“Serologi Forensik”
Disusun oleh :
Puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan
hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memahami tugas yang di
berikan bapak Agung Giri Samudra S.Farm., M.Farm., Apt. Pada mata kuliah kriminologi.
Kami mengucapkan terima kasih kepada bapak yang telah memebrikan tugas ini sehingga
menambah pengetahuan dan wawasan.
Kami mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang membantu dalam
penyelesaiaan tugas ini. Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini jauh dari kata
sempurna. Oleh karna itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan. Kami
mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata dan penulisan kami ucapkan terimakasih.
Penyusun
2
DAFTAR ISI
Kata pengantar....................................................................................................................... 2
BAB 1 PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
2.1
2.2
2.3
2.4
3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kata “forensik” berarti “berhubungan dengan ruang sidang”. Forensik merupakan
aplikasi dari disiplin ilmu kedokteran maupun ilmu-ilmu lain yang terkait dalam suatu
penyelidikan untuk memperoleh data-data dalam mengungkap kasus kriminal baik itu data
post mortem berdasar pemeriksaan mayat maupun data dari pemeriksaan kasus hidup seperti
perkosaan, pelecehan seksual dan/ atau kekerasan dalam rumah tangga. Ilmu forensik
merupakan terapan berbagai ranah keilmuan (multi disiplin) yang penting untuk menentukan
identitas korban maupun pelaku, tanda, sebab dan cara kematian, serta perkiraan waktu
kematian. Produk yang dihasilkan merupakan bukti autentik dalam suatu proses peradilan
hukum demi menegakkan kebenaran. Produk tersebut dapat berupa laporan tertulis atau
dalam bentuk pengakuan lisan para ahli yang akan diberikan di pengadilan pada tindak
kriminal.
Kasus non kriminal, aplikasi forensik sangat diperlukan terutama untuk mengungkap
identitas korban musibah masal seperti bencana alam, jatuhnya pesawat, tenggelamnya kapal,
kecelakaan kereta dan kebakaran (Kartika dan Evy, 2011). Seringkali kita mendengar kabar
temuan mayat tanpa identitas dan hanya berselang kurang dari sebulan bahkan kurang dari
seminggu pihak kepolisian sudah mampu mengungkap identitasnya yang akan mengarahkan
penyelidikan pada sebab, waktu, serta perkiraan cara kematian. Paling penting dapat
digunakan sebagai petunjuk untuk mencari pelakunya jika itu merupakan suatu tindak
kriminal.
Semakin pesatnya perkembangan teknologi memungkinkan polisi mampu
memecahkan suatu kasus lebih cepat, ini dikarenakan 4penerapan teknologi DNA atau
deoxyribonucleic acid merupakan asam nukleat yang menyusun informasi genetis pada
makhluk hidup. DNA terdapat sebagai rantai ganda (double helix) yang sangat panjang,
mengandung potonganpotongan gen sebagai satuan terkecil pengendali sifat dan ciri
morfologi seperti warna kulit, jenis rambut, bentuk jari dan sifat-sifat khusus pada manusia.
Forensik serologi adalah studi dan pemeriksaan yang bertujuan untuk menganalisis darah dan
cairan tubuh lainnya dalam berbagai tindak pidana. Serologi forensik melibatkan identifikasi
dari berbagai tipe cairan tubuh. Salah satu jenis pemeriksaan serologi adalah identifikasi
golongan darah korban dan pelaku yang dapat dideteksi melalui suatu barang bukti seperti
bercak darah ataupun darah kering pada kasus perlukaan, semen pada kasus pemerkosaan
ataupun saliva pada kasus gigitan.
Perbandingan dari antigen-antigen yang ditemukan pada sel-sel darah dan cairan
tubuh manusia merupakan suatu bukti yang eksklusif yang dapat ditemukan untuk
mengidentifikasi seseorang. Bukti macam ini digunakan untuk mengesampingkan seseorang
dari suatu kasus jika ditemukan hasil yang negatif. Hasil positif sendiri hanya terbatas untuk
menempatkan seseorang masuk dalam populasi individu yang memiliki antigen serologik
yang sama, namun belum tentu sifatnya spesifik.
Sejak awal perkembanganya pemanfaatan serologi / biologi molekuler dalam bidang
forensik lebih banyak untuk keperluan identifikasi personal (perunutan identitas
individu) baik pelaku atau korban. Sistem penggolongan darah (sistem ABO) pertama kali
dikembangkan untuk keperluan penyidikan (merunut asal dan sumber bercak darah pada
tempat kejadian). Belakangan dengan pesatnya perkembangan ilmu genetika (analisi DNA)
telah membuktikan, bahwa setiap individu memiliki kekhasan sidik DNA, sehingga kedepan
sidik DNA dapat digunakan untuk menggantikan peran sidik jari, pada kasus dimana
sidik jari sudah tidak mungkin bisa diperoleh.
