Anda di halaman 1dari 24

MARKAS BESAR TENTARA NASIONAL INDONESIA

AKADEMI TNI

BAHAN AJAR
Tentang

UU NO.2 TAHUN 2002 TENTANG KEPOLISIAN


NEGARA RI

Untuk

TARUNA AKADEMI TNI DAN AKADEMI KEPOLISIAN


(DIKSAR INTEGRASI KEMITRAAN)

Nomor: 02-03-A1-A 014

DISAHKAN DENGAN KEPUTUSAN DANJEN AKADEMI TNI


NOMOR KEP/ 66 / IV / 2015
DILARANG MEMPERBANYAK / MENGUTIP TANPA IZIN DANJEN AKADEMI TNI
DAFTAR ISI

BAB I : PENGANTAR ……………………………………….. 1


1. Umum …………………………………………….. 1
2. Pokok-pokokpikiransecaraumum ……………… 1
3. ArgumentasiKonsiderans ……………………….. 6
4. LandasanPemikirandanPokokkonsepsiPolri9

BAB II : UNDANG-UNDANG RI NO. 2 TAHUN 2002 …….. 14


1. Ketentuanumum ………………………………….. 14
2. SusunandankedudukanPolri …………………… 14
3. TugasdanwewenangPolri ………………………. 15
4. Pembinaanprofesi ………………………………. 19
5. LembagaKepolisianNasional …………………….. 20
6. Bantuanhubungandankerjasama ………………... 21
1

BAB I
PENGANTAR

1. UMUM
a. Buku ajar UU Kepolisian ini untuk Taruna Akpol memuat pengetahuan
yang berfokus kepada pengertian dan pemahaman dimana UU Polri
sebagai sumber /dasar hukum setiap anggota Polri dalam melaksanakan
tugasnya.
b. Landasan formal bagi reformasi Polri adalah
1) Instruksi Presiden No.2 tahun 1999 tentang Langkah Kebijakan
dalam Rangka Pemisahan Polri dari ABRI.
2) Kepres No.89 tahun 2000 tentang Kedudukan Polri Dinyatakan
bahwa PolrIi berkedudukan Iangsung dibawah Presiden.
3) Tap MPR No. VI / MPR/ 2000 tentang Pemisahan TNI dan Polri
4) Tap MPR No. VII / MPR / 2000 tentang Peran TNI dan Polri

c. UU No.2 tahun 2002 ini terdiri dari 9 bab dan 45 pasal sbb :
BAB I : Ketentuan Umum ( pasal 1 s/d pasal 5 )
BAB II : Susunan dan Kedudukan Polri ( pasal 6 s/d pasal 12 )
BAB III : Tugas dan wewenang ( pasal 13 s/d pasal 9)
BAB IV : Anggota Polri ( pasal 20 s/d pasal 30 )
BAB V : Pembinaan Profesi ( pasal 31 s/d pasal 36 )
BAB VI : Lembaga Kepolisian Nasional ( pasal 37 s/d psl 40 )
BAB VII : Bantuan Hubungan dan Kerjasama ( pasal 41 s/d 42 )
BAB VIII : Ketentuan Peralihan ( pasal 43 )
BAB IX : Ketentuan Penutup ( pasal 44 s/d pasal 45 )

2. POKOK-POKOK PIKIRAN SECARA UMUM


a. Perkembangan kemajuan masyarakat yang cukup pesat melahirkan
berbagai persepsi dalam melihat tugas, fungsi dan wewenang Polri.
Selanjutnya menyebabkan pula berbagai tuntutan dan harapan
masyarakat bagi peningkatan pelaksanaan tugas Kepolisian Negara.
2

b. Dalam sejarah pertumbuhannya sejak proklamasi 17 Agustus 1945


pengaturan Polri menunjukkan adanya perubahan-perubahan, baik
yang berkaitan dengan kedudukan dan susunan, maupun yang
berkaitan dengan Iingkup tugas, fungsi dan kewenangan sesuai
perkembagan politik hukum dan ketatanegaraan yang dianut.

c. Namun demikian selama puluhan tahun dalam naungan orde lama dan
orde baru, Polri tidak dapat berkembang menurut kodrat dan hakekat
fungsinya secara profesional dan mandiri karena selama itu Polri
berada dalam nuansa politik, hukum dan ketatanegaraan yang
tidak kondusif. Penegakan hukum tenggelam dalam supremasi
politik dan kekuasaan sehingga penampilan Polri dalam
penegakan hukum sering kali dikalahkan oleh kepentingan politik
dan kekuasaan serta jauh dari harapan terwujudnya supremasi
hukum dan keadilan.

d. Diundangkannya UU No.13 tahun 1961 tentang Ketentuan-


ketentuan pokok Polri merupakan tonggak pertama upaya
pemantapan kedudukan dan peranan Polri sebagai alat negara
penegak hukum, pengayom, pelindung dan pernbimbing masyarakat.
Namun kedudukannya sebagai angkatan bersenjata yang
dinyatakan dalam UU No.13 tahun 1961 tersebut temyata telah
membawa Polri ke dalam suatu kehidupan militeristik yang jauh
betbeda dari prinsip-prinsip profesi Kepolisian dan penegakan
hukum. Selama berada di bawah naungan oganisasi ABRI secara
praktis untuk Polri berlaku perangkat instrumen ABRI mulai dari
filosofi, misi, visi, doktrin sampai kepada petunjuk-petunjuk
pelaksanaan tugasnya. Tribrata dan Caturprasetya sebagai
sumber nilai filosofi, etika dan azas-azas Kepolisian Indonesia
seakan-akan tenggelam dalam gegap gempitanya Sapta Marga dan
sumpah Prajurit.

