Penghambatan sintesis protein adalah berupa penghambatan dari proses translasi dan
transkripsi material genetic mikroorganisme. Menghambat atau melambat sintesis protein
berarti mengurangi akumulasi protein salah dilipat dalam sel, yang mengurangi stres pada sel
dan memungkinkan sintesis protein untuk kembali normal. Sintesis protein dapat dihambat
oleh antibiotik seperti Klindamisin, Tetrasiklin, Spektinomisin, Khloramfenikol, Neomisin,
Streptomisin, Kanamisin, Eritromisin, Oleandomisin, Tilosin dan Linkomisin.
1. 1. TETRASIKLIN
Tetrasiklin umumnya bersifat bakteriostatik dan merupakan bakteri yang berspektrum luas.
Antibioik ini memiliki mekanisme masuk ke dalam sel bakteri yang diperantai oleh transport
protein. Tetrasiklin dapat melakukan pengikatan ke subunit 30s ribosom dengan menghambat
amino asil-tRNA mRNA sehingga menghambat sintesis protein. Faktor penghambat
penyerapan tetrasiklin adalah Makanan (kecuali dosisiklin dan minosiklin), pH tinggi,
pembentukan kompleks dengan Ca+, Mg 2+, Fe2+, Al 3+ yang terdapat dalam susu dan
antacid. Golongan tetrasiklin yang pertama ditemukan adalah klortetrasiklin diisolasi dari
Streptomyces aureofaciens. Kemudian oksitetrasiklin berasal dari Streptomycesrimosus.
Tetrasiklin dibuat secara semisintetik dari klortetrasiklin. Golongan tetrasiklin termasuk
antibiotik yang terutama bersifat bakteriostatik dan bekerja dengan jalan menghambat sintesis
protein kuman.
Tetrasiklin pertama kali ditemukan oleh Lloyd Conover. Berita tentang Tetrasiklin yang
dipatenkan pertama kali tahun 1955. Tetrasiklin merupakan antibiotika yang memberi
harapan dan sudah terbukti menjadi salah satu penemuan antibiotika penting. Antibiotika
golongan tetrasiklin yang pertama ditemukan adalah Klortetrasiklin yang dihasilkan oleh
Streptomyces aureofaciens. Kemudian ditemukan Oksitetrasiklin dari Streptomyces rimosus.
Tetrasiklin sendiri dibuat secara semisintetik dari Klortetrasiklin, tetapi juga dapat diperoleh
dari spesies Streptomyces lain.
Pada umumnya efek antimikroba golongan Tetrasiklin sama (sebab mekanisme kerjanya
sama), namun terdapat perbedaan kuantitatif dari aktivitas masing-masing derivat terhadap
kuman tertentu. Hanya mikroba yang cepat membelah yang dipengaruhi antibiotika
Tetrasiklin. Spektrum Antibiotik Tetracyclines merupakan antibiotik spekturm luas.
Tetracyclines juga efektif terhadap organisme lain selain bakteri. Tetracyclines bersifat
bakteriostatik danmerupakan obat pilihan untuk infeksi yang disebabkan batang Gram (+)
(corinebacteriumacnes), batang Gram (-) (H.influenza, V. cholera), enterobacteriaceae,
chlamydia sp.,spirochaeta, mycoplasma pneumonia.C.
Resistensi
Nyeri ulu hati, sering disebabkan iritasi mucosa gaster. Hal ini dapatdiatasi jika obat
dimakan dengan makanan.
Klasifikasi jaringan ; penumpukan di tulang dan gigi primer terjadi saat proses
klasifikasi jaringan pada anak-anak dalam masa pertumbuhan. Halini menyebabkan
diskolorisasi dan hipoplasia gigi. Penggunaan padawanita hamil dan anak kurang dari
8 tahun harus dihindari.
Hepatotoksik ; terjadi pada pemberian tetracyclines dengan dosis yangtinggi, terutama
jika terdapat riwayat pyelonephritis.
Phototoxic ; terjadi ketika pasien yang menkonsumsi tetracyclines terpapar sinar
matahari atau sinar UV. Toksisitas ini sering ditemukan jikadikonsumsi dengan
doxycycline dan demeclocycline.
2. KLORAMFENIKOL
v Kloramfenikol ikatan antara tRNA dengan acceptorsite dari sub unit ribosom 50S ≠
interaksi antara peptidyltransferase dengan substrat asam amino danpembentukan ikatan
peptida≠sintesis protein danpertumbuhan bakteri.
