bangsa”
Dewasa ini kata revolusi mental banyak bergema di negeri merah putih ini,
banyak unsur – unsur publik yang menyadari perubahan seperti ini harus segera di
berlakukan, tak heran presiden pertama kita yang menyulut agar perubahan secara
cepat dalam istilah ini revolusi sangat tepat di dalamnya mengandung spirit
perubahan cepat dan mendasar saat itu, karena republik Indonesia baru saja
siuman dari penjajahan, melihat pemimpin kita terdahulu Bung Karno
membangun Indonesia dengan cara-cara yang revolusioner. Tentu dalam
praktiknya, kepemimpinan revolusioner ala Bung Karno dan versi Jokowi secara
kaidah sama, namun memiliki perbedaan. Jika revolusi Bung Karno lebih berbau
fisik, sedangkan revolusi versi Jokowi lebih kepada mental. Ini seperti yang
diungkapan Bung Karno, "Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah,
tapi perjuanganmu jauh akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri."
Ungkapan tersebut tentu benar karena musuh terbesar kita saat ini justru mental
korup elite politik. Maraknya praktik suap, korupsi, dan penyalahgunaan
wewenang yang dilakukan beberapa elite politik kita belakangan adalah musuh
besar yang bisa membuat bangsa ini terpuruk. Musuh semacam ini tentu jauh
lebih sulit dibasmi karena sulit terdeteksi secara kasat mata. Itulah alasan gagasan
revolusi versi Jokowi bukanlah hanya revolusi dalam artian fisik, melainkan juga
mental bangsa.
Banyak anggota dewan yang baru - baru ini sedang mengalami kasus, kerap kali
figure terdepan masyarakat ini menjadi sorotan karena dinilai tidak mampu
mewakili aspirasi masyarakat padahal pada saat kampanye para anggota dewan ini
selalu membuaikan angan-angan masyarakat dengan memberikan janji-janji masa
depan yang lebih cerah dari matahari di ujung timur bagi masyarakat. Selain itu
juga kasus-kasus korupsi yang membelit pejabat-pejabat seakan menampar
nilainilai luhur yang didengung-dengungkan oleh para pendahulu kita. Bagaimana
tidak seorang yang dianggap sebagai tauladan malah mencederai kode etik
seorang pemimpin. Hal ini yang menjadi permasalahan terbesar bagi negeri
berparas surga ini karena mental terjajah yang masih melekat di jiwa oknum-
oknum pemangku kekuasaan.
Dibutuhkan sosok untuk membangkitkan gelora bangsa yang sedang terpuruk ini.
Seorang pemimpin yakni sebagaimana pengertian berikut Pemimpin (leader)
melakukan tindakan-tindakan yang menunjukkan kepemimpinan (leadership).
Memimpin pada hakekatnya melayani, bukan dilayani (Ndraha:1999) semua itu
tergantung karakter dan mental individu sendiri, perubahan sifat dari dilayani
menjadi melayani ini membuat negara dan masyarakat merindukan sosok
pemimpin perubahan yang mengatasnamakan rakyat dan mengabdikan diri kepada
rakyat.
Kepemimpinan saat ini yang selalu diperbaiki agar menjadi pamong praja yang
berdaya saing dalam hal ini mentalitas dan cara berpikir yang dimiliki adalah
pemimpin tak bergantung pada suatu pihak dalam hal ini kita diberikan
kedewasaan dan tanggung jawab dan mandiri, pantang menyerah terhadap
keadaan dan yang paling inti adalah menganggap kendala sebagai peluang untuk
maju dan berdaya saing, inilah yang harus diperhatikan secara khusus bukan
berjibaku dalam suatu tatanan patologi pemerintahan yang menjamur di era yang
sangat modern ini yang menjadi pekerjaan rumah karena kita ditantang bukan
hanya bersaing dengan orang dalam tetapi kita juga dituntut berkompetisi dengan
orang luar secara garis besar mereka lebih siap menghadapi MEA ( Masyarakat
Ekonomi Asian), problematika yang ada di negeri kita sekarang ini membuat kita
kurang percaya diri untuk menghadapinya. Babak baru ini sejatinya jauh lebih
berat karena Kepemimpinan Indonesia harus melakukan perubahan secara
keseluruhan dan harus mampu metransformasikan kepemimpinan sesuai yang
dibutuhkan rakyat saat ini.
1 Labolo, Muhadam. Memahami ilmu pemerintahan : suatu kajian, teori, konsep, dan
pengembangannya. 2010, hal. 98