Anda di halaman 1dari 11

REFERAT

MANAJEMEN NYERI PADA PASIEN LANJUT USIA YANG


MENDERITA KANKER

Uray Ria Aprini, S. Ked


I4061172027

Pembimbing:
dr. Achmadi Eko Sugiri, Sp.PD

ILMU KESEHATAN USIA LANJUT


PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TANJUNGPURA
RSUD ADE MOHAMMAD DJOEN
2020
LEMBAR PERSETUJUAN

Telah disetujui Referat dengan judul:

MANAJEMEN NYERI PADA PASIEN LANJUT USIA YANG


MENDERITA KANKER

Disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Kepaniteraan


Klinik Stase Ilmu Kesehatan Usia Lanjut

Sintang, Januari 2020


Pembimbing Referat Disusun oleh

dr. Achmadi Eko Sugiri, Sp.PD Uray Ria Aprini, S. Ked


NIM. I4061172027
BAB I
PENDAHULUAN

Usia lanjut merupakan salah satu tahapan yang akan dilalui oleh manusia
dalam proses perkembangannya. Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun
1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia, individu yang dianggap telah berusia
lanjut adalah mereka yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Indonesia
mengalami peningkatan jumlah penduduk lansia dari tahun ke tahun. Hal ini
nampak dari laporan Badan Pusat statistik pada tahun 2010 yang menyatakan
bahwa Indonesia memiliki penduduk lansia sebanyak 18.57 juta jiwa. Jumlah ini
terus meningkat sekitar 7.93 persen dari tahun 2000. Badan Pusat Statistik juga
menyatakan bahwa jumlah penduduk lansia ini akan terus meningkat sekitar
450,000 jiwa pertahun, sehingga diperkirakan Indonesia akan memiliki jumlah
penduduk lansia sebanyak 34.22 juta jiwa pada tahun 2025.1
International Association for the Study of Pain menjelaskan nyeri sebagai
suatu sensasi fisik yang tidak menyenangkan dan disebabkan oleh rusaknya saraf
atau jaringan di dalam tubuh manusia. Berdasarkan durasi kemunculannya, nyeri
dibedakan ke dalam dua jenis, yaitu nyeri akut (acute pain) dan nyeri kronis
(chronic pain). Setiap orang dapat mengalami kedua jenis nyeri tersebut, namun
kelompok usia tertentu menunjukkan kerentanan yang lebih besar untuk
mengalami nyeri kronis dibadingkan kelompok usia lainnya. Berdasarkan survei
di Amerika Serikat terhadap 3,000 partisipan, ditemukan bahwa kelompok usia
lansia (60-69 tahun) lebih banyak mengeluhkan mengenai nyeri kronis yang
dideritanya dibandingkan kelompok usia lainnya. Hasil survei tersebut juga
sejalan dengan penelitian Freedman yang menemukan bahwa banyak pasien
lansia yang mengeluh kepada dokter mengenai nyeri kronisnya dan merasa
terganggu oleh nyeri tersebut saat sedang melakukan rutinitas hariannya. 2,3,

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Nyeri
Menurut The Interntional Association for the Study of Pain , nyeri
didefinisikan sebagai perasaan sensori dan emosional yang tidak menyenangkan
yang berhubungan dengan kerusakan jaringan atau potensial yang menyebabkan
kerusakan jaringan. Nyeri diperkenalkan sebagai suatu pengalaman emosional
yang penatalaksanaannya tidak hanya pada pengelolaan fisik semata, namun
penting juga untuk melakukan manipulasi (tindakan) psikologis untuk mengatasi
nyeri.2
2.1.1. Klasifikasi Nyeri
Nyeri berdasarkan ringan beratnya menurut diklasifikasikan menjadi 3,
antara lain:3

1. Nyeri Ringan
Nyeri ringan adalah nyeri yang timbul dengan intensitas yang rendah.
Pada nyeri ringan biasanya pasien secara obyektif dapat berkomunikasi
dengan baik.
2. Nyeri Sedang
Nyeri sedang adalah nyeri yang timbul dengan intensitas sedang dan
menimbulkan reaksi. Pada nyeri sedang secara obyektif pasien mendesis,
menyeringai, dapat menunjukkan lokasi nyeri dan dapat mendeskripsikannya
serta dapat mengikuti perintah dengan baik.
3. Nyeri Berat
Nyeri berat adalah nyeri yang timbul dengan intensitas yang berat.
Pada nyeri berat secara obyektif pasien terkadang tidak dapat mengikuti
perintah tapi masih berespon terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi
nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih.