e. Integrasi ABRI semakin mantap setelah dikeluarkan UU No.20


tahun 1982 tentang Pertahanan Keamanan Negara dan UU No.2
3

tahun 1988 tentang Prajurit ABRI. Namun keadaan tersebut telah


membuat kedudukan dan penampilan Polri semakin terpuruk baik
penampilan operasional maupun pembinaan kemampuannya. Di
bidang operasional, format Polri tugas kewenangan Polri dalam
memelihara Kamdagri sebagaimana dinyatakan dalam KUHP
(khususnya dalam penanganan kejahatan terhadap keamanan
negara ) tidak dapat dilaksanakan karena aspek operasional Polri
sebagai unsur ABRI harus tunduk pada mekanisme Doktrin
CADEK dan Doktrin perjuangan ABRI dimana operasi keamanan
dalam negeri merupakan salah satu operasi ABRI yaitu operasi
Kamdagri. Oleh karena itu dapat dipahami bahwa selama itu
penampilan Polri Iebih terkesan sebagai unsur ABRI, sedangkan
karakter-karakter dan jati dirinya sebagai alat negara penegak
hukum tidak mendapat kesempatan untuk berkembang. Di
bidang pembinaan kemampuan, Polri tunduk pada perangkat
pembinaan dan pendidikan ABRI sehingga dengan sendirinya hasil
didiknya pun berbentuk personil Polri yang Iebih berwatak militer dan
sangat merugikan karena penempilannya di lapangan jauh dari
azas-azas dan etika profesi Kepolisian. Di bidang pembangunan
kekuatan, Polri hampir tidak pernah mendapat prioritas karena
dalam skala prioritas Dephankam Iebih diutamakan
pembangunan kekuatan ABRI / TNI.

f. Satu kemajuan yang patut dicatat sebagai bagian dari upaya


pembangunan Kepolisian adalah diundangkannya UU No.28 tahun
1997 tentang Polri, walaupun salah satu pasalnya masih
menyatakan Polri sebagai unsur ABRI, namun UU No.28 tahun
1997 telah memuat banyak substansi-substansi yang baru antara
lain rumusan tugas yang Iebih rinci, rumusan kewenangan yang
Iebih jelas dan substansi tentang pembinaan profesi Pohi yang telah
mengantisipasi kemandirian Polri dan pemuliaan profesi Kepolisian
di masa depan. UU No.28 tahun 1997 tentang Polri dapat disebut
sebagai tonggak reformasi Kepolisian menuju kepada kondisi yang
Iebih memenuhi tuntutan dan harapan masyarakat, serta
4

mencerminkan Polri yang Iebih profesional dan mandiri sesuai jati


dirinya. Oleh karena itu substansi mendasar yang termuat
dalam UU No.28 tahun 1997 seyogianya tetap menjadi acuan
dalam setiap upaya penyempurnaan dan perbaikan Kepolisian
serta menjadi bagian dari RUU Polri yang pertu dipertahankan.

g. Dalam era reformasi, keinginan untuk perbaikan Kepolisian


semakin kuat dan semakin nampak jelas dengan adanya "Political
Will" untuk memisahkan Polri dari TNI, baik secara kelembagaan
maupun perannya, yang dimulai dengan Inpres RI No.2 tahun 1999
dan Kepres RI No.89 tahun 2000.

h. Beberapa produk konstitutif (TAP MPR) dalam era reformasi yaitu :


1) UUD 1945 perubahan kedua, Bab XII tentang Hankamneg.
2) TAP MPR RI No.Vl /MPR / 2000 tentang pemisahan TNI dan
Polri
3) TAP MPR RI No.VII / MPR / 2000 tentang peran TNI dan peran
Polri.
Dapat dicatat sebagai sumber legitimasi POLRI untuk kembali
pada jati diri, kemandirian dan ciri-ciri khas profesinya sebagai alat
negara penegak hukum, pelindung, dan pelayanan masyarakat
serta penegasan format peran Polri dalam memelihara Kamdagri.

i. Perlu pula dicatat bahwa UUD 1945 selain telah menggariskan


substansi tujuan Kepolisian, maka pembukaan UUD 1945, juga
memberikan arahan tentang bentuk Kepolisian sebagai
Kepolisian Nasional yang mengacu kepada bentuk NKRI yang
dianut UUD 1945. Hal tersebut ditegaskan kembali dalam TAP
MPR No.Vll / MPR / 2000 pasal 7 ayat (1) yang berbunyi "(1)
Polri merupakan Kepolisian nasional yang organisasinya disusun
berjenjang dari tingkat pusat sampai tingkat daerah". Maknanya
adalah bahwa Polri merupakan perangkat pemerintah pusat dan
satuan kewilayahan Polri (Polda, Polwil, Polres) bukan perangkat
daerah dan tidak berada di bawah kepala daerah.
5

j. Diundangkannya UU No.43 tahun 1999 tentang Kepegawaian talah


memberikan peluang kepada Polri untuk mengatur manajemen
anggota Polri melalui UU tersendiri sehingga dengan demikian
Polrii tidak lagi tunduk kepada UU No.2 tahun 1988 tentang
Prajurit ABRI. Dalam hal ini Polri mengintegrasikan pengaturan
tentang personil Polri kepada RUU Polri.

