Anda di halaman 1dari 7

PERILAKU ORGANISASI (ORGANIZATION

BEHAVIOUR)

Definisi Perilaku Organisasi


Perilaku Organisasi adalah suatu disiplin ilmu yang mempelajari bagaimana
seharusnya perilaku tingkat individu, tingkat kelompok, serta dampaknya terhadap
kinerja (baik kinerja individual, kelompok, maupun organisasi). Perilaku organisasi
juga dikenal sebagai Studi tentang organisasi. Studi ini adalah sebuah bidang telah
akademik khusus yang mempelajari organisasi, dengan memanfaatkan metode-
metode dari ekonomi, sosiologi, ilmu politik, antropologi dan psikologi. Disiplin-
disiplin lain yang terkait dengan studi ini adalah studi tentang Sumber daya
manusia dan psikologi industri serta perilaku organisasi.

Tinjauan umum
Studi organisasi adalah telaah tentang pribadi dan dinamika kelompok dan konteks
organisasi, serta sifat organisasi itu sendiri. Setiap kali orang berinteraksi dalam
organisasi, banyak faktor yang ikut bermain. Studi organisasi berusaha untuk
memahami dan menyusun model-model dari faktor-faktor ini. Seperti halnya
dengan semua ilmu sosial, perilaku organisasi berusaha untuk mengontrol,
memprediksikan, dan menjelaskan. Namun ada sejumlah kontroversi mengenai
dampak etis dari pemusatan perhatian terhadap perilaku pekerja. Karena itu,
perilaku organisasi (dan studi yang berdekatan dengannya, yaitu psikologi industri)
kadang-kadang dituduh telah menjadi alat ilmiah bagi pihak yang berkuasa.
Terlepas dari tuduhan-tuduhan itu, Perilaku Organisasi dapat memainkan peranan
penting dalam perkembangan organisasi dan keberhasilan kerja.

Sejarah
Meskipun studi ini menelusuri akarnya kepada Max Weber dan para pakar yang
sebelumnya, studi organisasi biasanya dianggap baru dimulai sebagai disiplin
akademik bersamaan dengan munculnya manajemen ilmiah pada tahun 1890-an,
dengan Taylorisme yang mewakili puncak dari gerakan ini. Para tokoh manajemen
ilmiah berpendapat bahwa rasionalisasi terhadap organisasi dengan rangkaian
instruksi dan studi tentang gerak-waktu akan menyebabkan peningkatan
produktivitas. Studi tentang berbagai sistem kompensasi pun dilakukan.
Setelah Perang Dunia I, fokus dari studi organisasi bergeser kepada analisis
tentang bagaimana faktor-faktor manusia dan psikologi mempengaruhi organisasi.
Ini adalah transformasi yang didorong oleh penemuan tentang Dampak Hawthorne.
Gerakan hubungan antar manusia ini lebih terpusat pada tim, motivasi, dan
aktualisasi tujuan-tujuan individu di dalam organisasi.

Model-Model Perilaku Organisasi.

1. Model Autokratis (Autocratic Model)

Model autokratis sangat tergantung pada kekuasaan. Siapa pun yang memerintah
harus memiliki kekuasaan (power) untuk meminta “Anda melakukan ini atau
melakukan itu.” Konsekuensinya adalah seorang karyawan yang tidak tunduk
perintah akan dihukum.

Pada kondisi autokratik, orientasi manajemen adalah bersifat formal dan memiliki
otoritas resmi. Otoritas ini didelegasikan melalui hak memerintah terhadap orang
lain hingga bagaimana dalam penerapannya.

Dalam lingkungan autokratis maka karyawan tunduk kepada boss, bukan


hubungan bawahan dengan manajernya. Nasib karyawan tergantung pada boss,
yang kekuasaannya adalah mengangkat, memecat, dan “memeras keringat”
mereka.

Boss membayar dengan upah minimum, karena kinerja yang diberikan oleh
karyawan mungkin juga rendah. Karyawan dengan terpaksa menerima kenyataan
ini karena tuntutan harus menghidupi dirinya dan anggota keluarga. Beberapa
karyawan memberikan kinerja lebih baik karena adanya dorongan pribadi, atau
karena kagum akan kehebatan boss-nya, karena boss adalah seorang “pemimpin
kharismatik,” atau karena faktor-faktor yang lain.
2. Model Kustodial (The Custodial Model)

Keberhasilan pendekatankustodial tergantung pada sumber daya ekonomi. Tujuan


orientasi manajerial adalah pada pembayaran gaji dan manfaat (benefit). Benefit
adalah istilah di dalam penggajian yang bermakna pendapatan di luar gaji,
misalnya fasilitas kendaraan, rumah, dll.

