Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN

Mioma uteri merupakan tumor jinak yang sering terjadi pada organ

reproduksi wanita usia reproduktif. Mioma uteri banyak mengandung matriks

ekstraseluler seperti kolagen, fibronektin dan proteoglikan.1 Mioma uteri juga

dikenal dengan istilah fibroid uteri dan leiomioma. Mioma uteri dapat

asimtomatik dan dapat menimbulkan gejala yang berat dan kronik. Gejala yang

sering dikeluhkan antara lain darah haid yang banyak sehingga menyebabkan

anemia dan nyeri pada saat haid.2

Mioma uteri di Amerika serikat merupakan tumor jinak terbanyak kelima

dalam bidang ginekologis yang didiagnosa pada wanita usia reproduksi dan

merupakan penyebab dari histerektomi.3 Prevalensi terjadinya mioma uteri pada

wanita usia 50 tahun adalah 70-80%.4 Penyebab mioma uteri belum diketahui

secara pasti. Beberapa faktor risiko terjadinya mioma uteri adalah usia, hormon,

ras, diet dan gaya hidup.3

Terapi mioma uteri dapat secara farmakologi, bedah ataupun kombinasi

keduanya. Terapi farmakologi yang dapat diberikan berupa pemberian kontrasepsi

oral dan terapi bedah seperti histerektomi ataupun miomektomi. Lima belas

persen pasien yang telah dilakukan miomektomi kembali didiagnosa sebagai

mioma uteri, karena hal ini histerektomi menjadi pilihan utama pada pasien yang

membutuhkan solusi bedah.4

1
BAB II

ILUSTRASI KASUS

2.1 Identitas Penderita

Nama : Ny. MBS Nama Suami : Tn. H

Umur : 48 Tahun Umur : 54 Tahun

Pendidikan : SMP Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Pekerjaan : Karyawan

Agama : Islam Agama : Islam

Alamat : Teluk Bonai, Rohul Alamat : Teluk Bonai

No MR : 01 03 61 XX

Masuk RS : 20/02/2020 (14.27 WIB)

2.2 Anamnesa

2.2.1 Keluhan Utama

Benjolan pada perut sebelah kanan bagian bawah

2.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien mengeluhkan ada benjolan pada perut bagian kanan bawah.

Keluhan baru disadari pasien 1 bulan yang lalu dan sebesar kepalan tangan.

Benjolan terasa nyeri dan semakin nyeri bila mengalami haid. Pasien juga

merasakan seperti ada yang menekan atau desakan pada bagian dalam perut.

Pasien sering berkemih dan terkadang sulit untuk BAB. Keluhan keluar darah dari

kemaluan disangkal oleh pasien. Haid teratur, lama haid 6-7 hari, ganti pembalut

3x perhari.

2
Riwayat trauma (-), riwayat di urut-urut (-), riwayat demam (-), riwayat

keputihan (-), mual/muntah (-).

2.2.3 Riwayat Haid

Menarche usia 13 tahun, teratur setiap 28 hari, selama 5-7 hari, 2 kali ganti

pembalut perhari, nyeri haid (+), koitus terakhir 1 tahun yang lalu.

2.2.4 Riwayat Perkawinan

Menikah 1 kali, pada April 1986.

2.2.5 Riwayat Persalinan

1. 1989/ aterm/ BBL tidak tahu/ dirumah/ pervaginam/ dukun/ meninggal

2. 1990/ aterm/ BBL tidak tahu/ dirumah/ pervaginam/ dukun/ hidup

3. 1998/ aterm/ BBL tidak tahu/ dirumah/ pervaginam/ dukun/ hidup

4. 2006/ aterm/ BBL tidak tahu/ dirumah/ pervaginam/ dukun/ meninggal

2.2.6 Riwayat Pemakaian Kontrasepsi

Tidak ada riwayat pemakaian kontrasepsi

2.2.7 Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat hipertensi (-), DM (-), Penyakit jantung (-), Asma (-), Alergi (-)

2.2.8 Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat Hipertensi (-), DM (-), Penyakit jantung (-), Asma (-), Alergi (-),

penyakit menular (-), kejiwaan (-)

2.2.9 Riwayat Operasi Sebelumnya

Tidak ada

3
2.2.10 Riwayat Sosial dan Kebiasaan

Pasien bekerja sebagai ibu rumah tangga, dan suami sebagai karyawan

swasta perusahaan. Pasien seorang perokok aktif 6 batang per hari (IB 198

Ringan)

2.3 PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Komposmentis

TB : 151 cm

BB : 45 kg

IMT : 19,73 (normoweight)

Tekanan darah : 110/70 mmHg

Nadi : 80 x/menit

Pernapasan : 20 x/menit

Suhu : 36,60C

Status generalis

Kepala : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)

Leher : Pembesaran KGB (-)

Jantung : S1 dan S2 reguler, murmur (-), gallop (-)

Paru : Vesikuler kedua lapang paru, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

Abdomen : Status ginekologis

Genitalia : Status ginekologis

Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2 detik, edema (-).

4
Status ginekologi

Mamae : Tidak ada kelainan

Axilla : Tidak ada kelainan

Abdomen :

- Inspeksi : Perut tampak cembung

- Palpasi : Teraba massa keras sebesar kepala bayi di daerah perut

bagian bawah dengan pool bawah di suprapubis dan pool

atas pertengahan umbilikus pubis, batas tegas, nyeri tekan

(-)

- Perkusi : Redup bagian perut bawah kanan

- Auskultasi : BU (+), 4 x/menit

Genitalia :

- Inspeksi : Vulva/muara uretra tenang, perdarahan aktif (-)

- Inspekulo : Porsio licin, arah posterior, ukuran portio sebesar ibu jari kaki

dewasa, OUE tertutup, fluxus (-), massa dinding vagina (-), dilakukan pap

smear (+)

- VT Bimanual : Porsio kaku-kenyal, arah posterior, OUE tertutup, uterus

teraba sebesar kepala bayi, pool atas setinggi pertengahan umbilikus pusat,

teraba padat, adneksa parametrium normal, cavum douglas tidak menonjol.