k. Dengan menyimak uraian di muka, maka dapat ditegaskan bahwa RUU


Polri yang diajukan pada dasamya merupakan

l. Penegasan substansi profesi Kepolisian mendasar mengenai


tugas, fungsi, wewenang dan kedudukan Polri yang telah dimuat
dalam UU No.28 tahun 1997 yang perlu dipertahankan dalarn UU yang
baru.

m. Aktualisasi dari tuntutan reformasi yang memuat paradigma


supremasi hukum HAM, transparansi dan demokratisasi yang
tertuang dalam UUD 1945, TAP MPR No.Vl dan TAP MPR No.Vll
MPR / 2000 sehingga lebih memberikan jaminan kepastian
hukum, keadilan serta kualitas pelayanan Polri yang Iebih
profesional.

n. Penyesuaian dengan ketentuan UU yang berkaitan dengan


sebagaimana diatur dalam UU No.43 tahun 1999 sehingga
kepegawaian di lingkungan Polri dapat diselaraskan dengan
hakekat tugas dalam Polri, sebagai pegawai negeri yang tunduk
pada kekuasaan peradilan umum.

o. Apresiasi Polri tentang pentingnya peran serta masyarakat


sehingga keterbukaan akuntabilitas mendapat perhatian yang
diakomodasikan dalam tugas-tugas komisi Kepolisian nasional
sehingga kebijakan-kebijakan Kepolisian akan sejalan dengan
tuntutan dan aspirasi masyarakat.
6

p. RUU Polri, secara keseluruhan menggambarkan paradigma baru,


penyelenggaraan fungsi Kepolisian yang berorientasi kepada pnnsip-
prinsip supremasi hukum, demokrasi, HAM, profesionalitas,
proporsionalitas, tertib penyelenggaraan fungsi dan akuntabilitas.
Namun demikian efektifitasnya akan bergantung pula kepada
penyelenggaraan fungsi lainnya dalam ketatanegaraan dan
pemerintahan. Oleh karena itu aspek koordinasi lintas sektoral
sangat perlu mendapat perhatian dalam penyusunan berbagai
peraturan pelaksanaan UU. Hal-hal yang belum dimuat dalam UU
dapat dilengkapi dengan peraturan perUU-an di bawahnya
sebagai peraturan pelaksanaan. RUU Kepolisian disiapkan
dengan semangat reformasi dan komitmen konstitusional untuk
mewujudkan penyelenggaraan fungsi Kepolisian yang memenuhi
harapan masyarakat dan Kepolisian Negara yang mampu
melaksanakan tugas penegakan hukum, pengayoman,
perlindungan serta pelayanan masyarakat secara profesional
dan modem dengan tetap menjunjung tinggi HAM. Namun
demikian, keseluruhan harapan tersebut akhirnya bertumpu pada
kearifan DPR dalam merumuskan UU.

3. ARGUMENTASI KONSIDERANS RUU POLRI


Konsiderans dalam RUU ini memuat, menimbang, mengingat dan
menetapkan.
3.1 Menimbang

a. Bahwa keamanan dalam negeri merupakan syarat utama


untuk mendukung terselenggaranya masyarakat madani yang
adil, makmur dan beradab berdasarkan Pancasila dan UUD
1945.
Argumentasi Filosofis :
1) Tujuan pembentukan UU Polri tidak hanya bagian dari
upaya pembaharuan sistim hukum Nasional jugas
terkandung upaya peningkatan pembinaan Kamdagri.
7

Oleh karena itu sebagai konsekuensi dan upaya keras


mencapai tujuan tersebut dibutuhkan suatu landasan
yuridis yang kokoh bagi pelaksanaan tugas Polri yaitu UU
Polri.
2) Dalam rangka mengikuti perubahan sosial pada era
reformasi ini diisyaratkan penonjolan fungsi dan
peranan Polri :
 Penjaga dan pemelihara Kamdagri melalui upaya
 Pemeliharaan Kamtibmas.
 Sebagai pengayom, pelindung, pembimbing dan
pelayanan masyarakat.
 Sebagai aparat penegak hukum.

b. Bahwa pemeliharaan Kamdagri melalui upaya penyelenggaraan


fungsi Kepolisian yang meliputi pemeliharaan Kamtibmas,
penegakan hukum, pengayoman, dan pelayanan kepada
masyarakat dilakukan oleh Polri selaku alat negara yang dibantu
oleh Potmas. Dengan menjunjung tinggi HAM.

