Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA AN. H DENGAN DIAGNOSA HERNIA


POST OPERASI HERNIOTOMY
Untuk memenuhi tugas Profesi Ners Departemen Anak di Ruang 15 Bedah Anak RSSA Malang

Oleh :
Nurul Aisyiyah Puspitarini
NIM 170070301111026

PROGRAM PROFESI NERS


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
KONSEP DASAR HERNIA

1. Anatomi dan Fisiologi


Anatomi

Gambar 1. Anatomi Usus halus


a. Usus halus
Panjangnya kira-kira 2-8 m dengan diameter 2,5 cm. Berentang dari sphincter pylorus
ke katup ileocecal. Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus dua belas jari
(duodenum) panjangnya 25 cm, usus kosong (jejunum) 1-2 m, dan usus penyerapan
(ileum) 2-4 m.
1) Usus dua belas jari (Duodenum)
Usus dua belas jari atau duodenum adalah bagian dari usus halus yang terletak
setelah lambung dan menghubungkannya ke usus kosong (jejunum). Bagian usus
dua belas jari merupakan bagian terpendek dari usus halus, dimulai dari bulbo
duodenale dan berakhir di ligamentum Treitz. Usus dua belas jari merupakan organ
retroperitoneal, yang tidak terbungkus seluruhnya oleh selaput peritoneum. pH usus
dua belas jari yang normal berkisar pada derajat sembilan. Pada usus dua belas jari
terdapat dua muara saluran yaitu dari pankreas dan kantung empedu. Nama
duodenum berasal dari bahasa Latin duodenum digitorum, yang berarti dua belas
jari.
2) Usus Kosong (jejunum)
Usus kosong atau jejunum (terkadang sering ditulis yeyunum) adalah bagian kedua
dari usus halus, di antara usus dua belas jari (duodenum) dan usus penyerapan
(ileum). Pada manusia dewasa, panjang seluruh usus halus antara 2-8 meter, 1-2
meter adalah bagian usus kosong. Usus kosong dan usus penyerapan digantungkan
dalam tubuh dengan mesenterium. Jejunum diturunkan dari kata sifat jejune yang
berarti "lapar" dalam bahasa Inggris modern. Arti aslinya berasal dari bahasa Latin,
jejunus, yang berarti "kosong".
3) Usus Penyerapan (illeum)
Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus halus. Pada sistem
pencernaan manusia, ini memiliki panjang sekitar 2-4 m dan terletak setelah
duodenum dan jejunum, dan dilanjutkan oleh usus buntu. Ileum memiliki pH antara 7
dan 8 (netral atau sedikit basa) dan berfungsi menyerap vitamin B12 dan garam-
garam empedu.
b. Usus Besar

Gambar 2 Anatomi Usus Besar


Usus besar dimulai dari katup ileocecal ke anus dan rata-rata panjangnya 1,5 m dan
lebarnya 5-6 cm.Usus besar terbagi kedalam cecum, colon, dan rectum. Vermiform appendix
berada pada bagian distal dari cecum. Colon terbagi menjadi colon ascending, colon
transversal, colon descending, dan bagian sigmoid. Bagian akhir dari usus besar adalah rectum
dan anus. Sphincter internal dan eksternal pada anus berfungsi untuk mengontrol pembukaan
anus.(Brunner & Suddarth, 2001).
Fisiologi
Fungsi usus halus adalah :
a. Sekresi mukus. Sel-sel goblet dan kelenjar mukosa duodenum akan mensekresi mukus
guna melindungi mukosa usus.
b. Mensekresi enzim. Sel-sel mikrovilli (brush border cell) mensekresi sucrase, maltase,
lactase dan enterokinase yang bekerja pada disakarida guna membentuk monosakarida
yaitu peptidase yang bekerja pada polipeptida, dan enterokinase yang mengaktifkan
trypsinogen dari pankreas.
c. Mensekresi hormon. Sel-sel endokrin mensekresi cholecystokinin, secretin, dan
enterogastrone yang mengontrol sekresi empedu, pancreatic juice, dan gastric juice.
d. Mencerna secara kimiawi. Enzim dari pankreas dan empedu dari hati masuk kedalam
duodenum.
e. Absorpsi. Nutrisi dan air akan bergerak dari lumen usus kedalam kapiler darah dan
lacteal dari villi.
f. Aktifitas motorik. Mencampur, kontraksi dan peristaltik. Gerakan mencampur disebabkan
oleh kontraksi serabut otot sirkuler pada usus menyebabkan chyme kontak dengan villi
untuk diabsorpsi.
Fungsi utama usus besar adalah :
a. Sebagai aktifitas motorik. Gerakan mengayun dan peristaltic akan menggerakkan zat
sisa menuju kebagian distal.
b. Sekresi. Pada umumnya memproduksi mukus yang melindungi mukosas akan tidak
mengalami injury, melunakkan feces yang memungkinkan bergerak dengan lancar
kearah pelepasan dan menghambat pengaruh pembentukan keasaman oleh bakteri.
c. Absorpsi air, garam, dan chlorida. Colon mempunyai kemampuan mengabsorpsi 90% air
dan garam dan mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit.
d. Mensintesa vitamin. Bakteri pada usus halus akan mensintesa vitamin K, thiamin,
riboflavin, vitamin B12, dan folic acid.
e. Membentuk feses. Feses terdiri dari ¾ air dan ¼ massa padat. Massa padat termasuk
sisa makanan dan sel yang mati. Pigmen empedu memberikan warna pada feses. Dan
menstimulasi gerakan isi usus kearah pelepasan.
f. Defekasi. Yaitu aktifitas mengeluarkan feces dari dalam tubuh keluar. Pada saat feses
dan gas berada dalam rektum, tekanan dalam rektum meningkat, menyebabkan
terjadinya reflex defekasi.