2.4 DIAGNOSIS KLINIS

P4A0H2 + Susp mioma uteri

5
2.5 PEMERIKSAAN LABORATORIUM

2.5.1 Darah rutin (15 Febuari 2020)

HB : 10,9 gr/dl MCV: 70,5 fl

HT : 36,5 % MCH: 21,0 pg

Leukosit : 8.580 /µL MCHC: 29,9 g/dl

Eritrosit 5,18 x 106/ µL

Trombosit : 250.000 /µL

2.5.2. Kimia darah (12 Febuari 2020)

Glukosa sewaktu : 89 mg/dl

Albumin : 4,0 g/dl

AST/ALT : 30/21 IU

Ureum: 15 mg/dl

Kreatinin: 0,80 mg/dl

HbSAg Kualitatif : Reaktif

SD Bioline HIV ½ : Non Reaktif

2.5.3 Hemostasis (12 Februari 2020)

PT 15,0 detik

INR 1,06

APTT 33,5 detik

2.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan USG  Uterus

dengan ukuran membesar (8 cm

x 8,89 cm x 9,25 cm) dan kesan

mioma uteri.

6
2. Sitologi Pap smear  Normal smear, negatif for intraepitelial lesion or

mailgnancy/NILM.

3. Rontgen thoraks  Cor dan pulmo dalam batas normal.

2.7 DIAGNOSIS KERJA :

P4A0H2 + mioma uteri dengan HbsAg Reaktif

2.8 RENCANA TINDAKAN

- Hemodinamik stabil: observasi K/U dan tanda vital

- Rencana miomektomi

- Konsul anestesi

- Konsul penyakit dalam

2.9 PROGNOSA

Dubia

2.10 Laporan Operasi

TANGGAL DAN WAKTU RUANG KELAS


16 Desember 2019 Jam 17.00 VK IGD III
WIB
Nama ahli bedah Nama dokter Nama asisten Nama perawat
dr. Ruza, SpOG anestesi Riri dan Sri Hendra
Dr.Dino, SpAn
DIAGNOSIS PRA OPERASI:
P4A0H2 + mioma uteri multipel + anemia
DIAGNOSIS PASCA OPERASI: Laparatomy histerektomi total + salpingo
ovarectomi sinistra + salpingo ovarectomi dextra + hemostasis
NAMA JENIS OPERASI: HT + SOB + Hemostasis

7
TANGGAL JAM LAMA ANESTESI BERLANGSUNG
OPERASI OPERASI 1 jam
21 Februari 2020 12.00 WIB s/d
13.00 WIB
1. Pasien tidur telentang diatas meja operasi,dalam general anestesi
2. Dipastikan apakah kateter urine lancar, agar kandung kencing tetap kosong.
3. Dilakukan tindakan aseptik untuk membersihkan lapangan operasi dengan
larutan betadin 10 % di daerah abdominalis.
4. Daerah operasi diperkecil dengan menutupkan duk steril.
5. Dilakukan insisi midline 10 cm, dinding abdomen dibuka lapis demi lapis.
6. Tampak massa mioma uteri sebesar kepala bayi berbenjol-benjol (mioma
uteri multiple), kedua adneksa dalam batas normal, perlengketan (-)
7. Diputuskan untuk dilakukan histerektomi total sekaligus melakukan SOB
dengan cara sebagai berikut:
• Menjepit, memotong, dan menjahit Ligamentum rotundum kiri dan kanan
dengan vicryl no 1
• Menjepit, memotong, dan menjahit Ligamentum infundibulo-pelvikum
kiri dan kanan dengan vicryl no 1
• Membuka plika vesiko-uterina, melebarkan ke kiri dan ke kanan atas
sampai lig. Latum terbuka
• Menjepit, memotong, dan menjahit a. uterine kanan dan kiri dengan vicryl
no 1
• Menjepit, memotong, dan menjahit kompleks ligamentum kardinale-
sakrouterina kiri dan kanan
• Puncak vagina dijepit dengan klem 90, dipotong setinggi portio, puncak
vagina dijahit jelujur dengan benang vicril no 1
• Diyakini hemostasis baik, dilakukan reperitonealisasi
8. Diyakini tidak ada perdarahan dan dipastikan hemostasis baik, kavum abdomen
dicuci NACL 0,9%
• Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis sebagai berikut:
• Peritoneum dijahit jelujur dengan chromic no 2.0
• M Rectus abdominus dijahit satu – satu dengan chromic 2.0

8
• Fascia rectus abdominis dijahit jelujur dengan vicryl no 1
• Subcutis dijahit satu – satu dengan chromic 2.0
• Kulit dijahit subkultikuler dengan vicryl 3.0
TinTindakan selesai
INSTRUKSI PERAWATAN PASCA OPERASI
1. Awasi hemodinamik stabil
- Observasi KU, TTV, perdarahan
- IVFD RL : D5 2 : 1, 30 tpm
2. Infeksi
- Cefadroxile tab 2 x 500 mg
- Metronidazol tab 3 x 500 mg
3. Nyeri
- Inj Ketorolac 3 x 30 mg iv
4. DC kateter 48 jam
5. Cek DPL 6 jam post op
6. Diet cukup MC – ML – MB
7. Rawat teratai 1

9
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi

Mioma uteri adalah tumor jinak miometrium uterus dengan konsistensi

padat kenyal, batas jelas, mempunyai pseudo kapsul, tidak nyeri, bisa soliter atau

multipel. Tumor ini juga dikenal dengan istilah fibromioma uteri, leiomioma uteri,

atau uterine fibroid. Mioma uteri bukanlah suatu keganasan dan tidak juga

berhubungan dengan keganasan. Uterus miomatosus adalah uterus yang

ukurannya lebih besar daripada ukuran uterus yang normal yaitu antara 9-12 cm,

dan dalam uterus itu sudah ada mioma uteri yang masih kecil.5

3.2 Epidemiologi

Berdasarkan otopsi, Novak menemukan 27% wanita berumur 25 tahun

mempunyai sarang mioma, pada wanita yang berkulit hitam ditemukan lebih

banyak. Mioma uteri belum pernah dilaporkan terjadi sebelum menarke,

sedangkan setelah menopause hanya kira-kira 10% mioma yang masih

bertumbuh. Diperkirakan insiden mioma uteri sekitar 20 – 30% dari seluruh

wanita. Di Indonesia mioma uteri ditemukan pada 2,39 – 11,7% pada semua

penderita ginekologi yang dirawat. Tumor ini paling sering ditemukan pada

wanita umur 35 – 45 tahun (kurang lebih 25%) dan jarang pada wanita 20 tahun

dan wanita post menopause. Wanita yang sering melahirkan akan lebih sedikit

kemungkinan untuk berkembangnya mioma ini dibandingkan dengan wanita yang

tak pernah hamil atau hanya 1 kali hamil. Statistik menunjukkan 60% mioma uteri

berkembang pada wanita yang tak pernah hamil atau hanya hamil 1 kali.