Argumentasi Sosiologis :
Pada dasarnya Kamdagri harus terus menerus dijaga
dan dipelihara. Secara umum penyelenggaraannya
dilaksanakan oleh organ Kepolisian yang dalam hal ini di
Indonesia dipertanggungjawabkan kepada Polri. Untuk
melaksanakan tugas itu Polri dibantu oleh unsur-unsur
pengemban fungsi Kepolisian Iainnya dan masyarakat serta
tetap menjunjung tinggi HAM.

c. Bahwa telah terjadi perubahan paradigma dalam sistem


ketatanegaraan yang menegaskan pemisahan kelembagaan
TNI dan Kepolisian NKRI sesuai dengan peran dan fungsi
masing-masing.
8

Argumentasi Politis :
Tuntutan reformasi yang melahirkan keputusan politik
untuk menyempurnakan sistem ketatanegaraan antara lain
mengharuskan adanya pemisahan kelembagaan TNI dan
Pulri sesuai dengan fungsi dan perannya, oleh karena Au
perlu pula dijabarkan dalam UU Polri.
d. Bahwa UU No. 28 tahun 1997 tentang Kepolisian NKRI
sudah tidak memadai dan perlu diganti untuk disesuaikan
dengan pertumbuhan dan perkembangan serta
ketatanegaraan RI.
Argumentasi Sosiologis :
UU No. 28 tahun 1997 tentang Polri sudah tidak
sesuai dengan perubahan paradigma baru yaitu pemisahan
kelembagaan TNI dan Polri sesuai dengan fungsi dan
perannya dan tuntutan reformasi yang merupakan harapan
masyarakat sehingga perlu dirubah menjadi UU yang Iebih
sesuai dan memenuhi harapan.
e. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a, b, c dan d, perlu dibentuk UU tentang
Kepolisian Negara RI.

Argumentasi Yuridis :
 UUD 1945 pasal 30 ayat (2) dan ayat (4) ;
 TAP MPR RI No. VI / MPR / 2000 tentang Pemisahan TNI
dan Polri
 TAP MPR RI No. VII / MPR / 2000 tentang Peran TNI dan
Peran Polri.

3.2 Mengingat

a. Pasal 5 ayat (1), pasal 20 ayat (2), dan pasal 27 ayat (1) UUD
1945
Argumentasi :
Konsiderans "Mengingat" mempunyai arti bahwa
9

penyusunan RUU Polri ini adalah merujuk kepada peraturan


perUU-an yang telah ada balk yang memberikan perintah
pembuatannya secara Iangsung maupun yang mendasari
pembentukannya.
b. Ketetapan MPR No. VI / MPR / 2000 tentang Pemisahan TNI
dan Kepolisian Negara RI ;
c. Ketetapan MPR No. VII / MPR / 2000 tentang Peran TNI
dan peran Kepolisian negara RI ;
d. UU No. 8 tahun 1974 tentang pokok-pokok Kepegawaian
sebagaimana telah diubah dengan UU No.43 tahun 1999
(Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 169, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3890).

4. LANDASAN PEMIKIRAN DAN POKOK-POKOK KONSEPSI POLRI

4.1 LANDASAN PEMIKIRAN.


a. Pertimbangan Filosofis
Pancasila sebagai falsafah bangsa dan idiologi negara
merupakan sumber dan segenap nilai, azas, kaidah yang
menjadi pedoman dan penuntun bagi pelaksanaan tugas dan
wewenang Kepolisian Negara Republik Indonesia, sebagai alat
negara penegak hukum, pengayom, pelindung dan pembimbing
masyarakat serta alat negara yang bertugas menyelenggarakan
keamanan dalam negeri.
Nilai Pancasila telah dijabarkan ke dalam Tri Brata dan Catur
Prasetya yang menjadii pedoman hidup setiap agustus Polri dan
Catur Prasetya yang menjadi penuntun bagi pelaksanaan tugas
Polri.

b. Pertimbangan Sosiologis
Dalam perkembangan selanjutnya masyarakat sangat
mendambakan sosok Kepolisian Negara Republik Indonesia yang
sempurna dalam artian memiliki dedikasi, intelektualitas,
profesionalisme dan integritas yang dapat diandalkan.
10

Penyusunan Undang-undang Kepolisian Negara Republik


Indonesia yang baru merupakan bagian dan upaya
perkembangan dan penyempumaan Kepolisian Negara Republik
Indonesia. Di samping itu merupakan upaya untuk menampung
aspirasi dan harapan masyarakat terhadap Polri sehingga
diharapkan akan terwujud sosok penampilan jati diri kepolisian
yang dicita-citakan dalam tatanan kehidupan masyarakat
Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar
1945.

c. Pertimbangan Yuridis
Kebutuhan pembentukkan Undang-undang Kepolisian
Negara Republik Indonesia sangat mendesak karena Polri
akan melepaskan diri dan ABRI secara total dalam rangka
Polri Mandiri.
Untuk itu Undang-undang No. 28 Tahun 1997 tentang
Kepolisian Negara Republik Indonesia perlu diganti agar
mendukung pelaksanaan tugas dan wewenang serta hak dan
tanggung jawab Kepolisian Negara Republik Indonesia. Sejalan
dengan amanat TAP MPR No. VI MPR/2000 tentang
Pemisahan TNI dan Polri dan TAP MPR No. VII/MPR/2000
tentang Peran TNI dan Peran Polri.