2. Definisi
Hernia adalah suatu penonjolan isi suatu rongga melalui pembukaan yang abnormal atau
kelemahannya suatu area dari suatu dinding pada rongga dimana ia terisi secara normal
(Doengoes,SM, 20010).
Hernia inguinalis adalah hernia yang melalui anulus inguinalis internus/lateralis menelusuri
kanalis inguinalis dan keluar rongga abdomen melalui anulus inguinalis externa/medialis
(Mansjoer A,dkk 2011).
Hernia inguinalis lateral (HIL) adalah visera menonjol ke dalam kanal inguinalis pada titik
diamana tali spermatik muncul pada pria, dan di sekitar ligamen wanita. (Monika E, 2008).

3. Etiologi

Hernia dapat disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Congenital
Lemahnya dinding akibat defek kongenital yang tidak diketahui, resiko lebih besar jika
ada keluarga terdekat yang pernah terkena hernia.
2. Umur
Penyakit ini dapat diderita oleh semua kalangan tua, muda, pria maupun wanita. Pada
Anak – anak penyakit ini disebabkan karena kurang sempurnanya procesus vaginalis
untuk menutup seiring dengan turunnya testis. Pada orang dewasa khususnya yang
telah berusia lanjut disebabkan oleh melemahnya jaringan penyangga usus atau karena
adanya penyakit yang menyebabkan peningkatan  tekanan dalam rongga perut .
3. Jenis Kelamin
Hernia yang sering diderita oleh laki – laki biasanya adalah jenis hernia Inguinal. Hernia
Inguinal adalah penonjolan yang terjadi pada daerah selangkangan, hal ini disebabkan
oleh proses perkembangan alat reproduksi. Penyebab lain kaum adam lebih banyak
terkena penyakit ini disebabkan karena faktor profesi, yaitu pada buruh angkat atau
buruh pabrik. Profesi  buruh yang sebagian besar pekerjaannya  mengandalkan
kekuatan otot mengakibatkan adanya peningkatan tekanan dalam rongga perut
sehingga menekan isi hernia keluar dari otot yang lemah tersebut
4. Penyakit penyerta
Penyakit penyerta yang sering terjadi pada hernia adalah seperti pada kondisi
tersumbatnya saluran kencing, baik akibat batu kandung kencing atau pembesaran
prostat, penyakit kolon, batuk kronis, sembelit atau konstipasi kronis dan lain-lain.
Kondisi ini dapat memicu terjadinya tekanan berlebih pada abdomen yang dapat
menyebabkan keluarnya usus melalui rongga yang lemah.
5. Obesitas
Berat badan yang berlebihan menyebabkan tekanan berlebih pada tubuh, termasuk di
bagian perut. Ini bisa menjadi salah satu pencetus hernia. Peningkatan tekanan
tersebut dapat menjadi pencetus terjadinya penonjolan organ melalui dinding organ
yang lemah.
6. Kehamilan
Kehamilan dapat melemahkan otot di sekitar perut sekaligus memberi tekanan lebih di
bagian perut. Kondisi ini juga dapat menjadi pencetus terjadinya hernia.
7. Pekerjaan
Beberapa jenis pekerjaan yang membutuhkan daya fisik dapat menyebabkan terjadinya
hernia. Contohnya, pekerjaan buruh angkat barang. Aktivitas yang berat dapat
mengakibatkan peningkatan tekanan yang terus-menerus pada otot-otot abdomen.
Peningkatan tekanan tersebut dapat menjadi pencetus terjadinya prostrusi atau
penonjolan organ melalui dinding organ yang lemah.
8. Kelahiran prematur
Bayi yang lahir prematur lebih berisiko menderita hernia inguinal daripada bayi yang
lahir normal karena penutupan kanalis inguinalis belum sempurna, sehingga
memungkinkan menjadi jalan bagi keluarnya organ atau usus melalui kanalis inguinalis
tersebut. Apabila seseorang pernah terkena hernia, besar kemungkinan ia akan
mengalaminya lagi.