1.3 Tujuan:
5
1. Mengetahui definisi dari serologi forensik
2. Mengetahui serologi forensik dengan identifikasi darah
3. Mengetahui pewarnaan darah
4. Mengetahui pemeriksaan darah untuk kasus kriminal
5. Mengetahui serologi forensik dengan identifikasi darah
BAB II
PEMBAHASAN
Darah adalah kendaraan untuk transport masal jarak jauh dalam tubuh untuk berbagai
bahan antara sel dan lingkungan eksternal antara sel-sel itu sendiri. Darah terdiri dari cairan
kompleks plasma tempat elemen selular diantaranya eritrosit, leukosit, dan trombosit.
Eritrosit (sel darah merah) pada hakikatnya adalah kantung hemogoblin terbungkus membran
plasma yang mengangkut O2 dalam darah. Leukosit (sel darah putih) satuan pertahanan
sistem imun, diangkut dalam darah tempat cedera atau tempat invasi mikro organisme
penyebab penyakit. Trombosit penting dalam homeostasis, penghentian pendarahan dari
pembuluh yang cedera [5]. Jika darah mengalami gangguan, maka segala proses metabolisme
tubuh akan terganggu pula.
Golongan darah adalah pengklasifikasian darah dari suatu individu berdasarkan ada
tidaknya zat antigen warisan paada permukaan membran sel darah merah. Hal ini disebabkan
karena adanya perbedaan jenis karbohidrat dan protein pada permukaan membran sel darah
merah tersebut. Dua jenis penggolongan darah yang paling sering digunakan adalah
penggolongan ABO dan Rhesus. Secara manual, pengenalan golongan darah dilakukan
dengan cara mengambil dua tetes darah yang akan diindetifikasi. Darah tersebut akan
diletakkan pada sebuah preparat dan dibagi dalam 2 bagian. Masingmasing bagian darah akan
ditetesi serum anti A dan anti B. Setelah di campur, akan dilakukan pengamatan secara
langsung dengan mata telanjang terhadap reaksi yang terjadi pada darah yang telah ditetesi
serum. Dari hasil pengamatan ini akan ditentukan darah tersebut masuk dalam golongan A,
B, AB atau O. Secara komputerisasi, golongan darah dapat dikenali melalui pola dari citra
darah yang telah telah ditetesi serum anti A dan anti B. Setelah melalui beberapa tahap
pengolahan citra, sistem akan melakukan proses klasifikasi untuk menentukan jenis golongan
darah dari citra darah tersebut.
Sistem penggolongan darah ABO pertama kali ditemukan oleh Karl Landsteiner pada
tahun 1900 dengan mencampur eritrosit dan serum darah para stafnya. Landsteiner, dari
percobaantersebut menemukan 3 dari 4 jenis golongan darah dalam sistem ABO, yaitu A, B,
dan O. Golongan darah yang keempat, yaitu AB ditemukan pada tahun 1901 (Farhud et al,
2013). Golongan darah penting untuk diketahui, untuk kepentingan transfusi, donor yang
tepat serta identifikasi pada kasus kedokteran forensik seperti identifikasi pada beberapa
kasus kriminal (Azmielvita, 2009). Pemeriksaan golongan darah ABO pada umumnya
dengan menggunakan metode slide, dilakukan untuk menentukan jenis golongan darah pada
manusia. Metode slide merupakan salah satu metode yang sederhana, cepat dan mudah untuk
pemeriksaan golongan darah (Chandra, 2008).
Pemeriksaan golongan darah untuk mendeteksi keberadaan antigen dipermukaan
membran sel darah merah dengan cara mereaksikan darah manusia dengan antisera A dan
antisera B (Yuniar et al, 2014). Penggunaan serum untuk pemeriksaan golongan darah
sebenarnya jarang dilakukan, karena biasanya pemeriksaan golongan darah sistem ABO
menggunakan reagen antisera. Prinsip pemeriksaan golongan darah yaitu reaksi antigen yang
terdapat pada permukaan eritrosit dengan antibodi yang sama shingga terbentuk aglutinasi.