d. Pertimbangan Perbandingan Hukum Internasional


Segala perubahan tatanan dunia dan bergulirnya demokrasi
serta pemyataan universal tentang HAM di seluruh dunia
menimbulkan suatu perubahan terhadap politik negara,
pembenahan sistem politik hukum dan ketatanegaraan untuk
merespon dan mengakomodasikan tuntunan tersebut, juga
dialami oleh Polri sebagai pengemban fungsi kepolisian
Republik Indonesia, maka dalam bentuk Undang-undang
Kepolisian Negara Republik Indonesia tidak boleh terlepas
dari hukum intemasional, karena tugas dan wewenang Polri
berkaitan dengan hal-hal tersebut, serta perlu melihat
11

/membandingkan dengan Kepolisian di negara lain.

4.2 Pokok-pokok Konsepsi Polri


Pokok-pokok Konsepsi Kepolisian Negara Republik Indonesia.
a. Umum
Presiden telah mengeluarkan Instruksi No. 2 Tahun 1999
tentang Iangkah-Iangkah kebijakan dalam rangka pemisahan
Polri dan ABRI yang menjadi landasan formal bagi reformasi
Polri.

b. Tujuan Kepolisian Negara Republik Indonesia


Adalah untuk menjamin ketertiban umum dan tegaknya hukum
serta terbinanya ketenteraman masyarakat guna mewujudkan
keamanan dan ketertiban masyarakat yang pada gilirannya
akan mendukung pencapaian tujuan nasional bangsa Indonesia.

c. Landasan Idiil Filosofis Kepolisian Negara Republik


Indonesia
Landasan idiil filosofis Polri mempunyai arti yang sangat
penting bagi keseluruhan gerak kiprah Polri dalam pencapaian
tujuan Polri. Bahkan merupakan sumber motivasi perjuangan,
pedoman hidup dan pedoman kerja serta pengabdian terhadap
kepentingan nasional dan pencapaian tujuan nasional
sebagaimana yang diamanatkan oleh Pancasila itu sendiri
yang dijabarkan oleh Tri Brata dan Catur Prasetya.
d. Kedudukan dan Susunan Kepolisian Negara Republik
Indonesia
Sesuai dengan perkembangan ketatanegaraan Republik
Indonesia dan Pembaharuan Hukum, khususnya
memperhatikan TAP MPR No.VI/MPR/2000 tentang Pemisahan
TNI dan Polri serta TAP MPR No.VI/MPR/2000 tentang Peranan
TNI dan Peranan Polri.
Sesuai dengan Kedudukannya maka dalam merumuskan
susunan Polri agar memperhatikan hal-hal yang tercantum
12

dalam buku.
e. Fungsi Kepolisian Negara Republik Indonesia
Fungsi Kepolisian meliputi dimensi yuridis dan sosiologis, yang
pada dasamya adalah fungsi penegakan hukum yang melekat
pada fungsi pemerintah negara dan dibentuk pula oleh
pertumbuhan, dan perkembangan dalam tata kehidupan
masyarakat itu sendiri.
f. Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia
Dalam merumuskan tugas Polri, harus memperhatikan
kedudukan Polri sebagai alat negara, fungsi Polri, tujuan
Polri dan peraturan perundang-undangan Iainnya yang
mengatur tugas Polri.
Azas-azas Pelaksanaan Tugas
1) Azas Legalitas : sesuai dasar hukum, demi kepastian
Hukum.
2) Azas Kewajiban : Diskresi Kepolisian dalam rangka
menjamin tibtram masyarakat.
3) Azas Partisipasi : parmas dan pam swakarsa.
4) Azas Preventif : mengutamakan pencegahan dari pada
penindakan.

5) Azas Subsidiaritas : mengambil tindakan yang perlu dalam hal


Instans yang berwenang tidak ada atau belum mengambil
tindakan.

g. Wewenang Kepolisian Negara Republik Indonesia


Dalam rumusan wewenang Poiri sebagai slat alat negara
seyogyanya memperhatikan teori kedaulatan yang menjadi
sumber kekuasaan atau wewenang pemerintah Republik
Indonesia.
Polri dalam melaksanakan wewenangnya bukan tanpa batas,
melainkan harus selalu berdasarkan hukum, karena menurut
penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 dirumuskan bahwa :
13

Negara Republik Indonesia berdasarkan atas hukum


(rechtstaat) tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka
(machtstaat).