10
Prevalensi meningkat apabila ditemukan riwayat keluarga, ras, kegemukan dan

nullipara.5

Pada suatu penelitian wanita usia diatas 45 tahun memiliki risiko lebih dari

60%. Prevalensi pasti dari mioma uteri tidak dapat diketahui pasti karena

kebanyakan mioma uteri tidak bergejala dan tidak terdiagnosa.6 Mioma uteri

menjadi indikasi tindakan histerektomi terbanyak yang tercatat lebih dari 600.000

tindakan setiap tahunnya di Amerika serikat dan tindakan bedah mayor tersebut

berkaitan dengan morbiditas dan mortalitas juga berdampak besar pada keuangan

sistem pelayanan kesehatan yang diperkirakan mencapai sekitar 2,2 triliun US

dollar per tahunnya.1 Penelitian Somigliana dan Wise menyatakan bahwa

prevalensi mioma uteri di Eropa lebih rendah dibandingkan dengan di Amerika

serikat hal ini mungkin berkaitan dengan ras. Ras yang paling sering menderita

mioma uteri adalah ras kulit hitam dan ras Asia menjadi ras yang paling jarang

terkena. Pada masa reproduksi, risiko terjadinya mioma bertambah sejalan dengan

umur. Mioma uteri didiagnosa pada 20-25% wanita usai reproduktif dan 30-40%

wanita usia > 40 tahun.7

3.3 Etiologi

Sampai saat ini belum diketahui penyebab pasti mioma uteri dan diduga

merupakan penyakit multifaktorial. Dipercaya bahwa mioma merupakan sebuah

tumor monoklonal yang dihasilkan dari mutasi somatik dari sebuah sel neoplastik

tunggal. Sel-sel tumor mempunyai abnormalitas kromosom lengan 12q13-15. Ada

beberapa faktor yang diduga kuat sebagai faktor predisposisi terjadinya mioma

uteri, yaitu:5

11
1. Umur

Mioma uteri jarang terjadi pada usia kurang dari 20 tahun, ditemukan

sekitar 10% pada wanita berusia lebih dari 40 tahun. Tumor ini paling sering

memberikan gejala klinis antara 35-45 tahun.

2. Paritas

Lebih sering terjadi pada nullipara atau pada wanita yang relatif infertil,

tetapi sampai saat ini belum diketahui apakah infertil menyebabkan mioma uteri

atau sebaliknya mioma uteri yang menyebabkan infertil, atau apakah kedua

keadaan ini saling mempengaruhi.

3. Faktor ras dan genetik

Pada wanita ras tertentu, khususnya wanita berkulit hitam, angka kejadiaan

mioma uteri tinggi. Terlepas dari faktor ras, kejadian tumor ini tinggi pada wanita

dengan riwayat keluarga ada yang menderita mioma.

4. Fungsi ovarium

Diperkirakan ada korelasi antara hormon estrogen dengan pertumbuhan

mioma, dimana mioma uteri muncul setelah menarke, berkembang setelah

kehamilan dan mengalami regresi setelah menopause.

5. Diet/makanan

Terdapat studi yang mengaitkan terjadinya moma uteri dengan komsumsi

seperti daging sapi atau daging merah. Kmsumsi daging sapi atau daging merah

meningkatkan risiko terkena mioma uteri, sedangkan sayuran hijau dapat

menurunkan risiko.

12
6. Indeks massa tubuh (IMT)

Indeks massa tubuh (IMT) adalah nilai yang diambil dari perhitungan

antara berat badan (BB) dengan tinggi badan (TB). IMT dapat menjadi indikator

atau menggambarkan kadar adipositas (timbunan lemak) dalam tubuh seseorang..

Mioma uteri juga sering terjadi pada wanita yang kelebihan Indeks Massa Tubuh.

Hal ini terjadi karena wanita dengan kelebihan lemak tubuh menyebabkan

Universitas Sumatera Utara peningkatan konversi androgen adrenal kepada

estrone dan menurunkan hormone sex-building globulin. Hasilnya menyebabkan

peningkatan estrogen yang menyebabkan terjadinya mioma uteri. Faerstein

mendemonstrasikan bahwa peningkatan IMT secara umum meningkatkan risiko

pertumbuhan dan perkembangan mioma uteri. Peningkatan risiko sebesar 2,3 kali

pada perempuan yang memiliki IMT lebih besar dari 25,4 kg/ 2. Dalam sebuah

penelitian di Amerika Serikat oleh Marshall et al mengemukakan bahwa risiko

mioma uteri meningkat sebanding dengan peningkatan IMT, serta peningkatan

risiko berhubungan dengan penambahan berat badan sejak usia 18 tahun.

Peningkatan IMT berperan dalam terjadinya moma uteri. Hal ini mungkin

berhubungan dengan konversi hormon androgen menjadi estrogen oleh enzim

aromatase di jaringan lemak. Hasilnya terjadi peningkatan jumlah estrogen tubuh,

dimana hal ini dapat meningkatkan prevalensi dan pertumbuhan mioma uteri.

7. Pengaruh hormon

a. Estrogen

Pukka menemukan bahwa reseptor estrogen pada mioma uteri

lebih banyak didapatkan dibandingkan dengan miometrium normal. Meyer

dan De Snoo mengemukakan patogenesis mioma uteri dengan teori cell

13
nest dan genitoblast.8 Apakah estrogen secara langsung memicu

pertumbuhan mioma uteri, atau memakai mediator masih menimbulkan

silang pendapat. Dimana telah ditemukan banyak sekali mediator didalam

mioma uteri, seperti estrogen growth factor, insulin growth factor – 1 (

IGF – 1 ), connexsin – 43 – Gap junction protein dan marker proliferasi.