Golongan darah ABO pada manusia ditentukan berdasarkan 7 jenis antigen dan antibodi yang
terkandung dalam darahnya, yaitu golongan darah A memiliki sel darah merah dengan
antigen A dipermukaan eritrositnya dan menghasilkan antibodi terhadap antigen B dalam
serum darahnya. Golongan darah B memiliki antigen B di permukaan eritrositnya dan
menghasilkan antibodi terhadap antigen A dalam serum darahnya. Golongan darah AB
memiliki sel darah merah dengan antigen A dan B di permukaan eritrositnya serta tidak
menghasilkan antibodi terhadap antigen A maupun antigen B dalam serum darahnya.
Sedangkan golongan darah O memiliki sel darah tanpa antigen, tetapi dalam serumnya
terdapat antibodi terhadap antigen A dan B. (Nadia et al,2010). Prinsip pemeriksaan golongan
darah adalah reaksi antara antigen yang terdapat pada permukaan eritrosit dengan reagen anti-
sera anti A dan anti B ataupun dengan serum anti A ataupun anti B.
2.3. Sistem Faktor Rhesus
Golongan darah merupakan informasi penting bagi setiap individu, karena golongan
darah merupakan hal yang sangat penting dalam urusan di dunia kesehatan (medis),
keberhasilan tindakan medis terutama transfusi, transplantasi organ dan kehamilan sangat di
tentukan oleh kompatibilitas golongan darah, inkompatibilitas juga dapat menyebabkan
(HDN) Haemolytic Disease of the Fetus and Newborn (Daniels, 2013). sistem antigen rhesus
(Rh) ditemukan oleh Levine dan Stetson pada 1939. Kedua sistem ini menjadi dasar penting
bagi transfusi darah. Dinamakan rhesus karena dalam penelitian mereka menggunakan darah
Kera Rhesus (Macaca mulatta).
Sistem rhesus terdiri atas dua jenis yaitu rhesus positif (Rh+) dan rhesus negatif (Rh-)
berdasarkan ada tidaknya antigen rhesus pada dinding sel darah merah seseorang. Rh+ dalam
darahnya memiliki antigen rhesus yang ditunjukkan dengan reaksi positif atau dijumpai
adanya gumpalan sel darah merah pada waktu dilakukan tes dengan antibodi Rh. Sedangkan
Rh- dalam darahnya tidak memiliki antigen rhesus yang menunjukkan reaksi negatif atau
tidak dijumpai penggumpalan saat dilakukan tes dengan antibodi Rh. Dalam penulisannya,
jenis penggolongan rhesus ini digabungkan dengan penggolongan ABO yaitu berupa A+ dan
A-, B+ dan B-, O+ dan O- serta AB+ dan AB-.
Golongan Rh- merupakan golongan darah yang termasuk langka. Langkanya
golongan darah ini disebabkan karena sifat alelnya yang resesif, sehingga Rh- baru akan
muncul apabila alel resesif bertemu dengan alel resesif. Sebanyak 85% penduduk di dunia
memiliki Rh+, dan hanya 15% yang memiliki Rh-. Jumlah terbanyak rhesus negatif adalah
pada ras kulit putih non hispanik dan yang paling sedikit adalah penduduk Asia. Dari 15%
Rh- di dunia, jumlah terbanyak adalah O negatif (6%), A negatif (6%), selanjutnya B negatif
(2%) dan yang paling sedikit adalah AB negatif hanya 1%.
Di Indonesia, pemilik Rh- hanya berjumlah 1% dari total seluruh penduduk Indonesia dan
tersebar luas di seluruh tanah air. Di Aceh khususnya, saat ini data yang sudah terkumpul
jumlah pemilik rhesus negatif, yaitu sekitar 139 orang atau 0,0026% dari total penduduk
Aceh. Sungguh angka perbandingan yang sangat jauh. Hal ini selain disebabkan karena
memang langkanya jumlah pemilik Rh-, juga faktor tidak diketahuinya rhesus seseorang juga
merupakan faktornya.
Selain itu, ada sistem rhesus yang membagi darah berdasarkan pada ada-tidaknya
protein antigen D (faktor rhesus/Rh) di permukaan sel darah merah. Mereka yang memiliki
faktor Rh pada permukaan sel darah merahnya disebut memiliki golongan darah Rh+ (rhesus
positif). Yang tidak memiliki faktor Rh di permukaan sel darah merahnya disebut memiliki
8
golongan darah Rh- (rhesus negatif). Sebanyak 85% penduduk di Indonesia memiliki faktor
rhesus positif (Rh+) dan 15% lainnya memiliki faktor rhesus negatif (Rh-). Karena itulah,
darah Rh- sering disebut dengan darah langka. Rhesus negatif biasanya sering dijumpai pada
orang-orang dengan ras kulit putih. Di Indonesia, berdasarkan data Biro Pusat Statistik 2010,
jumlah pemilik rhesus negatif kurang dari 1% penduduk (sekitar 1,2 juta orang).
2.4 Transfusi Darah
Transfusi darah adalah prosedur yang ditujukan untuk menambah atau menggantikan
komponen darah yang tidak mencukupi untuk mencegah terjadinya dampak dari kurangnya
komponen darah tersebut. Pelaksanaan transfusi secara rasional mencakup pemberian
komponen darah tertentu sesuai kebutuhan dan berdasarkan pedoman yang berlaku.
indikasi dari transfusi darah :
1. Pasien dengan kehilangan darah dalam jumlah besar (operasi besar, perdarahan
postpartum, kecelakaan, luka bakar hebat, penyakit kekurangan kadar Hb atau
penyakit kelaianan darah).
2. Pasien dengan syok hemoragi
3. Pasien dengan sepsis yang tidak berespon dengan antibody (khususnya untuk pasien
dengan kultur darah positif, demam persisten/ 38,3o C dan granulositopenia).
4. Pasien dengan penekanan system imun (imunokompromise)
5. Pasien dengan defisiensi faktor koagulasi yang tidak bisa ditentukan.
6. Klien dengan penyakit hati dan mengalami defisiensi faktor pembekuan.
Transfusi darah juga dapat digunakan untuk mengobati anemia berat atau trombositopenia
yang disebabkan oleh penyakit darah. Orang yang menderita hemophilia atau penyakit sel
sabit mungkin memerlukan transfusi darah sering. Awal transfusi darah secara keseluruhan
digunakan, tetapi praktek medis modern umumnya hanya menggunakan komponen darah.
Kontraindikasi dari transfusi darah :
1. Hb dan jumlah eritrosit dan leukosit pasien yang tidak normal
2. Pasien yang bertekanan darah rendah
3. Transfuse darah dengan golongan darah yang berbeda
4. Transfuse dengan darah yang mengandung penyakit seperti HIV/AIDS, Hepatitis B.
Tujuan transfusi darah yaitu :
1. Meningkatkan volume darah sirkulasi (setelah pembedahan, trauma, atau perdarahan).
2. Meningkatkan jumlah sel darah merah dan untuk mempertahankan kadar hemoglobin
pada klien anemia berat
3. Memberikan komponen selular tertentu sebagai terapi sulih (misal faktor pembekuan
untuk membantu mengontrol perdarahan pada pasien9 hemophilia).
Manfaat dari transfusi darah adalah :
1. Dapat mengetahui golongan darah
2. Dapat menambah cairan darah yang hilang dalam tubuh
3. Dapat menyelamatkan jiwa pasien
Darah lengkap/whole blood (WB) Pemberian transfusi WB pada umumnya dilakukan
sebagai pengganti sel darah merah pada keadaan perdarahan akut atau masif yang disertai
dengan hipovolemia, atau pada pelaksanaan transfusi tukar. Di dalam WB, masih terdapat
seluruh komponen darah manusia, termasuk faktor pembekuan, sehingga dapat digunakan
pada kasus perdarahan masif.1 Transfusi sel darah merah pekat/packed red cells (PRC)
Secara umum, transfusi PRC hampir selalu diindikasikan pada kadar Hb 10,0 g/dL kecuali
terdapat indikasi tertentu, seperti penyakit yang membutuhkan kapasitas transpor oksigen
lebih tinggi. Sebagai contoh, pada anak dengan anemia defisiensi besi, transfusi pada
umumnya tidak dilakukan jika tidak terdapat keluhan dan anak dalam kondisi klinis baik.
Beberapa jenis transfuse :
1. Transfusi trombosit konsentrat/thrombocyte concentrate (TC)
Transfusi TC dapat diberikan pada pasien yang mengalami perdarahan akibat
trombositopenia, atau sebagai profilaksis pada keadaan tertentu. Pada pasien dengan
trombositopenia, transfusi TC profilaksis dapat diberikan pada kadar trombosit.
2. Transfusi granulosit/buffy coat
Buffy coat adalah suspensi leukosit konsentrat, yang mengandung komponen sel
darah putih dan trombosit dari suatu sampel darah.13 Indikasi transfusi granulosit
pada pasien dengan neutropenia, leukemia, penyakit keganasan lain, serta anemia
aplastik dengan jumlah hitung leukosit 39,0°C.
1
5
DAFTAR PUSTAKA
Kartika R.P., dan Evy Y. 2011. Pengembangan Modul Pengayaan OSN SMP Materi
Forensik. Laporan Penelitian. FMIPA UNY
1
6