Anda di halaman 1dari 36

ETIKA PESERTA DIDIK

PERSPEKTIF ILMU DAN HADITS TARBAWI

MAKALAH
Diajukan sebagai syarat untuk Memenuhi salah satu Tugas Mata Kuliah Ilmu dan
Hadits Tarbawi
Dosen pengampu : Dr. H. Maslani, M.Ag

Oleh :
Rohmah Tiningsih (NIM : 2190040067)

PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


PROGRAM PASCASARJANA
UIN SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG
2019 M/1441 H
KATA PENGANTAR

‫السالم عليكن ورحمة هللا وبركاته‬

Segala puji bagi Allah yang telah memberikan berbagai nikmat pada
makhluk-Nya, sehingga nikmat yang selalu tercurah merupakan keharusan
makhluk untuk mensyukurinya. Shalawat dan Salam semoga tetap tercurah
limpahkan keharibaan baginda Muhammad SAW, yang syafaatnya selalu dinanti
oleh umatnya.
Syukur Alhamdulillaah, ucapan sebagai bentuk rasa syukur atas nikmat
yang Allah beri, penyusun akhirnya bisa menyelesaikan makalah ini sebagai tugas
terstruktur pada mata kuliah Ilmu dan Hadits Tarbawi.
Dalam penyusunan makalah ini, penyusun tentu melibatkan banyak pihak,
oleh karena itu, penyusun mengucapkan banyak terima kasih, khususnya kepada
Dosen Pembimbing mata kuliah Ilmu dan Hadits Tarbawi, Bp. Dr. H. Maslani,
M.Ag, yang telah mengarahkan dan mengampu kami dalam perkuliahan ini.
Arahan dan nasihat selalu kami butuhkan untuk menjadikan kami lebih baik ke
depannya.
Dan penyusunpun memohon maaf jika dalam penyusunan ini masih
banyak kekurangannya, karena, penyusun hanyalah insan biasa yang tak pernah
luput akan salah dan lupa. Kata terakhir dari penyusun, semoga dengan makalah
yang telah disajikan ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

‫والسالم عليكن ورحة هللا وبركاته‬


Bandung, 20 Desember 2019
Penyusun

Etika Peserta Didik Perspektif Hadits Tarbawi | 1


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Peserta didik adalah setiap orang yang menerima pengaruh dari
seseorang atau kelompok yang menjalankan kegiatan pendidikan. Peserta didik
merupakan unsur manusiawi yang penting dalam kegiatan interaksi edukatif, ia
sebagai objek sekaligus sebagai subjek pendidikan.
Dalam proses pendidikan, peserta didik merupakan salah satu komponen
manusiawi yang menempati posisi sentral, karena peserta didiklah yang
menjadi pokok persoalan dan sebagai tumpuan perhatian untuk diarahkan
menuju suatu tujuan.
Dalam dunia pendidikan, dibutuhkan penanaman nilai-nilai etika sejak
dini penting dilakukan guna melahirkan generasi penerus yang baik dan sesuai
dengan nilai-nilai luhur bangsa dan agama. Hal yang demikian bertujuan
menciptakan masa depan yang tetap manusiawi. Maksudnya adalah mendidik
peserta didik agar menjadi manusia dewasa yang cakap, berguna bagi agama,
masyarakat, nusa dan bangsa. Proses belajar mengajar antara pendidik dan
peserta didik yang penuh akan niali-nilai etika sudah semestinya menjadi
tujuan utama dalam sistem pendidikan Indonesia.
Fenomena etika di negara yang mayoritas penduduknya muslim ini masih
cukup nampak jelas. Indikator-idikator itu dapat diamati dalam kehidupan
sehari- hari seperti pergaulan bebas, tindak kriminal, kekerasan, korupsi,
manipulasi, penipuan, serta perilaku-perilaku tidak terpuji lainnya, sehingga
sifat-sifat terpuji seperti rendah hati, toleransi, kejujuran, kesetiaan, kepedulian,
saling bantu, kepekaan sosial, tenggang rasa, dan etika terhadap guru yang
merupakan jati diri bangsa sejak berabad-abad lamanya seolah menjadi barang
mahal.
Ironisnya perhatian dari dunia pendidikan Nasional terhadap akhlak atau
budi pekerti peserta didik dapat dikatakan masih sangat kurang, lantaran
orientasi pendidikan masih cenderung mengutamakan dimensi pengetahuan.

Etika Peserta Didik Perspektif Hadits Tarbawi | 2


Yakni, mengutamakan kecerdasan intelegensi dan keterampilan fisiknya, namun
kurang menekankan nilai-nilai etika dan mental spiritualnya, serta kecerdasan
emosional. Akibatnya, kini tidak sedikit peserta didik yang terlibat tawuran,
tindakan kriminal, pencurian, penodongan, penyimpangan seksual, penyalah
gunaaan obat-obatan terlarang dan sebagainya.
Etika dalam perkembangan di era modernisme seperti sekarang ini
menempati posisi yang sangat penting dalam kehidupan. Sebab, apabila peserta
didik mempunyai etika yang baik, maka akan sejahtera lah lahir dan batinnya.
Akan tetapi apabila etikanya buruk, maka rusaklah lahirnya atau batinnya. Para
orang tua ketika dihadapkan dengan arus teknologi yang sarat akan nilai-nilai
negatif, cenderung mengarahkan anaknya kepada nilai-nilai keagamaan yang
penuh akan nilai-nilai etika.
Dalam proses belajar mengajar, jika seorang pendidik lepas dari nilai-
nilai etis yang di usung oleh Islam (al-Qur‟an dan Sunnah), maka hasil yang
akan diraih adalah dekadensi etika yang seperti halnya kita lihat bersama dewasa
ini. Nilai-nilai yang diusung tidak lah sama dengan ungkapan “membentuk
Negara Islam dengan penerapan syariat Islam”, namun maksud dari penerapan
nilai-nilai etika yang di maksud adalah melirik kembali proses belajar ala Islam
yang telah lama tergantikan dengan metode ala Barat. Lebih-lebih mampu
mengkomparasikan nilai-nilai positif pendidikan ala barat dengan nilai-nilai
etika Islam yang telah ada.
Dari permasalahan di atas, penulis menganggap penting dan merasa
tertarik untuk memberikan jawaban mengenai permasalahan etika peserta didik
dengan tinjauan hadis-hadis pendidikan. Harapan besar setelah adanya kajian
ilmu dan hadis tarbawi tentang etika peserta didik ini bisa sedikit memberikan
sinar pelengkap bagi pendidikan yang ada di Indonesia.

B. Rumusan Masalah
Setelah mengetahui latar belakang masalah di atas, maka penulis
menyusun makalah ini dengan rumusan sebagai berikut :
1. Apa definisi etika dan peserta didik?

Etika Peserta Didik Perspektif Hadits Tarbawi | 3


2. Bagaimana etika peserta didik menurut para tokoh muslim?
3. Bagaimana etika peserta didik perspektif hadits tarbawi?

C. Tujuan Penulisan Makalah


Makalah ini disusun dengan tujuan sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui definisi etika dan peserta didik
2. Untuk mengetahui etika peserta didik menurut para tokoh muslim
3. Untuk mengetahui etika peserta didik perspektif hadits tarbawi.

Etika Peserta Didik Perspektif Hadits Tarbawi | 4


BAB II
KAJIAN TEORI

A. Definisi Etika Dan Peserta Didik


1. Definisi Etika
Etika berasal dari bahasa Yunani ethos (kata tunggal) yang berarti
tempat tinggal, padang rumput, kandang, kebiasaan, adat, watak, sikap,
cara berpikir. Bentuk jamaknya adalah ta etha, yang berarti adat istiadat.
Dalam hal ini, kata etika sama pengertianya dengan moral. Moral berasal
dari kata latin: Mos (bentuk tunggal), atau mores (bentuk jamak) yang
berarti adat istiadat, kebiasaan, kelakuan, watak, tabiat, akhlak, cara
hidup.1
Menurut Bertens ada dua pengertian etika: sebagai praktis dan
sebagai refleksi. Sebagai praktis, etika berarti nilai- nilai dan norma norma
moral yang baik yang dipraktikkan atau justru tidak dipraktikkan,
walaupun seharusnya dipraktikkan. Etika sebagai praktis sama artinya
dengan moral atau moralitas yaitu apa yang harus dilakukan, tidak boleh
dilakukan, pantas dilakukan. Etika sebagai refleksi adalah pemikiran
moral.2
Adapun menurut Burhanuddin Salam, istilah etika berasal dari kata
latin, yakni ethic, sedangkan dalam bahasa Greek, ethikos yaitu a body of
moral principle or value ethic, arti sebenarnya ialah kebiasaan, habit.
Jadi, dalam pengertian aslinya, apa yang disebutkan baik itu adalah yang
sesuai dengan kebiasaan masyarakat (pada saat itu)3. Menurut Webster
Dictionary, secara etimologis, etika adalah suatu disiplin ilmu yang
menjelaskan sesuatu yang baik dan yang buruk, mana tugas atau kewajiban
moral, tau bisa juga mengenai kumpulan prinsip atau nilai moral4.