4
2.1.2. Fisiologi Nyeri
Nyeri berdasarkan mekanismenya melibatkan persepsi dan respon
terhadap nyeri tersebut. Mekanisme timbulnya nyeri melibatkan empat proses,
yaitu: tranduksi/transduction, transmisi/transmission, modulasi/modulation, dan
persepsi/perception sebagai berikut:4
1. Transduksi adalah proses dari stimulasi nyeri dikonfersi kebentuk yang
dapat diakses oleh otak. Proses transduksi dimulai ketika nociceptor yaitu
reseptor yang berfungsi untuk menerima rangsang nyeri teraktivasi.
Aktivasi reseptor ini (nociceptors) merupakan sebagai bentuk respon
terhadap stimulus yang datang seperti kerusakan jaringan.
2. Transmisi adalah serangkaian kejadian-kejadian neural yang membawa
impuls listrik melalui sistem saraf ke area otak. Proses transmisi
melibatkan saraf aferen yang berbentuk dari serat saraf berdiameter kecil
ke sedang serta yang berdiameter besar. Saraf aferen akan beraxon pada
dorsal horn di spinalis. Selanjutnya transmisi ini dilanjutkan melali sistem
contralateral spinalthalamic melalui ventral lateral dari thalamus menuju
cortex cerebral.
3. Proses modulasi mengacu kepada aktivitas neural dalam upaya
mengontrol jalur transmisi nociceptor tersebut (Turk & Flor, 1999).
Proses modulasi melibatkan system neural yang komplek. Ketika impuls
nyeri sampai di pusat saraf, transmisi impuls nyeri ini akan dikontrol oleh
sistem saraf pusat dan mentransmisikan impuls nyeri ini kebagian lain
dari sistem saraf seperti bagian cortex. Selanjutnya impuls nyeri ini akan
ditransmisikan melalui saraf-saraf descend ke tulang belakang untuk
memodulasi efektor.
4. Persepsi adalah proses yang subjective (Turk & Flor, 1999). Proses
persepsi ini tidak hanya berkaitan dengan proses fisiologis atau proses
anatomis saja (McGuire & Sheider, 1993), akan tetapi juga meliputi
cognition (pengenalan) dan memory (mengingat) (Davis, 2003). Oleh
karena itu, faktor psikologis, emosional, dan behavioral (perilaku) juga
muncul sebagai respon dalam mempersepsikan pengalaman nyeri

5
tersebut. Proses persepsi ini jugalah yang menjadikan nyeri tersebut suatu
fenomena yang melibatkan multidimensional.

2.2. Kanker
2.2.1. Definisi
Kanker adalah pertumbuhan maligna disertai dengan pembelahan sel
abnormal, invasi jaringan sekitar, dan metastasis ke sisi yang jauh. Kanker dapat
timbul akibat kondisi fisik yang tidak normal, pola hidup yang tidak sehat dan
genetik. Penyakit kanker dapat menyerang semua lapisan masyarakat tanpa
mengenal status sosial, umur dan jenis kelamin.4
Menurut Porth, karakteristik neoplasma malignan, yaitu: (1) sel-sel
biasanya mempunyai sedikit kemiripan dengan sel-sel jaringan normal darimana
jaringan tersebut berasal, (2) tumbuh pada perifer dan menyebarkan proses yang
menginfiltrasi dan merusak jaringan sekitar, (3) laju pertumbuhan beragam dan
bergantung pada tingkat diferensiasi; makin bersifat anaplastik tumor tersebut
makin cepat pertumbuhannya, (4) memperoleh akses ke saluran darah dan limfe
dan bermetastasis ke area tubuh lainnya, (5) sering menyebabkan efek yang sama
seperti anemia, kelemahan dan penurunan berat badan, (6) sering menyebabkan
kerusakan jaringan yang luas saat pertumbuhan tumor melebihi pasokan darah
atau memotong aliran darah ke area tertentu; juga dapat menghasilkan substansi
yang menyebabkan kerusakan sel, (7) biasanya akan menyebabkan kematian
kecuali pertumbuhannya dapat dikendalikan.5
2.2.2. Pemeriksaan Diagnostik5
A. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik meliputi ada tidaknya petekie, memar atau
ekimosis yang tidak diketahui penyebabnya, hematoma, perdarahan dari
berbagai muara tubuh, rembesan darah jangka panjang dari sisi pungsi IM
atau IV, perubahan tanda vital, perubahan status neurologis (sakit kepala,
disorientasi), anemia, nyeri dada pada aktivitas, dispnea, pusing, kelelahan,
kelemahan, glositis, anoreksia, sulit mencerna, insomnia, infeksi, suhu,
integritas kulit dan membran mukosa, lipatan kulit (aksila, bokong,