4. Klasifikasi
1. Hernia menurut Letaknya:
a. Hernia hiatal
Adalah kondisi dimana kerongkongan (pipa tenggorok turun, melewati diafragma
melalui celah yang disebut hiatus sehingga sebagian perut menonjol ke dada/
thoraks).
b. Hernia Epigastrik
Hernia epigastrik terjadi diantara pusar dan bagian tulang rusuk di garisan tengah
perut. Hernia epigastrik biasanya terdiri dari jaringan lemak dan jarang yang berisi
usus. Terbentuk dibagian dinding perut yang relatif lemah, hernia ini sering
menimbulkan rasa sakit dan tidak dapat di dorong kembali ke dalam perut ketika
pertama kali ditemukan.
c. Hernia umbilikal berkembang didalam dan sekitar umbilikus (pusar) yang
disebabkan bukaan pada dinding perut, yang biasanya menutup sebelum kelahiran,
tidak menutup sepenuhnya. Jika kecil (kurang dari satu centimeter) hernia jenis ini
biasanya menutup secara bertahap sebelum usia 2 tahun.
d. Hernia inguinalis adalah hernia yang paling umum terjadi dan muncul sebagai
tonjolan diselangkangan atau skrotum. Orang awam biasanya menyebutnya “turun
bero” atau hernia. Hernia inguinalis terjadi ketika dinding abdomen berkembang
sehingga usus menerobos ke bawah melalui celah. Hernia tipe ini lebih sering
terjadi pada laki-laki dari pada perempuan.
e. Hernia femoralis muncul sebagai tonjolan dipangkal paha. Tipe ini lebih sering
terjadi pada wanita dibandingkan pada pria.
f. Hernia insisional dapat terjadi melalui luka pasca operasi perut. Hernia ini muncul
sebagai tonjolan disekitar pusar yang terjadi ketika otot sekitar pusar tidak menutup
sepenuhnya.
g. Hernia nukleus pulposi (HNP) adalah hernia yang melibatkan cakram tulang
belakang. Diantara setiap tulang belakang ada diskus invertebralis yang menyerang
goncangan cakram dan meningkatkan elastisitas dan mobilitas tulang belakang.
Karena aktivitas dan usia, terjadi herniasi diskus invertebralis yang menyebabkan
saraf terjepit (sciatica). HNP umumnya terjadi di punggung bawah pada tiga
vertebra lumbar bawah.

2. Hernia Berdasarkan Terjadinya:


a. Hernia bawaan atau kongenital
Petogenesa pada jenis hernia inguinalis lateralis (indirek): kanalis inguinalis adalah
kanal yang normal pada fetus. Pada bulan ke-8 kehamilan, terjadi desensus testis
melalui kanal tersebut. Penurunan testis tersebut akan menarik peritonium ke
daerah skrotum sehingga terjadi penonjolan peritoneum yang disebut dengan
vaginalisperitonei. Pada bayi yang sudah lahir, umumnya prosesusini telah
mengalami obliterasi sehingga isis rongga perut tidak dapat melalui kanalis
tersebut. Namun dalam beberapa hal, kanalis ini tidak menutup. Karena testis kiri
turun terlebih dahulu, maka kanalis inguinalis kanan lebih sering terbuka. Bila
kanalis kiri terbuka maka biasanya yang kanan juga terbuka. Dalam keadaan
normal, kanalis yang terbuka ini akan menutup pada usia 2 bulan. Bila prosesus
terbuka terus (karena tidak mengalami obliterasi) akan timbul hernia inguinalis
lateralis kongenital. Pada orang tua kanalis tersebut telah menutup. Namun karena
merupakan lokus minoris resistensi, maka pada keadaan yang menyebabkan
tekanan intra-abdominal meningkat, kanal tersebut dapat terbuka kembali dan
timbul hernia inguinalis lateralis akuisita.
b. Hernia dapatan atau akuisita, adalah hernia yang timbul karena berbagai faktor
pemicu

