Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Manusia adalah makhluk individu sekaligus makhluk sosial. Sebagai makhluk individu ia
memiliki karakter yang unik, yang berbeda satu sama lain dengan fikiran dan kehendaknya yang
bebas. Dan sebagai makhluk sosial ia membutuhkan manusia lain, membutuhkan sebuah
kelompok dalam bentuknya yang minimal, yang mengakui keberadaannya dan dimana dia dapat
bergantung.
Kebutuhan untuk berkelompok ini merupakan naluri alamiah sehingga kemudian
muncullah ikatan-ikatan yang dalam islam dikenal dengan istilah ukhuwah. Melihat minimnya
pengetahuan tentang ukhuwah, keutamaan serta peranannya dalam islam dalam makalah ini akan
dibahas secara singkat dan jelas tentang hal-hal yang berkaitan dengan ukhuwah islamiyah.

B. RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah makalah ini antara lain:
1. Bagaimana definisi ukhuwah islamiyah?
2. Apa saja dasar perintah ukhuwah?
3. Apa saja keutamaan dari ukhuwah islamiyah?

C. TUJUAN
Adapaun tujuan dari penulisan makalah ini adalah agar kita mengerti serta memahami
apa yang dimaksud dengan pengertian dari ukhwah islamiyah, keutamaannya, peran dari ukhwah
islamiyah serta hal-hal yang dapat merusak ukhwah islamiyah itu sendiri.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 DEFINISI UKHUWAH ISLAMIYAH


Menurut Al-’Allamah Ar-Raghib Al-Ashfahani dalam Mufadrat Alfazhil Qur’an, kata
ukhuwah menurut bahasa berasal dari ”akhun” yang berarti berserikat dengan yang lain karena
kelahiran dari dua belah pihak, atau salah satunya atau karena persusuan.Sedangkan dalam
istilah, menurut Imam Hasan Al-Banna rahimuhumullah, ukhuwah adalah mengikatnya hati-hati
dan jiwa-jiwa dengan ikatan akidah, yang merupakan ikatan yang paling kukuh dan paling mahal
mahal harganya. Al-Banna mengatakan bahwa ukhuwah adalah saudara keimanan.
Menurut Koordinator Forum Musyawarah Ulama’ (FMU) Madura KH. Ali Karar
Shinhaji, ukhuwah ialah ikatan atau jalinan persaudaraan. Ukhuwah yang sebenarnya ialah
jalinan persaudaraan yang didasari dengan keimanan kepada Allah dan Rasul-Nya. Ukhuwah
seperti itu dikenal dengan ukhuwah islamiyah, sebagaimana firman Allah dalam QS. Al-Hujurat:
10
ْ َ ‫ِإنَّ َما ْال ًمؤْ ِمنُ ْونَ ِإ ْخ َوة ٌ فَأ‬
‫ص ِل ُح ْوا َبيْنَ أَخ ََو ْي ُك ْم َواتَّقُ ْوا هللاَ لَ َعلَّ ُك ْم ت ُ ْر َح ُم ْون‬
Artinya:
“Sesungguhnya orang-orang mu'min adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua
saudaramu dan bertaqwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat”. (Q.S Al-
Hujurat:10)
Dan dalam HR. Bukhari dari Abdillah bin Umar ra. Nabi Muhammad SAW bersabda:
‫سلّ َم قا َل ْال ُم ْس ِل ُم أ َ ُخ ْو ْال ُم ْس ِل ِم ال‬ َ ‫صلّى هللا‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬ ُ ‫ع ْن ُه َما ا َ ٌّن َر‬
َ ِ‫س ْو َل هللا‬ َ ‫ضى هللا‬
ِ ‫ع َم َر َر‬ َ ‫ع ْن‬
ُ ‫ع ْب ِد ا هللِ ب ِْن‬ َ
ِ ‫ض ِل ُمهُ َوال يُ ْس ِل ُمهُ َو َم ْن كاَنَ ِفي َحا َج ِة‬
)‫أخ ْي ِه َكانَ هللاُ ِفي َحا َج ِت ِه ( أخرجه البخاري ِفي كتاب االكراه‬ ْ ‫َي‬
Artinya:
“Ibnu Umar meriwayatkan, Rasulullah saw. bersabda: “Seorang muslim adalah saudara dari
seorang muslim (lainya); dan dia tidak akan memperlakukanya tidak adil, atau dia tidak
meninggalkanya sendirian (menjadi korban ketidak adilan orang lain); dan barang siapa
memenuhi kebutuhan saudaranya, Allah akan memenuhi kebutuhanya”.
(HR Bukhari).
 Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ukhwah islamiyah adalah hubungan yang
dijalanin oleh rasa cinta dan didasari oleh akidah dalam bentuk persahabtan bagaikan satu
jasad satu yang atau satu bangunan yang Home
 Dakwah