1
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf Dan Karakter Mulia (Jakarta: Raja Grafindo, 2012).
2
K. Bertenz, Etika (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2007)
3
Muhammad Alfan, Filsafat Etika Islam (Bandung: CV Pustaka Setia, 2011)
4
Hamzah Ya’kub, Etika Islam: Pembinaan Akhlakul Karimah, (Suatu Pengantar) (Bandung:
CV.Diponegoro, 1993)

Etika Peserta Didik Perspektif Hadits Tarbawi | 5


Dari penjelasan para tokoh di atas, dapat penulis simpulkan bahwa
pengertian etika atau moral adalah aturan mengenai sikap perilaku dan
tindakan manusia yang hidup bermasyarakat. Etika ini juga bisa sebagai
seperangkat prinsip moral yang membedakan antara yang baik dan yang
buruk. Dalam masyarakat, kita tidak hidup sendiri sehingga harus ada
aturan yang dilaksanakan setiap orang agar kehidupan bermasyarakat
berjalan dengan aman, nikmat, dan harmonis. Tanpa aturan ini, kehidupan
bisa seperti neraka, atau seperti di rimba yang kuat akan menang dan yang
lemah akan tertindas.

2. Definisi Peserta Didik


Peserta didik adalah ucapan yang bersifat umum untuk orang yang
sedang belajar/menuntut ilmu. Mengenai penyebut istilah peserta didik ini
ada juga yang menyebut dengan istilah siswa, murid, pelajar, anak didik,
mahasiswa. Adapun pengertian peserta didik menurut undang-undang No.
20 tahun 2003 adalah anggota masyarakat yang berusaha
mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia
pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu.5
Sedangkan menurut Abuddin Nata, bahwapeserta didika adalah
orang yang tengah memerlukan pengetahuan atau ilmu, bimbingan, dan
pengarahan.6 Pengertian peserta didik ini dapat dipahami karena ia
merupakan orang yang menghendaki agar dapatilmu pengetahuan,
pengalaman dan kepribadian yang baik untuk bekal hidupnya agar
bahagia di dunia dan akhirat dengan jalan belajar yang giat dan sungguh-
sungguh.
Istilah lain yang berkaitan dengan peserta didik dalam pendidikan
Islam adalah al-thalib. Kata ini berasal dari bahasa Arab, yaitu thalaba-
yathlubu, thalaban, thalibun yang mengandung arti orang yang mencari

5
Untuk lebih jelas lihat Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional Bab I pasal 1 point 4.
6
Abuddin Nata, Prespektig Islam Tentang Pola Hubungan Guru dan dan Murid, (Jakarta:
Rajawali Press, 2001), hal. 50.

Etika Peserta Didik Perspektif Hadits Tarbawi | 6


sesuatu.7Berdasarkan pengertian di atas dapat dipahami bahwa seorang
pelajar adalah orang yang tengah mencari ilmu pengetahuan, keterampilan
dan pembentukan karakter tertentu. Untuk itu, pengertian peserta didik
dengan istilah thalib lebih bersifat aktif, mandiri, kreatif dan tidak terlalu
bergantung pada guru. Dan istilah thalib ini lebih cocok untuk istilah
mahasiswa.8
Selanjutnya, istilah yang berhubungan dengan peserta didik yaitu
muta‟allim. Kata ini berasal dari bahasa Arab, yaitu „allama,
yu‟allimu,ta‟liman. Yang berarti orang yang mencari ilmu pengetahuan.
Istilah muta‟allim yang menunjukkan pengertian peserta didik, sebagai
orang yang menggali ilmu pengetahuan.
Jika merujuk pada Al-Quran dan hadis, dapat dijumpai kata
muta‟allim untuk arti yang menuntut ilmu pengetahuan. Hal ini misalnya
bisa dilihat dalam QS. Al-„Alaq [96]: 4-5 sebagaimana bunyinya:

         

“Yang mengajar (manusia) dengan pena. Dia mengajarkan


manusia apa yang tidak diketahuinya.” (QS. Al-„Alaq [96]: 4-5)
Mengenai peserta didik ini, Samsul Nizar9 memberikan lima
kriteria bagi peserta, yaitu:
 Peserta didik bukanlah miniatur orang dewasa tetapi memiliki
duanianya sendiri.
 Peserta didik memiliki periodesasi perkembangan dan pertumbuhan.

7
Abuddin Nata, Prespektig Islam Tentang Pola Hubungan Guru dan dan Murid, (Jakarta:
Rajawali Press, 2001), hal. 50.
8
Abuddin Nata, Prespektif Islam Tentang Pola Hubungan Guru dan dan Murid, hal. 52.
Lihat juga dalam Samsul Nizar dan Zainal Efendi Hasibuan, Hadits Tarbawi; Membangun
Kerangka Pendidikan Prespketif Rasulullah, (Jakarta: Kalam Mulia, 2011), h.135.
9
Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam; Pendektan Historis, Teoritis, dan Praktis,
(Jakarta: Ciputat Press, 2005), hal. 48-50.

Etika Peserta Didik Perspektif Hadits Tarbawi | 7


 Peserta didik adalah makhluk Allah yang memiliki perbedaan
individu baik disebabkan oleh faktor bawaan maupun lingkungan
dimana ia berada.
 Peserta didik merupakan dua unsur utama jasmani dan rohani; unsur
jasmani memiliki daya fisik dan unsur rohani memiliki daya akal hati
nurani dan nafsu.
 Peserta didik adalah manusia yang memiliki potensi atau fitrah yang
dapat dikembangkan dan berkembang secara dinamis.
Sementara dalam pandangan Oemar Hamalik10 ia mengatakan
mengenai aspek-aspek yang perlu diketahui untuk mengenal peserta didik,
antara lain, latar belakang masyarakat; latar belakang keluarga; tingkat
intelegensi; hasil belajar; kesehatan badan; hubungan antarpribadi;
kebutuhan emosional; sifat-sifat kepribadian; dan bermacam-macam minat
belajar.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat dipahami, bahwa peserta didik
adalah sedang tumbuh dan berkembang, baik secara fisik, psikologis,
sosial dan religius dalam mengarungi kehidupan di dunia dan di akhirat
kelak. Pengertian tersebut memberi arti bahwa peserta didik merupakan
individu yang belum dewasa, yang karenanya memerlukan orang lain
untuk menjadikan dirinya dewasa.11 Dengan demikian, tugas mengajar,
mendidik dan memberikan tuntunan sama artinya dengan upaya meraih
surga. Sebaliknya, menelantarkan hal tersebut berarti sama dengan
menjerumuskan diri ke dalam neraka.12
Dalam membicarakan peserta didik, ada tiga hal penting yang harus
diperhatikan oleh pendidik yaitu: (1) potensi peserta didik; (2) kebutuhan
peserta didik; dan (3) sifat-sifat peserta didik.13 Peserta didik dalam arti

10
Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2001), hal. 101-
105.
11
Untuk lebih jelas lihat Abdul Mujib, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kecana, 2008),
hal. 103.
12
Jamal Abdul Rahman, Tahapan Mendidikan Anak, terj. Bahrun Abu Bakar Ihsan Zubaidi
(Bandung: Irsyad Baitus Salam, 2008), hal. 17.
13
Ramayulis dan Syamsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam h. 169.

Etika Peserta Didik Perspektif Hadits Tarbawi | 8


luas adalah setiap orang yang berkaitan dengan proses pendidikan
sepanjang hayat, sedangkan dalam arti sempi adalah setiap siswa yang
belajar di sekolah. Departemen pendidikan nasional mengaskan bahwa
peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan
dirinya melalui jalur, jenjang, dan jenis pendidikan. Peserta didik Usia
SD/MI adalah semua anak yang berada pada rentang usia 6 – 12/13 tahun.
Konsep peserta didik sebagai suatu totalitas sekurangnya
mengandung tiga pengertian. Ketiga pengertian tersebut mencakup:
 Peserta didik adalah makhluk hidup (organisme) yang merupakan
suatu kesatuan dari keseluruhan aspek yang terdapat dalam dirinya.
Aspek Fisik dan Psikis tersebut terdapat dalam diri peserta didik
sebagai individu yang tidak dapat dipisahkan antara satu bagian
dengan bagian yang lain.
 Keseluruhan aspek fisik dan psikis tersebut memiliki hubungan yang
saling terjali satu sama lain. Jika salah satu aspek mengalami gangguan
misalnya sakit gigi maka emosi pun terganggu seperti rewel dan cepet
marah.
 Peserta didik usia Sekolah Dasar (SD) berbeda dengan orang dewasa
bukan hanya secara fisik juga secara keseluruhan.14
Peserta didik adalah komponen masukan dalam sistem pendidikan,
yang selanjutnya diproses dalam proses pendidikan, sehingga menjadi
manusia yang berkualitas sesuai dengan tujuan pendidikan nasional.

a. Tinjauan Peserta didik


Sebagai suatu komponen pendidikan, peserta didik dapat ditinjau
dari berbagai pendekatan, antara lain:
1) Pendekatan sosial, peserta didik adalah anggota masyarakat yang
sedang disiapkan untuk menjadi anggota masyarakat yang lebih baik.

14
Pertumbuhan manusia merupakan perubahan fisik menjadi lebih besar dan lebih
panjang, dan prosesnya terjadi sejak anak sebelum lahir hingga ia dewasa. Lihat: Sunarto dan Ny.
B. Agung Hartono, Perkembangan Peserta Didik (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), cet. ke-4, h. 18.

Etika Peserta Didik Perspektif Hadits Tarbawi | 9


Sebagai anggota masyarakat, dia berada dalam lingkungan keluarga,
masyarakat sekitarnya, dan masyarakat yang lebih luas. Peserta didik
perlu disiapkan agar pada waktunya mampu melaksanakan perannya
dalam dunia kerja dan dapat menyesuaikan diri dari masyarakat.
Kehidupan bermasyarakat itu dimulai dari lingkungan keluarga dan
dilanjutkan di dalam lingkungan masyarakat sekolah. Dalam konteks
inilah, peserta didik melakukan interaksi dengan rekan sesamanya,
guru-guru, dan masyarakat yang berhubungan dengan sekolah. Dalam
situasi inilah nilai-nilai sosial yang terbaik dapat ditanamkan secara
bertahap melalui proses pembelajaran dan pengalaman langsung.
2) Pendekatan psikologis, peserta didik adalah suatu organisme yang
sedang tumbuh dan berkembang. Peserta didik memiliki berbagai
potensi manusiawi, seperti: bakat, inat, kebutuhan, social-emosional-
personal, dan kemampuan jasmaniah. Potensi-potensi itu perlu
dikembangkan melalui proses pendidikan dan pembelajaran di sekolah,
sehingga terjadi perkembangan secara menyeluruh menjadi manusia
seutuhnya. Perkembangan menggambarkan perubahan kualitas dan
abilitas dalam diri seseorang, yakni adanya perubahan dalam struktur,
kapasitas, fungsi, dan efisiensi. Perkembangan itu bersifat keseluruhan,
misalnya perkembangan intelegensi, sosial, emosional, spiritual, yang
saling berhubungan satu dengan lainnya.
3) Pendekatan edukatif/pedagogis, pendekatan pendidikan menempatkan
peserta didik sebagai unsur penting, yang memiliki hak dan kewajiban
dalam rangka sistem pendidikan menyeluruh dan terpadu.15
Dalam bahasa Arab dikenal juga istilah yang sering digunakan
untuk menunjukkan pada anak didik. Istilah tersebut adalah murid yang
secara harfiah berarti orang yang menginginkan atau membutuhkan
sesuatu, tilmidz yang berarti murid, dan tholib al-ilm yang menuntut ilmu,
pelajar. Ketiga istilah tersebut seluruhnya mengacu kepada seorang yang
tengah menempuh pendidikan.

15
Ibid. hal 11-17

Etika Peserta Didik Perspektif Hadits Tarbawi | 10


Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
ciri-ciri siswa atau peserta didik adalah sebagai orang yang tengah
memerlukan pengetahuan atau ilmu, bimbingan dan pengarahan.
Untuk mencapai keberhasilan pendidikan diperlukan hubungan
kerjasama antara pendidik dan peserta didik, sebaik apapun upaya seorang
guru dalam menanamkan pengetahuan, namun jika tidak ada
kesanggupan,kesiapan dari peserta didik maka proses pembelajaran sulit
untuk mencapai kata berhasil.

b. Tugas Peserta didik


Menurut Al-Ghazali ilmu pendidikan Islam mengungkapkan tugas
peserta didik antara lain:
1) Mensucikan diri dari akhlak dan sifat tercela.
2) Keikhlasan menjadi seorang murid untuk belajar kepada seorang
guru.
3) Memiliki tanggung jawab untuk berkonsentrasi, serius dalam
belajar.
4) Tidak memiliki sifat sombong kepada guru dan ilmu.
5) Tidak mempelajari suatu ilmu secara keseluruhan sekaligus,
melainkan memperhatikan sistemtis mulai dari mudah.
6) Mempelajari ilmu disesuaikan dengan kebutuhan, tingkat, tahap
perkembangan murid.
7) Mengetahui kedudukan ilmu terhadap tujuan agar tidak
mendahulukan ilmu yang tidak penting atas ilmu yang penting.16
Demikian pentingnya seorang peserta didik, maka begitu banyak
hadis-hadis yang berkenaan dengan keutamaan, karakteristik serta syarat
yang dimiliki peserta didik. Hadis-hadis tersebut akan diuraikan dalam
makalah ini kemudian di-takhrij dan akan diketahui kedudukan hadits
yang dimaksud.

16
Abu Hamid Al-Ghazali, Ihya Ulumuddin, Jilid 1 (Beirut: Daar Al-Fikr, 1991), h. 22.

Etika Peserta Didik Perspektif Hadits Tarbawi | 11


B. Jenis-Jenis Etika Peserta Didik Menurut Ilmuwan Muslim
Berikut ini akan diuraikan etika peserta didik berdasarkan perspektif
Imām an-Nawawī yang diuraikannya dalam muqaddimah kitab Majmūʻ
Syaraḥ al- Muhażżab. Dalam muqadimahnya ini Imām an-Nawawī membagi
pembahasannya dalam tiga kategori. Pertama, menguraikan tentang etika
peserta didik ditinjau dari aspek kepribadiannya (personal). Kedua,
menguraikan tentang etika peserta didik dalam berinteraksi dengan teman.
Ketiga, menguraikan tentang etika peserta didik dalam berinteraksi dengan
Pendidik (Guru).

1. Etika Personal Peserta Didik


Etika peserta didik berdasarkan aspek personalitinya/kepribadiannya, dan
proses mencari ilmunya adalah sebagai berikut :
Pertama, Imām an-Nawawῑ berpendapat bahwa seorang murid
harus mensucikan hatinya dari berbagai macam penyakit hati agar mudah
menerima ilmu dan menghapalnya untuk diamalkannya. Karena bersihnya
hati dalam menyerap ilmu sama halnya seperti bersihnya tanah dalam
menerima benih untuk ditanami.17 Al-Ghazālῑ dalam Iḥyả al-ʻŪlūmuddīn
juga menegaskan bahwa seorang yang ingin menuntut ilmu atau
mempelajari sesuatu haruslah menyucikan hati dari akhlak-akhlak tercela
dan sifat-sifat yang buruk. Karena ilmu itu adalah ibadah hati untuk dekat
kepada Allah. Beliau membuat perbandingan dengan orang yang akan
mendirikan ṣalat, maka diwajibkan atas dirinya untuk bersuci dari hadas
besar dan kecil juga bersih dari najis.18
Selain potensi psikis yaitu kebersihan jiwa, seorang pelajar yang
menuntut ilmu dibekali dengan potensi fisik yang berguna untuk
mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi demi kemaslahatan
umat manusia itu sendiri. Potensi-potensi tersebut terdapat dalam organ-
organ dan tubuh manusia yang berfungsi sebagai alat-alat penting untuk
17
Abū Zakariyā Muḥyiddīn ibn Syarf An-Nawawῑ, Al-Majmū’Syaraḥ Al-
Muhażżab(Jeddah: Maktabah al-Irsyād).hlm.65
18
Abū Ḥāmid Al-Ghazalī, Iḥyā Al-Ulūm Al-Dīn, Jilid I (Jeddah: al-Haramain).hlm.50

Etika Peserta Didik Perspektif Hadits Tarbawi | 12


melakukan kegiatan belajar.19 Adapun ragam alat tersebut terungkap
dalam firman Allah surah al-Naḥl: 78 :

            

   

78. dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam Keadaan
tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran,
penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.

Jika diklasifikasikan ayat tersebut dibagi dalam tiga ranah yaitu:


a. Indera penglihatan (mata), yaitu alat fisik yang berguna untuk
menerima informasi visual.
b. Indera pendengaran (telinga), yaitu alat fisik yang berguna
untuk menerima informasi verbal atau stimulus suara dan bunyi-
bunyian.
c. Akal, yakni potensi kejiwaan manusia berupa sistem psikis yang
kompleks untuk menyerap, mengolah, menyimpan dan
memproduksi kembali item-item informasi dan pengetahuan
(ranah kognitif).
Kedua, seorang murid harus menghilangkan segala hal yang dapat
merintangi usahanya untuk menyempurnakan ijtihadnya dalam mendapat
ilmu dan selalu riḍā menerima kekurangan dalam hal pangan dan
bersabar atas kesulitan hidup. Pernyataan Imām An-Nawawῑ ini
dipertegasnya dengan mengutip pernyataan Imam Syafiʻi yang
mengatakan bahwa “Tidak dianggap orang sukses dalam menuntut ilmu
itu jika orang tersebut memiliki fasilitas dan prestise yang tinggi tetapi
yang disebut orang sukses dalam menuntut ilmu itu adalah orang yang
mencari ilmu dengan mengerahkan segala kemampuannya serta hidup

19
Muhibbin Syah, Psikologi Belajar (Jakarta, 2004).hlm.87

Etika Peserta Didik Perspektif Hadits Tarbawi | 13


dalam kesulitan dan mengikuti kehidupan para ulama. Ilmu itu tidak
dapat diperoleh kecuali dengan sabar dan kesusahan”.20
Imām an-Nawawῑ juga mengutip pernyataan Ibrāhῑm bin
Adham Raḥimahullāh: “Siapa yang asyik dengan paha perempuan maka ia
tidak akan beruntung.” Maksudnya disibukkan dengan para
wanita.Umumnya ini terjadi pada sebagian besar manusia bukan pada
orang-orang tertentu.
Ketiga, Imām an-Nawawῑ berpendapat bahwa seorang murid
harus bersikap tawaḍū‟ kepada guru dan ilmu yang akan diterimanya,
tunduk patuh kepada gurunya dan mendiskusikan segala persoalannya dan
meminta pendapatnya sebagaimana seorang pasien itu mematuhi segala
nasehat dokternya.21 Seorang murid yang akan menuntut ilmu dilarang
bersikap sombong terhadap ilmu tersebut, merasa bahwa dia akan
menguasainya dan mempelajarinya dengan mudah. Larangan sombong
terhadap ilmu sama halnya larangan sombong terhadap guru. Karena
sombong terhadap guru berarti menjauhi dirinya dari mendapatkan
kesuksesan dan kebahagiaan.
Keempat, Imām An-Nawawῑ menyatakan bahwa dalam mencari
guru, seorang murid harus belajar kepada orang yang memang ahli dalam
bidang ilmunya, bagus agamanya, diakui ilmunya, dikenal kehormatan
dan kemuliannya.22
Kelima, sebagian ulama mengatakan seorang murid itu jangan
belajar hanya melalui buku saja tanpa berguru kepada seorang guru atau
guru-guru yang benar-benar ahli. Orang yang belajar secara otodidak
melalui buku saja maka dia akan mengalami keraguan dan akan terjadi
kesalahan dan penyimpangan.23 Pada dasarnya belajar itu harus dengan
cara mendengar langsung dari guru, duduk bersama mereka, dan

20
An-Nawawi, Al-Tibyan Fi Adab Hamalah Al-Qur’an (Beirut: Dᾱr al-Nafa’is,
1984).hlm.65
21
An-Nawawi.hlm.66
22
An-Nawawi.hlm.66
23
An-Nawawi.hlm.66

Etika Peserta Didik Perspektif Hadits Tarbawi | 14


mendengarkan langsung dari mulut mereka, bukan belajar sendiri dari
kitab. Karena belajar langsung dari guru adalah mengambil nasab ilmu
dari pembawa nasab ilmu yang berakal yaitu sang guru.
Adapun kalau belajar sendiri dari kitab, kitab itu hanyalah benda
mati yang kemungkinan besar nasab ilmunya tidak bisa bersambung. Ada
sebuah ungkapan: “Barang siapa yang memasuki suatu bidang ilmu
seorang diri, dia akan keluar juga seorang diri.” Maksudnya adalah
barang siapa yang mempelajari ilmu tanpa guru, ia akan keluar tanpa
ilmu, karena ilmu adalah sebuah bidang keahlian yang butuh pada
ahlinya, maka harus dipelajari dari ahlinya yang mumpuni. Ada ungkapan
lain tentang hal ini yaitu: “Barang siapa yang menjadikan kitab sebagai
petunjuknya, maka salahnya lebih banyak daripada benarnya.”24
Keenam, Imām an-Nawawῑ menyatakan bahwa dalam belajar
seorang murid harus memandang gurunya dengan pandangan yang penuh
kehormatan dan meyakini kesempurnaan ilmu dan keahliannya dalam
berbagai tingkatan ilmu, hal ini bertujuan agar murid itu lebih cepat
memperoleh manfaat dan menguasai apa yang didengarnya. Imām an-
Nawawῑ mengutip pernyataan dari Imām Syafiʻi yang menceritakan
pengalamannya ketika sedang belajar dengan gurunya Imām Mālik.
Ketika ia membuka halaman sebuah buku sedangkan di depannya Imam
Mālik, ia melakukannya dengan sangat pelan agar tidak terdengar
suaranya.25
Al-Rabῑʻ, seorang murid dari Imām Syafiʻi juga pernah
menuturkan pengalamannya ketika sedang belajar dengan Imām Syafiʻi.
dia berkata: “Demi Allah, aku tidak berani meneguk air ketika guruku
melihat ke arahku karena untuk memuliakannya.” ʻAlῑ ibn Abῑ Thālib
mengatakan bahwa di antara kewajiban seorang murid terhadap
gurunya adalah mengucapkan salam dan secara khusus memberinya

24
Salminawati, ‘Etika Peserta Didik Perspektif Islam’, Jurnal Tarbiyah, 22.1 (2015), 1–20
<https://doi.org/Salminawati>.
25
An-Nawawi.hlm.67

Etika Peserta Didik Perspektif Hadits Tarbawi | 15


penghormatan, lalu duduk di depannya dan tidak boleh menunjuk
gurunya dengan jari.
Ketujuh, Imām An-Nawawῑ berpendapat bahwa seorang murid
harus berusaha mencari riḍā dari gurunya dengan menerima apa yang
dijelaskan oleh gurunya meskipun bertolak belakang dengan pendapatnya.
Janganlah ia menggunjing gurunya atau jangan juga membuka rahasianya
dan menyebarkan rahasia tersebut apabila ia tidak sanggup menjaga
rahasia maka keluarlah ia dari kelas tersebut.26
Kedelapan, memulai pelajarannya dengan mengucapkan
Alḥamdulillāh dan ṣalawat kepada Nabi Muhammad Saw. Berdoa untuk
para ulama, guru- guru dan orang tua serta seluruh kaum Muslimin dan
Muslimat, dan idealnya belajar pada pagi hari.
Kesembilan, seorang murid itu harus selalu meraih kesempatan
untuk mendapatkan manfaat dari waktu yang digunakannya dengan
melakukan kegiatan-kegiatan yang bermanfaat di luar dari pelajarannya.
Bagi pemuda sebaiknya ia melatih kebugaran tubuhnya, kecerdikan
akalnya, mengikuti program dan latihan kepahlawanan serta
kepemimpinan. ʻUmar mengatakan bahwa kuasailah ilmu baru kemudian
jadilah kamu seorang pemimpin. Imam Syafiʻi menambahkan, belajarlah
dulu baru kamu bisa menjadi pemimpin, apabila kamu telah menjadi
pemimpin maka sangat sulit untuk belajar.

2. Etika peserta didik terhadap teman


Dalam hal etika berinteraksi dengan teman, Imām An-
Nawawῑ menguraikannya sebagai berikut:
Pertama, Imām an-Nawawῑ mengatakan bahwa seorang murid
harus memilih teman dengan orang yang tekun belajar, bersifat wara‟ dan
bertawakal istiqamah dan orang yang suka memahami ayat-ayat al-
Qur‟an serta hadis- hadis Nabi.27

26
An-Nawawi.hlm.67
27
An-Nawawi.hlm.67

Etika Peserta Didik Perspektif Hadits Tarbawi | 16


Kedua, jangan keluar dari kelas dengan melangkah tempat duduk
orang yang di depannya padahal pelajaran belum selesai kecuali guru dan
para hadirin membolehkannya untuk melewati mereka dan keluar dari
kelas terlebih dahulu, atau mereka memahai kesulitanmu sehingga
mempersilahkan dan mengutamakanmu untuk keluar.
Ketiga, jangan meminta seseorang untuk meninggalkan tempat
duduknya, meskipun seseorang mempersilahkan untuk duduk di tempat
duduknya maka jangan engkau duduk kecuali duduknya engkau di tempat
itu memberikan kebaikan bagi para hadirin, lebih baik engkau duduk di
dekat guru jika memungkinkan dan mengingat pelajaran yang
diberikannya agar lebih bermanfaat buatmu dan buat para hadirin.
Keempat, jangan duduk di tengah-tengah majelis kecuali dalam
keadaan terdesak atau di antara dua orang kecuali keduanya
mempersilahkanmu. Apabila ia mempersilahkanmu, maka duduklah dan
berkumpul lah bersama mereka. Usahkan duduk berdekatan dengan guru
supaya dapat memahami seluruh perkataannya dengan utuh tanpa ada
kesulitan dan ini tentu memiliki syarat bahwa yang duduk di depan guru
itu postur tubuhnya tidak yang paling tinggi dari yang lain.
Kelima, bersikap lemah lembut dan penuh kasih sayang dengan
teman- temannya dan siapa saja yang berada di dekatnya. Apabila seorang
murid itu mampu menjaga etikanya dengan orang lain, menjaga etika
dengan gurunya dan majelisnya maka hal tersebut lebih baik baginya dan
seharusnya dia duduk sejajar dengan murid yang lain dan jangan
menduduki tempat duduk gurunya.
Keenam, Imām An-Nawawῑ mengatakan bahwa seorang peserta
didik jangan meninggikan suaranya dengan suara yang gaduh kecuali
diperlukan, jangan banyak tertawa dan jangan banyak berbicara kecuali
diperlukan untuk berbicara.
Ketujuh, Imām An-Nawawῑ menyatakan bahwa seharusnya
seorang murid yang baik itu memberikan arahan kepada temannya dan
yang lainnya agar selalu meningkatkan potensi yang ada di dalam dirinya

Etika Peserta Didik Perspektif Hadits Tarbawi | 17


dan memacu dirinya agar selalu memberi manfaat buat orang lain.
Kedelapan, jangan lah seorang pelajar itu memiliki sifat dengki
kepada orang lain, sifat meremehkan, sifat „ujub karena ia memiliki
pemahaman yang baik, barangsiapa yang memiliki sifat-sifat ini hatinya
akan menjadi keras dan sulit memperoleh cahaya ilmu.28

3. Etika peserta didik terhadap pendidik (guru)


Pertama, Imām an-Nawawῑ mengatakan bahwa seorang peserta
didik seharusnya jangan bermain-main maupun bersenda gurau di depan
gurunya maupun di depan teman-temannya, jangan memalingkan muka,
tetapi pandanglah wajah guru tersebut sambil mendengarkan apa yang
disampaikannya.
Belajar di kelas bukanlah untuk main-main sehingga harus benar-
benar fokus terhadap pelajaran yang diberikan guru atau dosen. Pelajaran
yang diberikan nantinya akan sangat bermanfaat untuk mendapatkan nilai
yang tinggi di saat ujian maupun kuis. Dengan belajar yang baik di kelas
dan di luar kelas, maka seorang siswa dan mahasiswa dapat menghindari
belajar sistem kebut semalam. Dengan memaksimalkan konsentrasi
belajar di kelas, maka halhal yang kemungkinan akan keluar saat ujian
nanti akan bisa kita dapatkan sepenuhnya. Sebab itu jadilah pelajar dan
mahasiswa yang baik ketika menuntut ilmu di mana pun berada.
Kedua, Imām An-Nawawῑ mengatakan bahwa seorang peserta
didik seharusnya jangan mendahului guru dalam memberikan penjelasan
suatu masalah atau memberi jawaban sebuah pertanyaan sampai ia
mengetahui bahwa gurunya mempersilahkannya untuk melakukan itu agar
murid yang lain dapat menarik kesimpulan atas penjelasan guru, jangan
meminta guru membacakan materi untuknya padahal ketika itu hati
gurunya sedang tidak nyaman, bingung, mengantuk, bosan dan
sebagainya atau yang membuat hatinya dalam keadaan tidak stabil. Jangan
memaksa guru menjelaskan sesuatu atau pun bertanya tentang suatu hal

28
An-Nawawi.hlm.70

Etika Peserta Didik Perspektif Hadits Tarbawi | 18


yang tidak sesuai pada tempatnya padahal dia mengetahui bahwa gurunya
tersebut tidak menyukainya. Jangan mendesak dalam bertanya sehingga
gurunya enggan menjelaskannya, berilah pertanyaan ketika suasana
hatinya dalam keadaan tenang dan lapang.
Ketiga, apabila mengajukan pertanyaan, maka ajukanlah dengan
lemah lembut dan tutur kata yang baik, jangan malu bertanya tentang
sesuatu yang belum dipahami, mintalah penjelasan yang sejelas-jelasnya
terhadap informasi yang harus diketahui. Barang siapa yang malu
bertanya, maka ilmunya juga tidak akan sempurna. Barangsiapa yang malu
dalam bertanya maka tampak lah kekurangan dan kelemahannya di antara
orang lain.
Keempat, peserta didik harus meyakini bahwa guru akan
mencurahkan segala kemampuannya, kesempurnaan ilmunya dan sifat
wara‟nya serta menjauhi dari sifat kemunafikan dalam menjelaskan
sesuatu yang belum dipahaminya. Selain itu akan selalu terpelihara sifat
yang positif dalam hatinya dan membiasakan dirinya menjadi sifat yang
penuh keluwesan, serta etika yang mulia.
Kelima, Imām an-Nawawῑ menyatakan bahwa apabila murid
mendengar gurunya mengatakan sebuah persoalan atau menceritakan
sebuah kisah dan dia dalam keadaan menghapal, maka dengarkanlah
terlebih dahulu apa yang disampaikan gurunya tersebut, kecuali ia
diperbolehkan mendengar sambil menghapal pelajarannya.29
Keenam, di antara etika seorang murid adalah bersikap santun, sabar
dan bercita-cita tinggi. Janganlah merasa puas dengan ilmu yang sedikit
padahal ia mungkin mendapatkannya lebih banyak lagi, jangan menunda-
nunda pekerjaan, jangan menunda untuk menghasilkan sesuatu yang baik,
meskipun sedikit maka upayakanlah untuk memperoleh manfaat dari
waktu yang digunakan meskipun hanya satu jam. Memperlambat sesuatu
yang baik akan berakibat kehilangan kesempatan yang baik karena

29
Ayman al-Hassayni, Mafātīh Al-Najāh Al-‘Asyrah (Al-Qāhirah: Mathabiʻ al-‘Ubūr
alḤadīṡah, 2012).hlm.33

Etika Peserta Didik Perspektif Hadits Tarbawi | 19


kesempatan kedua akan menciptakan hasil yang berbeda.
Ketujuh, Imām an-Nawawῑ menyatakan bahwa seharusnya
seorang murid itu jika dia sudah masuk ke kelas dan melihat gurunya
belum datang, maka tunggu lah, jangan pergi sebelum gurunya
membolehkan meninggalkan kelas tersebut, karena lebih baik waktu
menunggu gurunya tersebut digunakan untuk membaca.

Etika Peserta Didik Perspektif Hadits Tarbawi | 20


BAB III
PEMBAHASAN
A. Hadis tentang Etika Personal Peserta Didik
1. Teks hadis dan terjemah

ِٗ ١ْ ٍَ‫ هللاُ َع‬ٍَّٝ‫ص‬


َ ِ‫ْ ِي هللا‬ُٛ‫ْ سٌ ِع ْٕ َذ َسص‬ٍُٛ‫َٕ َّب َٔحْ ُٓ ُج‬١ْ َ‫ ب‬: ‫بي‬ َ َ‫ضًب ل‬٠ْ َ‫ هللاُ َع ُْٕٗ أ‬َٟ ‫ض‬ ِ ‫ع َْٓ ُع َّ َش َس‬
ِ ‫ا ِد اٌ َّشع‬َٛ ‫ ُذ َص‬٠ْ ‫ة َش ِذ‬
ِٗ ١ْ ٍَ‫ َع‬ٜ‫ َُش‬٠ َ‫ ال‬,‫ْش‬ ِ َ١َ‫ ُذ ب‬٠ْ ‫َٕب َس ُج ًٌ َش ِذ‬١ْ ٍَ‫ْ ٍَ إِ ْر طٍََ َع َع‬َٛ٠ َ‫ َصٍَُّ َراث‬َٚ
ِ ‫َب‬١ِّ‫بض اٌث‬
‫ فأ َ ْصَٕ َذ‬,ٍَُّ‫ َص‬َٚ ِٗ ١ْ ٍَ‫ هللاُ َع‬ٍَّٝ‫ص‬ َ ِّٟ ِ‫ إٌَّب‬ٌَِٝ‫ش إ‬ َ ٍَ‫ َج‬َّٝ‫ َحخ‬,‫ْشفُُٗ َِِّٕب أَ َح ٌذ‬ ِ ‫َع‬٠ َ‫ال‬َٚ ‫أَثَ ُش اٌ َّضفَ ِش‬
,َِ َ‫اإل ْصال‬ِ َِٓ ‫ ع‬ْٟ ِٔ ْ‫َب ُِ َح َّّ ُذ أَ ْخبِش‬٠ : ‫بي‬َ َ‫ ل‬َٚ ,ِٗ ٠ْ ‫ فَ ِخ َز‬ٍَٝ‫ ِٗ َع‬١ْ َّ‫ض َع َوف‬
َ َٚ َٚ ,ِٗ ١ْ َ‫ ُس ْوبَخ‬ٌَِٝ‫ ِٗ إ‬١ْ َ‫ُس ْوبَخ‬
‫ أَ َّْ ُِ َح َّّذًا‬َٚ ُ‫َ َذ أَ ْْ الَإِ ٌََٗ إِالَّ هللا‬ٙ‫ اَ ِإل ْصالَ َُ أَ ْْ حَ ْش‬: ٍَُّ‫ َص‬َٚ ِٗ ١ْ ٍَ‫ هللاُ َع‬ٍَّٝ‫ص‬ َ َ‫فَم‬
َ ِ‫ْ ُي هللا‬ُٛ‫بي َسص‬
َ‫ْجَ إِ ِْ ا ْصخَطَعْج‬١َ‫حَ ُح َّج ْاٌب‬َٚ , َْ‫ضب‬ َ َِ ‫ْ ََ َس‬ُٛ‫حَص‬َٚ ,َ‫ اٌ َّز َوبة‬َٟ ِ‫حُ ْؤح‬َٚ ,َ‫صالَة‬ َّ ٌ‫ ُُ ا‬١ْ ِ‫حُم‬َٚ ,ِ‫ْ ُي هللا‬ُٛ‫َسص‬
ِ َّ ٠ْ ‫ ع َِٓ ا ِإل‬ْٟ ِٔ ْ‫ فَأ َ ْخبِش‬: ‫بي‬
: ‫ لَب َي‬,ْ‫ب‬ َ ٠َٚ ٍَُُٗ‫َ ْضئ‬٠ ٌَُٗ ‫ فَ َع ِج ْبَٕب‬.‫ج‬
َ َ‫ ل‬.ُُٗ‫ُص ِّذل‬ ُ ‫ص َذ ْل‬
َ : ‫بي‬ َ َ‫ ل‬.ً‫ال‬١ْ ِ‫ ِٗ َصب‬١ْ ٌَِ‫إ‬
َ َ‫ ل‬.ِٖ ِّ‫ َشش‬َٚ ِٖ ‫ ِْش‬١‫ حُ ْؤ َِِٓ بِ ْبٌمَ ْذ ِس َخ‬َٚ ,‫خ ِش‬٢‫ا‬
: ‫بي‬ ِ َِ َْٛ١ٌ‫ ْا‬َٚ ,ِٗ ٍِ‫ ُس ُص‬َٚ ,ِٗ ِ‫ ُوخُب‬َٚ ,ِٗ ِ‫ َِالَئِ َىخ‬َٚ ,ِ‫أَ ْْ بِبهلل‬
ُٖ‫ أَ ْْ حَ ْعبُ َذ هللاَ َوأََّٔهَ ح ََشاُٖ فَئ ِ ْْ ٌَ ُْ حَ ُى ْٓ ح ََشا‬: ‫بي‬
َ َ‫ ل‬,ْ‫ب‬ِ ‫اإلحْ َض‬ ِ ِٓ ‫ َع‬ْٟ ِٔ ْ‫ فَأ َ ْخبِش‬: ‫بي‬ َ َ‫ ل‬. َ‫ص َذ ْلج‬
َ
‫ لَب َي‬.ًِ ِ‫َب بِأ َ ْعٍَ َُ َِِٓ اٌضَّبئ‬ْٕٙ ‫ْ ُي َع‬ٚ‫ َِب ْاٌ َّ ْض ُؤ‬: ‫بي‬َ َ‫ ع َِٓ اٌضَّب َع ِت ل‬ْٟ ِٔ ْ‫ فَأ َ ْخبِش‬: ‫بي‬َ َ‫ ل‬. َ‫َ َشان‬٠ َُِّٗٔ‫فَئ‬
َ َ ‫ ْاٌ ُحفَبةَ ْاٌع َُشاةَ ْاٌ َعبٌَتَ ِسعَب‬ٜ‫أَ ْْ ح ََش‬َٚ ,‫َب‬َٙ‫ أَ ْْ حٍَِ َذ األَ َِتُ َسبَّخ‬: ‫ لَب َي‬,‫َب‬ِٙ‫بساح‬
َ َِ َ‫ ع َْٓ أ‬ْٟ ِٔ ْ‫ فَأ َ ْخبِش‬:
ِٓ َِ ْٞ‫ أَحَ ْذ ِس‬,ُ‫َب ُع َّش‬٠ : ‫بي‬ َ َ‫ ثُ َُّ ل‬,‫ًّب‬١ٍَِِ ‫ج‬ ُ ‫ فٍََبِ ْث‬,‫ك‬َ ٍََ‫ ثُ اَ ْٔط‬,ْ‫ب‬ ِ َ١ْٕ ُ‫ ْاٌب‬ْٟ ِ‫ْ َْ ف‬ٌُٛٚ‫ب‬
َ َ‫َخَط‬٠ َ ِ ‫اٌ َّشب‬
.ُْ ‫َٕ ُى‬٠ْ ‫ُ َعٍِّ ُّ ُى ُْ ِد‬٠ ُْ ‫ ًُ أَحَب ُو‬٠ْ ‫ فَئَُِّٔٗ ِجب ِْش‬: ‫بي‬ َ َ‫ ل‬.ُُ ٍَ‫ْ ٌُُٗ أَ ْع‬ُٛ‫ َسص‬َٚ ُ‫ هللا‬: ‫ج‬ ُ ٍْ ُ‫اٌضَّبئًِ؟ ل‬
Terjemah :
“Umar bin Khaththab Radhiyallahu anhu berkata: Suatu ketika,
kami (para sahabat) duduk di dekat Rasululah Shallallahu „alaihi wa
sallam. Tiba-tiba muncul kepada kami seorang lelaki mengenakan
pakaian yang sangat putih dan rambutnya amat hitam. Tak terlihat
padanya tanda-tanda bekas perjalanan, dan tak ada seorang pun di
antara kami yang mengenalnya. Ia segera duduk di hadapan Nabi, lalu
lututnya disandarkan kepada lutut Nabi dan meletakkan kedua tangannya
di atas kedua paha Nabi, kemudian ia berkata : “Hai, Muhammad!
Beritahukan kepadaku tentang Islam.” Rasulullah Shallallahu „alaihi wa
sallam menjawab,”Islam adalah, engkau bersaksi tidak ada yang berhak

Etika Peserta Didik Perspektif Hadits Tarbawi | 21


diibadahi dengan benar melainkan hanya Allah, dan sesungguhnya
Muhammad adalah Rasul Allah; menegakkan shalat; menunaikan zakat;
berpuasa di bulan Ramadhan, dan engkau menunaikan haji ke Baitullah,
jika engkau telah mampu melakukannya,” lelaki itu berkata,”Engkau
benar,” maka kami heran, ia yang bertanya ia pula yang
membenarkannya. Kemudian ia bertanya lagi: “Beritahukan kepadaku
tentang Iman”. Nabi menjawab,”Iman adalah, engkau beriman kepada
Allah; malaikatNya; kitab-kitab-Nya; para Rasul-Nya; hari Akhir, dan
beriman kepada takdir Allah yang baik dan yang buruk,” ia berkata,
“Engkau benar.” Dia bertanya lagi: “Beritahukan kepadaku tentang
ihsan”. Nabi Shallallahu „alaihi wa sallam menjawab,”Hendaklah engkau
beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihat-Nya. Kalaupun
engkau tidak melihat-Nya, sesungguhnya Dia melihatmu.” Lelaki itu
berkata lagi: “Beritahukan kepadaku kapan terjadi Kiamat?” Nabi
menjawab,”Yang ditanya tidaklah lebih tahu daripada yang bertanya.”
Dia pun bertanya lagi: “Beritahukan kepadaku tentang tanda-tandanya!”
Nabi menjawab,”Jika seorang budak wanita telah melahirkan tuannya;
jika engkau melihat orang yang bertelanjang kaki, tanpa memakai baju
(miskin papa) serta pengembala kambing telah saling berlomba dalam
mendirikan bangunan megah yang menjulang tinggi.” Kemudian lelaki
tersebut segera pergi. Aku pun terdiam, sehingga Nabi bertanya
kepadaku: “Wahai, Umar! Tahukah engkau, siapa yang bertanya tadi?”
Aku menjawab,”Allah dan RasulNya lebih mengetahui,” Beliau
bersabda,”Dia adalah Jibril yang mengajarkan kalian tentang agama
kalian.” (HR Muslim No. 8)

Etika Peserta Didik Perspektif Hadits Tarbawi | 22


2. Skema Sanad

Nabi Muhammad SAW

Umar r.a

Ibn Umar

Yahya bin Ya‟mar

Abdullah bin Buraedah

Khamas bin al-Hasan

Waki bin al-Jarah

Zuhaer bin Harb

Imam Muslim

3. Analisis isi kandungan hadis


Hadis tentang malaikat Jibril yang mendatangi Nabi SAW dengan
para sahabat merupakan hadis yanag sangat familiar dikalangan umat
Islam, bahkan hadis ini diposisikan di nomor kedua dalam kitab hadis
Arbain Nawawi. Hadis ini menceritakan kepada kita tentang rukun Islam
dan iman, kemudian tentang pengertian ihsan dan tanda-tanda hari kiamat.
Namun dalam pembahasan kali ini, penulis tidak akan membahas
hadis dari segi esensi tentang Islam, iman, ihsan dan tanda-tanda hari
kiamatya. Penulis akan mengaitkan hadis ini dengan nilai-nilai
pendidikan, terkhusus kaitannya dengan etika yang harus dimiliki peserta
didik dalam mengikuti proses pendidikan.

Etika Peserta Didik Perspektif Hadits Tarbawi | 23


Dalam hadis ini, penulis akan menyoroti kegiatan seorang laki-laki
(Malaikat Jibril) dan para sahabat yang pada saat itu berkumpul sedang
berdiskusi dan mendengarkan secara langsung penjelasan-penjelasan
Rasul tentang materi-materi keagaamaan. Penulis menggambarkan
keadaan para sahabat dan Jibril dalam hadis ini posisinya sebagai peserta
didik dalam proses pendidikan. Kemudian Rasul SAW bertindak sebagai
pendidiknya.
Apabila pendapat di atas dikaitkan dengan pendapat Imam an-
Nawawi tentang etika personal peserta didik, beliau menyatakan : Dalam
mencari guru, seorang murid harus belajar kepada orang yang memang
ahli dalam bidang ilmunya, bagus agamanya, diakui ilmunya, dikenal
kehormatan dan kemuliannya.30
Seorang murid itu jangan belajar hanya melalui buku saja tanpa
berguru kepada seorang guru atau guru-guru yang benar-benar ahli. Orang
yang belajar secara otodidak melalui buku saja, dia akan mengalami
keraguan dan akan terjadi kesalahan dan penyimpangan.31 Pendapat Imam
an-Nawawi ini sangat sesuai dengan apa yang diisyaratkan Rasul dalam
memberikan pengajaran kepada para sahabatnya. Rasul SAW bertindak
sebagai pendidik yang memiliki kriteria seperti apa yang disebutkan oleh
an-Nawawi, yaitu seorang guru yang ahli dibidangnya, diakui ilmunya
dan dikenal kehormatannya. Kemudian, yang tergambar dalam hadis pun
para sahabat datang langsung bertemu dengan guru untuk menimba ilmu
pengetahuan, sehingga ilmu yang diperoleh benar-benar jelas
keabsahannya dan dapat dipertanggungjawabkan.
Dalam hal ini Syaikh Abu Yazid al Bustamiy (wafat 261 H,
seorang sufi bermadzhab Hanafi) mengatakan:
“Barangsiapa tidak memiliki guru maka gurunya adalah
syaithan.”
Ada beberapa manfaat yang akan didapat bila seseorang belajar

30
An-Nawawi.hlm.66
31
An-Nawawi.hlm.66

Etika Peserta Didik Perspektif Hadits Tarbawi | 24


langsung dengan seorang guru, yaitu:
a. Menyingkat waktu. Jika belajar dari seorang guru sama
halnya seperti makanan siap saji. Seorang guru tinggal
berkata, misalnya: para ulama dalam masah ini berbeda
pendapat, menjadi dua pendapat atau lebih, yang lebih rājih
adalah pendapat yang ini dengan dalil begini. Cara ini lebih
bermanfaat bagi seorang murid daripada ia harus membolak-
balik isi buku dan melihat mana pendapat yang lebih rajih
dan apa sebab kerajihannya, atau pendapat yang lemah dan
apa sebab kelemahannya.
b. Bisa cepat paham. Seseorang apabila membaca dengan
bimbingan guru akan bisa cepat paham dibandingkan dengan
membaca kitab sendiri, karena jika ia membaca sendiri
mungkin butuh mengulangi satu alinea empat atau lima kali
bahkan mungkin saja bisa salah dalam memahaminya.
Adanya hubungan antara murid dengan guru, dan ini merupakan
hubungan antara ahli ilmu dari yang kecil sampai yang besar.

B. Hadis tentang Etika Peserta Didik terhadap Teman


1. Teks hadis dan terjemah

ْْ َ‫إِ َِّب أ‬َٚ ، ‫ه‬


َ َ٠‫ُحْ ِز‬٠ ْْ َ‫ه إِ َِّب أ‬
ِ ‫ فَ َحب ِِ ًُ ْاٌ ِّ ْض‬، ‫ش‬١
ِ ‫خ ْاٌ ِى‬ِ ِ‫َٔبف‬َٚ ‫ه‬ِ ‫ْ ِ َ َو َحب ِِ ًِ ْاٌ ِّ ْض‬َّٛ‫اٌض‬َٚ ‫ح‬
ِ ٌِ‫ش اٌصَّب‬١ ِ ٍِ‫َِثَ ًُ ْاٌ َج‬
‫حً ب‬٠‫إِ َِّب أَ ْْ ح َِج َذ ِس‬َٚ ، ‫ه‬ َ َ‫َبب‬١ِ‫ق ث‬َ ‫ُحْ ِش‬٠ ْْ َ‫ش إِ َِّب أ‬١
ِ ‫َٔبفِ ُخ ْاٌ ِى‬َٚ ، ً‫ِّبَت‬١َ‫ ًحب ط‬٠‫إِ َِّب أَ ْْ حَ ِج َذ ِِ ُْٕٗ ِس‬َٚ ، ُْٕٗ ِِ ‫حَ ْبخَب َع‬
‫ثَت‬١ِ‫َخب‬
Terjemah :
“Permisalan teman yang baik dan teman yang buruk ibarat seorang
penjual minyak wangi dan seorang pandai besi. Penjual minyak wangi
mungkin akan memberimu minyak wangi, atau engkau bisa membeli
minyak wangi darinya, dan kalaupun tidak, engkau tetap mendapatkan bau
harum darinya. Sedangkan pandai besi, bisa jadi (percikan apinya)

Etika Peserta Didik Perspektif Hadits Tarbawi | 25


mengenai pakaianmu, dan kalaupun tidak engkau tetap mendapatkan bau
asapnya yang tak sedap.” (HR. Bukhari 5534 dan Muslim 2628)

2. Skema Sanad
 Skema Sanad Imam Bukhori

 Skema Sanad Imam Muslim

Etika Peserta Didik Perspektif Hadits Tarbawi | 26


3. Analisis isi kandungan hadis
Berdasarkan materi yang penulis paparkan pada bab 2, dijelaskan
tentang etika-etika peserta didik yang harus dilakukan kepada temannya.
Salah satu etika yang penulis ambil adalah etika peserta didik dalam
memilih teman bergaulnya yang kemudian penulis kuatkan pendapat itu
dengan hadis Rasulullah SAW.
Imām an-Nawawῑ mengatakan bahwa seorang murid harus
memilih teman dengan orang yang tekun belajar, bersifat wara‟ dan
bertawakal istiqamah dan orang yang suka memahami ayat-ayat al-Qur‟an
serta hadis- hadis Nabi.32 Pendapat ini memiliki indikasi bahwa apabila
seseorang hendak mencari teman, maka carilah teman yang baik yang
dapat mendatangkan simbiosis mutualisme.
Ammar Munir mengutip pernyataan Said Muhammad Saleh
Sawabi dalam buku karangannya “Simar min al-Sunnah” yang
berpendapat bahwa ada beberapa faedah yang dapat diambil dari hadis di
atas, di antara faedahnya adalah:33
a. Hadis di atas memotivasi peserta didik untuk mencari teman yang
dapat mendorongnya untuk berbuat kebajikan dan mengarahkannya
untuk menjauhi semua kemaksiatan. Hal ini tentu saja tidak dapat
terwujud jika peserta didik tetap berkumpul dan hidup dilingkungan
orang yang gemar berbuat kemaksiatan. Sebagaimana yang
dimisalkan Rasulullah, bahwa barang siapa yang berteman dengan
penjual parfum, maka ia akan mendapat harumnya dan barang siapa
yang hidup dengan pandai besi maka ia akan terken percikan api dan
bau busuknya.
b. Rasulullah dalam hadis ini menggunakan bahasa sederhana dengan
memberikan sebuah permisalan yang gampang dipahami, agar dapat
dipahami dengan mudah dan diamalkan dengan sempurna.

32
An-Nawawi.hlm.67
33
Ammar Munir, ‘HADIS TARBAWI TENTANG TEMAN BERGAUL (Analisa Hadis’, Jurnal, 3.2 (2015),
16–40.

Etika Peserta Didik Perspektif Hadits Tarbawi | 27


c. Hadis ini mencerminkan kesucian parfum. Parfum tidak najis dan
boleh untuk diperjualbelikan.
d. Rasulullah dalam hadis ini tidak menjelekkan pekerjaan tukang besi
dan sebaliknya tidak memuji penjual parfum. Beliau hanya
memberikan permisalan yang nyata agar mendekatkan pemahaman
umat dalam memahami syariatnya. Adapun pekerjaan pandai besi
merupakan pekerjaan yang sangat mulia dan diridhoi Allah. ini dapat
dilihat dari firman Allah yang memotivasi manusia untuk dapat
mengolah dan mempergunakan besi sebagai pelindung dan senjata
dalam menghadapi bahaya, sebagaimana baginda Nabi Dawud as
telah mengaplikasikan ayat tersebut dengan menggunakan besi
sebagai baju (tameng) dalam berperang.

C. Hadis tentang Etika Peserta Didik terhadap Pendidik (Guru)


1. Teks hadis dan terjemahnya

Terjemah :
Telah menceritakan kepada kami Harun telah bercerita kepada
kami Ibnu Wahb telah bercerita kepadaku Malik bin al-Khair az-
Ziyadi dari Abu Qobil al-Ma'afiri dari 'Ubadah bin ash-Shamit bahwa
Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam bersabda: "Tidak termasuk
ummatku orang yang tidak menghormati yang lebih tua, tidak
mengasihi yang lebih muda dan tidak pula mengerti hak seorang yang
alim." 'Abdullah berkata: Saya mendengarnya dari Harun.34

2. Skema Sanad
Berikut adalah skema hadits yang diriwayatkan oleh Ubadah bin Tsamit.

34
Lidwa, Sotfware Ensiklopedi Hadis 9 Imam (Lidwa Pustaka, 2009).

Etika Peserta Didik Perspektif Hadits Tarbawi | 28


Nabi Muhammad SAW

Ubadah bin Ash Shamit bin Qais

Malik bin Khair

Abdullah binWahab bin Muslim

Harun bin Ma’ruf

Imam Ahmad

3. Kajian Sanad
Nama lengkap beliau adalah „Ubadah bin Ash Shamit bin Qais35.
Beliau merupakan perawi dari golongan sahabat. Dengan kuniyah Abu al
Wlid. Beliau hidup di kota Madinah dan wafat pada tahun 34 H. Menurut
Ibnu Hajar al-Asqalani dan Adz Dzahabi beliau adalah sahabat. Berikut
jumlah hadis „Ubadah bin Ash Shamit bin Qais yang dinukil para
mukhorrij:
NO MUKHORRIJ JUMLAH HADIS
1 Imam Bukhori 20
2 Imam Muslim 18
3 Imam Abu Daud 16
4 Imam Tirmidzi 18
5 Imam Nasa‟i 26

35
Akhmad Baihaqi, ‘ADAB PESERTA DIDIK TERHADAP GURU DALAM TINJAUAN HADIS (ANALISIS SANAD
DAN MATAN)’, 9.1 (2018), 62–81

Etika Peserta Didik Perspektif Hadits Tarbawi | 29


4. Kajian Matan
Hadis „Ubadah bin ash-Shamit yang diriwayatkan oleh Imam
Ahmad tidak bertentangan dengan ayat-ayat al-Qur‟an. Selain itu hadis
tersebut juga tidak bertentangan dengan akal sehat. Menghormati orang
yang lebih tua, mengasihi orang yang lebih muda dan mengetahui hak-hak
seorang „alim (pendidik/guru) adalah termasuk dari amalan-amalan
kebaikan.

5. Analisis isi kandungan hadis


Dalam hadis di atas terdapat tiga pesan penting yang disampaikan
oleh Rasulullah SAW. Hal yang pertama adalah perintah Rasulullah untuk
menghormati orang yang lebih tua. Perintah yang kedua adalah untuk
mengasihi orang yang lebih muda. Sedangkan perintah yang ketiga adalah
untuk menghormati dan menghargai orang yang alim dalam hal ini adalah
sosok seorang guru.
Guru adalah sosok yang harus dihormati dan dihargai. Dalam
istilah Jawa, guru merupakan akronim dari “digugu lan ditiru”.
Maksudnya adalah seorang guru itu menjadi orang yang dipercaya
sekaligus menjadi panutan. Bukan hanya sekedar mengajar mata pelajaran
yang diampu, namun ia juga mendidik tentang akhlakul karimah, moral,
etika, karakter. Guru berjuang keras supaya anak didiknya menjadi orang
yang sukses dan berakhlakul karimah di masa datang.
Apabila inti sari hadis ini dikaitkan dengan pendapat Imam an-
Nawawi yang menyatakan berbagai macam etika yang harus dimiliki oleh
peserta didik, maka menurut hemat penulis, hadis ini sudah cocok dan pas
untuk dijadikan landasan dalam persoalan etika yang harus dimiliki oleh
para penuntut ilmu. Sebagai penguat, di antara etika yang harus dimiliki
peserta didik terhadap gurunya adalah:
 Peserta didik jangan bermain-main maupun bersenda gurau di
depan gurunya, jangan memalingkan muka, tetapi pandanglah

Etika Peserta Didik Perspektif Hadits Tarbawi | 30


wajah guru tersebut sambil mendengarkan apa yang
disampaikannya.
 Peserta didik jangan mendahului guru dalam memberikan
penjelasan suatu masalah atau memberi jawaban sebuah pertanyaan
sampai ia mengetahui bahwa gurunya mempersilahkannya untuk
melakukan itu.
 Berilah pertanyaan dengan cara yang lemah lembut dan tutur kata
yang baik.
 Apabila mendengar gurunya mengatakan sebuah persoalan atau
menceritakan sebuah kisah dan dia dalam keadaan menghapal,
maka dengarkanlah terlebih dahulu apa yang disampaikan gurunya
tersebut, kecuali ia diperbolehkan mendengar sambil menghapal
pelajarannya36
 Seorang murid itu jika dia sudah masuk ke kelas dan melihat
gurunya belum datang, maka tunggu lah, jangan pergi sebelum
gurunya membolehkan meninggalkan kelas tersebut, karena lebih
baik waktu menunggu gurunya tersebut digunakan untuk membaca.

Dalam kitab Akhlaq lil banin dijelaskan bahsawanya seorang murid


harus memulyakan gurunya sebagaimana memulyakan kedua orang tuanya
di rumah. Guru adalah sosok orang tua di sekolah. Oleh karena itu, sudah
sepatutnya seorang murid memulyakan gurunya sebagaimana memulyakan
kedua orangtuanya. Semisal ketika ia duduk, maka posisi duduknya harus
dengan posisi yang lebih sopan. Tidak lebih tinggi dari gurunya serta tidak
mengangkat kakinya37
Selain itu sang murid harus berkata dengan sopan terhadap
gurunya. Tidak menggunkan kata-kata yang kasar bahkan dengan kata-
kata yang bisa menyakiti gurunya. Sang murid hendaknya senantiasa

36
Ayman al-Hassayni.hlm.33
37
Umar bin Ahmad Braja, Al-Akhlaq Lil Banin (Surabaya: Maktabah Muhammad bin Ahmad Nabhan Wa
awladihi, 1953).

Etika Peserta Didik Perspektif Hadits Tarbawi | 31


berbicara dengan nada yang lemah lembut ketika ia berbicara dengan
gurunya. Salah satu adab yang termasuk dalam kriteria ini adalah ketika
sang guru berbicara, maka sang murid tidak diperkenankan untuk
memotong atau menyela pembiacaraanya. Jika ia hendak berbicara atau
bertanya maka tunggulah ketika sang guru selesai berbicara. Atau bahkan
menunggu sang guru mempersilahkan kepada murid-muridnya untuk
bertanya. Kemudian sang murid mengacungkan tangan terlebih dahulu dan
menunggu gilirannya dipersilakan untuk mengajukan pertanyaan. Hal yang
demikian adalah hal yang lebih utama38
Dalam berbakti kepada guru hendaknya sang murid mematuhinya
dengan sepenuh hati. Ia senantiasa mematuhi apa yang diperintahkan oleh
gurunya dengan rasa taat. Selama perintah dari guru tidak bertentangan
dengan syari‟at Islam. Ia mematuhi perintah gurunya bukan karena takut
karena akan mendapat hukuman. Bahkan seandainya ia mendapat
hukuman dari gurunya, maka ia tidak boleh merasa marah. Hal tersebut
dilakukan karena semata-mata sang guru berpandangan supaya ia bisa
bertanggungjawab terhadap apa yang ia lakukan. Dengan demikian sang
murid akan merasa bersyukur dan mendapat manfaat kelak ketika ia telah
dewasa39.

38
M. Hasyim Asy’ari, Etika Pendidikan Islam; Petuah KH. M. Hasyim Asy’ari Untuk Para Guru Dan
Murid (Terjemah Kitab Adabul “Alim Wal Muta”Allim) (Yogyakarta: Titian Wacana, 2007).
39
Umar bin Ahmad Braja.

Etika Peserta Didik Perspektif Hadits Tarbawi | 32


BAB IV
PENUTUP
KESIMPULAN
Dari pemaparan di atas mengenai Etika peserta didik, dapat disimpulkan
bahwa etika peserta didik terbagi ke dalam 3 bagian, yaitu :
1. Etika peserta didik terhadap dirinya
2. Etika peserta didik terhadap teman
3. Etika peserta didik terhadap gurunya
Hadits-hadits yang sudah dipaparkan merupakan satu dari sekian banyak
keterangan yang menyatakan betapa pentingnya etika bagi peserta didik.
Diantara hadits shohih yang menyatakan hal tersebut adalah diriwayatkan
oleh Imam Bukhori dan Imam Muslim. Hadits tersebut dinyatakan shohih dan
bebas illat. Sehingga, etika menjadi hal yang trnyata sudah dicontohkan sejak
zaman Rosululloh SAW, dan patut untuk diteladani oleh para peserta didik di
masa sekarang agar apa yang dipelajari dapat membawa manfaat bagi
kehidupannya.

Etika Peserta Didik Perspektif Hadits Tarbawi | 33


DAFTAR PUSTAKA

Abū Ḥāmid Al-Ghazalī, Iḥyā Al-Ulūm Al-Dīn, Jilid I (Jeddah: al-Haramain)

Abū Zakariyā Muḥyiddīn ibn Syarf An-Nawawῑ, Al-Majmū‟Syaraḥ Al-Muhażżab


(Jeddah: Maktabah al-Irsyād)

An-Nawawi, Al-Tibyan Fi Adab Hamalah Al-Qur‟an (Beirut: Dᾱr al-Nafa‟is,


1984)

Ayman al-Hassayni, Mafātīh Al-Najāh Al-„Asyrah (Al-Qāhirah: Mathabiʻ al-


„Ubūr alḤadīṡah, 2012)

Baharuddin, Paradigma Psikologi Islam (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004)


Baihaqi, Akhmad, „ADAB PESERTA DIDIK TERHADAP GURU
DALAM TINJAUAN HADITS (ANALISIS SANAD DAN MATAN)‟,
9.1 (2018), 62–81

Erlan Sumarna, „Kaitan Antara Islam, Iman Dan Ihsan‟, 2019, 1–25
<http://www.ghbook.ir/index.php?name= ‫٘بی‬ ٗٔ‫سصب‬ ٚ ‫فشٕ٘گ‬ ٛٔ &
option=com_dbook&task=readonline&book_id=13650&page=73&chk
hashk=ED9C9491B4&Itemid=218&lang=fa&tmpl=component>

Hamzah Ya‟kub, Etika Islam: Pembinaan Akhlakul Karimah, (Suatu Pengantar)


(Bandung: CV.Diponegoro, 1993)

Harahap, „Esensi Peserta Didik Dalam Perspektif Pendidikan Islam‟, Jurnal Al-
Thariqah, 1.2 (2016), 140

K. Bertenz, Etika (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2007)

Lidwa, Sotfware Ensiklopedi Hadits 9 Imam (Lidwa Pustaka, 2009)

M. Hasyim Asy‟ari, Etika Pendidikan Islam; Petuah KH. M. Hasyim Asy‟ari


Untuk Para Guru Dan Murid (Terjemah Kitab Adabul “Alim Wal
Muta”Allim) (Yogyakarta: Titian Wacana, 2007)

Etika Peserta Didik Perspektif Hadits Tarbawi | 34


Muhammad Alfan, Filsafat Etika Islam (Bandung: CV Pustaka Setia, 2011)
Munir, Ammar, „HADIS TARBAWI TENTANG TEMAN BERGAUL
(Analisa Hadis‟, Jurnal, 3.2 (2015), 16–40

Nata, Abuddin, Akhlak Tasawuf Dan Karakter Mulia (Jakarta: Raja Grafindo,
2012)

Rohman, Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab (Malang: Madani, 2015)

Salminawati, „Etika Peserta Didik Perspektif Islam‟, Jurnal Tarbiyah, 22.1 (2015),
1–20 https://doi.org/Salminawati

Sardiman, Intraksi Dan Motivasi Belajar Mengajar (Jakarta: PT Raja


GrafindoPersada, 2010)

Syafruddin, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Hijri Pustaka Utama) Syah,


Muhibbin, Psikologi Belajar (Jakarta, 2004)

Umar bin Ahmad Braja, Al-Akhlaq Lil Banin (Surabaya: Maktabah Muhammad
bin Ahmad Nabhan Wa awladihi, 1953)

Etika Peserta Didik Perspektif Hadits Tarbawi | 35

Anda mungkin juga menyukai