya
5. Masalah yang berkaitan dengan orientasi manusia dalam hubungannya dengan
manusia lain

Nilai-nilai organisasi

Nilai adalah prinsip, tujuan, atau standar sosial yang dipertahankan oleh seseorang
atau sekelompok orang (masyarakat) karena secara intrinsic mengandung makna yang
bersifat normative. Milton Rokeanch mengatakan bahwa values adalah keyakinan abadi
yang dipilih oleh seseorang atau sekelompk orang sebagai dasar untuk melakukan suatu
kegiatan tertentu atau sebagai tujuan akhir tindakannya. Robin Williams Jr menyatakan
bahwa values bukan hanya berfungsi sebagai kriteria atau standar untuk melakukan
tindakan tetapi juga berfungsi sebagai kriteria atau standar untuk melakukan penilaian,
menentukan pilihan, bersikap, berargumentasi maupun menilai performance.

Bidang studi organisasi banyak berinteraksi dengan disiplin ilmu lain seperti
antropologi, sosiologi dan psikologi dan mengadopsi beberapa konsep darinya termasuk
konsep nilai maka sangat tidak mengherankan jika di dalam lingkup kehidupan sebuah
organisasi bisa dijumpai berbagai macam kategori nilai antara lain : nilai-nilai masyarakat
(diadopsi dari disiplin antropologi dan sosiologi), nilai-nilai organisasi (dikembangkan di
dalam disiplin studi organisasi), dan nilai-nilai institusi (dikembangkan di dalam disiplin
sosiologi), individual dan nilai-nilai pekerjaan (keduanya diadopsi dari disiplin psikologi).

Meski organisasi menjadi wadah bertemunya berbagai konsep nilai dimana masing-
masing konsep memberikan definisi berbeda, esensi dari setiap konsep nilai sesungguhnya
sama. Values adalah (1) sebuah konsep atau keyakinan, (2) tentang tujuan akhir atau sebuah
perilaku yang patut dicapai, (3) yang bersifat transcendental untuk situasi tertentu, (4)
menjadi pedoman untuk memilih atau mengevaluasi perilaku atau sebuah kejadian dan (5)
tersusun sesuai dengan arti pentingnya. Jika komponen nilai di atas disederhanakan maka
nilai terdiri dari dua komponen utama yaitu (1) setiap definisi memfokuskan perhatiannya
pada dua konten nilai yaitu means (alat atau tindakan) dan ends (tujuan) dan (2) nilai
dipandang sebagai prefenece atau priority. Kedua komponen tersebut jika dipadukan akan
menghasilkan konsep nilai organisasi yang definisinya sebagai berikut

Nilai-nilai organisasi secara spesifik adalah keyakinan yang dipegang teguh seseorang
atau sekelompok orang mengenai tindakan dan tujuan yang seharusnya dijadikan landasan
atau identitas organisasi dalam menjalankan aktivitas bisnis, menetapkan tujuan-tujuan
organisasi atau memilih tindakan yang patut dijalankan di antara beberapa altenatif yang
ada.

Martha Brown menegaskan bahwa nilai-nilai organisasi dipengaruhi oleh nilai-nilai


masyarakat karena organisasi sering disebut sebagai sub sistem dari sistem sosial yang lebih
besar. Pengaruh ini kemungkinan bisa menimbulkan konflik karena boleh jadi nilai-nilai
organisasi belum tentu kompatibel dengan nilai-nilai masyarakat. Penyebabnya karena
faktor utama pembentuk nilai-nilai organisasi adalah nilai-nilai individu para pendiri
organisasi.

Peran utama nilai-nilai organisasi adalah sebagai jembatan atau intermediary antara
asumsi dasar dengan artefak. Seperti halnya dengan asumsi dasar, values merupakan
komponen budaya organisasi yang bersifat elusive. Dibandingkan dengan asumsi dasar,
values umumnya lebih mudah dipahami khususnya oleh orang dalam organisasi karena
values memperoleh perhatian yang lebih besar ketimbang asumsi dasar, sebab dengan
memahami values orang akan memperoleh jawaban mengapa anggota organisasi
berperilaku sebagaimana mereka lakukan.

TIPOLOGI NILAI-NILAI ORGANISASI

Terdapat dua macam tipe nilai-nilai organisasi yaitu tipe nilai-nilai organisasi menurut
Kabanoff and Daly dan menurut Wiener
Tipe Nilai-Nilai Organisasi Menurut Kabanoff dan Daly

Berangkat dari pertanyaan bagaimana sebuah organisasi menyelesaikan dua


masalah pokok yang selalu tarik menarik maka muncullah 4 macam tipe nilai-nilai organisasi
menurut Kabanoff dan Daly yaitu: elite, meritocratic, leadership and collegial.

Struktur organisasi dibedakan menjadi dua yaitu sentralisasi dan desentralisasi.


Struktur yang sentralistik berarti kekuasaan tidak terdistribusi secara merata. Hal ini akan
menciptakan nilai-nilai efisiensi namun akibatnya sumber daya dan reward juga tidak
terdistribusi secara merata. Sebaliknya, organisasi dengan struktur yang terdesentralisasi
akan menciptakan nilai-nilai egalitarian dan akibatnya distribusi sumber daya dan reward
akan lebih merata. Proses organisasi dibedakan menjadi kebijakan dan praktik organisasi.
Praktik organisasi ini difungsikan untuk menyeimbangkan ketidakmerataan distribusi yang
disebabkan oleh mekanisme struktur kekuasaan. Dari penjelasan tersebut maka elite
merupakan tipe nilai-nilai organisasi yang mempresentasikan ketidakmerataan secara murni
dalam hal kekuasaan tidak terdistribusi secara merata yang dikombinasikan dengan
orientasi ketidakmerataan lainnya. Pada tipe leadership nilai-nilai ketidakmerataan
kekuasaan seoerti pada tipe elite (authority, performance and reward) tetap dipertahankan
di samping ditekankan pula pentingnya nilai-nilai kohesivitas (afiliasi, teamwork,
commitment dan leadership).