2.2 Macam-Macam Ukhuwah Islamiyah

foto : Int
PESISIRNEWS.COM - Telah dikemukakan arti ukhuwah Islamiyah, yakni ukhuwah yang
bersifat Islami atau yang diajarkan oleh Islam. Di dalam Al-Qur'an banyak sekali ayat-ayat yang
menyinggung masalah ukhuwah Islamiyah dan dapat kita simpulkan bahwa di dalam kitab suci
ini memperkenalkan paling tidak 4 macam persaudaraan:
1) Ukhuwah, ubudiyah atau saudara sesama makhluk dan sama-sama tunduk kepada Allah.
2) Ukhuwah Insaniyah (basyariyah) dalam arti seluruh umat manusia adalah bersaudara, karena
mereka semua berasal dari seorang ayah dan ibu. Rasulullah Saw. juga menekankan lewat sabda
beliau, "Jadilah kalian hamba Allah yang bersaudara. Hamba-hamba Allah semuanya bersaudara
3) Ukhuwah wathaniyah wa an-nasab, yaitu persaudaraan dalam keturunan dan kebangsaan.
4) Ukhuwah fi din Al-Islam, persaudaraan antarsesama Muslim. Rasulullah Saw. Bersabda :
"Kalian adalah sahabat-sahabatku, saudara-saudara kita adalah yang datang sesudah (wafat)-ku

2.3. Latar Belakang Kembali Ke khittah

Pada Muktamar Ke-27 tahun 1984 secara resmi NU kembali ke Khittah NU 1926. Ini

ditandai keluarnya NU dari PPP Dan kembali menjadi organisasi sosial keagamaan sebagaimana

saat didirikan, 31 Januari 1926.

NU mencakup tujuan pendirian NU, gerakan-gerakan NU dan lain-lain. Ada

Perbincangan Khittah NU sering dikaitkan dengan urusan politik. Sementara, cakupan Khittah

NU 1926 pada dasarnya tidak hanya menerangkan ihwal hubungan organisasi NU dengan

politik, tetapi juga hal-hal mendasar terkait soal ibadah kepada Allah Swt dan kemasyarakatan.

Khittah anggapan, hal ini sudah mulai dilupakan banyak orang. Seringkali, bicara Khittah NU

1926 hanya dikaitkan hubungan NU dengan PKB, PKNU, PPP dan partai politik lain. Padahal

khittah bukan sebatas itu, dan mencakup tema-tema yang luas seluas wilayah kehidupan

berbangsa dan bernegara di Indonesia. Menurut Kyai Muchit, Khittah NU 1926 merupakan dasar

agama warga NU, akidahnya, syariatnya, tasawufnya, faham kenegaraannya, dan lain-lain.

Pada Muktamar Ke-27 NU di Situbondo, Jawa Timur, pada pasal pengertian khittah

menyebutkan, Khitthah NU 1926 merupakan landasan berfikir, bersikap dan bertindak warga

NU yang harus dicerminkan dalam tingkah laku perseorangan maupun organisasi. Juga daIam

setiap proses pengambilan keputusan. Landasan tersebut ialah faham Islam Ahlussunnah wal

Jama'ah yang diterapkan menurut kondisi kemasyarakatan di Indonesia. Ini meliputi dasar-dasar

amal keagamaan maupun kemasyarakatan. Khitthah NU 1926 yang digali dari intisari perjalanan

sejarah khidmahnya dari masa ke masa.


