Anda di halaman 1dari 6

“Kepemimpinan Revolusioner dalam kesiapan membangun

bangsa”

"Revolusi Mental adalah suatu gerakan untuk menggembleng manusia Indonesia


agar menjadi manusia baru, yang berhati putih, berkemauan baja, bersemangat
elang rajawali, berjiwa api yang menyala-nyala." Itulah adalah gagasan revolusi
mental yang pertama kali dilontarkan oleh Presiden Soekarno pada Peringatan
Hari Kemerdekaan 17 Agustus 1956.

Dewasa ini kata revolusi mental banyak bergema di negeri merah putih ini,
banyak unsur – unsur publik yang menyadari perubahan seperti ini harus segera di
berlakukan, tak heran presiden pertama kita yang menyulut agar perubahan secara
cepat dalam istilah ini revolusi sangat tepat di dalamnya mengandung spirit
perubahan cepat dan mendasar saat itu, karena republik Indonesia baru saja
siuman dari penjajahan, melihat pemimpin kita terdahulu Bung Karno
membangun Indonesia dengan cara-cara yang revolusioner. Tentu dalam
praktiknya, kepemimpinan revolusioner ala Bung Karno dan versi Jokowi secara
kaidah sama, namun memiliki perbedaan. Jika revolusi Bung Karno lebih berbau
fisik, sedangkan revolusi versi Jokowi lebih kepada mental. Ini seperti yang
diungkapan Bung Karno, "Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah,
tapi perjuanganmu jauh akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri."
Ungkapan tersebut tentu benar karena musuh terbesar kita saat ini justru mental
korup elite politik. Maraknya praktik suap, korupsi, dan penyalahgunaan
wewenang yang dilakukan beberapa elite politik kita belakangan adalah musuh
besar yang bisa membuat bangsa ini terpuruk. Musuh semacam ini tentu jauh
lebih sulit dibasmi karena sulit terdeteksi secara kasat mata. Itulah alasan gagasan
revolusi versi Jokowi bukanlah hanya revolusi dalam artian fisik, melainkan juga
mental bangsa.

Banyak anggota dewan yang baru - baru ini sedang mengalami kasus, kerap kali
figure terdepan masyarakat ini menjadi sorotan karena dinilai tidak mampu
mewakili aspirasi masyarakat padahal pada saat kampanye para anggota dewan ini
selalu membuaikan angan-angan masyarakat dengan memberikan janji-janji masa
depan yang lebih cerah dari matahari di ujung timur bagi masyarakat. Selain itu
juga kasus-kasus korupsi yang membelit pejabat-pejabat seakan menampar
nilainilai luhur yang didengung-dengungkan oleh para pendahulu kita. Bagaimana
tidak seorang yang dianggap sebagai tauladan malah mencederai kode etik
seorang pemimpin. Hal ini yang menjadi permasalahan terbesar bagi negeri
berparas surga ini karena mental terjajah yang masih melekat di jiwa oknum-
oknum pemangku kekuasaan.

Dibutuhkan sosok untuk membangkitkan gelora bangsa yang sedang terpuruk ini.
Seorang pemimpin yakni sebagaimana pengertian berikut Pemimpin (leader)
melakukan tindakan-tindakan yang menunjukkan kepemimpinan (leadership).
Memimpin pada hakekatnya melayani, bukan dilayani (Ndraha:1999) semua itu
tergantung karakter dan mental individu sendiri, perubahan sifat dari dilayani
menjadi melayani ini membuat negara dan masyarakat merindukan sosok
pemimpin perubahan yang mengatasnamakan rakyat dan mengabdikan diri kepada
rakyat.

Praktik revolusi mental adalah jiwa pemimpin berintegritas, mau bekerja


keras, dan punya semangat gotong-royong. Penerapan revolusi mental pada
kepemimpinan inilah yang seharusnya di perpadukan antara kepimpinan dan
revolusi mental dilihat dari sudut pandang lain kepemimpinan revolusioner
berwatak membangun dan sarat kebaruan. Kepemimpinan revolusioner mampu
memberikan konsep-konsep penyelesaian masalah tidak untuk konsumsi pribadi
tetapi demi kesejahteraan rakyat luas.

Sebagai konsekuensi perubahan dimaksud, kebutuhan terhadap


kepemimpinan pemerintahan yang kuat sekaligus simpul pengikat perbedaan dari
pusat hingga level bawah memungkinkan berjalannya pemerintahan secara stabil.
Kondisi demikian membutuhkan kepemimpinan pemerintahan yang di dukung
secara de fakto maupun de jure. Secara de fakto, kepemimpinan pamong praja
yang berevolusi mental diharapkan dapat menjembatani kebutuhan masyarakat
pada pemerintah. Secara de jure, kemampuan managerial pamong praja
diharapkan dapat mewujudkan tujuan pemerintah sebagai representasi paling
konkrit dari negara. Perbedaan karakteristik masalah yang dihadapi membutuhkan
pembentukan pamong praja yang khas guna menjamin terselenggaranya tugas-
tugas kepemimpinan pemerintahan dilapangan1.

Berbagai cara yang dimiliki seorang revolusioner namun membutuhkan Praktik


kepemimpinan revolusioner kita lihat apa yang diterapkan versi Jokowi bisa
ditunjukkan dengan cara mewujudkan agenda-agenda fresh from the oven ini,
sebagaimana janji kampanye saat pilpres kemarin:

1. Mewujudkan zaken cabinet, kabinet yang profesional dan ahli dalam


penerapannya . Hal ini sudah berjalan dan selanjutnya melangkah
mewujudkan kepemimpinan revolusioner yang sesungguhnya karena dengan
sistem zeken ini menghilangkan apa itu yang dinamakan pemerintah yang
berdinasti.
2. Banyak bekerja daripada bicara, model kepemimpinan revolusioner biasanya
lebih menitikberatkan aspek kerja ketimbang retorika apabila hal ini terlaksana
maka dapat menjadi pembeda dari model kepemimpinan sebelumnya yang
lebih banyak beretorika.
3. Melaksanakan mandat rakyat, tentunya presiden dipilih oleh rakyat dan
diperuntukan untuk rakyat bukan untuk seolah olah membahagiakan partai
pengusung.
4. Melakukan perubahan dalam waktu cepat, kepemimpinan revolusioner yang
melekat adalah persoalan perubahan. Perubahan yang dimaksud ini tentu tidak
sekadar perubahan, namun harus cepat dan tepat bagaimana mampu
menciptakan gebrakan-gebrakan untuk perbaikan bangsa yang mendunia.
Kepemimpinan Pamong Praja yang revolusioner dalam kasus ini
membangun birokasi dari dimensi perangkat personel, diarahkan pada
peningkatan kompetensi dan profesionalisme sumber daya manusia aparatur
pemerintah daerah2 para pemimpin pemerintah daerah yang sangat berperan

1 Labolo, Muhadam. 2011. Pamong Praja terhadap kepemimpinan pemerintahan Indonesia


http://muhadamlabolo.wordpress.com/2011/02/08/analisis-relevansi-basis-rekrutmen-
pamongpraja-terhadap-kepemimpinan-pemerintahan-indonesia/
dalam perubahan revolusi ini, karena semua sudah diwujudkan dalam UU No.
23 tahun 2014 bahwa pemerintah daerah saat ini berluasa mengatur

dan mengerjakan rumah tangganya sendiri, selanjutnya dalam kepemimpinan


pamong praja memang ada nilai nilai yang harus di terapkan dalam suatu
kepemimpinan individu ada nilai – nilai dipegang dalam gerakan kepemimpinan
pamong praja berdasar Revolusi Mental yaitu jujur, berkarakter dan bertanggung
jawab.
Perubahan secara menyeluruh ini yang membuat Revolusi Mental dan
sosok figure Kepemimpinan Pamong Praja diharapkan tercipta dalam kehidupan
sehari-hari, pembentukan karakter Kepemimpinan Pamong Praja yang
revolusioner sebagai ujung roda pemerintahan yang menjadi garda terdepan dalam
perubahan revolusi ini dalam penyelenggaran roda pemerintahan, pembangunan
dan kemasyarakatan sehingga mental yang tercipta pada kader kader yang
memiliki jiwa yang ksatria memiliki kemampuan kenegarawan dan memberikan
pelayanan bagi kepentingan masyarakat. Memang tak mudah membentuk sebuah
mentalmental negarawa walaupun sangat berat tetapi dengan optimisme bahwa
sekalipun melahirkan negarawan membutuhkan waktu lama bahkan mungkin
seratus tahun kemudian, namun lewat lembaga pendidikan berkualitas dimanapun
kita berharap negarawan tadi dapat dilahirkan dan dibentuk (was born and
created)1 namun inilah yang menjadi tantangan kedepan kita mampu dan bisa
mematahkan semua tantangan yang ada, dibentuk agar adanya perubahan diri
yang berarti karakter dan sikap individu dan memiliki suatu tujuan atau prinsip,
tapi hal yang perlu diperhatikan adalah kekhasan individu dengan kualitas moral,
integritas, ketegaran, serta kekhasan potensi diri dan tentunya kapasitas sebagai
pemimpin.

2 Widodo, Joko. Membangun birokrasi berbasis kinerja. 2005, hal.185


1 Labolo, Muhadam. Kekosongan etikalitas Pemerintahan, 2013, hal.166
Kepemimpinan revolusioner merupakan kepemimpinan yang memiliki tujuan
kedepan dan pengimplementasian karena itu sesungguhnya aspek mendasar dalam
kepemimpinan ini diartikan seorang pemimpin tidak hanya dituntut menciptakan
visi atau gagasan segar untuk bangsa, tapi juga harus mampu
mengimplementasikan visi dan gagasan tersebut di lapangan karena sebagai
pelayan masyarakat yang dalam hal ini individu belum mampu memenuhi
kebutuhannya sendiri secara wajar, maka diperlukan intervensi dari pemerintah
untuk mendorong pada kehidupan yang semakin baik di kemudian hari bagi upaya
menjaga stabilitas kehidupan anggota masyarakatnya, kapan, dimanapun ia
berada1

Kepemimpinan saat ini yang selalu diperbaiki agar menjadi pamong praja yang
berdaya saing dalam hal ini mentalitas dan cara berpikir yang dimiliki adalah
pemimpin tak bergantung pada suatu pihak dalam hal ini kita diberikan
kedewasaan dan tanggung jawab dan mandiri, pantang menyerah terhadap
keadaan dan yang paling inti adalah menganggap kendala sebagai peluang untuk
maju dan berdaya saing, inilah yang harus diperhatikan secara khusus bukan
berjibaku dalam suatu tatanan patologi pemerintahan yang menjamur di era yang
sangat modern ini yang menjadi pekerjaan rumah karena kita ditantang bukan
hanya bersaing dengan orang dalam tetapi kita juga dituntut berkompetisi dengan
orang luar secara garis besar mereka lebih siap menghadapi MEA ( Masyarakat
Ekonomi Asian), problematika yang ada di negeri kita sekarang ini membuat kita
kurang percaya diri untuk menghadapinya. Babak baru ini sejatinya jauh lebih
berat karena Kepemimpinan Indonesia harus melakukan perubahan secara
keseluruhan dan harus mampu metransformasikan kepemimpinan sesuai yang
dibutuhkan rakyat saat ini.

1 Labolo, Muhadam. Memahami ilmu pemerintahan : suatu kajian, teori, konsep, dan
pengembangannya. 2010, hal. 98

Anda mungkin juga menyukai