3. Hernia Menurut Sifatnya:


a. Hernia reponibel / reducible, yaitu bila isi hernia dapat keluar masuk. Usus keluar
jika berdiri atau mengedan dan masuk lagi jika berbaring atau didorong masuk,
tidak ada keluhan nyeri atau gejala obstruksi usus.
b. Hernia ireponibel, yaitu bila isi kantong hernia tidak dapat dikembalikan kedalam
rongga. Ini biasanya disebabkan oleh perlekatan isi kantung pada peritonium
kantong hernia. Hernia ini juga disebut hernia akreta (accretus = perlekatan karena
fibrosis). Tidak ada keluhan rasa nyeri ataupun tanda sumbatan usus.
c. Hernia strangulata atau inkarserata (incarceratio = terperangkap, carcer = penjara),
yaitu bila isi hernia terjepit oleh cincin hernia. Hernia inkarserata berarti isi kantong
terperangkap, tidak dapat kembali kedalam rongga perut disertai akibatnya yang
berupa gangguan pasase atau vaskularisasi. Secara klinis “hernia inkarserata” lebih
di maksudkan untuk hernia ireponibel dengan gangguan pasase, sedangkan
gangguan vaskularisasidisebut sebagai “hernia strangulata”. Hernia strangulata
mengakibatkan nekrosis dari isi abdomen didalamnya karena tidak mendapat darah
akibat pembuluh pemasoknya terjepit. Hernia jenis ini merupakan keadaan gawat
darurat karena perlunya mendapat pertolongan segera.

5. Manifestasi Klinis
a. Berupa benjolan keluar masuk/ keras dan yang tersering tampak benjolan di lipat paha.
b. Adanya rasa nyeri pada daerah benjolan bila isinya terjepit disertai perasaan mual.
c. Terdapat gejala mual dan muntah atau distensi bila telah ada komplikasi.
d. Bila terjadi hernia inguinalis strangulata perasaan sakit akan bertambah hebat disertai
kulit diatasnya menjadi merah dan panas.
e. Hernia femoralis kecil mungkin berisi dinding kandung kencing sehingga menimbulkan
gejala sakit kencing (disuria) disertai hematuria (kencing darah) disamping benjolan
dibawah sela paha.
f. Hernia diafragmatika menimbulkan perasaan sakit didaerah perut disertai sesak napas.
g. Bila pasien mengejan atas batuk maka benjolan hernia akan bertambah besar

6. Patofisiologi
Terlampir

7. Pemeriksaan Diagnostik
a. Sinar X abdomen menunjukkan abnormalnya kadar gas dalam usus/obstruksi usus
(ileus)
b. Hitung darah lengkap dan serum elektrolit dapat menunjukkan hemokonsentrasi
(peningkatan hematokrit), peningkatan sel darah putih dan ketidakseimbangan
elektrolit.
c. Kultur jaringan untuk mendeteksi adanya adenitis tuberkulis
d. CT Scan untuk mendeteksi adanya hernia ekstrakolon.
e. USG untuk menilai massa hernia inguinal

8. Penatalaksanaan Medis
Penanganan hernia ada dua macam:
1. Konservatif
Pengobatan konservatif terbatas pada tindakan melakukan reposisi dan pemakaian
penyangga atau penunjang untuk mempertahankan isi hernia yang telah direposisi.
Bukan merupakan tindakan definitive sehingga dapat kambuh kembali. Terdiri atas:
a. Reposisi
Reposisi adalah suatu usaha untuk mengembalikan isi hernia ke dalam cavum
peritonii atau abdomen. Reposisi dilakukan secara bimanual. Reposisi dilakukan
pada pasien dengan hernia reponibilis dengan cara memakai dua tangan.
Reposisi tidak dilakukan pada hernia inguinalis strangulata kecuali pada anak-
anak.
b. Suntikan
Dilakukan penyuntikan cairan sklerotik berupa alkohol atau kinin di daerah
sekitar hernia, yang menyebabkan pintu hernia keluar dari cavum peritonii.
c. Sabuk hernia
Diberikan pada pasien yang hernia masih kecil dan menolak dilakukan operasi.
2. Operatif
Operasi merupakan tindakan paling baik yang dapat dilakukan pada:
a. Hernia reponibilis
b. Hernia irreponibilis
c. Hernia strangulata
d. Hernia incarserata
Operasi hernia dilakukan dalam 3 tahap:
a. Herniotomi
Membuka dan memotong kantong hernia serta engembalikan isi hernia ke
cavum abdominalis.
b. Hernioraphy
Mulai dari mengikat leher hernia dan menggantungkannya pada conjoint lenton
(penebalan antara tepi bebas m.obliquus intraabdominalis dan m.transversus
abdominalis yang berinsersio di tuberculum pubicum).
c. Hernioplasty
Menjahitkan conjoint lenton pada ligamentum inguinale agar LMR hilang /
tertutup dan dinding perut jadi lebih kuat karena tertutup otot. Hernioplasty pada
hernia inguinalis lateralis ada bermacam-macam manurut kebutuhannya
(ferguson, bassini, halstedt, hernioplasty, pada hernia inguinalis media dan
hernia femoralis dikerjakan dengan cara MC. Vay).
Operasi hernia pada anak dilakukan tanpa hernioplasty, dibagi menjadi 2 yaitu:
a. Anak berumur kurang dari 1 tahun: menggunakan teknik Michele Benc.
b. Anak berumur lebih dari 1 tahun: menggunakan teknik POTT.