Chloramphenicol mengikat ribosom bakteri sub unit 50s dan menghambat sintesa protein
pada reaksi transferase peptidil.B.
Chloramphenicol adalah antibiotik spektrum luas, yang aktif tidak hanya terhadap bakteri
tetapi juga terhadap microorganisme lain, seperti rickettsiae.
1. C. Resistensi
1.Anemia; anemia hemolitik terjadi pada pasien-pasien dengan kadar enzim glukosa6-fosfat
dehidrogenase.2.Grey baby syndrome; efek samping ini terjadi pada neo-natus jika dosis
yangdiberikan berlebih. Ditandai dengan poor feeding yang dilanjutkan dengan terjadinya
cyanosis dan kematian.
3. AMINOGLIKOSID
Semua anggota aminoglikosida diketahui menghambat sintesis protein bakteri dengan
mekanisme yang ditentukan untuk streptomisin. Aminoglikosid bersifat bakterisidal yang
terutama tertuju pada basil gram negatif yang aerobik. Sedang aktifitas terhadap
mikroorganisme anaerobik atau bakteri fakultatif dalam kondisi anaerobik rendah sekali.
amino yang salah ke dalam peptide, sehingga menyebabkan suatu keadaan nonfungsi atau
toksik protein
Termasuk golongan obat ini ialah streptomisin, neomisin, kanamisin, amikasin, gentamisin,
tobramisin, netilmisin dan sebagainya. Pengaruhnya menghambat sintesis protein sel mikroba
dengan jalan menghambat fungsi ribosom. Pada umumnya obat golongan ini mempunyai
reaksi toksik berupa ototoksik dan nefrotoksik.
Neomysin
Neomysin merupakan antibiotik berspektrum luas dan bersifat bakterisidal serta peka
terhadap bakteri gram negatif. Mikroorganisme yang rentan biasanya dihambat oleh
konsentrasi 5 hingga 10 µg/ml atau kurang. Spesies gram negatif yang sangat peka adalah
E.coli, Enterobacter erogenes dan Proteus vulgaris. Mikroorganisme gram positif yang dapat
dihambat meliputi S. aureus dan M. tuberculosis. Neomysin sulfat (MYCIFRADIN) tersedia
untuk penggunaan topikal dan oral.
Kanamisin
Streptomysin
Streptomisin bersifat bakterisidal yang berikatan dengan komponen ribosom 30s dan
menyebabkan kode pada mRNA, dan salah dibaca oleh tRNA pada waktu sintesis protein.
Antibiotik ini bersifat peka terhadap bakteri gram negatif. Akibatnya akan terbentuk protein
yang abnormal dan nonfungsional bagi sel mikroba. Streptomysin saat ini digunakan untuk
pengobatan infeksi yang tidak lazim, pada umumnya dalam bentuk kombinasi dengan
senyawa antimikroba yang lain. Streptomisin diperoleh dari streptomyces griseus oleh
Waksman (1943) dan digunakan untuk pengobatan tubercolosis.
1. C. Resistensi
Resistensi dapat terjadi karena tiga hal :1.Penurunan pengambilan; tidak adanya oxygen
dependent transport system untuk aminoglycosides.2.Kurangnya reseptor; ribosomal 30s sub
unit memiliki afinitas yang rendahterhadap aminoglycosides.3.Modifikasi enzim; plasmid
yang membawa R.factor yang mengkode pembentukan enzim (contoh: asetil transferase,
nucleotidyltransferase dan phosphotransferase) merubah dan menginaktifkan antibiotik
aminoglycosides.Setiap tipe enzim memiliki spesifikasi tersendiri terhadap substrat
antibiotik:netilmicin dan amikacin tidak terlalu rentan terhadap enzim in dibandingantibiotik
lain dalam group ini.
ototoksik; berhubungan langsung dengan kadar dalam plasma yang tinggidan lama
terapi. Efek samping ini mungkin irreversible terutama jika pasien diberi obat lain
yang bersifat ototoksik seperti furosemid
Nefrotoksik
Paralisis Neuromuskuler; efek samping ini sering terjadi setelah pemberian
intraperitonial atau intrapleural dengan dosis tinggi.Kontraindikasi untuk pasien
dengan myasthenia gravis.-Reaksi alergi; dermatitis kontak sering terjadi akibat reaksi
tubuh terhadapneomycin topikal.