Dalam praksisnya, Khittah NU 1926, misal, terkait dengan persoalan Negara Kesatuan

Republik Indonesia (NKRI). Dalam pandangan Khittah NU 1926, NKRI sudah final. NU tidak

sepakat dengan pemberlakukan hukum Islam secara legal formal. Selain itu, menurut keputusan

Muktamar Ke-27 juga disebutkan, NU sebagai organisasi keagamaan, merupakan bagian tak

terpisahkan dari umat Islam Indonesia.

Khittah NU 1926 juga melandasi praksis hubungan kemasyarakatan yang senantiasa

memegang teguh prinsip persaudaraan, toleransi, kebersamaan dan hidup berdampingan baik

dengan sesama warga negara dengan keyakinan atau agama lain untuk bersama-sama

mewujudkan cita-cita persatuan dan kesatuan bangsa yang kokoh dan dinamis.

Kini, banyak orang memunculkan gagasan, perlunya membumikan Khittah NU 1926

dalam tatara yang lebih praktis, lebih konteks, dan lebih memberi daya dorong dalam beragam

persoalan. Khittah NU 1926 dirasakan masih ”abstrak” dan ”imajiner” dibandingkan dengan

sebagai ruh yang mampu memberi daya dorong dalam segala lini kehidupan berbangsa dan

bernegara

2.4. Mabadi Khaira Ummah

a. Pengertian mabadi khaira ummah

Mabadi Khaira Ummah merupakan langkah awal pembentukan umat terbaik. Gerakan Mabadi

Khaira Ummah merupakan langkah awal pembentukan “umat terbaik” (Khaira Ummah) yaitu

suatu umat yang mampu melaksanakan tugas-tugas amar makruf nahi mungkar yang merupakan

bagian terpenting dari kiprah NU karena kedua sendi mutlak diperlukan untuk menopang

terwujudnya tata kehidupan yang diridlai Allah SWT.

Prinsip dasar yang melandasinya disebut “Mabadi Khaira Ummah”. Kalimat Khaira Ummah

diambil dari kandungan Al-Qur’an Surat Ali Imran ayat 110 yang artinya:
Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf,

dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman,

tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan

mereka adalah orang-orang yang fasik.(QS. Ali Imran [3]:110).

b. Tujuan Mabadi Khaira Ummah

Sebagaimana dijelaskan di atas, gerakan Mabadi Khaira Ummah yang pertama dahulu diarahkan

kepada penggalangan warga untuk mendukung program pembangunan ekonomi NU. Program

ini telah menjadi perhatian serius pula saat ini, sebagaimana hasil Kongres NU ke-28.

Sementara itu kebutuhan strategis NU dewasa ini pun semakin berkembang. NU telah tumbuh

menjadi satu organisasi massa besar. Tetapi, meskipun tingkat kohesi kultural di antara warga

tinggi, kita tidak dapat mengingkari kenyataan, betapa lamban proses pengembangan tata

organisasinya.

Dengan demikian, gerakan Mabadi Khaira Ummah tidak saja relevan dengan program

pengembangan ekonomi, tetapi juga pembinaan organisasi pada umumnya. Kedua hal ini yang

akan menjadi arah strategis pembangkitan kembali gerakan Mabadi Khaira Ummah kita

nantinya, di samping bahwa sumber daya manusia yang dapat dikembangkan melalui gerakan ini

pun akan menjadi kader-kader unggul yang siap berkiprah aktif dalam mengikhtiyarkan

kemashlahatan umat, bangsa dan negara pada umumnya.

c. Butir-Butir Mabadi Khaira Ummah Dan Pengertiannya

Yang perlu dicermati selanjutnya dalah perbedaan konteks zaman antara massa gerakan Mabadi

Khaira Ummah pertama kali dicetuskan dan masa kini. Melihat besar dan mendasarnya

perubahan sosial yang terjadi dalam kurun sejarah tersebut, tentulah perbedaan konteks itu

membawa konsekuensi yang tidak kecil. Demikian pula halnya dengan perkembangan
kebutuhan-kebutuhan internal NU sendiri. Oleh karenanya perlu dilakukan beberapa penyesuaian

dan pengembangan dari gerakan Mabadi Khaira Ummah yang pertama agar lebih jumbuh

dengan konteks kekinian.