6
perineum), rongga tubuh (mulut, vagina, rektum), sisi akses vena, luka
pembedahan, saluran pernapasan, sistem genitourinarius, mata,
konjungtivitis, dan iritis
B. Pemeriksaan penunjang5
Pemeriksaan penunjang meliputi pemeriksaan laboratorium, thorax,
USG, MRI, CT-Scan, mamografi, endoskopi, laparoskopi, tumor maker,
histopatolog. Pemeriksaan patologi meliputi pemeriksaan makroskopi dan
mikroskopi yang maliputi bahan dari biopsi insisi, biopsi eksisi, biopsi cakot,
biopsi truncut, biopsi kerokan, biopsi jarum, biopsi endoskopi, biopsi
laparoskopi.
2.2.3. Penanganan Kanker5
1. Pembedahan
Pembedahan kanker dapat dilakukan sebagai pengobatan primer,
terapi adjuvan, terapi penyelamatan, terapi paliatif dan terapi kombinaso.
Pengangkatan kanker secara menyeluruh melalui tindakan pembedahan
masih merupakan modalitas pengobatan yang terbaik dan yang paling sering
digunakan. Kemajuan dalam teknik pembedahan, pengertian yang lebih baik
akan pola metastasis dari tumor dan dari perawatan pasca bedah yang intensif
kini membuat suatu tumor dapat diangkat dari hampir seluruh bagian tubuh.
2. Radiasi
Terapi radiasi (radioterapi) adalah pengobatan yang terutama
ditujukan untuk keganasan dengan menggunakan sinar pengion. Tujuan
terapi radiasi secara umum terbagi menjadi dua, yaitu radioterapi definitif
adalah bentuk pengobatan yang ditujukan untuk kemungkinan survive setelah
pengobatan yang adekuat dan radioterapi paliatif yang merupakan bentuk
pengobatan pada pasien yang tidak ada lagi harapan hidup untuk jangka
panjang sehingga kualitas hidup pasien tetap terjaga di sisa hidupnya dengan
menghilangkan keluhan dan gejala agar pasien hidup dengan lebih nyaman.
3. Kemoterapi
Kemoterapi merupakan penggunaan preparat antineoplastik sebagai
upaya untuk membunuh sel-sel tumor dengan mengganggu fungsi dan

7
reproduksi selular. Kemoterapi yang ideal harus mempunyai efek
menghambat yang maksimal terhadap pertumbuhan sel kanker, tetapi
mempunyai efek yang minimal terhadap sel-sel jaringan tubuh yang normal.
Tujuan penggunaan bat kemoterapi terhadap kanker adalah
mencegah/menghambat multiplikasi sel kanker, menghambat invasi dan
metastase.
2.2.4. Nyeri Kanker
Nyeri kanker merupakan nyeri yang dirasakan oleh penderita kanker
karena keluhan subjektif, pertumbuhan kanker yang progresif, kanker yang kronis,
dan penyebab multifaktorial Penyebab, jenis, sifat, dan derajat nyeri pada seorang
penderita dapat berubah. Nyeri kanker harus dikelola dengan benar hingga dapat
dicapai keadaan bebas nyeri.4
A. Penanganan Nyeri Kanker6
1) Farmakalogis
World Health Organization (WHO) merekomendasikan petunjuk
untuk pengobatan nyeri kanker yang dikembangkan dalam bentuk tangga
analgesik. Pedoman yang dibuat WHO mengkombinasikan penggunaan obat-
obatan analgesik dan obat-obatan adjuvan yang efektif untuk mengontrol
nyeri klien. Analgesic Ladder yang direkomendasikan oleh WHO ditentukan
oleh tingkat keparahan dari nyeri yang dirasakan. Untuk nyeri ringan (skala
nyeri 1-3 pada skala 0-10) direkomendasikan penggunaan pada tangga
pertama yaitu non-opiat yang disertai atau tanpa obat-obatan adjuvan.
Apabila nyeri yang dirasakan klien menetap atau skala nyeri meningkat
(nyeri sedang; skala 4-6 pada skala 0-10) direkomendasikan penggunaan
opiat lemah, disertai atau tanpa nonopiat, dan disertai atau tanpa obat-obatan
adjuvan. Apabila dengan pemberian obat pada tangga ketiga nyeri masih
menetap atau bahkan meningkat (nyeri berat; skala nyeri 7-10 pada skala 0-
10) opiat kuat dapat digunakan, nonopiat sebaiknya diteruskan dan obat-
obatan adjuvan juga harus dipertimbangkan penggunaannya pula.

8
Gambar 2.1 3 Step WHO Cancer Pain Manageent 6

2) Non Farmakologis
a. Rehabilitasi Medik
Rehabilitasi medik dapat mencegah nyeri kanker atau
pengobatan analgesik pada nyeri kanker. Dapat digunakan dalam
kombinasi dengan obat analgesik. Keterlibatan rehabilitasi medik
seringkali dimulai dini dalam perjalanan penyakit kanker. Macam
terapi rehabilitasi medik yang sering digunakan adalah modalitas
(TENS, panas, dingin, hidoterapi), fisioterapi, terapi okupasional,
ortesis, protesis, alat bantu jalan, biofeedback.
b. Hipnosis Diri
Edelman dan Mandel pada tahun 1994 menyatakan bahwa
hipnosis dapat membantu mengubah persepsi nyeri melalui
pengaruh sugesti positif. Suatu pendekatan kesehatan holistik,
hipnosis-diri menggunaan sugesti-diri dan kesan tentang perasaan
yang rileks dan damai. Individu memasuki keadaan rileks dengan
menggunakan berbagai ide pikiran dan kemudian kondisi-kondisi
yang menghasilkan respons tertentu bagi mereka. Konsentrasi yang

9
intensif mengurangi ketakutan dan stres karena individu
berkonsentrasi hanya pada satu pikiran.
c. Distraksi
Distraksi adalah suatu tindakan pengalihan perhatian pasien
ke hal-hal lain di luar nyeri, yang diharapkan dapat menurunkan
kewaspadaan pasien terhadap nyeri bahkan meningkatkan toleransi
terhadap nyeri. Namun penggunaan teknik ini lebih efektif
digunakan untuk mengatasi nyeri sebentar saja seperti saat onset
dari pemberian atau saat menyiapkan obat analgesik. Distraksi
yang dapat dilakukan antara lain menonton TV, melihat
pemandangan, mendengarkan suara/musik yang disukai.
d. Relaksasi
Relaksasi merupakan kebebasan mental dan fisik dari
ketegangan dan stres. Teknik relaksasi memberikan individu
kontrol diri ketika terjadi rasa tidak nyaman atau nyeri, stres fisik
dan emosi pada nyeri. Teknik relaksasi meliputi meditasi, yoga,
Zen, teknik imajinasi, dan latihan relaksasi progresif. Dibutuhkan 5
sampai 10 sesi pelatihan sebelum klien dapat meminimalkan nyeri
dengan efektif. Pelatihan relaksasi dapat dilakukan untuk jangka
waktu yang terbatas dan tidak memiliki efek samping.

10
BAB III
KESIMPULAN

Nyeri sering terjadi pada pasien kanker yang lebih tua, dan sering kali
diobati tidak diobati. Hambatan terhadap pengobatan nyeri yang tepat termasuk
penilaian dan pengetahuan yang memadai tentang manfaat dan risiko modalitas
pengobatan nyeri. Pendekatan multidisiplin harus diambil untuk mengidentifikasi
penyebab rasa sakit dan tepat perawatan; tujuannya adalah untuk mengurangi
menderita pasien dan keluarga dan meningkatkan kualitas hidup mereka.

11

Anda mungkin juga menyukai