Awal mulanya pembentukan tumor adalah terjadinya mutasi

somatik dari sel-sel miometrium. Mutasi ini mencakupi rentetan

perubahan pada kromosom, baik secara parsial maupun secara

keseluruhan. Aberasi kromosom ditemukan pada 23-50% dari mioma uteri

yang diperiksa, dan yang terbanyak (36,6%) ditemukan pada kromosom 7

( del ( 7 ) ( q 21 )/ q 21 q 32 ). Keberhasilan pengobatan medikamentosa

mioma uteri sangat tergantung apakah telah terjadi perubahan pada

kromosom atau tidak.9

3.4 Patofisiologi

Mioma merupakan monoklonal dengan tiap tumor merupakan hasil dari

penggandaan satu sel otot. Etiologi yang diajukan termasuk di dalamnya

perkembangan dari sel otot uterus atau arteri pada uterus, dari transformasi

metaplastik sel jaringan ikat, dan dari sel-sel embrionik sisa yang persisten.

Penelitian terbaru telah mengidentifikasi sejumlah kecil gen yang mengalami

mutasi pada jaringan ikat tapi tidak pada sel miometrial normal. Penelitian

menunjukkan bahwa pada 40% penderita ditemukan aberasi kromosom yaitu

t(12;14)(q15;q24).

Meyer dan De Snoo mengajukan teori Cell Nest atau teori genioblast.

Percobaan Lipschultz yang memberikan estrogen kepada kelinci percobaan

14
ternyata menimbulkan tumor fibromatosa baik pada permukaan maupun pada

tempat lain dalam abdomen. Efek fibromatosa ini dapat dicegah dengan

pemberian preparat progesteron atau testoster. Pemberian agonis GnRH dalam

waktu lama sehingga terjadi hipoestrogenik dapat mengurangi ukuran mioma.

Efek estrogen pada pertumbuhan mioma mungkin berhubungan dengan respon

mediasi oleh estrogen terhadap reseptor dan faktor pertumbuhan lain. Terdapat

bukti peningkatan produksi reseptor progesteron, faktor pertumbuhan epidermal

dan insulin like growth factor 1 yang distimulasi oleh estrogen. Anderson dkk,

telah mendemonstrasikan munculnya gen yang distimulasi oleh estrogen lebih

banyak pada mioma daripada miometrium normal dan mungkin penting pada

perkembangan mioma. Namun bukti-bukti masih kurang meyakinkan karena

tumor ini tidak mengalami regresi yang bermakna setelah menopause

sebagaimana yang disangka. Lebih daripada itu tumor ini kadang-kadang

berkembang setelah menopause bahkan setelah ooforektomi bilateral pada usia

dini.5

3.5 Klasifikasi mioma uteri

Klasifikasi mioma dapat berdasarkan lokasi dan lapisan uterus yang

terkena.5

1. Lokasi

- Cerivical (2,6%), umumnya tumbuh ke arah vagina menyebabkan infeksi.

- Isthmica (7,2%), lebih sering menyebabkan nyeri dan gangguan traktus

urinarius.

- Corporal (91%), merupakan lokasi paling lazim, dan seringkali tanpa

gejala.

15
3. Lapisan Uterus

a. Mioma Uteri Submukosa

Mioma submukosa dapat tumbuh bertangkai menjadi polip, kemudian

dilahirkan melalui saluran serviks disebut mioma geburt. Hal ini dapaat

menyebabkan dismenore, namun ketika telah dikeluarkan dari serviks dan

menjadi nekrotik, akan memberikan gejala pelepasan darah yang tidak regular dan

dapat disalahartikan dengan kanker serviks. Dari sudut klinik mioma uteri

submukosa mempunyai arti yang lebih penting dibandingkan dengan jenis yang

lain. Pada mioma uteri subserosa ataupun intramural walaupun ditemukan cukup

besar tetapi sering kali memberikan keluhan yang tidak berarti. Sebaliknya pada

jenis submukosa walaupun hanya kecil selalu memberikan keluhan perdarahan

melalui vagina. Perdarahan sulit untuk dihentikan sehingga sebagai terapinya

dilakukan histerektomi.

b. Mioma Uteri Subserosa

Lokasi tumor di subserosa korpus uteri dapat hanya sebagai tonjolan saja,

dapat pula sebagai satu massa yang dihubungkan dengan uterus melalui tangkai.

Pertumbuhan ke arah lateral dapat berada di dalam ligamentum latum dan disebut

sebagai mioma intraligamenter. Mioma yang cukup besar akan mengisi rongga

peritoneal sebagai suatu massa. Perlengketan dengan usus, omentum atau

mesenterium di sekitarnya menyebabkan sistem peredaran darah diambil alih dari

tangkai ke omentum. Akibatnya tangkai makin mengecil dan terputus, sehingga

mioma akan terlepas dari uterus sebagai massa tumor yang bebas dalam rongga

peritoneum. Mioma jenis ini dikenal sebagai jenis parasitik.

16
c. Mioma Uteri Intramural

Disebut juga sebagai mioma intraepitelial. Biasanya multipel apabila

masih kecil tidak merubah bentuk uterus, tetapi bila besar akan menyebabkan

uterus berbenjol-benjol, uterus bertambah besar dan berubah bentuknya. Mioma

sering tidak memberikan gejala klinis yang berarti kecuali rasa tidak enak karena

adanya massa tumor di daerah perut sebelah bawah. Kadang kala tumor tumbuh

sebagai mioma subserosa dan kadang-kadang sebagai mioma submukosa. Di

dalam otot rahim dapat besar, padat (jaringan ikat dominan), lunak (jaringan otot

rahim dominan). Secara makroskopis terlihat uterus berbenjol-benjol dengan

permukaan halus. Pada potongan, tampak tumor berwarna putih dengan struktur

mirip potongan daging ikan. Tumor berbatas tegas dan berbeda dengan

miometrium yang sehat, sehingga tumor mudah dilepaskan. Konsistensi kenyal,

bila terjadi degenerasi kistik maka konsistensi menjadi lunak.