Konsekuensi-konsekuensi dari berbagai perkembangan itu akan menyentuh persoalan arah dan

titik tolak gerakan serta strategi pelaksanaannya. Di atas telah dijelaskan pengembangan

kerangka tujuan bagi gerakan ini. Berkaitan dengan itu pula, diperlukan penyesuaian dan

pengembangan yang menyangkut butir-butir yang dimasukkan dalam Mabadi khaira Ummah

dan spesifikasi pengertiannya.

dapat pula disebut sebagai “Al-Mabadi Al-Khamsah”. Berikut ini adalah uraian pengertian yang

telah dikembangkan dari kelima butir “Al-Mabadi Al-Khamsah” tersebut disertai kaitan dengan

orientasi-orientasi spesifiknya, sesuai dengan kerangka tujuan yang telah dijelaskan di atas:

1. As-Shidqu

Butir ini mengandung arti kejujuran/kebenaran, kesungguhan dan keterbukaan.

Kejujuran/kebenaran adalah satunya kata dengan perbuatan, ucapan dengan pikiran. Apa yang

diucapkan sama dengan yang di bathin. Jujur dalam hal ini berarti tidak plin-plan dan tidak

dengan sengaja memutarbalikkan fakta atau memberikan informasi yang menyesatkan. Dan tentu

saja jujur pada diri sendiri.

Dalil-dalil yang berkaitan dengan hal ini adalah:

“Dusta itu bukanlah yang memperbaiki di kalangan manusia, lalu menumbuhkan kebaikan atau

berbicara baik” (Muttafaq ‘alaih)

2. Al-Amanah wal-Wafa bil ‘ahd

Butir ini memuat dua istilah yang saling terkait, yakni al-amanah dan al-wafa’ bil ’ahdi. Yang

pertama secara lebih umum maliputi semua beban yang harus dilaksanakan, baik ada perjanjian
maupun tidak, sedang yang disebut belakangan hanya berkaitan dengan perjanjian. Kedua istilah

ini digambungkan untuk memperoleh satu kesatuan pengertian yang meliputi: dapat dipercaya,

setia dan tepat janji.

3. Al-‘Adalah

nBersikap adil (al’adalah) mengandung pengertian obyektif, proposional dan taat asas. Bitir ini

mengharuskan orang berpegang kepad kebenaran obyektif dan memnempatkan segala sesuatu

pada tempatnya.

4. At-Ta'awun

At-ta’awun merupakan sendi utama dalam tata kehidupan masyarakat : manusia tidak dapat

hidup sendiri tanpa bantuan pihak lain. Pengertia ta'awun meliputi tolong menolong, setia kawan

dan gotong royong dalam kebaikan dan taqwa. Imam al-Mawardi mengaitkan pengertia al-birr

(kebaikan) dengan kerelaan manusia dan taqwa dengan ridla Allah SWT.

5. Istiqamah

Istiqamah mengandung pengertian ajeg-jejeg, berkesinambungan, dan berkelanjutan. Ajeg-jejeg

artinya tetap dan tidak bergeser dari jalur (thariqah) sesuai dengan ketentuan Allah SWT dan

rasul-Nya. Kesinambungan artinya keterkaitan antara satu kegiatan dengan kegaiatan yang lain

dan antara satu periode dengan periode yang lain sehingga kesemuanya merupakan satu kesatuan

yang tak terpisahkan dan saling menopang seperti sebuah bangunan.