Karena kebutuhan fisik karyawan telah terpenuhi, pengusaha menggunakan


kebutuhan akan rasa aman (security needs) sebagai kekuatan untuk melakukan
motivasi. Apabila perusahaan tidak memiliki cukup kekayaan untuk menyediakan
pensiun dan pembayaran manfaat (benefit) yang lain bagi karyawan, perusahaan
belum dapat menerapkan model kustodial.

Pendekatan kustodial akan membuat karyawan tergantung pada organisasi. Mereka


tidak lagi tergantung pada kemurahan hati boss, tetapi lebih tergantung pada
organisasi untuk mendapatkan keamanan dan kesejahteraan.

Karyawan yang bekerja di dalam lingkungan kustodial secara psikologis berada


dalam pengaruh ganjaran ekonomi (economic rewards) dan manfaat (benefit).

Akibat perlakuan itu, mereka sangat mapan dan senang. Namun, kesenangan tidak
selalu menghasilkan motivasi yang tinggi; Dia hanya menghasilkan kerjasama
secara pasif. Akibatnya kinerja karyawan pada lingkungan kustodial tidak lebih
baik dibandingkan pada pendekatan autokratik.

3. Model Suportif (Supportive Model)

Model suportif sangat tergantung pada kepemimpinan, dan bukan tergantung pada
kekuasaan atau uang. Melalui kepemimpinan, manajemen menciptakan suatu iklim
untuk mendorong karyawan berkembang dan meraih cita-citanya melalui
organisasi sepanjang mereka mampu.

Para pimpinan berasumsi bahwa para karyawan secara alamiah tidak bersika pasif
dan menentang (resistant) terhadap kebutuhan organisasi, mereka berlaku demikian
hanya apabila iklim kerjanya tidak mendukung. Mereka akan mengambil alih
tanggung jawab, memberikan kontribusi, dan memperbaiki diri sepanjang
manajemen memberi mereka kesempatan. Karena itu orientasi manajemen adalah
untuk mendukung kinerja pekerjaan karyawan, bukan sekadar memberikan gaji
dan manfaat yang memadai seperti halnya dalam pendekatan kustodial.

Karena manajemen mendukung karyawan dalam pekerjaan mereka, perasaan


psikologisnya adalah adanya rasa kebersamaan dan keterlibatan tugas di dalam
organisasi. Karyawan mungkin berkata “kami dan bukan mereka,” ketika merujuk
pada organisasi. Rasa memiliki organisasi sangat tinggi.

Pada model suportif, karyawan lebih termotivasi dibandingkan pada model


sebelumnya karena status mereka dan kebutuhan akan pengakuan lebih terpenuhi.
Mereka memiliki semangat untuk bekerja.

4. Model Kolegial (Collegial Model)

Perluasan dari model suportif adalah model kolegial. Istilah “kolegial,” berkaitan
dengan sekelompok orang yang menganggap diri mereka menjadi satu tubuh untuk
bekerja sama secarakooperatif.

Model kolegial tergantung pada bagaimana manajemen mengembangkan rasa


kemitraan dengan karyawan. Hasilnya adalah karyawan merasa dibutuhkan dan
berguna. Mereka merasakan bahwa para manajer juga memberikan kontribusi,
sehingga adalah mudah untuk menerima dan menghargai peran mereka di
organisasi. Para manajer dipandang sebagai kontributor bersama dan bukan
sebagai bos.

Orientasi manajerialnya adalah mengarah ke kerja tim. Manajemen adalah pelatih


yang membuat tim menjadi lebih baik.

Respon karyawan terhadap situasi ini adalah tanggung jawab. Misalnya karyawan
membuat hasil karya bermutu bukan karena diperintah oleh atasan atau pengawas
akan menghukumnya. Tetapi mereka merasa bahwa sudah menjadi kewajiban
untuk menghasilkan karya bermutu tinggi. Merupakan kewajiban mereka untuk
meningkatkan standar mutu yang akan memberikan nilai pada pekerjaan mereka
dan perusahaan.