4. ERITROMISIN
1. C. Resistensi
Antibiotik adalah obat yang dipergunakan untuk menghambat pertumbuhan bakteri penyebab
infeksi.
Obat ini telah digunakan untuk melawan infeksi berbagai bakteri pada tumbuhan, hewan, dan
manusia sejak tahun 1930-an.
Antibiotik hanya melawan infeksi bakteri dan tidak bekerja melawan infeksi virus, seperti flu,
pilek, sakit tenggorokan, gondok, bronkhitis, dll.
Antibiotik yang dipergunakan untuk mengobati infeksi virus malah bisa membahayakan
tubuh.
Hal ini karena setiap kali dosis antibiotik diambil virus tidak terpengaruh, malah sebaliknya,
terjadi peningkatan kekebalan bakteri terhadap antibiotik.
Bakteri yang kebal dengan antibiotik tidak dapat dibunuh dengan obat tersebut pada dosis
yang sama.
Inilah sebabnya mengapa setiap orang harus mengikuti petunjuk yang diberikan oleh dokter
sebelum mengambil antibiotik.
Penisilin, sebagai antibiotik pertama, ditemukan secara tidak sengaja oleh Alexander Fleming
dari kultur jamur.
Saat ini terdapat lebih dari 100 jenis antibiotik yang digunakan dokter untuk menyembuhkan
infeksi ringan sampai parah.
Dari 100 zat antibiotik yang diproduksi secara alami dan sintetis, sangat sedikit yang telah
terbukti aman dan efektif.
Ada berbagai cara untuk mengklasifikasikan antibiotik. Salah satunya adalah dengan
mengklasifikasikan antibiotik berdasarkan efek pada bakteri.
Namun, dalam artikel ini kita akan melihat klasifikasi antibiotik berdasarkan pada struktur
kimianya.
Jenis ntibiotik yang dikategorikan berdasarkan struktur kimia adalah sebagai berikut:
– Penisilin (Penicillins)
– Sefalosporin (Cephalosporins)
– Aminoglikosida (Aminoglycosides)
– Makrolid (Macrolides)
– Sulfonamida (Sulfonamides)
– Fluoroquinolones
– Tetrasiklin (Tetracyclines)
– Polipeptida (Polypeptides)
1. Penisilin (Penicillins)
Penisilin atau antibiotik beta-laktam adalah kelas antibiotik yang merusak dinding sel bakteri
saat bakteri sedang dalam proses reproduksi.
Penisilin adalah kelompok agen bakterisida yang terdiri dari penisilin G, penisilin V,
ampisilin, tikarsilin, kloksasilin, oksasilin, amoksisilin, dan nafsilin.
Antibiotik ini digunakan untuk mengobati infeksi yang berkaitan dengan kulit, gigi, mata,
telinga, saluran pernapasan, dll.
Sebagian orang mungkin mengalami alergi terhadap penisilin dengan keluhan ruam atau
demam karena hipersensitivitas terhadap antibiotik.
Seringkali penisilin diberikan dalam kombinasi dengan berbagai jenis antibiotik lainnya.
2. Sefalosporin (Cephalosporins)
Sefalosporin, seperti penisilin, bekerja dengan mengganggu pembentukan dinding sel bakteri
selama reproduksi.
Namun, antibiotik ini mampu mengobati berbagai infeksi bakteri yang tidak dapat diobati
dengan penisilin, seperti meningitis, gonorrhea, dll.
Dalam kasus dimana orang sensitif terhadap penisilin, maka sefalosporin bisa diberikan
sebagai alternatif.
Namun, dalam banyak kasus, ketika seseorang alergi terhadap penisilin, maka kemungkinan
besar dia akan alergi terhadap sefalosporin juga.
Ruam, diare, kejang perut, dan demam adalah efek samping dari antibiotik ini.
3. Aminoglikosida (Aminoglycosides)
Karena efektif dalam menghambat produksi protein bakteri, aminoglikosida diberikan antara
lain untuk mengobati tifus dan pneumonia.
Meskipun efektif dalam mengobati bakteri penyebab infeksi, terdapat risiko bakteri semakin
tahan terhadap antibiotik ini.
Makrolida mencegah biosintesis protein bakteri dan biasanya diberikan untuk mengobati
pasien yang sangat sensitif terhadap penisilin.
Makrolida memiliki spektrum lebih luas dibandingkan dengan penisilin dan digunakan untuk
mengobati infeksi saluran pernafasan, infeksi saluran lambung, dll.