Sedangkan makna berkelanjutan adalah bahwa pelaksanaan kegiatan-kegiatan tersebut

merupakan proses yang berlangsung terus menerus tanpa mengalami kemandekan, merupakan

suatu proses maju (progressing) bukannya berjalan di tempat (stagnant


BAB III
KESIMPULAN

A.Pengertian Ukuwa
Ukhuwah secara bahasa berasal dari kata ‫( أخ‬akhun) yang artinya saudara.
Secara istilah ukhuwah islamiyah adalah kekuatan iman dan spiritual yang dikaruniakan
Allaah kepada hamba-Nya yang beriman dan bertakwa yang menumbuhkan perasaan
kasih sayang, persaudaraan, kemuliaan, dan rasa saling percaya terhadap saudara
seakidah.
B.Macam - macam Ukhuwa
1) Ukhuwah, ubudiyah atau saudara sesama makhluk dan sama-sama tunduk kepada
Allah.
2) Ukhuwah Insaniyah (basyariyah) dalam arti seluruh umat manusia adalah
bersaudara, karena mereka semua berasal dari seorang ayah dan ibu. Rasulullah Saw.
juga menekankan lewat sabda beliau, "Jadilah kalian hamba Allah yang bersaudara.
Hamba-hamba Allah semuanya bersaudara
3) Ukhuwah wathaniyah wa an-nasab, yaitu persaudaraan dalam keturunan dan
kebangsaan.
4) Ukhuwah fi din Al-Islam, persaudaraan antarsesama Muslim. Rasulullah Saw.
Bersabda : "Kalian adalah sahabat-sahabatku, saudara-saudara kita adalah yang
datang sesudah (wafat)-ku

C. Latar Belakang Kembali Ke khittah

Pada Muktamar Ke-27 tahun 1984 secara resmi NU kembali ke Khittah NU 1926. Ini
ditandai keluarnya NU dari PPP Dan kembali menjadi organisasi sosial keagamaan
sebagaimana saat didirikan, 31 Januari 1926.

D. Butir - Butir Mabadi Khaira

As-Shidqu,Al-Amanah wal-Wafa bil ‘ahd, Al-‘Adalah , At-Ta'awun,Istiqamah


BAB V

PENUTUP

Demikianlah makalah sederhana tentang Ukhuwah Islamiyah ini. Semoga bermanfaat bagi
pembaca sekalian.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang terdapat dalam penulisan
makalah ini. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
pembaca.
DAFTAR PUSTAKA

Juwariyah, Hadis Tarbawi, (Cet.I: Yogyakarta: Teras, 2010)

Annawawy. 1978. Riadhus Shalihin, diterjemahkan oleh Salim Bahreisy dengan


judul Tarjamah Riadhus Shalihin I (Cet. II; Bandung: PT Al Maarif,

Muhammad Al Ghazali, Akhlaq Seorang Muslim, disunting oleh Drs. H. Moh. Rifai
(Cet. I; Semarang: Wicaksana, 1986)

Sa’id Hawwa, Al-Mustakhlash Fi Tazkiyatil-Anfus, diterjemahkan oleh Abdul


Amin dkk (Cet. III; Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2006)

Imam Syihabuddin Ahmad Bin Muhammad al-Qasthalani, Irsyadus Syari’, Syarah


Shahih al Bukhori (Beirut: Darul Kutub al Ilmiyah, 1996)

Muslim bin al-Hijij Abu al-Husain al-Qusyairi al-Naisaburi, Shahih Muslim Juz
II (Bandung: Dahlan, t.th)

Imam Muhammad Ibn Kholifah Wasyatani al Ubiy dan Imam Muhammad Ibn Muhammad
Ibn Yusuf al-Sanusi Hasan, Sahih Muslim, Ikamlul Ikmal al Mu’lim Juz VII
(Beirut: Darul Kitab al Ilmiyah, 1994)

Shahih Muslim, kitab Zikr, bab 23, hadits no. 88.

Al Faqih Nashr bin Muhammad bin Ibrahim As-Samarqandi, Kitab Tanbihul Ghafillin,
diterjemahkan oleh Drs. H. Muslich Shabir, MA. dengan judul Terjemah Tanbihul Ghafilin
Peringatan bagi Orang-orang yang Lupa jilid I (Cet. I; Semarang: CV. Toha Putra, 1993)

Anda mungkin juga menyukai