9. Komplikasi
1) Terjadi perlekatan antara isi hernia dengan kantong hernia, sehingga isi hernia tidak
dapat dimasukkan kembali (hernia inguinalis lateralis ireponibilis). Pada keadaan ini
belum ada gangguan penyaluran isi usus.
2) Terjadi penekanan pada cincin hernia, akibatnya makin banyak usus yang masuk.
Cincin hernia menjadi relatif sempit dan dapat menimbulkan gangguan penyaluran isi
usus. Keadaan ini disebut hernia inguinalis lateralis incarcera
3) Bila incarcerata dibiarkan, maka timbul edema sehingga terjadi penekanan pembuluh
darah dan terjadi nekrosis. Keadaan ini disebut hernia inguinalis lateralis strangulata.
4) Timbul edema bila terjadi obstruksi usus yang kemudian menekan pembuluh darah
dan kemudian timbul nekrosis.
5) Bila terjadi penyumbatan dan perdarahan akan timbul perut kembung, muntah dan
obstipasi.
6) Kerusakan pada pasokan darah, testis atau saraf jika pasien laki-laki,
7) Pendarahan yang berlebihan/infeksi luka bedah,
8) Komplikasi lama merupakan atropi testis karena lesi.
9) Bila isi perut terjepit dapat terjadi: shock, demam, asidosis metabolik, abses.

10. Pencegahan
Menurut Jennifer (2007), pencegahan hernia adalah :
a. Usahakan untuk mempertahankan berat tubuh yang sehat. Hal ini dapat membantu
mengurangi tekanan pada otot di bagian perut.
b. Konsumsi makanan yang mengandung serat tinggi 
c. Seperti : Buah-buahan, sayuran, dan makanan yang terbuat dari gandum sangat
disarankan untuk dikonsumsi. Makanan tersebut mengandung banyak serat yang
membantu mencegah konstipasi dan mengurangi tekanan di bagian perut.
d. Hindari mengangkat barang yang terlalu berat
e. Jika harus mengangkat barang berat, lakukan dengan cara yang benar. Postur tubuh
yang tepat saat mengangkat barang berat, yakni tekuk lutut Anda dan hindari
membungkuk untuk mengurangi tekanan.
f. Hindari tekanan Intra abdomen, seperti batuk kronis dan mengejan  yang dapat
mencetuskan hernia.

11. ASUHAN KEPERAWATAN


Pengkajian
1. Identitas klien
2. Keluhan Utama
Terdapat benjolan keluar masuk / keras dan yang tersering tampak benjolan di lipat paha.
adanya rasa nyeri pada daerah benjolan bila isinya terjepit disertai perasaan mual.
3. Riwayat penyakit
 Riwayat penyakit sekarang
Perawat menentukan kapan gejala mulai timbul. Apakah gejala timbul, perawat juga
menanyakan tentang durasi gejala, perawat mencatatkan informasi spesifik seperti:
letak, intensitas dan kualitas gejala.
 Riwayat penyakit dahulu
Informasi yang dikumpulkan tentang riwayat kesehatan masa lalu memberikan data
tentang pengalaman perawatan kesehatan klien. Perawat mengkaji apakah klien
dirawat di rumah sakit atau pernah mengalami operasi. Riwayat penyakit sistemik
seperti DM, hipertensi, tuberkulosis dipertimbangkan sebagai sarana pengkajian
preoperatif.
 Riwayat penyakit keluarga
Tujuan dari riwayat keluarga adalah untuk mendapatkan data tentang hubungan
keluarga langsung dan hubungan darah. Sasarannya adalah untuk menentukan
apakah klien beresiko terhadap penyakit-penyakit yang bersifat genetik atau famtikal
dan untuk mengidentifikasi area tentang promosi kesehatan dan pencegahan
penyakit. Riwayat keluarga juga memberikan informasi tentang struktur keluarga,
interaksi dan fungsi yang mungkin berguna dalam merencanakan asuhan.
 Riwayat psikososial
Riwayat psikososial yang lengkap mewujudkan siapa sistem pendukung klien,
termasuk pasangan, anak-anak, anggota keluarga lain atau teman dekat. Riwayat
psikososial termasuk informasi tentang cara-cara yang biasanya klien dan anggota
keluarga gunakan untuk mengatasi stress. Peningkatan kecemasan karena nyeri
abdomen dan rencana pembedahan, serta perlunya informsi prabedah.
4. Aktivitas/istirahat
Tanda dan gejala: Atropi otot, gangguan dalam berjalan, riwayat pekerjaan yang perlu
mengangkat benda berat, duduk dalam waktu lama.
5. Eliminasi
Gejala: Konstipasi, mengalami kesulitan dalam defekasi adanya inkontinensia atau retensi
urin.
6. Integritas ego
Tanda dan gejala: Cemas, depresi, menghindar ketakutan akan timbulnya paralisis,
ansietas masalah pekerjaan, finansial keluarga.
7. Neuro sensori
Tanda dan gejala: Penurunan reflek tendon dalam kelemahan otot hipotonia, nyeri tekan,
kesemutan, ketakutan kelemahan dari tangan dan kaki.
8. Nyeri atau ketidaknyamanan
Gejala: Sikap, perubahan cara berjalan, nyeri seperti tertusuk benda tajam, semakin
memburuk dengan batuk, bersin membengkokkan badan.
9. Keamanan
Gejala: adanya riwayat masalah punggung yang baru saja terjadi.
10. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik yang didapatkan sesuai dengan manifestasi klinik hernia. Pada surveu
umum pasien hernia reponibel berada pada kondisi optimal. Sedangkan pada pasien
hernia inkarserata dan strangulata pasin terlihat lemah dan kesakitan, TTV mengalami
perubahan sekunder dari nyeri dan gejala dehidrasi. Suhu badan pasien akan naik ≥ 38,5
o
C dan tejadi takikardi.
Insfeksi: secara umum akan terlihat penonjolan abnormal pada lipatan paha. Apabila tidak
terlihat dan terdapat riwayat adanya penonjolan, maka dengan pemeriksaan
sederhana pasien didorong untuk melakukan aktivitas peningkatan intra
abdominal, serta mengedan untuk menilai adanya penonjolan pada lipatan
paha.
Palpasi: turgor kulit < 3 detik menandaka gejala dehidrasi, palpasi pada kantong hernia
yang kosong kadang dapat diraba pada funikulus spermatikus sebagai gesekan
dari dua lapis kantong yang memberikan sensasi gesekan dua permukaan
sutera. Tanda ini disebut tanda sarung tanga sutera, tetapi umumnya tanda ini
sukar ditemukan. Kantong hernia mungkin berisi organ, tergantung isinya, pada
palpasi mungkin teraba usus, omentum, (seperti karet), atau ovarium. Dengan
jari telunjuk atau jari kelingkingan, pada anak dapat dicoba mendorong isi
hernia dengan menekan kulit skrotum melalui anulus eksternus sehingga dapat
ditentukan apakah ini hernia dapat direposisi atau tidak. Dalam hal hernia dapat
direposisi, pada waktu jari masih berada dalam anulus eksternus, pasien
diminta mengedan. Apabila ujung jari menyentuh henia, berarti hernia inguinalis
lateralis, dan apabila bagian sisi jari yang menyentuhnya, berarti hernia
inguinalis medialis. Sjamsuhidayat dalam muttaqin, (2013).
Perkusi: nyeri ketuk dan timpani terjadi akibat adanya flatulen, menandakan sekunder
dari adanya obstruksi intestinal atau hernia srangulasi.
Auskultasi: penurunan bising usus atau tidak ada bising usus menandakan gejala
obstruksi intestinal