Secara psikologis, hasil pendekatan kolegial bagi karyawan adalah adanya disiplin
diri. Rasa bertanggung jawab, disiplin karyawan untuk menggapai prestasi
diumpamakan mirip dengan disiplin anggota tim sepakbola ketika harus berlatih
dan mematuhi aturan main.

Dalam lingkungan demikian, karyawan biasanya merasakan suatu


kepenuhan(fulfillment), kontribusi bermakna(worthwhile contribution), dan
aktualisasi diri(self-actualization), meskipun kadarnya (amount) mungkin
bervariasi dalam berbagai situasi. Aktualisasi diri ini akan menghasilkan kinerja
yang lumayan tinggi.

5. Model Sistem (System Model)

Perilaku organisasi yang lain adalah model sistem. Ini merupakan hasil pencarian
serius akan makna lebih mulia oleh karyawan masa kini; mereka menginginkan
lebih dari sekadar mendapatkan gaji dan keamanan kerja. Karena diminta
menghabiskan sebagian besar waktunya di tempat kerja, mereka mengharapkan
suasana kerja yang beretika, penuh dengan integritas dan kepercayaan, dan
kesempatan untuk mengalami suasana kebersamaan (sense of community) di
antara para rekan sekerja.

Untuk menggapai hal ini, para manajer harus terus meningkatkan rasa peduli dan
belas kasihan, sensitif terhadap kebutuhan pekerja yang berbeda-beda, termasuk
pesatnya perubahan kebutuhan pribadi dan keluarga.

Sebagai akibatnya, banyak karyawan memilih organisasi-organisasi yang efektif,


dan mengatur kembali hubungan perusahaan-karyawan dari sudut pandang sistem.
Mereka secara psikologis merasa memiliki organisasi dan produk atau jasanya.

Mereka melangkah lebih jauh dari disiplin diri pada pendekatan kolegial, hingga
mencapai kondisi mampu memotivasi diri (self-motivation). Selain disiplin,
mereka mampu memotivasi diri. Mereka bertanggungjawab terhadap sasaran dan
tindakan.

Akibatnya kebutuhan karyawan yang harus dipenuhi juga bervariasi termasuk


kebutuhan yang tertinggi. Misalnya kebutuhan akan pengakuan sosial, kebutuhan
akan status, kebutuhan akan harga diri (esteem), kebutuhan akan kemandirian
(autonomy) dan aktualisasi diri.

Karena perusahaan memberikan kesempatan kepada karyawan untuk memenuhi


kebutuhannya melalui pekerjaannya dan memahami perspektif organisasi, model
baru ini dapat meningkatkan ambisi karyawan dan keterikatannya terhadap sasaran
organisasi. Mereka terinspirasi; mereka merasa penting; mereka percaya akan
kegunaan dan kelanggengan sistem demi kebaikan semua.(Eko W)

Faktor Perilaku Organisasi


Ada beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku organisasi, antara lain

1. Peningkatan Kepusan Kerja

Penigkatan kepuasan kerja mempengaruhi perilaku individu dalam organisasi.


Kepuasan kerja suatu individu dipengaruhu oleh hak-hak yang mereka dapatkan
atas pekerjaan yang telah dilaksanakan.

2. Pengurangan kealpaan.

Tindakan tidak masuk kerja yang dilakukan oleh iniviu terhadap organisasi atau
perusahaan berpengruh negative terhadap efektifitas dn efisiensi kerja suatu
organisasi.

3. Penurunan atau turn over

Turn over yang dimaksud disini adalah pengunduran dini pekerja atau anggota
dalam sebuah organisasi tau perusahaan. Yang berpengaruhi terhadap prilaku
organisasi atau perusahaan tersebut.
4. Pningkatan Produktifitas

Suatu organisasi dinyatakan produktif jika mampu mencapai tujunnya dengan baik
dan sesuai dengan target yang telah dilaksanakan. Baik target waktu, biaya dan
hasil .Produktifitas dalam organisasi ini dapat mempengruhi perilaku organisasi
dimana produktifitas itu brkaitan dengan efisiensi dan efektifitas kinerja suatu
organisasi atau perusahaan.

Anda mungkin juga menyukai