Bila terjadi kalsifikasi maka konsistensi menjadi keras. Secara histologik

tumor ditandai oleh gambaran kelompok otot polos yang membentuk pusaran,

meniru gambaran kelompok sel otot polos miometrium. Fokus fibrosis,

kalsifikasi, nekrosis iskemik dari sel yang mati. Setelah menopause, sel-sel otot

polos cenderung mengalami atrofi, ada kalanya diganti oleh jaringan ikat. Pada

mioma uteri dapat terjadi perubahan sekunder yang sebagian besar bersifat

degenerasi. Hal ini oleh karena berkurangnya pemberian darah pada sarang

mioma. Perubahan ini terjadi secara sekunder dari atropi postmenopausal, infeksi,

perubahan dalam sirkulasi atau transformasi maligna.

17
Gambar 1. Jenis-jenis mioma uteri

3.6 Gejala klinis

Hampir separuh kasus mioma uteri ditemukan secara kebetulan pada

pemeriksaan ginekologik karena tumor ini tidak mengganggu. Gejala yang timbul

sangat tergantung pada tempat sarang mioma ini berada serviks, intramural,

submukus, subserus), besarnya tumor, perubahan dan komplikasi yang terjadi.

Gejala tersebut dapat digolongkan sebagai berikut:5

a. Perdarahan abnormal

Hipermenoroe, menometroragia adalah merupakan gejala klasik dari

gejala mioma uteri. Dari penelitian multisenter yang dilakukan pada 114 pasien

ditemukan 44% gejala perdarahan, yang paling sering adalah jenis mioma

submukosa, sekitar 65 % wanita dengan mioma mengeluh dismeneroe, nyeri perut

bagian bawah, serta nyeri pinggang. Tergantung dari lokasi dan arah pertumbuhan

mioma, maka kandung kemih, ureter dan usus dapat terganggu, dimana peneliti

melaporkan keluhan disuri ( 14 % ), keluhan obstipasi (13 % ). Mioma uteri

sebagai penyebab infertilitas hanya dijumpai pada 2 – 10 % kasus. Infertilitas

terjadi sebagai akibat obstruksi mekanis dari tuba fallopi. Abortus spontan dapat

18
terjadi bila mioma menghalangi pembesaran uterus, dimana menyebabkan

kontraksi uterus yang abnormal, dan mencegah terlepas atau tertahannya uterus

didalam panggul.10

b. Rasa nyeri

Rasa nyeri bukanlah gejala yang khas tetapi dapat timbul karena gangguan

sirkulasi darah pada sarang mioma, yang disertai nekrosis setempat dan

peradangan. Pada pengeluaran mioma submukosum yang akan dilahirkan, pula

pertumbuhannya yang menyempitkan kanalis servikalis dapat menyebabkan juga

dismenore.

c. Gejala dan tanda penekanan

Gangguan ini tergantung dari besar dan tempat mioma uteri. Penekanan

pada kandung kemih akan menyebabkan poliuri, pada uretra dapat menyebabkan

retensio urine, pada ureter dapat menyebabkan hidroureter dan hidronefrosis, pada

rektum dapat menyebabkan obstipasi dan tenesmia, pada pembuluh darah dan

pembuluh limfe dipanggul dapat menyebabkan edema tungkai dan nyeri panggul.

d. Infertilitas dan abortus

Infertilitas dapat terjadi apabila sarang mioma menutup atau menekan pars

intertisialis tuba, sedangkan mioma submukosum juga memudahkan terjadinya

abortus oleh karena distorsi rongga uterus. Rubin et al, menyatakan bahwa apabila

penyebab lain infertilitas sudah disingkirkan, dan mioma merupakan penyebab

infertilitas tersebut, maka merupakan suatu indikasi untuk dilakukan miomektomi.

19
3.7 Diagnosis

a. Anamnesis

Dalam anamnesis dicari keluhan utama serta gejala klinis mioma lainnya,

faktor resiko serta kemungkinan komplikasi yang terjadi.

b. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan status lokalis dengan palpasi abdomen. Mioma uteri dapat

diduga dengan pemeriksaan luar sebagai tumor yang keras, bentuk yang tidak

teratur, gerakan bebas, tidak sakit.

c. Pemeriksaan penunjang

1. Pemeriksaan laboratorium

Akibat yang terjadi pada mioma uteri adalah anemia akibat

perdarahan uterus yang berlebihan dan kekurangan zat besi. Pemeriksaaan

laboratorium yang perlu dilakukan adalah Darah Lengkap (DL) terutama

untuk mencari kadar Hb. Pemeriksaaan lab lain disesuaikan dengan

keluhan pasien.

2. Imaging

- Pemeriksaaan dengan USG akan didapat massa padat dan homogen pada

uterus. Mioma uteri berukuran besar terlihat sebagai massa pada abdomen

bawah dan pelvis dan kadang terlihat tumor dengan kalsifikasi.

- Histerosalfingografi digunakan untuk mendeteksi mioma uteri yang

tumbuh ke arah kavum uteri pada pasien infertil.

- MRI lebih akurat untuk menentukan lokasi, ukuran, jumlah mioma uteri,

namun biaya pemeriksaan lebih mahal.

20
3.8 Diagnosis banding

Diagnosis banding yang sering dijadikan ialah Tumor abdomen dibagian

bawah atau panggul, inversio uteri, adenomiosis, khoriokarsinoma, karsinoma

korporis, dan juga sarkoma uteri.

Diagnosis banding yang sering dijadikan ialah Tumor abdomen dibagian

bawah atau panggul, inversio uteri, adenomiosis, khoriokarsinoma, karsinoma

korporis, dan juga sekoma uteri. Beberapa sistem organ terdapat pada daerah

panggul seperti genitalia, saluran kemih, saluran pencernaan, dan lain-lain seperti

limfa, otot, pembuluh darah. Seluruh organ tersebut dapat memiliki manifestasi

berupa massa pada abdomen (Tabel 1). Dalam mendiagnosa kasus mioma uteri,

USG gray-scale merupakan pemeriksaan gold standard sebagai modalitas

diagnostik. Magnetic resonance imaging (MRI) juga dapat dilakukan pada kasus-

kasus dengan keadaan klinis yang kompleks. MRI merupakan modalitas paling

sensitif untuk mengevaluasi mioma uteri dengan sensitivitas mendiagnosa mioma

88-93% dan spesifitas 66-91% bahkan MRI dapat mendeteksi mioma hingga

ukuran diameter 5 mm.11,12

Tabel 1. Beberapa penyebab tumor pada daerah pelvis11

Daerah Penyakit
Ovarium Endometriosis
Kista organik dan fungsional
Kanker jinak dan ganas
Metastasis
Tuba Fallopi Abses tuba-ovarium, penyakit radang panggul
Hydroslapinx
Kista-para-ovarium
Kehamilan ektopik
Neoplasma
Uterus Neoplasma badan uterus
Mioma
Malformasi
Saluran pencernaan Abses apendikuler

21
Neoplasma
Diverculitis
Kista mesenterium
Saluran kemih Bladder globe
Tumor buli
Lain-lain Lymphadenopati
Aneusrisma pembuluh darah pelvis
Benda asing
Hematoma
Tumor muskuloskeletal

3.9 Penatalaksanaan

Tidak semua mioma uteri memerlukan pengobatan bedah. Penanganan

mioma uteri tergantung pada umur, status fertilitas, paritas, lokasi dan ukuran

tumor, sehingga biasanya mioma yang ditangani yaitu yang membesar secara

cepat dan bergejala serta mioma yang diduga menyebabkan fertilitas. Secara

umum, penanganan mioma uteri terbagi atas penanganan konservatif dan operatif.

Penanganan konservatif bila mioma berukuran kecil pada pra dan post menopause

tanpa gejala.5

Pengobatan operatif meliputi miomektomi dan histerektomi. Miomektomi

adalah pengambilan sarang mioma saja tanpa pengangkatan uterus. Tindakan ini

dapat dikerjakan misalnya pada mioma submukoum pada myom geburt dengan

cara ekstirpasi lewat vagina. Pengambilan sarang mioma subserosum dapat mudah

dilaksanakan apabila tumor bertangkai. Apabila miomektomi ini dikerjakan

karena keinginan memperoleh anak, maka kemungkinan akan terjadi kehamilan

adalah 30-50%. Histerektomi adalah pengangkatan uterus, yang umumnya

tindakan terpilih. Histerektomi dapat dilaksanakan perabdominan atau

pervaginam. Yang akhir ini jarang dilakukan karena uterus harus lebih kecil dari

telor angsa dan tidak ada perlekatan dengan sekitarnya. Adanya prolapsus uteri

22
akan mempermudah prosedur pembedahan. Histerektomi total umumnya

dilakukan dengan alasan mencegah akan timbulnya karsinoma servisis uteri.

Histerektomi supravaginal hanya dilakukan apabila terdapat kesukaran teknis

dalam mengangkat uterus.5

Gambar 2. Bagan Penatalaksanaan Mioma Uteri4

3.10 Degenerasi mioma uteri

Perubahan sekunder pada mioma uteri yang terjadi sebagian besar bersifat

degenerasi, oleh karena berkurangnya pemberian darah pada sarang mioma.

Perubahan sekunder tersebut antara lain:5

a. Degenerasi jinak

1) Atrofi: ditandai dengan pengecilan tumor yang umumnya terjadi setelah

persalinan atau menopause.

2) Hialin: terjadi pada mioma yang telah matang atau tua di mana bagian

yang semula aktif tumbuh kemudian terhenti akibat kehilangan pasokan

23
nutrisi dan berubah warnanya menjadi kekuningan, melunak atau melebur

menjadi cairan gelatin sebagai tanda terjadinya degenerasi hialin.

3) Kistik: setengah mengalami hialinisasi, hal tersebut berlanjut dengan

cairnya gelatin sehingga mioma konsistensinya menjadi kistik. Adanya

kompresi atau tekanan fisik pada bagian tersebut dapat menyebabkan

keluarnya cairan kista ke kavum uteri, kavum peritonium, atau

retroperitoneum.

4) Kalsifikasi: disebut juga degenerasi kalkareus yang umumnya mengenai

mioma subserosa yang sangat rentan terhadap defisit sirkulasi yang dapat

menyebabkan pengendapan kalsium karbonat dan fosfat di dalam tumor.

5) Septik: dapat menyebabkan mioma mengalami nekrosis dibagian tengah

tumor yang berlanjut dengan infeksi yang ditandai dengan nyeri, kaku

dinding perut, dan demam akut.

6) Kaneus: degenerasi merah yang diakibatkan oleh trombosis yang yang

diikuti dengan terjadinya bendungan vena dan perdarahan sehingga

menyebabkan perubahan warna mioma.

7) Miksomatosa: degenerasi lemak yang terjadi setelah proses degenerasi

hialin dan kistik. Degenerasi ini sangat jarang dan umumnya asimtomatis.

b. Degenerasi ganas

Transformasi ke arah keganasan bisa menjadi miosarkoma yang terjadi

pada 0,1% -0,5% penderita mioma uteri.

24
3.11 Komplikasi

Mioma uteri memiliki beberapa komplikasi yaitu sebagai berikut:4,5

1. Perdarahan Uterus Abnormal (PUA)

Perdarahan Uterus Abnormal (PUA) merupakan suatu istilah yang

menggambarkan perubahan pola ataupun volume menstruasi yang dapat

disebabkan oleh kelainan struktural maupun kelainan non struktural. PUA juga

merupakan gejala yang cukup sering dikeluhkan wanita dengan mioma uteri.

2. Infertilitas

Infertilitas dapat terjadi apabila mioma menutup atau menekan pars

interstialis tiba sedangkan mioma submukosum juga memudahkan terjadinya

abortus karena distorsi rongga uterus. Mioma uteri dapat menyebabkan gangguan

kontraksi ritmik uterus yang diperlukan untuk motilitas sperma dalam uterus.

Gangguan implantasi embrio dapat terjadi pada keberadaan mioma akibat

perubahan histologi endometrium dimana terjadi atrofi karena kompresi massa

tumor.

3. Pada kehamilan

Mioma uteri dapat menyebabkan beberapa komplikasi pada kehamilan

seperti perdarahan selama kehamilan hingga keguguran sekitar 14%. Mioma yang

berukuran besar > 5cm dapat menyebabkan malpresentase pada janin.

4. Terhadap organ sekitar

Tergantung dari lokasi dan arah pertumbuhan mioma, maka kandung

kemih, ureter dan usus dapat terganggu, dimana peneliti melaporkan keluhan

disuri ( 14 % ), keluhan obstipasi (13 % ).

25
BAB IV

PEMBAHASAN

Dari uraian kasus di atas didapatkan permasalahan sebagai berikut :

1. Apa faktor risiko pada pasien ini?

2. Apakah diagnosis pada pasien ini sudah tepat?

3. Apa dignosis banding pada pasien ini?

4. Apakah tata laksana pasien ini sudah tepat?

1. Apa faktor risiko pada pasien ini?

Pada kasus ini pasien berumur 48 tahun. Umumnya mioma uteri tidak

terdeteksi sebelum masa pubertas dan tumbuh selama masa reproduksi. Jarang

sekali mioma uteri ditemukan pada wanita berumur 20 tahun atau kurang, paling

banyak pada wanita berumur 35-50 tahun yaitu kurang lebih 25%. Tingginya

kejadian mioma uteri pada usia 35-50 tahun menunjukkan adanya hubungan

mioma uteri dengan estrogen pada usia reproduksi. Pada usia sebelum menarche

kadar estrogen rendah, dan meningkat pada usia reproduksi, serta akan menurun

pada usia menopause. Hormon estrogen dan progesteron berperan dalam

perkembangan mioma uteri.

2. Apakah diagnosis pada pasien ini sudah tepat?

Diagnosis pada pasien ini ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan

fisik, dan pemeriksaan penunjang. Diagnosa pada pasien ini adalah P4A0H2 +

mioma uteri. Berdasarkan anamnesis didapatkan keluhan utama pada pasien yaitu

benjolan pada perut bagian kanan bawah yang baru disadari pasien 1 bulan

SMRS. Selain itu pasien juga mengeluhkan nyeri pada benjolan dan semakin sakit

jika mengalami haid, sering berkemih, dan sulit BAB.

26
Pada kasus ini anamnesis masih kurang lengkap mengenai riwayat

penyakit dahulu. Pasien sebelumnya pernah dirawat dengan riwayat anemia

dengan Hb 6 gr/dL, pasien mendapat tranfusi 4 kantong PRC. Kemudian pasien

dipulangkan. Pada pemeriksaan fisik didapatkan konjungtiva anemis dan pada

pemeriksaan laboratorium Hb 10,9 gr/dL, MCV 70,5 fl, MCH 21,0 pg, MCHC

29,9 g/dL. Menurut penulis diagnosis anemia mikrositik hipokrom perlu

ditambahkan.

Diagnosis mioma uteri yang ditegakkan pada pasien ini dinilai sudah tepat.

Hal ini dibuktikan dengan adanya massa diperut bagian bawah yang dirasakan,

disertai nyeri terutama saat haid, dan adanya keluhan sering sering berkemih dan

sulit BAK. Pada pasien ini sudah didaptkan gejala klini dengan efek penekanan

yang mendesak organ sekitar seperti buli-buli dan dan usus yang menyebabkan

sering BAK dan sulit BAB. Pemeriksaan fisik pada pasien menjelaskan adanya

massa pada perut bawah kanan sebesar kepalan tangan, keras, imobile.

Pemeriksaan ginekologis inspekulo porsio licin, arah posterior, OUE tertutup,

fluxus (-), dilakukan pap smear (+). Vaginal toucher (VT) bimanual didaptkan

porsio kaku-kenyal, arah posterior, OUE tertutup, uterus teraba sebesar kepala

bayi, pool atas setinggi 1 jari dibawah pusat, teraba padat, adneksa parametrium

normal, cavum douglas tidak menonjol. Sebagai pemeriksaan penunjang

konfirmasi dilakukan pemeriksaan USG dan didapatkan kesan mioma uteri.

USG gray-scale merupakan pemeriksaan gold standard sebagai modalitas

diagnostik. Magnetic resonance imaging (MRI) juga dapat dilakukan pada kasus-

kasus dengan keadaan klinis yang kompleks. MRI merupakan modalitas paling

sensitif untuk mengevaluasi mioma uteri dengan sensitivitas mendiagnosa mioma

27
88-93% dan spesifitas 66-91% bahkan MRI dapat mendeteksi mioma hingga

ukuran diameter 5 mm.11,12 Bila terdapat keraguan dalam diagnosis pada kasus ini,

maka penulis menyarankan untuk melakukan pemeriksan MRI

3. Apa diagnosis banding pada pasien ini?

Pada kasus ini pasien mengeluhkan adanya benjolan pada perut bawah

disertai nyeri terutama saat haid. Benjolan pada perut bawah pada pasien ini

belum tentu murni dari mioma uteri. Penulis membandingkan dengan adenomiosis

yang sama-sama menujukkan adanya pembesaran pada uterus sehingga pada

pemeriksaan abdomen dapat teraba adanya massa. Adenomiosis dan mioma juga

merupakan dua penyakit yang paling sering terjadi misdiagnosis karena gambaran

klinis yang hampir sama.13 Adenomiosis merupakan pembesaran uterus oleh

karena invasi endometrium ke jaringan miometrium yang akan menimbulkan

keluhan nyeri pada perut bagian bawah dan adanya infertilitas pada pasien.

Diagnosa adenomiosis akan semakin mungkin bila pasien memiliki lebih banyak

anak.

Dalam kasus ini, penulis setuju dengan diagnosa mioma. Pada penelitian

yang dilakukan oleh Hanafi, menyatakan bahwa USG transvagina merupakan

pemeriksaan yang sensitif, spesifik dan akurat dalam mendiagnosa mioma uteri

dan mioma uteri beserta adenomiosis. Namun peneltian tersebut menyatakan,

USG transvagina tidak bersifat spesifik mendiagnosa ademiosis. Pada penelitian

tersebut menunjukkan bahwa sensitivitas USG dalam mendiagnosa mioma

mencapai 96,38% dengan spesifitas 96% sedangkan untuk mendiagnosa

adenomiosis adalah 77,78% dan spesifitas 67,2%. Meskipun demikian,

pemeriksaan USG merupakan pemeriksaan yang sangat bergantung pada operator

28
pemeriksa.14 Namun, bila masih terdapat keraguan dalam mendiagnosa pasti

mioma dan adenomiosis pada kasus ini dibutuhkan pemeriksaan histologis atau

MRI. Pada penelitian oleh Togashi et al yang menggunakan MRI dalam

membedakan antara adenomiosis dan leiomioma, MRI dapat mendiagnosa secara

tepat 92 dari 93 kasus dari adenomiosis dan leiomioma.15

4. Apakah tata laksana pasien ini sudah tepat?

Pendekatan pada pilihan terapi dari pasien dengan mioma uteri dapat

dilakukan dengan medikamentosa, pembedahan, dan bahkan dengan teknik

minimal invasif. Namun diantara semua terapi, tindakan terapi definitif adalah

dengan pembedahan yang dapat berupa miomektomi atau histerektomi. Hal ini

karena tatalaksana sangat bergantung pada keadaan saat pasien datang dan

keinginan pasien. Pasien-pasien yang masih muda atau masih ingin memiliki anak

sebaiknya ditawarkan untuk mendapatkan terapi konservatif dengan analgesik dan

hematinics.4,8 Meskipun demikian, pada pasien ini meskipun usianya telah cukup

tua dan memiliki anak yang cukup, pasien dilakukan miomektmi. Penelitian-

penelitian secara konsisten, banyak melaporkan tindakan miomektomi baik open

myomectomy dan laparoscopic myomectomy pada mioma uteri memiliki angka

rekurensi yang tinggi yaitu berkisar 20,7%-76,2% yang kemudian pada beberapa

kasus dilakukan histerektomi.9,10 Sehingga, sebenarnya dapat dipertimbangkan

tindakan histerektomi dimana usia pasien sendiri telah mendekati premenopause

dan faktor anak sudah cukup (2 anak).

Pada pasien ini juga sebenarnya dapat dipertimbangkan untuk melakukan

oophorectomy elektif untuk mencegah kanker ovarium. Kanker ovarium

merupakan kanker terganas kelima pada wanita dengan perkiraan 15.500

29
kematian pada tahun 2013 di Amerika Serikat dan penyebab kematian keempat

pada wanita berusia 40-59.5,16 Mengingat pasien telah memasuki rentang usia ini,

oophorectomy dapat mencegah terjadinya kanker ovarium. Berdasarkan

penelitian, telah diperkirakan bahwa hingga 1000 kasus kanker voarium dapat

idcegah setiap tahunnya atau dapat diturunkan hingga 12% jika oophorectomy

elektif dilakukan pada pasien berusia 40 tahun keatas.5

30
BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

1. Pasien dalam kasus ini memiliki 2 faktor resiko, yaitu nyeri dirasakan saat

haid dan usia pasien yang sudah lebih dari 40 tahun.

2. Langkah penegakan diagnosis pada pasien ini sudah sesuai berdasarkan

anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

3. Kelengkapan status pasien masih belum lengkap

5.2 Saran

1. Pasien yang memiliki faktor resiko terjadinya mioma uteri serta memiliki

gejala seperti perdarahan uterus abnormal dan dismenorea perlu

melakukan pemeriksaan untuk penegakan diagnosis tepat.

2. Sebaiknya status pasien bisa lebih di lengkapi, dengan melampirkan

riwayat keluhan pasien sebelumnya.

31
DAFTAR PUSTAKA

1. Sabry M, Al-Hendy A. Medical Treatment of Uterine Leiomyoma.


Reproductive Sciences. 2012;19(4):339-53.

2. Stewart EA, Cookson CL, Gandolfo RA, Schulze-rath R. Epidemiology of


uterine fibroids: a systematic review. BJOG. 2017;124:1501-12.

3. Pavone D, Clemenza S, Sorbi F, Fambrini M, Petraglia F. Best Practice &


Research Clinical Obstetrics and Gynaecology Epidemiology and Risk
Factors of Uterine Fibroids. Best Pract Res Clin Obstet Gynaecol.
2018;46:3-11.

4. Vilos GA, Allaire C, Laberge P, Leyland N. The Management of Uterine


Leiomyomas. J Obstet Gynaecol Canada. 2015;37(2):157-78.

5. Sutoto J. Tumor Jinak pada Alat-alat Genital dalam Buku Ilmu Kandungan.
Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirodihardjo. 2015. p. 338-45.

6. Brüggmann D, Louwen F, Braun T, Klingelhöfer D, Bauer J, Bendels M, et


al. The uterine fibroid/myoma tumour: analysis of the global research
architecture using density-equalizing mapping. Reproductive biomedicine
online. 2018;36(2):227-38.

7. Sparic R, Mirkovic L, Malvasi A, Tinelli A. Epidemiology of uterine


myomas: a review. International journal of fertility & sterility. 2016;9(4):
424.

8. Thomas EJ. The aetiology and phatogenesis of fibroids. In : Shaw RW ed.
Advences in reproduktive endocrinology uterine fibroids. England-New
Jersey : The Phartenon Publishing Group. 1992. p. 1-8.

9. Friedman AJ, Rein MS, Murugan R, Pandian, Barbieri RL. Fasting serum
growth hormone and insulin like growth factor - I and II concentrations in
women with leiomyomata uteri treated with leuprolide acetate or placebo.
Fertility and Sterility. 1990. p. 53.

10. Baziad A. Pengobatan medikamentosa mioma uteri dengan analog GnRH.


In: Endokrinologi ginekologi edisi kedua. Jakarta : Media Aesculapius FK
UI. 2003. p. 151-6.

11. Alessandrino F, Dellafiore C, Eshja E, Alfano F, Ricci G, Cassani C, et al.


Differential diagnosis for female pelvis masses. InTech. 2012;14:327-54.

12. Khan AT, Shehmar M, Gupta JK. Uterine fibroids: current perspectives. Int
J Women’s Health. 2014;6:95-114.

32
13. Wozniak A, Wozniak S. Ultrasonography of uterine leiomyomas. Prz
Menopauzalny. 2017;16(4):113-7.

14. Hanafi M. Ultrasound diagnosis of adenomyosis, leiomyoma, or combined


with histopathological correlation. J Hum Reprod Sci. 2013;6(3):189-93.

15. Togashi K, Ozasa H, Konishi I, Itoh H, Nishimura K, Fujisawa I, et al.


Enlarged uterus: differentiation between adenomyosis and leiomyoma with
MR imaging. Radiology. 1989;171(2):531-4.

16. Mohamed K, Khaled T. Diagnosis and Management of Formerly Called


"Dysfunctional Uterine Bleeding" According to PALM-COEIN FIGO
Classification and the New Guidelines. J Obstet Gynecol India. 2014:1-6.

33

Anda mungkin juga menyukai