Ketidaknyamanan pencernaan, mual, dan diare adalah beberapa efek samping dari makrolida.
Selain itu, wanita hamil dan menyusui tidak boleh mengonsumsi makrolida.
5. Sulfonamida (Sulfonamides)
Obat ini efektif mengobati infeksi ginjal, namun sayangnya memiliki efek berbahaya pada
ginjal.
Untuk mencegah pembentukan kristal obat, pasien harus minum sejumlah besar air. Salah
satu obat sulfa yang paling sering digunakan adalah gantrisin.
6. Fluoroquinolones
Karena dapat diserap dengan sangat baik oleh tubuh, fluoroquinolones dapat diberikan secara
oral.
Antibiotik ini dianggap relatif aman dan banyak digunakan untuk mengobati infeksi saluran
kemih dan saluran pernapasan.
Namun, fluoroquinolones diduga mempengaruhi pertumbuhan tulang. Itu sebab, obat ini
tidak direkomendasikan untuk wanita hamil atau anak-anak.
Efek samping yang sering timbul meliputi mual, muntah, diare, dll
Tetrasiklin adalah antibiotik spektrum luas yang digunakan untuk mengobati berbagai infeksi
seperti infeksi telinga tengah, saluran pernafasan, saluran kemih, dll.
Pasien dengan masalah hati harus hati-hati saat mengambil tetrasiklin karena dapat
memperburuk masalah.
Polipeptida dianggap cukup beracun sehingga terutama digunakan pada permukaan kulit saja.
Ketika disuntikkan ke dalam kulit, polipeptida bisa menyebabkan efek samping seperti
kerusakan ginjal dan saraf.[
Antibiotik: mekanisme cara kerja dan klasifikasinya
24.September.undefined
Kemampuan suatu terapi antimikrobial sangat bergantung kepada obat, pejamu, dan agen
penginfeksi.[1] Namun dalam keadaan klinik hal ini sangat sulit untuk diprediksi mengingat
kompleksnya interaksi yang terjadi di antara ketiganya.[2] Namun pemilihan obat yang sesuai
dengan dosis yang sepadan sangat berperan dalam menentukan keberhasilan terapi dan
menghindari timbulnya resistansi agen penginfeksi.[3]
Antibiotik adalah segolongan senyawa, baik alami maupun sintetik, yang mempunyai efek
menekan atau menghentikan suatu proses biokimia di dalam organisme, khususnya dalam
proses infeksi oleh bakteri.[4] Literatur lain mendefinisikan antibiotik sebagai substansi yang
bahkan di dalam konsentrasi rendah dapat menghambat pertumbuhan dan reproduksi bakteri
dan fungi.[5] Berdasarkan sifatnya (daya hancurnya) antibiotik dibagi menjadi dua:
1. Antibiotik yang bersifat bakterisidal, yaitu antibiotik yang bersifat destruktif terhadap
bakteri.
2. Antibiotik yang bersifat bakteriostatik, yaitu antibiotik yang bekerja menghambat
pertumbuhan atau multiplikasi bakteri.
Cara yang ditempuh oleh antibiotik dalam menekan bakteri dapat bermacam-macam, namun
dengan tujuan yang sama yaitu untuk menghambat perkembangan bakteri. Oleh karena itu
mekanisme kerja antibiotik dalam menghambat proses biokimia di dalam organisme dapat
dijadikan dasar untuk mengklasifikasikan antibiotik sebagai berikut:[6]
1. Antibiotik yang menghambat sintesis dinding sel bakteri. Yang termasuk ke dalam
golongan ini adalah Beta-laktam, Penicillin, Polypeptida, Cephalosporin, Ampicillin,
Oxasilin.
a) Beta-laktam menghambat pertumbuhan bakteri dengan cara berikatan pada enzim DD-
transpeptidase yang memperantarai dinding peptidoglikan bakteri, sehingga dengan demikian
akan melemahkan dinding sel bakteri Hal ini mengakibatkan sitolisis karena
ketidakseimbangan tekanan osmotis, serta pengaktifan hidrolase dan autolysins yang
mencerna dinding peptidoglikan yang sudah terbentuk sebelumnya. Namun Beta-laktam (dan
Penicillin) hanya efektif terhadap bakteri gram positif, sebab keberadaan membran terluar
(outer membran) yang terdapat pada bakteri gram negatif membuatnya tak mampu
menembus dinding peptidoglikan.[7]
d) Cephalosporin (masih segolongan dengan Beta-laktam) memiliki mekanisme kerja yang
hampir sama yaitu dengan menghambat sintesis peptidoglikan dinding sel bakteri. Normalnya
sintesis dinding sel ini diperantarai oleh PBP (Penicillin Binding Protein) yang akan berikatan
dengan D-alanin-D-alanin, terutama untuk membentuk jembatan peptidoglikan. Namun
keberadaan antibiotik akan membuat PBP berikatan dengannya sehingga sintesis dinding
peptidoglikan menjadi terhambat.[8]
f) Penicillin jenis lain, seperti Methicillin dan Oxacillin, merupakan antibiotik bakterisidal
yang digunakan untuk menghambat sintesis dinding sel bakteri. Penggunaan Methicillin dan
Oxacillin biasanya untuk bakteri gram positif yang telah membentuk kekebalan (resistansi)
terhadap antibiotik dari golongan Beta-laktam.
g) Antibiotik jenis inhibitor sintesis dinding sel lain memiliki spektrum sasaran yang lebih
luas, yaitu Carbapenems, Imipenem, Meropenem. Ketiganya bersifat bakterisidal.
2. Antibiotik yang menghambat transkripsi dan replikasi. Yang termasuk ke dalam
golongan ini adalah Quinolone, Rifampicin, Actinomycin D, Nalidixic acid, Lincosamides,
Metronidazole.
b) Rifampicin (Rifampin) merupakan antibiotik bakterisidal yang bekerja dengan cara
berikatan dengan β-subunit dari RNA polymerase sehingga menghambat transkripsi RNA
dan pada akhirnya sintesis protein.[11] Rifampicin umumnya menyerang bakteri spesies
Mycobacterum.
c) Nalidixic acid merupakan antibiotik bakterisidal yang memiliki mekanisme kerja yang
sama dengan Quinolone, namun Nalidixic acid banyak digunakan untuk penyakit demam
tipus.
d) Lincosamides merupakan antibiotik yang berikatan pada subunit 50S dan banyak
digunakan untuk bakteri gram positif, anaeroba Pseudomemranous colitis. Contoh dari
golongan Lincosamides adalah Clindamycin.
e) Metronidazole merupakan antibiotik bakterisidal diaktifkan oleh anaeroba dan berefek
menghambat sintesis DNA.
3. Antibiotik yang menghambat sintesis protein. Yang termasuk ke dalam golongan ini
adalah Macrolide, Aminoglycoside, Tetracycline, Chloramphenicol, Kanamycin,
Oxytetracycline.
4. Antibiotik yang menghambat fungsi membran sel. Contohnya antara lain Ionimycin dan
Valinomycin. Ionomycin bekerja dengan meningkatkan kadar kalsium intrasel sehingga
mengganggu kesetimbangan osmosis dan menyebabkan kebocoran sel.[14]
5. Antibiotik yang menghambat bersifat antimetabolit. Yang termasuk ke dalam golongan
ini adalah Sulfa atau Sulfonamide, Trimetophrim, Azaserine.
a) Pada bakteri, Sulfonamide bekerja dengan bertindak sebagai inhibitor kompetitif
terhadap enzim dihidropteroate sintetase (DHPS).[15] Dengan dihambatnya enzim DHPS ini
menyebabkan tidak terbentuknya asam tetrahidrofolat bagi bakteri.[16] Tetrahidrofolat
merupakan bentuk aktif asam folat[17], di mana fungsinya adalah untuk berbagai peran
biologis di antaranya dalam produksi dan pemeliharaan sel serta sintesis DNA dan protein.
[18] Biasanya Sulfonamide digunakan untuk penyakit Neiserria meningitis.
b) Trimetophrim juga menghambat pembentukan DNA dan protein melalui penghambatan
metabolisme, hanya mekanismenya berbeda dari Sulfonamide. Trimetophrim akan
menghambat enzim dihidrofolate reduktase yang seyogyanya dibutuhkan untuk mengubah
dihidrofolat (DHF) menjadi tetrahidrofolat (THF).
Yang perlu diperhatikan dalam pemberian antibiotik adalah dosis serta jenis antibiotik yang
diberikan haruslah tepat. Jika antibiotik diberikan dalam jenis yang kurang efektif atau dosis
yang tanggung maka yang terjadi adalah bakteri tidak akan mati melainkan mengalami
mutasi atau membentuk kekebalan terhadap antibiotik tersebut.