Anda di halaman 1dari 15

Perbedaan Etik dan Moral

Disusun Oleh:
Rafika Dora Wijaya 1906427950

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Filosofi adalah dasar dari sebuah keilmuan.
1.2.Tujuan
Tujuan dari pembuatan paper ini adalah:
1. Untuk mengetahi definisi etika
2. Untuk mengetahui definisi moral
3. Untuk mengetahui perbedaanmoral dan etika
4. Untuk mengetahui macam-macam etika
5. Untuk mengetahui macam-macam moral
6. Untuk mengetahui contoh contoh moral dan etika

1.3.Manfaat
Manfaat dari pembuatan paper ini adalah:
Menambah wawasan dan kemampuan berfikir tentang etika dan moral.
Mengetahui contoh etika dan moral.

1.4.Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari perkuliahan ini adalah:
1. Apakah etika itu?
2. Apakah moral itu?
3. Apakah perbedaan moral dan etika?
4. Bagiamana penerapan moral dan etika?
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Definisi Etika


Sistem informasi merupakan komponen-komponen yang saling berhubungan
dan bekerjasama untuk mengumpulkan, memproses, menyimpan, dan mendistribusikan
informasi tersebut untuk mendukung proses pengambilan keputusan, koordinasi, dan
pengendalian. (Ariawan, 2009)
Perkembangan teknologi industry didunia semakin berkembang dari tahun ke
tahun. Perkembangan teknologi indutri yang dimulai dari Era teknologi industry 1.0,
teknologi 2.0, teknologi industry 3.0 dan saat ini memasuki area era teknlogi 4.0. Era
teknologi 4.0 merupakan area teknologi yang berbasis internet. (SIndu, 2018).
Istilah Industri 4.0 lahir dari ide revolusi industri ke empat. European
Parliamentary Research Service dalam Davies (2015) menyampaikan bahwa revolusi
industri terjadi empat kali. Revolusi industri pertama terjadi di Inggris pada tahun 1784
di mana penemuan mesin uap dan mekanisasi mulai menggantikan pekerja-an manusia.
Revolusi yang kedua terjadi pada akhir abad ke-19 dimana mesin-mesin produksi yang
ditenagai oleh listrik digunakan untuk kegiatan produksi secara masal.
Penggunaan teknologi komputer untuk otomasi manufaktur mulai tahun 1970
menjadi tanda revolusi industri ketiga. Saat ini, perkembangan yang pesat dari
teknologi sensor, interkoneksi,dan analisis data memunculkan gagasan untuk
mengintegrasikan seluruh teknologi tersebut ke dalam berbagai bidang industri.
Gagasan inilah yang diprediksi akan menjadi revolusi industri yang berikutnya. Angka
empat pada istilah Industri 4.0 merujuk pada revolusi yang ke empat. Industri 4.0
merupakan fenomena yang unik jika dibandingkan dengan tiga revolusi industri yang
mendahuluinya. Industri 4.0 diumumkan secara apriori karena peristiwa nyatanya
belum terjadi dan masih dalam bentuk gagasan (Drath & Horch, 2014).
Teknologi sendiri adalah ilmu pengetahuan yang dapat menciptakan sesuatu
alat atau yang lainya yang memiliki manfaat bagi manusia. (Putri, 2018). Maka dari itu
teknologi yang semakin maju akan menghasilkan atau pun menciptakan alat yang lebih
bagus dari teknologi jaman dahulu. Dengan perkembangan teknologi akan diikuti juga
perkembangan teknologi informasi. Berikutnya system informasi berkembang dengan
maju.
Defenisi mengenai Industri 4.0 beragam karena masih dalam tahap
pengembangan penelitian. Beberapa ahli mencoba berpendapat tentang Industri 4.0.
Sebut saja Merkel (2014) berpendapat bahwa Industri 4.0 adalah transformasi
komprehensif dari keseluruhan aspek produksi di industri melalui penggabungan
teknologi digital dan internet dengan industri konvensional. Sedangkan Schlechtendahl,
Kretschmer, Keinert, & Lechler (2015)
menekankan definisi kepada unsur kecepatan dari ketersediaan informasi, yaitu sebuah
lingkungan industri di mana seluruh entitasnya selalu terhubung dan mampu berbagi
informasi satu dengan yang lain .
Pengertian lainnya yang lebih teknis disampaikan oleh Kagermenn & Dkk,
(2011) bahwa Industri 4.0 adalah integrasi dari Cyber Physical System(CPS) dan
Internet of Things and Services (IoT dan IoS) ke dalam proses industri meliputi
manufaktur dan logistik serta proses lainnya. CPS adalah teknologi untuk
menggabungkan antara dunia nyata dengan dunia maya. Penggabungan ini dapat
terwujud melalui integrasi antara proses fisik dan komputasi (teknologi embedded
computersdan jaringan) secara close loop (Lee, 2008).
Upaya yang dilakukan untuk menemukan aspek apa saja yang ada di dalam
Industri 4.0 tidak cukup dengan mengetahui defenisinya saja. Dibutuhkan pemahaman
yang lebih luas atau komprehensif untuk memahami Industri 4.0 melalui model
kerangka konsepnya. Ada banyak penelitian yang sudah merumuskan model kerangka
Industri 4.0.
Di dalam Laporan Final Kagermenn & Dkk (2013) memberikan rekomendasi
model kerangka Industri 4.0. Model yang direkomendasikan merupakan perwujudan
dari integrasi tiga aspek seperti yang ditunjukkan pada gambar 1.
Kagermenn & Dkk (2013) di dalam laporan final kelompok kerja Industri 4.0
yang disponsori oleh kementerian pendidikan dan riset Jerman memberikan
rekomendasi model kerangka Industri 4.0. Model yang direkomendasikan merupakan
perwujudan dari integrasi tiga aspek seperti yang ditunjukkan pada gambar 1.Aspek
pertama adalah integrasi horisontal yang berarti mengintegrasikan teknologi CPS ke
dalam strategi bisnis dan jaringan kerjasama perusahaan meliputi rekanan, penyedia,
pelanggan,dan pihak lainnya. Sedangkan integrasi vertikal menyangkut bagaimana
menerapkan teknologi CPS ke dalam sistem manufaktur/produksi yang ada di
perusahaan sehingga dapatbersifat fleksibel dan modular. Aspek yang ketiga meliputi
penerapan teknologi CPS ke dalam rantai rekayasa nilaisecara end to end. Rantai
rekayasa nilai menyangkut proses penambahan nilai dari produk mulai dari proses
desain, perencanaan produksi, manufaktur hingga layanan kepada pengguna produk.
Integrasi aspek-aspek tersebut memerlukan delapan aksi. Aksi tersebut adalah (1)
standardisasi, (2) pemodelan sistem kompleks, (3) penyediaan infrastruktur jaringan
komunikasi, (4) penjaminan keselamatan dan keamanan, (5) desain organisasi dan
kerja, (6) pelatihan sumber daya manusia, (7) kepastian kerangka hukum dan (8)
efisiensi sumber daya.

Gambar 1. Tiga Aspek Integrasi Industri 4.0 (Kagermann dkk, 2013)

Model kerangka Industri 4.0 saat ini masih terus dikembangkan. Hal ini
bertujuan demi terwujudnya model yang secara global dapatdigunakan sebagai acuan
penerapan Industri 4.0 di berbagai tipe dan level industri.
Berbeda halnya di Indonesia, Jusuf Kalla mengatakan Indonesia belum
sepenuhnya menerapkan Revolusi Industri 4.0 karena masih ada industri yang
menggunakan teknologi revolusi pertama, kedua, dan ketiga. "Dalam praktiknya, kita
ini masih ada bagian yang masih di Revolusi Industri Pertama, Kedua, dan Ketiga.
Semua orang bermimpi untuk 4.0, padahal masih ada yang pertama, masih ada petani
kita yang menggunakan cangkul (Indonesia, 2018)

2.2.Pelayanan Kesehatan
(1) Pengertian Pelayanan
Sianipar (1998) mengemukakan pengertian pelayanan sebagai berikut:
Cara melayani, menyiapkan atau menjamin keperluan seseorang atau kelompok
orang. Melayani adalah meladeni atau membantu mengurus keperluan atau
kebutuhan seseorang sejak diajukan permintaan sampai penyampaian atau
penyerahannya. Dari beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa
pelayanan adalah cara melayani, membantu menyiapkan, mengurus,
menyelesaikan keperluan, kebutuhan seseorang atau sekelompok orang. Artinya
objek yang dilayani adalah masyarakat yang terdiri dari individu, golongan, dan
organisasi (sekelompok organisasi).
(2) Pelayanan Kesehatan
Notoatmodjo (2005) upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk
memelihara dan meningkatkan kesehatan yang dilakukan oleh pemerintah atau
masyarakat. Sejalan dengan hal tersebut, berdasarkan UU RI No. 36 Tahun 2009
pasal 1 ayat 11 pengertian upaya atau pelayanan kesehatan adalah ”setiap
kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan yang dilakukan secara terpadu,
terintegrasi dan berkesinambungan untuk memelihara dan meningkatkan derajat
kesehatan, pengobatan penyakit, dan pemulihan kesehatan oleh pemerintah
dan/atau masyarakat. Jenis-jenis dalam memberikan pelayanan kesehatan fasilitas
yang disediakan Rumah Sakit minimal wajib di sediakan oleh ruumah sakit
meliputi: (1) Pelayanan Gawat Darurat, (2) Pelayanan Rawat Jalan, (3) Pelayanan
Rawat Inap, (4) Pelayanan Bedah, (5) Pelayanan Persalinan dan Perinatologi, (7)
Pelayanan Intensif, (8) Pelayanan Radiologi, (9) Pelayanan Laboratarium
Patologi Klinik, (10) Pelayanan Rehabilitas Medik, (11) Pelayanan Farmasi, (12)
Pelayanan Gizi, (13) Pelayanan Keluarga Miskin, (14) Pelayanan Rekam Medis,
(15) Pengelolaan Limbah (16) Pelayanan Administrasi Manajemen, (17)
Pelayanan Ambulance / Kereta Jenazah, (18) Pelayanan Pemulasaraan Jenazah,
(19) Pelayanan Loundry, (20) Pelayanan Pemeliharaan Rumah Sakit, (21)
(3) Mutu Pelayanan Kesehatan
Azrul (1996) mendefenisikan pelayanan kesehatan, adalah setiap bentuk
pelayanan atau program kesehatan yang ditujukan pada perseorangan atau
masyarakat dan dilaksanakan secara perseorangan atau secara bersama-sama
dalam suatu organisasi, dengan tujuan untuk memelihara ataupun meningkatkan
derajat kesehatan yang dipunyai.
Mutu Pelayanan Kesehatan adalah suatu langkah kea rah peningkatan
pelayanan kesehatan baik untuk individu maupun untuk populasi sesuai dengan
keluaran yang diharapkan dan disesuaikan dengan pengetahuan professional
terkini. (Imam & Lena, 2015)
(4) Penerapan Caring
Caring merupakan perilaku perawat yang menunjukan peduli, empati,
memiliki rasa kasih kepada klien (Firmansyah, Noprianty, & Karana, 2019).
Caring merupakan sikap dan perilaku yang harus ditonjolkan oleh seorang
perawat. Dalam pelayanan kesehatan caring sangat mempengaruhi mutu
pelayanan terkait dengan kepuasan pasien. Dalam era industry 4.0 dengan
teknologi semakin berkembang dalam dunia perawat, memiliki tantangan yang
mempengaruhi hubungan tenaga medis yaitu perawat dengan klien. Karena salah
satu sifat manusia adalah interaksi dengan sesama. (SIndu, 2018). Oleh karena itu
sebagai seorang perawat sikap caring harus selalu diaplikasikan dalam proses
keperawatan.
Penerapan Caring dalam penggunaan system informasi keperawatan
memiliki banyak manfaat. Diantaranya :
 Sistem informasi keperawatan meningkatkan pengetahuan perawat dalam
memberikan asuhan keperawatan. (Nurhayati, Wahyuningsih, Octaviana,
Sistiarani, & Jasun, 2017) (Indari, 2015)
Peningkatan pengetahuan perawat tentang asuhan keperawatan meningkatkan
caring perawat terhadap klien.
 Sistem informasi meningkatkan pelayanan asuhan keperawatan pada pasien
di ICU. (Anisah, 2019)
Sistem informasi di ICU memberikan gambaran langsung tentang kondisi
pasien sehingga meningkatkan caring perawat terhadap klien.
 Sistem Informasi meningkatkan petient safety sehingga menigkatkan
kewaspadaan perawat. (Anisah, 2019) (Zubaidah, 2011)
Kewaspadaan perawat terhadap pasien mampu meningkatkan caring terhadap
pasien.

2.3.Keterkaitan Etika Keperawatan dalam Teknologi dan Sistem Informasi


Etika keperawatan merupakan standar acuan untuk mengatasi segala macam
masalah yang dilakukan oleh praktisi keperawatan terhadap para pasien yang tidak
mengindahkan dedikasi moral dalam pelaksanaan tugasnya. (Utami, 2016)
Penerapan etika dalam penggunaan sistem informasi keperawatan memiliki banyak
manfaat. Diantaranya adalah :
1. Sistem informasi memudahkan perawat untuk mengadvokasi kondisi pasien kepada
dokter. Penerapan etika keperawatan autonomy (Anisah, 2019)
2. Sistem infomasi perawat memberikan lebih banyak manfaat dengan peningkatan
kualitas pelayanan. Penerapan etika keperawatan beneficiency (Nurhayati et al.,
2017)
3. Sistem informasi meningkatkan patient safety di ruang anak dan ICU. Sesuai
dengan prinsip etika keperawatan do no harm (Anisah, 2019) (Zubaidah, 2011)
4. Sistem infomasi dapat mengurangi biaya perawatan. Sesuai dengan prinsip etika
keperawatan veracity.
5. Memudahkan dalam pengambilan keputusan di ICU. Menerapkan prinsip etika
keperawatan autonomy (Anisah, 2019)
6. Memberikan transparansi dalam pembiayaan. Menerapkan prinsip etika
keperawatan veracity.
7. Penggunaan sistem rujukan online memberikan keadilan dalam memberikan
pelayanan RS bagi semua pasien. Menerapkan prinsip etika keperawatan justice
(Khalid, 2019)

2.4.Kebijakan dan Implementasi Akses Teknologi dan Sistem Informasi Kesehatan


Instruksi Presiden Republik Indonesia No. 9 Tahun 2017 disebutkan bahwa
salah bentuk telekomunikasi bidang kesehatan yang sedang dikembangkan oleh
Kementerian Kesehatan RI yakni Telemedicine Indonesia. Telemedicine Indonesia
yang disingkat TEMENIN adalah teknologi Telemedis Terintegrasi yang
dikembangkan oleh Kemenkes RI untuk memberikan layanan medis kepada
masyarakat Indonesia untuk mempercepat peningkatan akses dan kualitas pelayanan
kesehatan melalui pelayanan kesehatan jarak jauh dengan memanfaatkan teknologi
komunikasi (telemedicine). Layanan telemedis yang diberikan mencakup 4 bidang
utama yaitu Radiologi, USG, Elektrokardiografi dan Konsultasi.
Selain itu Dalam rangka pemberian kompensasi dan pemenuhan pelayanan pada
Daerah belum tersedia Fasilitas Kesehatan yang memenuhi syarat, BPJS Kesehatan
dapat mengembangkan pola pembiayaan pelayanan kesehatan. Pengembangan pola
pembiayaan pelayanan kesehatan sebagaimana yang dimaksud meliputi pola
pembiayaan untuk pelayanan kesehatan bergerak, pelayanan kesehatan berbasis
telemedicine, dan/atau pengembangan pelayanan kesehatan lain yang ditetapkan oleh
Menteri (Peraturan Presiden, 2018)
Permenkes 46 tahun 2017 tentang Strategi E-Kesehatan Nasional disebutkan
bahwa ada 7 komponen penentu keberhasilan penerapan e-kesehatan. Semua
komponen tersebut harus ditata dengan baik dan seimbang. 7 Komponen tersebut
meliputi tata kelola dan kepemimpinan, strategi dan investasi, layanan dan aplikasi,
standar dan interoperabilitas, infrastruktur, peraturan, kebijakan, dan pemenuhan
kebijakan serta sumber daya manusia (Kementerian Kesehatan, 2017)

Beberapa contoh implementasi sistem informasi kesehatan antara lain:

1. Sistem rujukan online BPJS (BPJS Kesehatan, 2018)


Sistem informasi penyelenggaraan pelayanan kesehatan terpadu berbasis IT dapat
untuk mengetahui informasi Sumber Daya Rumah Sakit secara transparan,
kompetensi Rumah Sakit, meningkatkan kinerja fasilitas pelayanan kesehatan
dengan digitalisasi sistem rujukan, mempercepat proses rujukan berdasarkan
kebutuhan medis, kompetensi faslitas pelayanan kesehatan dan aksesibiltas, dengan
mempertimbangkan mutu dan keselamatan pasien, membangun komunikasi dan
informasi yang efektif antar fasyankes dalam proses rujukan
2. Sistem informasi manajemen ibu dan anak di Puskesmas (Kumalasari, 2013)
Sistem informasi ini menggunakan diagram data flow untuk mempermudah
pengkajian ibu dan anak di Puskesmas.
3. Aplikasi sistem informasi terhadap Asuhan Keperawatan (Indari, 2015)
Pada saat ini kebanyakan SOP di rumah sakit masih paper based dan tersimpan di
folder yang merupakan hambatan untuk mendapatkan informasi tentang SOP itu
sendiri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh aplikasi sistem
informasi manajemen (SIM) terhadap pengetahuan tentang SOP.
4. Penggunaan Nanda NIC NOC (Nurhayati et al., 2017)
Diagnosis keperawatan nanda dan intervensi NIC dibuat dalam bentuk sistem
informasi sehingga mudah diakses dan langsung diterapkan oleh perawat
pelayanan.
5. Standardisasi Sistem Informasi Berjenjang (Muslim, 2012)
Layanan kesehatan prima atau excellent services dapat diwujudkan salah
satunya dengan pengembangan teknologi informasi bidang kesehatan. Sistem
Informasi Kesehatan (SIK) yang terstandardisasi, dapat mewujudkan sistem
layanan kesehatanberjenjang/rujukan
6. Sistem pendokumentasian asuhan keperawatan (Hirzal, Ardenny, 2013)
Menerapkan efektivitas format pendokumentasian keperawatan model problem
oriented record (POR) terhadap kemudahan penggunaannya oleh perawat di rawat
jalan RSUD Petala Bumi Pekanbaru
7. Penerapan SIMPRO (Sistem Informasi Manajemen Keperawatan oleh Roro)
SIMPRO merupakan sistem informasi yang dikembangkan oleh Dr. Rr. Tutik Sri
Haryati, S.Kp., MARS sejak tahun 2002. Sistem ini didasarkan pada proses
keperawatan (5 tahap) dan prinsip manajemen. Tahap pengkajian pada sistem ini
menggunakan pendekatan head to toe serta juga tak luput pada pengkajian aspek
bio-psiko-sosio-spiritual-kultural. Selain itu sistem ini juga didalamnya meliputi
informasi vital sign, pengkajian sistem dan kebutuhan edukasi kesehatan klien
(Purwandari, 2013).

2.5.Dunia Kesehatan di Era Revolusi Industri 4.0


Kehadiran teknologi menjadikan seluruh manusia bisa terkoneksi antara yang
satu dengan yang lainnya, dan mengakibatkan banyak perubahan-perubahan yang
terjadi baik di bidang politik, sosial, budaya, ekonomi, bisnis, pendidikan maupun
kesehatan. Perubahan-perubahan tersebut seakan-akan dapat mengguncangkan dunia
secara tiba-tiba (Selvira, 2019).
Di antara berbagai sektor yang terdampak oleh Revolusi Indistri keempat,
tampaknya sektor kesehatan adalah sektor yang paling mungkin mendapatkan
keuntungan dari bergabungnya sistem fisika, digital dan biologi, walaupun sektor ini
mungkin juga yang paling tidak siap menerimanya. Tjandrawinata (2016)
mengungkapkan Saat ini teknologi konsumen yang memakai telepon genggam dan
alat kebugaran yang dipakai sehari-hari dapat mengumpulkan berbagai data secara
detil tentang kesehatan dan status kebugaran seseorang. Data seperti ini
berpotensial untuk mentransformasi, tidak hanya kesehatan individual dan
keperluan medisnya, namun juga untuk penelitian kesehatan. Bahkan ada suatu
studi yang juga dilakukan oleh The Economist Intelligence Unit mengatakan
bahwa 50% dari para dokter percaya bahwa teknologi telepon pintar sangat
memberdayakan pasien agar mereka berperan dalam mengatur kesehatan mereka
secara proaktif. Lebih lanjut Raymond mengatakan banyak penyedia layanan
kesehatan mengeksplorasi potensi telemedicine, yaitu suatu pemantauan dan
pengobatan pasien dari jarak jauh melalui sensor yang tersambung ke internet.
Diharapkan bahwa telemedicine akan terbukti sangat berharga dalam pengobatan
penyakit kronis yang banyak dialami oleh lansia.
Kelebihan dari penggunaan sistem informasi keperawatan adalah (Budiman,
2013):
1. Mengurangi penggunaan kertas
2. Dokumentasi keperawatan secara otomatis. (Hirzal, Ardenny, 2013)
3. Standar yang sama dalam perawatan (Nurhayati et al., 2017)
4. Mengurangi biaya (Nurhayati et al., 2017)
5. Meningkatkan kualitas pelayanan (Nurhayati et al., 2017)
6. Kualitas pelayanan keperawatan dapat di ukur
7. Mengikatkan pasien safety dengan monitoring. (Anisah, 2019) (Zubaidah, 2011)
8. Memudahkan komunikasi perawat dengan dokter. (Anisah, 2019)
9. Meningkatkan pengaetahuan perawat tentang SOP.(Indari, 2015)

2.6.Sikap Dalam Menghadapi Era Revolusi Industri 4.0


Pada intinya, era revolusi industri 4.0 dikenal dengan penemuannya sebuah
pabrik pintar yang berisi mesin dan robot, di mana keduanya sanggup untuk
mengerjakan pekerjaan-pekerjaan rumit. Mesin dan robot tersebut dapat saling bertukar
informasi dan dapat memberi serta menerima perintah secara otomatis tanpa melibatkan
manusia.
Selain itu, di era ini jugalah keberadaan HP android, komputer dan internet
semakin berkembang. Perkembangan tersebut, khususnya pada internet pasti memiliki
pengaruh yang sangat besar di dunia, di mana internet dapat membuat semua orang di
dunia bisa terkoneksi atau terhubung, serta kehadiran internet dapat menjadikan seluruh
pekerjaan menjadi lebih mudah, baik dalam mencari informasi atau media
pembelajaran maupun dalam hal pekerjaan sepeti bisnis.

Selvira (2019) mengatakan bahwa kehadiran teknologi di era revolusi industri


4.0 dapat menjadikan seluruh pekerjaan serba cepat atau dengan kata lain hanya
memakan waktu singkat. Proses kerja yang dulunya ditangani secara manual kini dapat
mudah dikelola secara otomatis. Proses kerja yang dulunya memakan waktu berjam-
jam atau bahkan berhari-hari kini dapat diselesaikan dalam waktu yang singkat. Tidak
bisa dipungkiri bahwa dengan banyaknya teknologi-teknologi canggih yang
berkembang dengan pesat, maka akan juga mengakibatkan dampak negatif,
sebagaimana kita ketahui bahwa segala sesuatu tidak ada yang sempurna, pasti punya
kekurangan sehingga akan menimbulkan dampak baik dampak positif maupun dampak
negatif.

2.7.Tantangan Dunia Kesehatan di Era Revolusi Industri 4.0


(1) Teknologi di sisi lain akan membuat dilema etik. Penggunaan teknologi yang kaya
akan prosedur dan peralatan canggih mungkin akan membantu mempertahankan
hidup klien, namun belum tentu teknologi tersebut juga memperhatikan martabat
dan quality of life klien (Bunch, 2002).
(2) Penggunaan teknologi pada area keperawatan kritis dilaporkan dapat merusak
komunikasi karena ada barrier antara mesin (teknologi) dengan klien. Selain itu
perawat juga cenderung lebih berfokus pada kompleksitas penggunaan teknologi
dan device daripada mengedepankan sisi caring kepada klien (Sabzevari, Mirzaei,
Bagherian, & Iranpour, 2015).
(3) Pemanfaatan teknologi membutuhkan pengetahuan dan skill yang memadai.
Perawat harus berprinsip lifelong learning (terus belajar) di unit kerja agar mampu
menguasai perkembangan teknologi kesehatan (Huggins, 2004).
REFERENSI

Anisah, S. (2019). Pentingnya Implementasi Sistem Informasi Manajemen e-ICU ( Intensif


Care Unit ) dalam Asuhan Keperawatan. Universitas Indonsia.

Ariawan. (2009). Buku Ajar Sistem Informasi Manajemen. 1, 88.

Azrul, A. (1996). Menjaga Mutu Pelayanan Kesehatan. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

BPJS Kesehatan. (2018). Info BPJS Kesehatan.

Budiman. (2013). Sistem informasi Manajemen Keperawatan.

Bunch, E. H. (2002). High technology and nursing: ethical dilemmas nurses and physicians
face on high-technology units in Norway. Nursing Inquiry, 9(3), 187–195.

Davies, R. (2015). Industry 4.0 Digitalisation for productivity and growth. (Industry Digital
4.0).

Drath, R., & Horch, A. (2014). Industrie 4.0: Hit or Hype? Industrie 4.0, (Ind. 4.0).

Hirzal, Ardenny, D. (2013). Efektivitas Format Pendokumentasian Keperawatan Model


Problem Oriented Record (POR) Terhadap Kemudahan Penggunaan oleh Perawat di
Rawat Jalan RSUD Petala Bumi Pekanbaru Tahun 2013.

Huggins, K. (2004). Lifelong learning - The key to competence in the intensive care unit?
Intensive and Critical Care Nursing, 20(1), 38–44.
https://doi.org/10.1016/j.iccn.2003.10.001

Imam, A. T., & Lena, I. (2015). Manajemen Mutu Informasi Kesehatan I : Quality
Assurance. Jakarta Selatan: Pusat Pendidikan Sumber Daya Manusia Kesehatan.

Indari. (2015). Pengaruh Aplikasi Sistem Informasi Manajemen Asuhan Keperawatan Anak
Berbasis Teknologi Terhadap Pengetahuan Tentang SOP Keperawatan Di RS Saiful
Anwar Malang. Jurnal Kesehatan Hesti Wira Sakti, 3.
Indonesia, C. (2018). Wapres JK: Indonesia Belum Sepenuhnya Revolusi Industri 4.0.

Kagermenn, H., & Dkk. (2011). Industrie 4.0: Mit dem Internet der Dinge auf dem Weg zur
4. industriellen Revolution.

Kagermenn, H., & Dkk. (2013). Recommendations for implementing the strategic initiative
INDUSTRIE 4.0.

Kementerian Kesehatan. (2017). Peraturan Menteri Kesehatan No. 46 Tahun 2017 tentang
Strategi E-Kesehatan Nasional. Jakarta.

Khalid, S. (2019). Sistem Rujukan Terintegrasi (SISRUTE).

Kumalasari, D. (2013). Sistem Informasi Manajemen Kesehataan Ibi dan Anak di Puskesmas
Semarang Selatan. 3, 2–3.

Lee, E. A. (2008). Cyber Physical Systems: Design Challenges. Object Oriented Real-Time
Distributed Computing (ISORC), 2008 11th IEEE International Symposium.

Merkel, A. (2014). Speech by Federal Chancellor Angela Merkel to the OECD Conference.

Muslim, A. (2012). Standardisasi Sistem Informasi Kesehatan Berjenjang Open E Health


Guna Darma, Information System, Mewujudkan Layanan Kesehatan Prima. Prosiding
KOMMIT, 2–3.

Notoatmodjo, S. (2005). Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasinya. Jakarta: Rineka Cipta.

Nurhayati, S., Wahyuningsih, E., Octaviana, D., Sistiarani, C., & Jasun. (2017). Evaluasi
Sistem Informasi Manajemen Keperawatan Berdasarkan Penerimaan Pengguna Di
Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Banyumas. Kesmas Indonesia, 2(02), 11–29.

Peraturan Presiden. (2018). Peraturan Presiden RI No. 82 Tahun 2018 Tentang Jaminan
Kesehatan.

Purwandari, R. (2013). Pengaruh “SIMPRO” Terhadap Kelengkapan dan Aspek Legal


Dokumentasi Asuhan Keperawatan di Ruang Rawat Inap Dewasa RS RST Dompet
Dhuafa Parung Bogor. Universitas Indonesia.

Putri, K. (2018). Apa itu Teknologi ? Sejarah dan Pengertian Teknologi.

Sabzevari, S., Mirzaei, T., Bagherian, B., & Iranpour, M. (2015). Critical Care Nurses’
Attitudes about Influences of Technology on Nursing Care. British Journal of Medicine
and Medical Research, 9(8), 1–10. https://doi.org/10.9734/bjmmr/2015/18400

Schlechtendahl, J., Kretschmer, F., Keinert, M., & Lechler, A. (2015). Making existing
production systems Industry 4.0-ready.

Selvira, D. (2019). Bagaimana Dunia Kesehatan di Era Revolusi Industri 4.0?

Sianipar. (1998). Manajemen Pelayanan Masyarakat. Jakarta: Lembaga Administrasi


Negara.

SIndu, K. (2018, September). Revolusi Industri 4.0 Dalam Dunia Kesehatan.


Sindonews.Com.

Tjandrawinata, R. R. (2016). Industri 4.0: Revolusi Industri Abad Ini dan Pengaruhnya pada
Bidang Kesehatan dan Bioteknologi.

Utami, N. (2016). Etika Keperawatan dan Keperawatan Professional (1st ed.).


https://doi.org/10.1192/bjp.111.479.1009-a

Zubaidah. (2011). Peran Sistem Informasi Manajemen Keperawatan terhadap Patient Safety
dalam Keperawatan Anak. Universitas Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai