Anda di halaman 1dari 14

BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Pengumpulan data penelitian dilakukan dari tanggal 8 Agustus 2017

– 11 Agustus 2017 pada orang tua yang anaknya sekolah di SDLB Labui

Banda Aceh. Jumlah sampel yang didapat adalah 69 responden. Sampel

diambil dengan teknik rumus slovin. Teknik pengumpulan data dilakukan

dengan mengedarkan kuesioner dengan 21 item pertanyaan pola asuh

premisif, otoriter, dan otoritatif dalam bentuk (skala Guttman) yaitu Ya-

Tidak dan 36 item pertanyaan tentang perkembangan sosial dalam bentuk

(skala Guttman) yaitu Baik-Buruk. Berdasarkan hasil penelitian yang

dilakukan, diperoleh data yaitu:

1. Data Demografi Responden

Karakteristik responden dalam penelitian ini meliputi: usia,

pendidikan terakhir, jenis kelamin. Data demografi responden dapat

dilihat pada tabel berikut ini:

65
66

Tabel 5.1
Distribusi Frekuensi Data Demografi Di SDLB Negeri Labui
Banda Aceh 2017 (n=69)

No Jenis Kategori Frekuensi (f) Persentase (%)


1 Usia <35 53 75,4
>35 16 24,6
Total 69 100,0
2 Pendidikan SD 1 1,4
Terakhir SLTP 2 2,9
SMA 38 53,6
Perguruan 28 42,0
Tinggi
Total 69 100,0
3 Jenis Kelamin Laki-laki 27 39,1
Perempuan 42 60.9
Total 69 100,0
Sumber: Data primer (diolah tahun 2017)

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.1 distribusi responden

dilihat dari umur tertinggi berada pada >35 sebanyak 53 (75,4%) orang,

dan pada <30 sebanyak 16 (24,6%) orang. Kemudian pada katagori

pendidikan yang tertinggi terdapat pada katagori PT dengan jumlah 28

(42,0%), Kemudian pada katagori SMA dengan jumlah 38 (53,6%) orang,

Kemudian pada katagori SLTP dengan jumlah 2 (2,9%) orang, kemudian

pada katagori SD dengan jumlah 1 (1,4%) orang. Jadi tota keseluruhan

responden adalah dengan jumlah 69 orang dengan nilai persentase

keseluruhan 100%.

2. Analisa univariat
67

a. Pola Asuh Premisif

Berdasarkan hasil pengolahana data untuk pengkatagorian

Premisif dengan 7 item pertanyaan dengan 69 responden di

peroleh total nilai 683 dengan nilai mean/rata-rata (x) = 9,9. Maka

di kategorikan baik mengenai pola asuh premisif x > 9,9 dan di

katakan kurang baik jika x < 9,9. Hasil pengkatagorian dapat di

lihat dari tabel 5.2 di bawah ini sebagai berikut.

Tabel 5.2
Distribusi Frekwensi Pola Asuh Orang Tua Premisif Di SDLB
Negeri Labui Banda Aceh 2017 (n=69)

No Premisif Frekwensi (f) Persentase (%)

1 Ya 32 46,4
2 Tidak 37 53,6

Jumlah 69 100,0

Sumber: Data primer (diolah tahun 2017)

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.2 didapatkan

bahwa distribusi tertinggi tentang pola asuh premisif berada pada

kategori tidak sebanyak 37 (53,6%) responden.

b. Pola Asuh Otoriter

Berdasarkan hasil pengolahana data untuk pengkatagorian

otoriter dengan 6 item pertanyaan dengan 69 responden di peroleh

total nilai 640 dengan nilai mean/rata-rata (x) = 9,3. Maka di

kategorikan baik mengenai pola asuh otoriter x > 9,3 dan di

katakan kurang baik jika x < 9,3. Hasil pengkatagorian dapat di

lihat dari tabel 5.3 di bawah ini sebagai berikut.


68

Tabel 5.3
Distribusi Distribusi Frekwensi Pola Asuh Orang Tua Otoriter
Di SDLB Negeri Labui Banda Aceh 2017 (n=69)

No Otoriter Frekwensi (f) Persentase (%)

1 Ya 31 44,9
2 Tidak 38 55,1

Jumlah 69 100,0

Sumber: Data primer (diolah tahun 2017)

Berdasarkan pada tabel 5.3 didapatkan bahwa distribusi

tertinggi tentang pola asuh otoriter berada pada kategori tidak

sebanyak 38 (55,1%) responden.

c. Pola Asuh Otoritatif

Berdasarkan hasil pengolahana data untuk pengkatagorian

Kepuasan Klien dengan 8 item pertanyaan dengan 69 responden

di peroleh total nilai 829 dengan nilai mean/rata-rata (x) = 12,0.

Maka di kategorikan baik mengenai pola asuh otoritatif x >

12,0dan di katakan kurang baik jika x < 12,0. Hasil pengkatagorian

dapat di lihat dari tabel 5.4 di bawah ini sebagai berikut.

Tabel 5.4
Distribusi Distribusi Frekwensi Pola Asuh Orang Tua Otoritatif
Di SDLB Negeri Labui Banda Aceh 2017 (n=69)
69

No Otoritatif Frekwensi (f) Persentase (%)

1 Ya 35 50,7
2 Tidak 34 49,3

Jumlah 69 100,0

Sumber: Data primer (diolah tahun 2017)

Berdasarkan pada tabel 5.4 didapatkan bahwa distribusi

tertinggi tentang pola asuh otoritatif berada pada kategori ya

sebanyak 35 (50,7%) responden.

d. perkembangan sosial

Berdasarkan hasil pengolahana data untuk pengkatagorian

Kepuasan Klien dengan 36 item pertanyaan dengan 69 responden

di peroleh total nilai 3702 dengan nilai mean/rata-rata (x) = 53,7.

Maka di kategorikan baik mengenai perkembangan sosial x> 53,7

dan di katakan kurang baik jika x < 53,7. Hasil pengkatagorian

dapat di lihat dari tabel 5.5 di bawah ini sebagai berikut.

Tabel 5.5
Distribusi Frekwensi Perkembnagan Sosial Anak Retardasi Mental
Di SDLB Negeri Labui Banda Aceh 2017 (n=69)

No Perkembangan social Frekwensi (f) Persentase (%)

1 Bisa 35 50,7
2 tidak bias 34 49,3

Jumlah 69 100,0

Sumber: Data primer (diolah tahun 2017)


Berdasarkan pada tabel 5.4 didapatkan bahwa distribusi

tertinggi tentang perkembangan sosial berada pada kategori bisa

sebanyak 35 (50,7%) responden.


70

3. Analisa Bivariat

a. Hubungan pola asuh premisif dengan perkembangan sosial

Hasil pengumpulan data hubungan pola asuh premisif

dengan perkembangan sosial menjadi dua yaitu ya dan tidak, maka

untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 5.6
Hubungan Pola Asuh Premisif Dengan Perkembangan Sosial
Anak Retedasi Mental Di SDLB Negeri Labui Banda Aceh
2017 (n=69)

Kepuasan Klien p
Total Α
Premisif Baik Buruk value
F % F % F %
Ya 23 71,9 9 28.1 32 100
0,05 002
Tidak 12 32.4 25 67,6 37 100
Jumlah 35 50,7 34 49,3 69 100
Sumber: Data primer (diolah tahun 2017)

Berdasarkan tabel 5.6 di atas menunjukan hasil perhitungan

dengan mengunakan spss di dapatkan hasil p value 0,02 dengan

alfa 0,05 yaitu P value < 0,05. Sehingga Ha diterima artinya ada

hubungan antara pola asuh premisif dengan perkembangan sosial

anak retardasi mental di SDLB Negeri Labui Banda Aceh. Di

dapatkan nilai persentase 71,9% memiliki pola asuh premisif yang

baik. Sehingga semakin tinggi pola asuh premisif semakin tinggi

perkembangan sosial anak retardasi mental di SDLB Negeri Labui

Banda Aceh 2017.

b. Hubungan pola asuh otoriter dengan perkembangan sosial


71

Hasil pengumpulan data hubungan pola asuh otoriter

dengan perkembangan sosial anak reterdasi mental menjadi dua

yaitu Ya dan Tidak, maka untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel

di bawah ini:

Tabel 5.7
Hubungan Pola Asuh Otoriter Dengan Perkembangan Sosial
Anak Reterdasi Mental Di SDLB Negeri Labui Banda Aceh
Tahun 2017 (n=69)

p
Total Α
Otoriter Baik Buruk value
F % F % F %
YA 25 80.6 6 19.4 31 100
0,05 0,00
TIDAK 10 26,3 28 73.7 38 100
Jumlah 35 50,7 34 49,3 69 100
Sumber: Data primer (diolah tahun 2017)

Berdasarkan tabel 5.7 di atas menunjukan hasil perhitungan

dengan mengunakan spss di dapatkan hasil p value 0,00 dengan

alfa 0,05 yaitu P value < 0,05. Sehingga Ha diterima artinya ada

hubungan antara pola asuh otoriter dengan perkembangan sosial

anak retardasi mental di SDLB Negeri Labui Banda Aceh. Di

dapatkan nilai persentase 80,6% memiliki pola asuh otoriter yang

baik. Sehingga semakin tinggi pola asuh otoriter semakin tinggi

perkembangan sosial anak retardasi mental di SDLB Negeri Labui

Banda Aceh 2017.

c. Hubungan otoritatif dengan perkembangan sosial

Hasil pengumpulan data hubungan pola asuh otoritatif

dengan perkembangan sosial anak reterdasi mental menjadi dua


72

yaitu Ya dan Tidak, maka untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel

di bawah ini:

Tabel 5.8
Hubungan Pola Asuh Otoritatif Dengan Perkembangan Sosial
Anak Reterdasi Mental Di SDLB Negeri Labui Banda Aceh
Tahun 2017 (n=69)

p
Total Α
Otoritatif Baik Buruk value
F % F % F %
YA 31 88,6 4 11,4 35 100
0,05 000
TIDAK 4 11,8 30 88,2 34 100
Jumlah 35 50,7 34 49,3 69 100
Sumber: Data primer (diolah tahun 2017)

Berdasarkan tabel 5.8 di atas menunjukan hasil perhitungan

dengan mengunakan spss di dapatkan hasil p value 0,00 dengan

alfa 0,05 yaitu P value < 0,05. Sehingga Ha diterima artinya ada

hubungan antara pola asuh otoriter dengan perkembangan sosial

anak retardasi mental di SDLB Negeri Labui Banda Aceh. Di

dapatkan nilai persentase 88,6% memiliki pola asuh otoritatif yang

baik. Sehingga semakin tinggi pola asuh otoritatif semakin tinggi

perkembangan sosial anak retardasi mental di SDLB Negeri Labui

Banda Aceh 2017.

B. Pembahasan

1. Hubungan pola asuh premisif dengan perkembangan sosial


73

Berdasarkan tabel 5.6 di atas diketahui bahwa pola premisif

dengan perkembangan sosial anak retardasi mental di SDLB Negeri

Labui 2017 didapatkan baik. Hal ini didapatkan data yang diperoleh

paneliti dengan jumlah persentase baik sebanyak 23 responden yaitu

71,9% yang memiliki pola asuh premisif yang baik dan 9 responden

yaitu 28,1 % yang memiliki pola asuh premisif yang buruk. Di peroleh

nilai p= 002 (p<0,05) bahwa ada hubungan pola asuh premisif dengan

perkembangan sosial anak reterdasi mental di SDLB Labui Banda

Aceh Tahun 2017.

Sesuai dengan teori Wong at al. (2008) menjelaskan bahwa

dalam pola asuh permisif, orang tua memiliki sedikit kontrol atau

tidak sama sekali atas tindakan anak-anak mereka. Orang tua yang

bermaksud baik kadang-kadang bingung antara sikap permisif dan

pemberi izin. Mereka menghindari untuk memaksakan standar prilaku

mereka dan mengizinkan anak mereka untuk mengatur aktivitas

mereka sendiri sebanyak mungkin.

Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Ulfiani Rahman

Dkk. (2015) dengan judul Hubungan Antara Pola Asuh Permisif

Orangtua Dan Kecerdasan Emosional Siswa Dengan Hasil Belajar

Matematika Siswa. Dari hasil analisis data pada hubungan pola asuh

permisif orang tua dengan hasil belajar diperoleh nilai R square

sebesar 0,092. Hal ini berarti pola asuh permisif hanya memberikan

sumbangan efektif sebesar 9,2% terhadap hasil belajar siswa.


74

Berdasarkan hasil peneliti ada hubungan antara pola asuh permisif

orangtua dan kecerdasan emosional siswa SMP Negeri 7 Alla

Kabupaten Enrekang.

Peneliti berasumsi bahwa pola asuh premisif dengan

perkembangan sosial anak retardasi mental di SDLB Negeri Labui

dengan kategori baik, dikarnakan adanya kebebasan tampa batas pada

anak untuk berperilaku keiginannya sendiri, disini anak

berakifitas/bermain dengan puas tampa di pangil sama orang taunya

dan ketika dia meminta kepada orang tua seperti uang dan lainnya

orang tua jarang menyakan untuk apa dan mau dibuat apa, cendrung

membebaskannya saja jadi anak disini sedikit terkontrol oleh orang tua

dan anaknya bebas bermain dan berbuat apa pun dan Anak tidak tau

apakah perilakunya benar atau salah, akibatnya anak akan berperilaku

sesuai dengan keinginan sendiri. Kemudian hasil itu di dapatkan dari

pernyataan yang telah di isi oleh orang tua murid dengan di peroleh

nilai p value 0,02 dengan alfa 0,05 yaitu P value < 0,05. Sehingga Ha

diterima artinya ada hubungan antara pola asuh premisif dengan

perkembangan sosial anak retardasi mental di SDLB Negeri Labui

Banda Aceh.

2. Hubungan pola asuh otoriter dengan perkembangan sosial


75

Berdasarkan tabel 5.7 di atas diketahui pola asuh otoriter dengan

perkembangan sosial anak retardasi mental di SDLB Negeri Labui

2017 didapatkan baik. Hal ini didapatkan data yang diperoleh paneliti

dengan jumlah persentase baik sebanyak 25 responden yaitu 80,6%

yang memiliki pola asuh otoriter yang baik dan 6 responden yaitu

19.4% yang memiliki pola asuh otoriter buruk. Di peroleh nilai p= 000

(p<0,05) bahwa ada hubungan pola asuh otoriter dengan

perkembangan sosial anak reterdasi mental di SDLB Negeri Labui

Banda Aceh Tahun 2017.

Sesuai dengan teori Wong at al. (2008) menjelaskan bahwa pola

asuh otoriter, orang tua mencoba untuk mengontrol perilaku dan sikap

anak melalui perintah yang tidak boleh di batah. Mereka menetapkan

aturan yang dituntut untuk diikuti secara kaku dan tidak boleh

dipertanyakan. Mereka menilai dan memberi penghargaan atas

kepatuhan absolut. Otoriter orang tua dengan penjelasan yang sedikit

dan keterlibatan anak yang sedikit dalam pengambilan keputusan,

seperti “lalukan saja karena saya mengatakan begitu”

Hasil penelitian ini didukung oleh Elsa Dwi Pramesti (2016)

dengan judul Pengaruh Pola Asuh Otoriter Terhadap Kedisiplinan

Anak Usia 4-6 Tahun Di Taman Kanak-Kanak Gugus 01 Tulung

Sampung Ponogoro. yang menyatakan bahwa ada hubungan negatif

antara pola asuh otoriter terhadap kedisiplinan anak usia 4-6 tahun,

menunjukan bahwa nilai p=0,000 (p=<0,05) artinya ada pengaruh yang


76

signifikan tentang pola asuh otoriter terhadap kedisiplinan anak 4-6

tahun di taman kanak-kanak Gugus 01 Tulung Sampung Ponogoro.

Menurut asumsi peneliti hubungan pola asuh otoriter dengan

perkembangan sosial anak retardasi mental di SDLB Negeri Labui

dengan kategori baik, dikarenakan orang tua dalam memberikan kasih

sayang lebi pada anaknya namaun dengan sedikit bimbingan yang

diberikan, didapat katika anak lagi bermain orang tua khawatir akan

anak terjatu dan sering menegur anaknya yang lagi bermain dengan

kawan-kawannya, bahkan waktu orang tua menugur anak langsung

mematuhi perkataan orang tuanya. Kemudian hasil itu di dapatkan dari

pernyataan yang telah di isi oleh orang tua murid dengan di peroleh

nilai p value 0,00 dengan alfa 0,05 yaitu P value < 0,05. Sehingga Ha

diterima artinya ada hubungan antara pola asuh otoriter dengan

perkembangan sosial anak retardasi mental di SDLB Negeri Labui

Banda Aceh..

3. Hubungan pola asuh otoritatif dengan perkembangan sosial

Berdasarkan tabel 5.8 di atas diketahui bahwa pola asuh

otoritatif dengan perkembangan sosial anak retardasi mental di SDLB

Negeri Labui 2017 didapatkan baik. Hal ini didapatkan data yang

diperoleh paneliti dengan jumlah persentase baik sebanyak 31

responden yaitu 88,6% yang memiliki pola asuh otoritatif yang baik

dan 4 responden yaitu 11,4% yang memiliki pola asuh otoritatif buruk.

Di peroleh nilai p= 000 (p<0,05) bahwa ada hubungan pola asuh


77

otoritatif dengan perkembangan sosial anak reterdasi mental di SDLB

Negeri Labui Banda Aceh Tahun 2017

Sesuai dengan teori Arkoff, (1993) anak yang dididik dengn cara

otoritatif umumnya cenderung mengungkapkan agresifitasnya dalam

tindakan yang konstruktif atau dalam bentuk kebencian yang bersifat

sementara. Artinya, jika marah, kemarahannya tidak akan berlarut-

larut apa lagi sampai mendendam. Disisi lain, anak yang dididik

secara otoriter atau ditolak akan memiliki kecenderungan untuk

mengungkapkan agresifitasnya dalam bentuk tindakan-tindakan yang

merugikan. Sementara itu, anak yang dididik secara permisif

cenderung mengembangkan tingkah laku agresif secara terbuka atau

terang-terangan (Fathi, 2003).

Hasil penelitian ini didukung oleh Elsa Naviati (2014) dengan

judul Hubungan Pola Asuh Otoritatif Dengan Perkembangan Mental

Emosional Pada Anak Usia Prasekolah di SD Melati Putih

Banyumanik. Menunjukan bahwa responden yang menerapkan pola

asuh otoritatif terhadap anak nya terhadap 42 responden. Hasil

penelitian diperoleh bahwa ada hubungan antara pola asuh otoritatf

dengan perkembangan mental emosional pada anak sekilah dengan p

value 0,00. Penelitian mengenai hubungan pola asuh dengan

perkembangan anak mempunyai hasil yang signifikan.

Menurut asumsi peneliti bahwa pola asuh otoritatif dengan

perkembangan sosial anak retardasi mental di SDLB Negeri Labui


78

dengan kategori baik. Ketika anak bermain, bahwa ibunya sering

melihat ke arah anaknya yang lagi bermain dengan kawan-kawannya

dan ketika anaknya terjatuh orang tua merespon dan membantu

anaknya juga membimbing/memberi penjelsan seperti jangan lari-lari

natik jatuh lagi tapi tidak membatasinya dan tampa memarahi anaknya,

bahkan setela itu anaknya juga bermain kembali dengan kawannya.

Dan orang tua pun bertanggung jawab peneuh terhadap anaknya.

Seingga hubungan anak dengan orang tua selalu baik. Kemudian hasil

itu di dapatkan dari pernyataan yang telah di isi oleh orang tua murid

dengan perolehan nilai p value 0,00 dengan alfa 0,05 yaitu P value <

0,05. Sehingga Ha diterima artinya ada hubungan antara pola asuh

otoriter dengan perkembangan sosial anak retardasi mental di SDLB

Negeri Labui Banda Aceh.

Anda mungkin juga menyukai