h. Tanggung Jawab Anggota Polri


Pertanggung jawaban secara hukum disiplin Pertanggung
jawaban secara hukum perdata Pertanggung jawaban secara
hukum tata usaha negara Pertanggung jawaban secara hukum
pidana

i. Administrasi dan Pembinaan Personil


Lembaga Polri sebagai lembaga terbuka
Organisasi Polri merupakan bagian dari eksekutif
Bagi anggota Polri yang melakukan tindak pidana akan
diberlakukan ketentuan peradilan umum

j. Pembinaan Profesi dan Sumber Daya


Untuk memperkokoh profesi dan sumber daya kepolisian perlu
dirumuskan adanya kebijaksanaan teknis kepolisian yang
mengatur dan mengikat seluruh unsur-unsur pengemban Polri

k. Hubungan dan Kerja sama


1) Dalam negeri : dilakukan dengan unsur pemerintah
daerah, penegak hukum, badan/ lembaga, Instansi lain
serta masyarakat, dengan mengembangkan asas
partisipasi dan subsidiaritas.
2) Luar negeri : dengan badan Kepolisian dan penegak
hukum lain melalui kerja sama bilateral atau multilateral
dan badan pencegahan kejahatan baik dalam rangka
tugas operasional maupun kerja sama teknik dan
pendidikan serta pelatihan.
14

BAB II

UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 2 TAHUN 2002

TENTANG

KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

1. KETENTUAN UMUM
a. Dalam memahami isi pasal – pasal dalam UU No 2 tahun 2002,
terdapat banyak kata yang sering ditemukan. Defenisi dari kata-kata
atau istilah atau sebutan dimaksud bisa dilihat pada BAB I Pasal 1
angka 1 sampai dengan angka 14.
b. Makna dari Fungsi Kepolisian dan Pengemban Fungsi Kepolisian
diatur dalam Pasal 2 dan Pasal 3
c. Tujuan dan Peran POLRI diatur dalam pasal 4 dan pasal 5

2. SUSUNAN DAN KEDUDUKAN POLRI


Susunan dan Kedudukan Polri diatur dalam BAB II Pasal 6 sampai
dengan Pasal 12 UU No. 2 tahun 2002. Dari pasal-pasal tersebut secara
tegas menyebutkan bahwa :
a. Wilayah yang menjadi tanggung jawab POLRI meliputi seluruh
wilayah Negara Republik Indonesia
b. Wilayah negara Republik Indonesia dibagi dalam daerah hukum
menurut kepentingan pelaksanaan tugas kepolisian Negara
Republik Indonesia.
c. Ketentuan mengenai daerah hokum diatur dengan Peraturan
Pemerintah
d. Susunan organisasi dan tata kerja Kepolisian Negara Republik
Indonesia disesuaikan dengan kepentingan pelaksanaan tugas dan
wewenangnya yang diatur Iebih lanjut dengan Keputusan Presiden.
e. Polri dipimpin oleh Kapolri, Kapolri dalam melaksanakan tugasnya
bertanggung jawab kepada Presiden, karena Polri langsung di bawah
Presiden
15

f. Pimpinan Kepolisian Negara Republik lndonesia di masing-masing


daerah, bertanggung jawab atas pelaksanaan tugas dan
wewenang kepolisian secara hierarki.
g. Kapolri diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan
persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.

3. TUGAS DAN WEWENANG POLRI

Tugas dan wewenang POLRI diatur dalam pasal 13 sampai


dengan pasal 19 UU No. 2 tahun 2002. Dalam pasal pasal tersebut
secara tegas menyebutkan :
a. Tugas Pokok POLRI diatur dalam Pasal 13 adalah :
1) Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat,
2) Menegakkan Hukum, dan
3) Memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada
masyarakat
b. Pasal 14 mengatur lebih lanjut yaitu :Dalam melaksanakan
tugas pokok sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 Kepolisian
Negara Republik Indonesia bertugas :
1) Melaksanakan pengaturan penjagaan, pengawalan dan patroli
terhadap kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai
kebutuhan ;
2) Menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan,
ketertiban dan kelancaran lalu lintas di jalan;
3) Membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi
masyarakat, kesadaran hukum masyarakat serta ketaatan
warga masyarakat terhadap hukum dan peraturan perundang-
undangan.
4) Turut serta dalam pembinaan hukum nasional ;
5) Memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum ;
6) Melakukan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis
terhadap kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil dan
bentuk-bentuk pengamanan swakarsa;
16

7) Melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua


tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan
peraturan perundang-undangan Iainnya;
8) Menyelenggarakan identifikasi Kepolisian, kedokteran kepolisian,
laboratorium forensik dan psikologi kepolisian untuk
kepentingan tugas kepolisian;
9) Melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat,
dan, lingkungan hidup dari gangguan ketertiban dan / atau
bencana termasuk memberikan bantuan dan pertolongan
dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia;
10) Melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara
sebelum ditangani oleh instansi dan / atau pihak yang berwenang;
11) Memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan
kepentingan dalam lingkup tugas kepolisian ; serta
12) Melaksanakan tugas lain sesuai dengan peraturan perundang-
undangan
c. Pasal 15 ayat (1) menyatakan “ Dalam rangka menyelenggarakan
tugas sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 dan 14 Kepolisian
Negara Republik Indonesia secara umum berwenang :
1) Menerima laporan dan/atau pengaduan “;
2) Membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat
yang dapat mengganggu ketertiban umum ;
3) Mencegah dan menanggulangi tumbuhnya penyakit
masyarakat;
4) Mengawasi aliran yang dapat menimbulkan perpecahan atau
mengancam persatuan dan kesatuan bangsa ;
5) Mengeluarkan peraturan kepolisian dalam Iingkup kewenangan
administratif kepolisian ;
6) Melaksanakan pemeriksaan khusus sebagai bagian dan
tindakan kepolisian dalam rangka pencegahan ;
7) Melakukan tindakan pertama di tempat kejadian ;
8) Mengambil sidik jari dan identitas Iainnya serta memotret
seseorang;
9) Mencari keterangan dan barang bukti ;
17