Diagnosa Keperawatan
a. Pre operasi
1) Nyeri akut bd.kondisi hermia antara intervensi pembedahan
2) Ansietas bd.prosedur pra operasi post operasi
3) Kurang pengetahuan bd.kurangnya informasi
b. Post operasi
1) Resiko terhadap konstipasi kolonik bd. Penurunan peristaltik
2) Nyeri akut bd.trauma jaringan
3) Resiko terhadap infeksi bd.prosedur invasik
4) Resiko berkurangnya volume cairan bd.haluaran urine berlebih
Intervensi keperawatan
Pre operasi
DX I
NOC      : Kontrol Nyeri
Tujuan : Setelah dilakukan tidakan keperawatan Pain management selama proses
keperawatan nyeri dapat berkurang/hilang
KH         :
a. Mengenali faktor penyebab.
b. Menggunakan metode pencegahan non analgesik untuk mengurangi nyeri.
c. Menggunakan analgesik sesuai kebutuhan.
d. Melaporkan gejala pada tenaga kesehatan.
e. Mengenali gejala-gejala nyeri.
f. Mencatat pengalaman tentang nyeri sebelumnya.
Keterangan skala :
1.      Tidak dilakukan sama sekali.
2.      Jarang dilakukan
3.      Kadang dilakukan
4.      Sering dilakukan
5.      selalu dilakukan.
NIC :  Pain Management
a. Kaji secara komprehensif tentang nyeri (lokasi karateristik, durasi, frekuensi, kualitas)
b. observasi isyarat non verbal dari ketidak nyamanan.
c. kaji pengalaman individu terhadap nyeri.
d. ajarkan penggunaan teknik non farmakologi (ex. Relaksasi, terapi musik, masase,
dan lain-lain).
e. berikan analgesik sesuai anjuran.
f. anjurkan pasien untuk berdiskusi tentang pengalaman nyeri secara tepat.

DX II
NOC      : Kontrol Cemas
Tujuan    : Setelah dilakukan tidakan keperawatan penurunan kecemasan selama proses
keperawatan cemas dapat hilang/berkurang
KH         :
a. Monitor intensitas kecemasan.
b. Mencari informasi untuk menurunkan cemas.
c. Menurunkan stimulasi lingkungan ketika cemas.
d. Menyingkirkan tanda kecemasan.
Keterangan skala :
1.      Tidak dilakukan sama sekali.
2.      Jarang dilakukan.
3.      Kadang dilakukan
4.      Sering dilakukan.
5.      Selalu dilakukan
NIC        : Penurunan Kecemasan
Intervensi :
a. Jelaskan seluruh prosedur tidakan kepada klien dan perasaan yang mungkin
muncul pada saat melakukan tindakan.
b. Kaji tingkat kecemasan dan reaksi fisik pada tingkat kecemasan (takikardi, takipnea,
ekspresi cemas non verbal).
c. Temani pasien untuk mendukung keaman dan menurunkan rasa takut.
d. Instruksikan pasien untuk menggunakan teknik relaksasi.
DX III
NOC      : Pengetahuan tentang proses penyakit.
Tujuan    :  Setelah dilakukan tidakan keperawatan mengajarkan proses penyakit pasien
dapat mengerti tentang proses penyakit
KH         :
a. Familier dengan proses penyakit.
b. Mendeskripsikan proses penyakit.
c. Mendeskripsikan tandan dan gejala.
d. Mendeskripsikan faktor penyebab.
e. Mendeskripsikan komplikasi.
f. Mendeskripsikan tindakan penengahan untuk mencegah komplikasi.
Keterangan skala :
1.      Tidak dilakukan sama sekali.
2.      Jarang dilakukan
3.      Kadang dilakukan
4.      Sering dilakukan
5.      Selalu dilakukan
NIC        : Mengajarkan proses penyakit.
Intervensi :
a. Menentukan tingkat pengetahuan klien sebelumnya.
b. Mengobservasi kesiapan klien untuk mendengar.
c. Menjelaskan proses penyakit (pengertian, etiologi, tanda, gejala, komplikasi)
d. Diskusikan tentang pilihan terapi/perawatan.
e. instruksikan pasien mengenal tanda gejala untuk melaporkan pada pemberi
perawatan kesehatan dengan cara yang tepat.

Post Operasi
DX IV
NOC : Bowel Konstipation
Tujuan : Setelah dilakukan tidakan keperawatan bowel management Konstipasi sistemik
tidak terjadi
Kriteria Hasil:
a. Pola eliminasi dalam batas normal
b. Konstipasi tidak ada
c. Kontrol perubahan eliminasi BAB
Keterangan Skala :
1.      Berat
2.      Baik
3.      Sedang
4.      Ringan
5.      Tidak ada
NIC : Bowel Management
a. Monitor tanda gejala dari konstipasi
b. Catat data terakhir perubahan eliminasi BAB
c. Instruksikan pasien unuk makan makanan tinggi serat
d. Monitor perubahan BAB ( frekuensi,konsisten,volume,warna )

DX V
NOC      : Kontrol Nyeri
Tujuan    : Setelah dilakukan tidakan keperawatan pain managemen selama tindakan
keperawatan nyeri dapat berkurang/hilang
KH         :
a. Mengenali faktor penyebab.
b. Menggunakan metode pencegahan non analgesik untuk mengurangi nyeri.
c. Menggunakan analgesik sesuai kebutuhan.
d. Melaporkan gejala pada tenaga kesehatan.
e. Mengenali gejala-gejala nyeri.
f. Mencatat pengalaman tentang nyeri sebelumnya.
Keterangan skala :
1.      Tidak dilakukan sama sekali.
2.      Jarang dilakukan
3.      Kadang dilakukan
4.      Sering dilakukan
5.      selalu dilakukan.
NIC        : Pain Management
a. Kaji secara komprehensif tentang nyeri (lokasi karateristik, durasi, frekuensi, kualitas)
b. observasi isyarat non verbal dari ketidak nyamanan.
c. kaji pengalaman individu terhadap nyeri.
d. ajarkan penggunaan teknik non farmakologi (ex. Relaksasi, terapi musik, masase,
dan lain-lain).
e. berikan analgesik sesuai anjuran.
f. anjurkan pasien untuk berdiskusi tentang pengalaman nyeri secara tepat.

DX VI
NOC  : Risk kontrol
Tujuan : Setelah dilakukan tidakan keperawatan infection protection infeksi tidak terjadi
Kriteria Hasil :
a. Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
b. Menunjukan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
c. Jumlah leukosit dalam batas normal
d. Menunjukan perilaku hidup sehat
Keterangan Skala
1.      Tidak menunjukan
2.      Jarang menunjukan
3.      Kadang menunjukan
4.      Sering menunjukan
5.      Selalu menunjukan
NIC : infektion  protection
a. Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
b. Monitor kerentanan terhadap penyakit menular
c. Inspeksi kondisi luka atau insisi bedah
d. Ajarkan  pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi
e. Ajarkan cara menghindari infeksi

DX VII
NOC : Keseimbangan asam basa
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan fluid monitoring selama proses
keperawatan kekurangan volume cairan tidak terjadi
Kriteria Hasil
a. Nadi dalam batas normal
b. Irama jantung dalam batas normal
c. Pernapasan dalam batas normal
d. Irama pernapasan dalam batas normal
Keterangan Skala
1.      Berat
2.      Baik
3.      Sedang
4.      Ringan
5.      Tidak ada
NIC : Fluid monitoring
a. Monitor intake dan output
b. Monitor status nadi,,pernapasan
c. Jaga catatan akurat intake cairan
d. Administrasi cairan,bila perlu
DAFTAR PUSTAKA

Black, J dkk. 2002. Medical Surgical Nursing, edisi 4. Pensylvania : W.B Saunders
Brunner & Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC
Carpenito, Lynda Juall, 1995, Rencana Asuhan dan Dokumentasi keperawatan. Jakarta : EGC
Carpenito, Lynda Juall. 1995. Diagnosa keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinik. Jakarta :
EGC
Doengoes, Marrilyn. E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan
dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3. Jakarta : EGC
Engram, Barbara. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Volume I. Jakarta :
EGC
Girl, Made Kusala, Farid Nur Mantu. 2000. Hernia Inguinalis Lateralis pada Anak-anak,
Laboratorium Ilmu Bedah. Ujung Pandang : Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanuddin
Long, Barbara C. 1996. Perawatan Medikal Bedah Volume 2. Bandung : Yayasan Alumni
Pendidikan Keperawatan
Mansjoer, Arief. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : EGC
Muttaqin, Arif dan Kumala Sari. 2013. Gangguan gastrointestinal Aplikasi Keperawatan Medikal
Bedah. Jakarta: Salemba Medika.
Nettina, S. M. 2001. Pedoman Praktik Keperawatan. Jakarta : EGC
Nurarif, A.H & Kusuma, H. 2015. Aplikasi Asuhan keperawatan Berdasarkan Diagnosis Medis &
NANDA NIC-NOC, Edisi Revisi, Jilid II. Yogyakarta: Mediaction
Oswari, E. 2000. Bedah dan Keperawatannya. Jakarta : PT Gramedia
Sjamsuhidayat, R & De Jong, W. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC
Tucker, Susan Martin. 1999. Standar Perawatan Pasien. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai