BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Aborsi merupakan salah satu topik yang selalu hangat dan menjadi
perbincangan di berbagai kalangan masyarakat, di banyak tempat dan di
berbagai negara, baik itu di dalam forum resmi maupun forum-forum non-
formal lainnya. Sebenarnya, masalah ini sudah banyak terjadi sejak zaman
dahulu, di mana dalam penanganan aborsi, cara-cara yang digunakan meliputi
cara-cara yang sesuai dengan protokol medis maupun cara-cara tradisional,
yang dilakukan oleh dokter, bidan maupun dukun beranak, baik di kota-kota
besar maupun di daerah terpencil.
BAB 2
ISI
2.1 Definisi Aborsi
Gugur kandungan atau aborsi (bahasa Latin: abortus) adalah berhentinya
kehamilan sebelum usia kehamilan 20 minggu yang mengakibatkan kematian
janin. Apabila janin lahir selamat (hidup) sebelum 38 minggu namun setelah
20 minggu, maka istilahnya adalah kelahiran prematur.
Aborsi adalah tindakan untuk mengakhiri kehamilan dengan pengeluaran
hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup diluar kandungan. Itu merupakan
pengertian aborsi secara medis atau dalam ilmu kedokteran. Aborsi juga dalam
pengertian negatif didefinisikan sebagai pengguguran kandungan secara
sengaja karena tidak menginginkan janin tersebut (biasanya sering terjadi pada
wanita yang hamil diluar nikah).
Menurut Eastman, abortus adalah keadaan terputusnya suatu kehamilan
dimana fetus sanggup hidup sendiri di luar uterus. Belum sanggup diartikan
apabila fetus itu beratnya terletak antara 400-1000 gram, atau usia kehamilan
kurang dari 28 minggu.
Menurut Jeffcoat, abortus adalah pengeluaran dari hasil konsepsi
sebelum usia kehamilan 28 minggu, yaitu fetus belum viable by law.
Menurut Holmer, abortus adalah terputusnya kehamilan sebelum minggu
ke 16, dimana proses plasentasi belum selesai.
Dari beberapa defisini diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian aborsi
adalah suatu tindakan yang dilakukan untuk mengakhiri suatu kehamilan (oleh
akibat-akibat tertentu) sebelum buah kehamilan tersebut mampu untuk hidup
di luar kandungan/kehamilan yang tidak dikehendaki atau diinginkan.
2.2 Macam-macam Aborsi
Di kalangan ahli kedokteran dikenal tiga macam abortus (keguguran
kandungan) yakni :
1) Aborsi Spontan/ Alamiah atau Abortus Spontaneus
2) Aborsi Buatan/ Sengaja atau Abortus Provocatus Criminalis
3) Aborsi Terapeutik/ Medis atau Abortus Provocatus Therapeuticum
3
4
upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu hamil atau janinnya, dapat dilakukan
tindakan medis tertentu. Dengan demikian jelas bagi kita bahwa melakukan
abortus buatan dapat merupakan tindakan kejahatan, tetapi juga bisa
merupakan tindakan ilegal yang dibenarkan undang-undang.
2.4 Hukum Aborsi dalam KUHP
Menurut hukum - hukum yang berlaku di Indonesia, aborsi atau
pengguguran janin termasuk kejahatan, yang dikenal dengan istilah “ Abortus
Provocatus Criminalis ”
Yang menerima hukuman adalah :
1. Ibu yang melakukan aborsi
2. Dokter atau bidan atau dukun yang membantu melakukan aborsi
3. Orang - orang yang mendukung terlaksananya aborsi
Beberapa pasal yang terkait adalah :
a. Pasal 229
1. Barang siapa dengan sengaja mengobati seorang wanita atau
menyuruhnya supaya diobati, dengan diberitahukan atau ditimbulkan
harapan, bahwa karena pengobatan itu hamilnya dapat digugurkan,
diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau denda
paling banyak tiga milyar rupiah.
2. Jika yang bersalah, berbuat demikian untuk mencari keuntungan, atau
menjadikan perbuatan tersebut sebagai pencarian atau kebiasaan, atau
jika dia seorang tabib, bidan atau juru obat, pidananya dapat ditambah
sepertiga.
3. Jika yang bersalah, melakukan kejahatan tersebut, dalam menjalani
pencarian maka dapat dicabut haknya untuk melakukan pencarian itu.
b. Pasal 314
Seorang ibu yang, karena takut akan ketahuan melahirkan anak, pada saat
anak dilahirkan atau tidak lama kemudian, dengan sengaja merampas
nyawa anaknya, diancam, karena membunuh anak sendiri, dengan pidana
penjara paling lama tujuh tahun.
c. Pasal 342
6
Seorang ibu yang, untuk melaksanakan niat yang ditentukan karena takut
akan ketahuan bahwa akan melahirkan anak, pada saat anak dilahirkan
atau tidak lama kemudian merampas nyawa anaknya, diancam, karena
melakukan pembunuhan anak sendiri dengan rencana, dengan pidana
penjara paling lama sembilan tahun.
d. Pasal 343
Kejahatan yang diterangkan dalam pasal 341 dan 342 dipandang, bagi
orang lain yang turut serta melakukan, sebagai pembunuhan atau
pembunuhan dengan rencana.
e. Pasal 346
Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan
kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana
penjara paling lama empat tahun.
f. Pasal 347
1. Barangsiapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan
seorang wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara
paling lama dua belas tahun.
2. Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, dikenakan
pidana penjara paling lama lima belas tahun.
g. Pasal 348
1. Barangsiapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan
seorang wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara
paling lama lima tahun enam bulan.
2. Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, dikenakan
pidana penjara paling lama tujuh tahun.
h. Pasal 349
Jika seorang tabib, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan
yang tersebut pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan
salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka
pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga
7
dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencarian dalam mana kejahatan
dilakukan.
2.5 Abortus dalam indikasi medis
Diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia, No 36 Tahun 2009
tentang Kesehatan.
1. Pasal 75
dinyatakan sebagai berikut:
(1). Setiap orang dilarang melakukan aborsi
(2). Larangan pada ayat (1) dapat dikecualikan berdasarkan:
Indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik
yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin yang menderita penyakit genetik
beratdan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga
menyulitkan
(3) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dpt dilakukan
setelah melalui konseling dan/atau penasehatan pra tindakan dan diakhiri
dengan konseling pasca tindakan yang dilakukan oleh konselor yang
kompeten dan berwenang
(4) Tindakan lebih lanjut mengenai indikasi kedaruratan medis dan
perkosaan, sebagaimana dimaksud pada ayat(2) dan ayat (3) diatur dengan
Peraturan Pemerintah
1. Pasal 76
Aborsi sebagaimana dimaksud dalam pasal 75 hanya dapat dilakukan :
1. Sebelum kehamilan berumur 6 muinggu dihitung dari hari pertama haid
terakhir, kecuali dalam hal kedaruratan medis
2. Oleh tenaga kesehatan yang memiliki ketrampilan dan kewenangan yang
memiliki sertifikat yang ditetapkan oleh menteri
3. Dengan persetujuan ibu hamil yg bersangkutan
4. Dengan izin suami, kecuali korban perkosaan dan
5. Penyedia layanan kesehatan yg memenuhi syarat yg ditetapkan oleh
menteri
8
2. Pasal 77
Pemerintah wajib melindungi dan mencegah perempuan dari aborsi
sebagaimana dimaksud dalam pasal 75 ayat (2) dan ayat (3) yang tidak
bermutu, tidak aman, dan tidak bertanggung jawab serta bertentangan dengan
norma agama dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
3. Pasal 194 (ketentuan pidana)
Setiap orang yang dengan sengaja melakukan aborsi tidak sesuai dengan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) terpidana dengan
pidana penjara paling lama 10 tahun dan denta paling banyak
Rp1.000.000.000,00 ( satu milyar rupiah)
2.6 Membedakan Abortus Buatan Legal dan Ilegal, Kaitannya Dengan Proses
Pembuktian
Dari penjabaran di atas secara gamblang kita dapat membedakan antara
abortus buatan legal dan ilegal. Abortus buatan legal, yaitu abortus buatan
yang sesuai dengan ketentuan-ketentuan sebagaimana diatur dalam pasal 15
UU No.23 Tahun 1992 tentang kesehatan, yakni harus memenuhi anasir
sebagai berikut :
a. Berdasarkan indikasi medis yang mengharuskan diambilnya tindakan
tersebut;
b. Oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenagan;
9
”Saya akan menghormati hidup insani sejak saat pembuahan : oleh karena itu
Abortus buatan dengan indikasi medik, hanya dapat dilakukan dengan syarat-
syarat berikut”:
1. Pengguguran hanya dilakukan sebagai suatu tindakan terapeutik.
2. Suatu keputusan untuk menghentikan kehamilan, sedapat mungkin
disetujui
secara tertulis oleh dua orang dokter yang dipilih berkat kompetensi
profesional mereka.
3. Prosedur itu hendaklah dilakukan seorang dokter yang kompeten di
instalasi
yang diakui oleh suatu otoritas yang sah.
4. Jika dokter itu merasa bahwa hati nuraninya tidak memberanikan ia
melakukan pengguguran tersebut, maka ia hendak mengundurkan diri dan
menyerahkan pelaksanaan tindakan medik itu kepada sejawatnya yang lain
yang kompeten.
5. Selain memahami dan menghayati sumpah profesi dan kode etik, para
tenaga
kesehatan perlu pula meningkatkan pemahaman agama yang dianutnya.
Melalui pemahaman agama yang benar, diharapkan para tenaga kesehatan
dalam menjalankan profesinya selalu mendasarkan tindakannya kepada
tuntunan agama.
BAB 3
PENUTUP
15
3.1 Simpulan
Aborsi dikatakan sebagai pengguguran kandungan yang di sengaja yang
saat ini menjadi masalah yang hangat diperdebatkan. Terdapat beberapa jenis
aborsi seperti aborsi spontan / alamiah, aborsi buatan/sengaja, dan aborsi
terapeutik/medis. Aborsi dapat terjadi karena beberapa alasan, yaitu: terlalu
banyak anak, riwayat kehamilan yang lalu, anak masih kecil, hamil di umur yang
terlalu tua, tidak siap jadi ibu, masih sekolah, mementingkan karir serta alasan
lainnya seperti kelainan pertumbuhan hasil konsepsi, kelainan pada plasenta,
faktor ibu berupa penyakit kronis, kelainan yang terjadi pada organ kelamin ibu.
Berdasarkan asas autonomy (otonomi), keputusan aborsi yang diambil
pada kasus aborsi adalah hak klien (orang yang melakukan aborsi). Tetapi, pada
kasus aborsi ilegal seperti contoh, hal tersebut melanggar asas beneficience (asas
manfaat / berbuat baik) sebab aborsi ilegal bukan perbuatan baik dan dapat
membahayakan kesehatan pelaku aborsi tersebut. Sehingga solusi yang dapat
dilakukan seperti bidan harus meningkatkan mutu pelayanan dengan cara
mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang kesehatan,
masyarakat harus bisa berfikir secara rasional dan mengkaji semua pelayanan
yang diberikan oleh bidan, terjalinnya komunikasi yang baik antara bidan dengan
klien, keluarga harus berperan aktif dalam setiap pengambilan keputusan tindakan
yang akan dilakukan oleh bidan sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan
yang berlaku di Indonesia.
3.2 Saran
Bidan sebagai salah satu tenaga pelaksana yang dapat melakukan tindak
aborsi, dengan adanya kode etik diharapkan dalam melakukan setiap pelayanan
kepada klien yang ingin melakukan aborsi, sebaiknya tetap memperhatikan
Peraturan Perundang-undangan yang berlaku serta melihat dan
mempertimbangkan dalam memberikan tindakan aborsi tersebut.
15