10) Menyelenggarakan Pusat Informasi kriminal Nasional ;


11) Mengeluarkan surat izin dan / atau surat keterangan yang
diperlukan dalam rangka pelayanan masyarakat ;
12) Memberikan bantuan pengamanan dalam sidang dan
pelaksanaan putusan pengadilan , kegiatan instansi Iain, serta
kegiatan masyarakat;
13) Menerima dan menyimpan barang temuan untuk sementara
waktu.

d. Lebih lanjut Pasal 15 ayat (2) mengatur “ Kepolisian Negara Republik


Indonesia sesuai dengan peraturan perundangundangan Iainnya
berwenang” ;
1) Memberikan izin dan mengawasi kegiatan keramaian umum
dan kegiatan masyarakat Iainnya ;
2) Menyelenggarakan registrasi dan identifikasi kendaraan
bermotor;
3) Memberikan surat izin mengemudi kendaraan bermotor ;
4) Menerima pemberitahuan tentang kegiatan politik ;
5) Memberikan izin dan melakukan pengawasan senjata api,
bahan peledak, dan senjata tajam ;
6) Memberikan izin operasional dan melakukan pengawasan
terhadap badan usaha di bidang jasa pengamanan;
7) Memberikan petunjuk, mendidik, dan melatih aparat Kepolisian
khusus dan petugas pengamanan swakarsa dalam bidang
teknis kepolisian ;
8) Melakukan kerja sama dengan kepolisian negara lain dalam
menyidik dan memberantas kejahatan internasional;
9) Melakukan pengawasan fungsional kepolisian terhadap orang
asing yang berada di wilayah Indonesia dengan koordinasi
instansi terkait;
10) Mewakili pemerintah Republik Indonesia dalam organisasi
kepolisian intemasional;
11) Melaksanakan kewenangan lain yang termasuk dalam Iingkup
tugas kepolisian.
18

e. Pasal 16 ayat ( 1 ) menegaskan bahwa “ Dalam rangka


menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud dalam pasal 13
dan 14 di bidang proses pidana, Kepolisian Negara Republik
Indonesia berwenang untuk “ :
1) Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan
penyitaan ;
2) Melarang setiap orang meninggalkan atau memasuki tempat
kejadian perkara untuk kepentingan penyidikan ;
3) Membawa dan menghadapkan orang kepada penyidik dalam
rangka penyidikan ;
4) Menyuruh berhenti orang yang dicurigai dan menanyakan serta
memeriksa tanda pengenal diri;
5) Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat ;
6) Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai
tersangka atau saksi ;
7) Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam
hubungannya dengan pemeriksaan perkara ;
8) Mengadakan penghentian penyidikan ;
9) Menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum ;
10) Mengajukan permintaan secara Iangsung kepada pejabat
imigrasi yang berwenang di tempat pemeriksaan imigrasi dalam
keadaan mendesak atau mendadak untuk mencegah atau
menangkal orang yang disangka melakukan tindak pidana;
11) Memberi petunjuk dan bantuan penyidikan kepada penyidik
pegawai negeri sipil serta menerima hasil penyidikan penyidik
pegawai negeri sipil untuk diserahkan kepada penuntut umum ;
dan
12) Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab

f. Tindakan lain sebagaimana dimaksud dalam angka 12) di atas


adalah tindakan penyelidikan dan penyidikan yang dilaksanakan
jika memenuhi syarat sebagai berikut :
1) Tidak bertentangan dengan suatu aturan hukum ;
2) Selaras dengan kewajiban hukum yang mengharuskan
19

tindakan tersebut dilakukan;


3) Harus patut, masuk akal, dan termasuk dalam Iingkungan
jabatannya;
4) Pertimbangan yang Iayak berdasarkan keadaan yang memaksa ;
dan
5) Menghormati hak asasi manusia.

g. Pasal 17 menegaskan bahwa Pejabat Polri menjalankan tugas dan


wewenangnya di seluruh wilayah negara Republik Indonesia,
khususnya di daerah hukum pejabat yang bersangkutan ditugaskan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

h. Pasal 18 : Untuk kepentingan umum pejabat Polri dalam


melaksanakan tugas dan wewenangnya dapat bertindak menurut
penilaiannya sendiri ( diskresi kepolisian ), dan pelaksanaan hal tersebut
dapat dilakukan dalam keadaan yang sangat perlu dengan
memperhatikan peraturan perundang-undangan, serta Kode Etik
Profesi Polri ( KEPP )

i. Pasal 19 : Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, Pejabat


Polri senantiasa bertindak berdasarkan norma hukum dan
mengindahkan norma agama, kesopanan, kesusilaan, serta
menjunjung tinggi hak asasi manusia dengan mengutamakan tindakan
pencegahan.