Tipe meritocratic merupakan kombinasi antara nilai-nilai efisiensi (performance dan


reward) dengan nilai-nilai kesetaraan (equaly) yakni afiliasi, teamwork, commitment,
participation dan normative. Sementara tipe collegial merupakan tipe nilai-nilai organisasi
yang menekankan pentingnya nilai-nilai kesetaraan seperti afiliasi, teamwork, commitment,
participation dan normative.

Tipe Nilai-Nilai Organisasi Menurut Wiener

Untuk menyusun tipologi nilai-nilai organisasi Wiener menggunakan perspektif anggota


organisasi yakni sejauh mana espoused values dianggap sentral dan sejauh mana nilai-nilai
tersebut dishared para anggota organisasi. Berdasarkan hal tersebut maka ditetapkan dua
dimensi nilai.
Pertama focus dari nilai tersebut dibedakan menjadi dua kategori yaitu apakah nilai tersebut
bersifat fungsional atau elitist, functional values merupakan nilai organisasi yang menjadi
pedoman bagi anggota organisasi untuk melakukan aktivitas sehari-hari dengan focus utama
untuk mencapai tujuan organisasi. Disisi lain, elistist values adalah nilai organisasi yang
menekankan pada arti penting atau kebanggaan terhadap organisasi.

Dimensi kedua adalah asal muasal nilai-nilai organisasi yakni apakah nilai tersebut
berasal dari tradisi organisasi atau berasal dari pimpinan yang kharismatik. Jika berasal dari
tradisi organisasi maka sumber nilai-nilai tersebut berasal dari generasi-generasi
sebelumnya yang tidak terpengaruh oleh perubahan kepemimpinan organisasi. Nilai ini
biasanya bertahan cukup lama. Sebaliknya, jika nilai-nilai tersebut bersumber pada
pemimpin yang kharismatik maka daya tahan nilai sangat bergantung pada sejauh mana
anggota organisasi menidentifikasikan dirinya dengan pimpinan tersebut.

Functional traditional values adalah nilai-nilai organisasi yang bersifat fungsional dan
berasal dari generasi sebelumnya. Tipikal ini diyakini bisa memberi kontribusi terhadap
efektivitas kinerja organisasi karena (1) partisipasi yang cukup luas di kalangan anggota
organisasi dan (2) nilai-nilai sukar diadaptasi oleh organisasi lain karena proses terbentuknya
bersifat gradual. Elitist charismatic values merupakan system nilai yang dikhawatirkan tidak
memberi kontribusi keberhasilan organisasi jangka panjang. Nilai-nilai yang berasal dari
pimpinan yang kharismatik boleh jadi akan menghasilkan fanatisme jangka pendek.

Functional charismatic values merupakan representasi dari tipe nilai yang bersifat
functional yang diyakini akan memberi kontribusi terhadap efektivitas organisasi. Berasal
dari pimpinan yang kharismatik maka secara keseluruhan functional charismatic values
merupakan nilai-nilai organisasi yang bersifat transisional.

Terakhir elitist traditional values, tipe ini mensinyalkan adanya nilai-nilai elitist yang
stabil dan bertahan dari satu generasi ke generasi berikutnya.
ARTEFAK

Artefak adalah elemen budaya yang kasat mata, mudah diobservasi oleh seseorang
atau sekelompok orang baik daru dalam maupun luar organisasi. Artefak merupakan pintu
masuk bagi orang luar untuk memahami budaya sebuah organisasi.

Diantara elemen budaya organisasi lainnya, artefak merupakan elemen budaya


organisasi yang bersinggungan secara langsung dengan lingkungan eksternal. Mary Jo Hatch
mengibaratkan artefak seperti lava panas/dingin yang keluar saat gunung api meletus. Lava
panas/dingin yang keluar dari perut bumi mengindikasikan bahwa di dalam perut bumi
terdapat aktivitas yang tidak banyak diketahui orang. Jadi lava panas/dingin yang keluar ke
permukaan bumi identik dengan artefak yang merupakan manifestasi dari kegiatan di dalam
perut bumi yaitu budaya.

Jika artefak bagi orang luar merupakan pintu masuk, artefak bagi orang dalam
merupakan sarana untuk meperkokoh pemahaman, pengakuan dan penjiwaan mereka
terhadap budaya yang sedang berjalan.

RINGKASAN

Bab ini menguraikan secara detail elemen-elemen budaya organisasi. Secara garis
besar elemen budaya organisasi dibedakan menjadi dua yakni elemen yang bersifat
idealistik dan elemen yang bersifat behavioral. kedua elemen ini oleh beberapa teoritis
kemudisn diurai lebih lanjut sehingga ada yang mengatakan bahwa organisasi terdiri dari
tiga elemen, atau yang lain mengatakannya terdiri dari lima elemen. Terlepas dari
perbedaan tersebut dan meski masing-masing elemen memiliki karakteristik yang berbeda,
keterkaitan diantaranya tidak boleh diabaikan karena keterkaitan itulah yang membentuk
budaya organisasi.

Anda mungkin juga menyukai