4. PEMBINAAN PROFESI
Pembinaan Profesi bagi seluruh anggota Polri diatur dalam pasal 31
sampai dengan pasal 36 UU No 2 tahun 2002, dan pasal-pasal tersebut
mengatur secara tegas hal-hal sebagai berikut :
a. Pasal 31 : Pejabat Polri dalam melaksanakan tugas dan
wewenangnya harus memiliki kemampuan profesi.
b. Pasal 32 : Pembinaan kemampuan profesi pejabat Polri
diselenggarakan melalui pembinaan etika profesi dan
pengembangan pengetahuan serta pengalamannya dibidang teknis
20

kepolisian melalui pendidikan, pelatihan dan penugasan secara


berjenjang dan berlanjut.
c. Pasal 34 : Sikap dan perilaku pejabat Poli terikat pada Kode Etik
Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia.

d. Pasal 35 : Pelanggaran terhadap Kode Etik Profesi Kepolisian


Negara Republik Indonesia oleh pejabat Polri diselesaikan oleh
Komisi Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia.

e. Pasal 36 :Setiap pejabat Polri dan pengemban fungsi Kepolisian


Iainnya wajib menunjukkan tanda pengenal sebagai keabsahan
wewenang dan tanggung jawab dalam mengemban fungsinya.

5. LEMBAGA KEPOLISIAN NASIONAL


Hal – hal yang berkaitan dengan Lembaga Kepolisian Nasional
diatur secara tegas dalam Pasal 37 sampai Pasal 40 UUNo 2 tahun 2002,
sebagai berikut :
a. Pasal 37 : Lembaga Kepolisian nasional yang disebut dengan
Komisi Kepolisian Nasional berkedudukan dibawah dan bertanggung
jawab kepada Presiden, dibentuk dengan Keputusan Presiden

b. Pasal 38 ayat (1) : Komisi Kepolisian Nasional bertugas :


1) Membantu Presiden dalam menetapkan arah kebijakan
Kepolisian Negara Republik Indonesia; dan

2) Memberikan pertimbangan kepada Presiden dalam


pengangkatan dan pemberhentian Kapolri.

c. Pasal 38 ayat (2) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana


dimaksud dalam ayat (1), Komisi Kepolisian Nasional berwenang
untuk :
1) Mengumpulkan dan menganalisa data sebagai bahan
pemberian saran kepada Presiden yang berkaitan dengan
anggaran Kepolisian Negara Republik Indonesia,
pengembangan sumber daya manusia Kepolisian Negara
Republik Indonesia, dan pengembangan sarana dan
21

Prasarana Kepolisian Negara Republik Indonesia.


2) Memberi saran dan pertimbangan lain kepada Presiden
dalam upaya mewujudkan Kepolisian Negara Republik
Indonesia yang professional dan mandiri ; dan
3) Menerima saran dan keluhan dari masyarakat mengenai kinerja
kepolisian dan menyampaikannya kepada Presiden.

d. Pasal 39 : Keanggotaan Komisi Kepolisian Nasional terdiri atas


seorang Ketua merangkap anggota, seorang Wakil Ketua
merangkap anggota, seorang Sekretaris merangkap anggota dan 6
(enam) orang anggota, yang berasal dari unsur-unsur pemerintah,
pakar kepolisian, dan tokoh masyarakat.

e. Pasal 40: Segala pembiayaan yang diperlukan untuk mendukung


pelaksanaan tugas Komisi Kepolisian Nasional dibebankan pada
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

6. BANTUAN HUBUNGAN DAN KERJA SAMA


a. Bantuan Hubungan :
1) Pasal 41 ayat (1) : Dalam rangka melaksanakan tugas
keamanan Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat
meminta bantuan tentara Nasional Indonesia yang diatur Iebih
lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
2) Pasal 41 ayat (2) : Dalam Keadaan darurat militer dan keadaan
perang, Kepolisian Negara Republik Indonesia memberikan
bantuan kepada Tentara Nasional Indonesia sesuai dengan
Peraturan Perundang-undangan.
3) Pasa 41 ayat (3) : Kepolisian Negara Republik Indonesia
membantu secara aktif tugas pemeliharaan perdamaian dunia di
bawah bendera Perserikatan Bangsa-bangsa.

b. Kerja sama :
22

1) Pasal 42 ayat (1) : Hubungan dan kerja sama Kepolisian


Negara Republik Indonesia dengan Badan, Lembaga, serta
instansi di dalam dan di luar negeri di dasarkan atas sendi-sendi
hubungan fungsional, saling menghormati, saling membantu,
mengutamakan kepentingan umum serta memperhatikan hierarki.
2) Pasal 42 ayat (2) : Hubungan dan kerja sama didalam negeri
dilakukan terutama dengan unsur-unsur pemerintah daerah,
penegak hukum, badan lembaga, instansi lain serta masyarakat
dengan mengembangkan asas partisipasi dan susidiaritas.
3) Pasal 24 ayat (3) : Hubungan dan kerja sama luar negeri
dilakukan terutama dengan badan-badan kepolisian dan
penegak hukum lain melalui kerja sama bilateral atau multilateral
dan badan pencegahan kejahatan baik dalam rangka tugas
operasional maupun kerja sama teknik dan pendidikan serta
pelatihan.

Anda mungkin juga menyukai