Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN BLOK 2.

4
ASUHAN KEPERAWATAN ASMA PADA ANAK

Disusun oleh :
Kelompok 12
1. Septiana Indang L. 20477
2. Setiyati W 20478
3. Sri Rahayu 20479
4. Putri Aulia W 20728
5. Refa Sefia A. 20729

Dosen Pembimbing :
Lely Lusmilasari, S.Kp., M.Kes.,PhD

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN,
KESEHATAN MASYARAKAT, DAN KEPERAWATAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2019
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh


Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan
limpahan karunia, rahmat, serta hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan laporan
asuhan keperawatan gangguan peran ini.
Laporan asuhan keperawatan gangguan peran merupakan laporan yang ditujukan untuk
memenuhi penugasan pada Blok 2.4.Growth and Development. Berkat dukungan dan
partisipasi dari berbagai pihak, laporan ini dapat terselesaikan dengan baik sehingga kami
mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan tugas
ini, terutama kepada :
a. Lely Lusmilasari, S.Kp., M.Kes.,PhD sebagai dosen pembimbing
b. Kedua orang tua yang telah memfasilitasi kami
c. Serta semua pihak yang telah membantu dalam tugas diskusi yang tidak dapat kami
sebutkan satu per satu
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan
baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu kami menerima
segala saran dan kritik yang bersifat membangun agar kami dapat memperbaiki laporan ini.
Demikian kata pengantar ini kami buat. kami berharap semoga laporan asuhan
keperawatan ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.
Wassalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Yogyakarta, 9 Maret 2020

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................ii
DAFTAR ISI.............................................................................................................................iii
TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................................................4
KASUS.....................................................................................................................................11
ANALISIS DATA...................................................................................................................12
ASUHAN KEPERAWATAN..................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................16
LATAR BELAKANG
Asma merupakan salah satu penyakit kronis yang tidak menular. Penyakit asma telah
mempengaruhi lebih dari 5% penduduk dunia, dan beberapa indicator telah menunjukkan
bahwa prevalensinya terus menerus meningkat, khususnya pada anak-anak (IDAI, 2015).
Masalah epidemiologi mortalitas dan morbiditas penyakit asma masih cenderung tinggi,
menurut World Health Organization (WHO) yang bekerja sama dengan organisasi asma di
dunia yaitu Global Astma Network (GAN) memprediksikan saat ini jumlah pasien asma di
dunia mencapai 334 juta orang, diperkirakan angka ini akan terus mengalami peningkatan
sebanyak 400 juta orang pada tahun 2025 dan terdapat 250 ribu kematian akibat asma
termasuk anak-anak. (GINA, 2016)
Asma merupakan penyakit respiratorik kronis yang paling sering dijumpai pada anak.
Prevalensi asma meningkat dari waktu ke waktu baik di negara maju maupun negara
berkembang. Prevalensi asma pada anak sekitar 2- 30%. Di Indonesia prevalensi asma pada
anak usia sekolah dasar sekitar 10%, dan pada usia sekolah menegah pertama sekita 6,5%.
(Akib, 2016)

TINJAUAN PUSTAKA

Asma merupakan penyakit inflamasi kronis saluran napas yang melibatkan banyak sel
dan elemen seluler yang mengakibatkan terjadinya hiperresponsif jalan napas yang dapat
menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak nafas, dada berat, dan batuk
terutama pada malam dan atau dini hari yang bersifat reversibel baik dengan atau tanpa
pengobatan.

a. Gambaran Klinis Asma


Asma memiliki gambaran klinis klasik berupa serangan episodik batuk,
mengi, dan sesak napas. Gambaran klinis asma dapat berbeda-beda tergantung faktor
pencetus seperti olahraga, alergen atau paparan terhadap faktor iritasi, perubahan
cuaca, atau infeksi virus pada saluran pernapasan. Pada asma alergi, serangan dapat
disertai dengan pilek atau bersin. Awal serangan juga bisa menunjukan gejala tidak
jelas seperti rasa berat di dada. Pada awalnya gambaran klinis batuk tidak disertai
dengan sekret, namun pada perkembangannya batuk dapat disertai dengan sekret baik
yang mukoid, putih, terkadang purulen.
b. Faktor penyebab
Faktor pencetus asma banyak dijumpai di lingkungan baik di dalam maupun di luar
rumah. Tiap penderita asma akan memiliki faktor pencetus yang berbeda dengan
penderita asma lainnya sehingga orangtua perlu mengidentifikasi faktor yang dapat
mencetus kejadian asma pada anak.
Beberapa penelitian menyebutkan bahwa setiap unsur di udara yang kita hirup dapat
mencetus kambuhnya asma pada penderita. Faktor pencetus asma dibagi dalam dua
kelompok, yaitu genetik, di antaranya atopi/alergi bronkus, eksim dan faktor pencetus
di lingkungan, seperti asap kendaraan bermotor, asap rokok, asap dapur, pembakaran
sampah, kelembaban dalam rumah, serta alergen seperti debu rumah, tungau, dan bulu
binatang.
c. Cara Mendeteksi Asma
Dalam praktiknya, diagnosis asma tidak sulit ditegakkan. Namun pemeriksaan
penunjang perlu dilakukan untuk mendapatkan hasil yang objektif. Pemeriksaan yang
dilakukan merupakan pengukuran faal paru yang memiliki kegunaan sebagai
konfirmasi diagnosis, membantu menilai gradasi penyakit, dan monitoring perjalanan
penyakit. Beberapa metode dapat dilakukan untuk menilai hambatan udara yang
terjadi pada paruparu, namun terdapat dua metode yang secara luas dipergunakan
yaitu (1) sprirometri, untuk mengukur volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1)
(forced expiratory flow in 1 second FEV1) dan kapasitas vital paksa (KVP) (forced
vital capacity/ FEC), dan (2) arus puncak ekspirasi (APE) (peak expiratory flow/
PEF).
Pengukuran faal paru akan menampilkan derajat dari obstruksi jalan napas,
reversibilitas, variabilitas, dan menyediakan data untuk konfirmasi diagnosis asma.
Reversibilitas secara umum dijelaskan sebagai perbaikan cepat pada VEP1 atau APE
yang diukur dalam beberapa menit setelah inhalasi bronkodilator aksi cepat, sebagai
contoh pemberian 200 – 400 mcg salbutamol, atau perbaikan dalam kurun waktu hari
hingga minggu setelah pemberian terapi kontrol berupa inhalasi glukokortikosteroid.
Sedangkan istilah variabilitas berarti perbaikan pada gejala atau fungsi paru yang
terjadi sepanjang waktu. Variabilitas dapat terjadi sepanjang satu hari penuh (diurnal
variability) atau bisa juga dari hari ke hari, bulan ke bulan, ataupun per musim.
Mengetahui riwayat variabilitas merupakan komponen esensial dalam diagnosis asma.
Spirometri merupakan metode yang direkomendasikan untuk mengukur
gangguan jalur napas dan reversibilitasnya untuk menegakkan diagnosis asma.
Pengukuran VEP1 dan KVP dilakukan saat pasien berekspirasi maksimal atau
ekspirasi paksa menggunakan spirometri. Derajat reversibilitas VEP1 yang
mengindikasikan diagnosis asma adalah sebesar 12% dan perbaikan 200ml dari nilai
VEP1 sebelum pemberian bronkodilator. Namun, tidak semua pasien menunjukkan
reversibilitas pada setiap pemeriksaan, sehingga pemeriksaan berulang disarankan
untuk dilakukan. Spirometri termasuk alat yang mampu mencerminkan kondisi
saluran napas dengan baik namun dalam penggunaannya sangat bergantung pada
usaha dan teknik pasien. Oleh karena itu diperlukan instruksi yang tepat dan
menyeluruh bagaimana untuk melakukan manuver ekspirasi paksa pada pasien dan
mencatat 3 nilai tertinggi yang mampu dilakukan oleh pasien. Rentang nilai VEP1
juga bisa sangat berbeda sesuai dengan umur pasien. Berkaitan dengan banyak
penyakit paru lain yang menyebabkan penurunan VEP1, penilaian yang lebih tepat
kondisi saluran napas adalah dengan melihat rasio antara VEP1 terhadap KVP. Rasio
VEP1 terhadap KVP normalnya lebih besar daripada 0,75-0,80 dan mungkin akan
lebih besar dari 0,90 pada anak-anak. Nilai yang didapatkan lebih kecil dibandingkan
nilai diatas maka akan menandakan adanya penyempitan saluran napas.
Pengukuran APE dilakukan dengan menggunakan alat bernama peak flow
meter yang menjadi alat penting didalam diagnosis dan monitoring asma. APE meter
termasuk alat yang tidak mahal, mudah dibawa, dan ideal untuk digunakan oleh
pasien di rumah untuk penilaian objektif penyempitan jalur napas. APE mampu untuk
menilai derajat penyempitan lumen saluran napas terutama apabila terjadi perburukan.
Namun karena nilai APE yang didapatkan akan bervariasi dan nilai prediksi orang
normal sangatlah lebar maka penilaian APE juga sebaiknya dibandingkan dengan
nilai APE terbaik masing-masing pasien. Pada kondisi ini nilai yang dianggap paling
baik adalah saat pasien berada dalam fase asimptomatis atau pada kondisi dengan
terapi penuh dan nantinya akan mampu memberikan data tentang efek perbaikan
kondisi saluran napas oleh pemberian terapi saat terjadinya eksaserbasi atau setelah
maintenance-nya. Diagnosis asma ditegakkan jika didapatkan hasil peningkatan
60cc/menit setelah inhalasi bronkodilator atau ≥20% dibandingkan APE sebelum
diberikan bronkodilator atau variasi diurnal APE ≥20% (dengan 2 kali pembacaan
setiap paginya).
d. Klasifikasi asma
Dibagi menjadi 2 kelompok besar, yaitu berdasarkan gambaran klinis (Tabel
1) dan derajat serangan (Tabel 2). Pasien yang pertama kali datang dengan serangan
asma akan dinilai derajat eksaserbasi akut dan beratnya asma. Klasifikasi kendali
asma dapat dikelompokkan berdasarkan level of asthma control (GINA, 2016) (Tabel
3) dengan aspek yang dinilai berupa pengendalian gejala klinis dan kemungkinan
risiko eksaserbasi, penurunan fungsi paru, atau efek samping obat.
Derajat keparahan asma ditentukan secara retrospektif dari tingkat terapi yang
dibutuhkan untuk mengontrol gejala dan eksaserbasi. Hal ini dapat ditentukan ketika
pasien sudah mendapatkan terapi menggunakan controller selama beberapa bulan dan
setelah penurunan (step down) terapi telah dilakukan untuk mencari tingkat
pengobatan minimum yang efektif. Derajat keparahan asma dapat berubah dalam
beberapa bulan maupun tahun. Derajat keparahan asma dapat ditentukan setelah
pasien sedang dalam terapi controller rutin selama beberapa bulan.
Tabel 1
Klasifikasi derajat asma berdasarkan gambaran klinis secara umum pada orang
dewasa
Tabel 2. Klasifikasi asma berdasarkan derajat serangan

KASUS
Pasien bernama An.R, umur 9 tahun, dibawa ke IGD RSDM pkl 22.00 WIB dengan
keluhan sesak napas dan gelisah. Dari hasil.pengkajian didapatkan data : pada siang hari anak
mengikuti olahraga lari mengelilingi lapangan sepak bola. Saat ini anak lebih suka duduk
dengan lengan bertopang pada kursi, terlihat sianosis dan ada pernapasan cuping hidung.
Pemeriksaan HR= 120 kali per menit, RR= 55 kali per menit, pada dada diapatkan retraksi
subkosta, wheezing, eksperium memanjang. Hasil pemeriksaan lain SaO2= 87%.
Berdasarkan informasi ibu dikatakan bahwa anak sudah mengalami serangan 3 kali dalam
bulan ini dan mengalami gangguan.tidur. Berdasarkan hasil anamnesia tersebut anak harus
rawat inap.

ANALISIS DATA

A. Identitas Pasien
Nama : Ny. S.
Jenis kelamin : Perempuan.
Umur : 25 tahun.
Diagnosa medis : G1P00000 UK 37 minggu dengan asma

B. Pengkajian
Ds :
- Keluhan sesak napas
- Gelisah
- Mengalami serangan 3 kali dalam bulan ini
- Gangguan tidur
- Siang hari anak mengikuti olahraga lari mengelilingi lapangan sepak bola
- Anak terlihat duduk dengan lengan bertopang pada kursi
Do :
- Terlihat sianosis
- Pernapasan cuping hidung
- HR = 120x per menit
- RR= 55 kali per menit
- Terdapat retraksi subkosta pada dada
- Wheezing
- Eksperium memanjang
- SaO2 = 87%

C. Analisis Data
Data Masalah Etiologi
Data Objektif : Ketidaakefektifan pola napas Keletihan otot
- N = 110 x/menit, pernapasan
- P = 31 x/menit,

Data Subjektif :
- Klien mengeluh sesak napas,
dada terasa berat, dan batuk
kering sejak memasuki umur
kehamilan 37 minggu.
- Klien mengatakan dulu
pernah menderita asma
sebelumnya dan ada
keturunan asma dari orang
tuanya.
ASUHAN KEPERAWATAN

Diagnosis (NANDA) NOC NIC


Ketidaakefektifan pola Status Pernafasan Manajemen jalan napas
napas Setelah dilakukan perawatan 1. Posisikan pasien untuk
b.d keletihan otot selama 3 x 24 jam frekuensi memaksimalkan ventilasi
pernapasan d.d nadi 110 pernafasan dipertahankan pada 3 2. Lakukam fisioterapi dada,
x/menit, pernapasan 35 (deviasi sedang dari kisaran sebagaimana mestinya
x/menit, klien normal) ditingkatkan ke 4 (deviasi 3. Ajarkan pasien bagaimana
mengatakan sesak ringan dari kisaran normal) menggunakan inhaler sesuai
napas, dada terasa resep, sebagaimana mestinya
berat, batuk kering Status Pernafasan 4. Posisikan untuk meringankan
Setelah dilakukan perawatan sesak napas
selama 3 x 24 jam kedalaman 5. Monitor status pernapasan
inspirasi dipertahankan pada 4 dan oksigenasi, sebagaimana
(deviasi ringan dari kisaran mestinya
normal) ditingkatkan ke 5 (tidak
ada deviasi dari kisaran normal) Manajemen Asma
1. Ajarkan teknik yang tepat untuk
Manajemen diri : Asthma menggunakan pengobatan dan alat
Setelah dilakukan perawatan (misalnya, inhaler ,nebulizer, peak
selama 3 x 24 jam menginisisasi flow meter)
tindakan untuk mencegah pemicu 2. Ajarkan klien untuk
pribadi pada 3 (kadang – kadang mengidentifikasi dan menghindari
menunjukan) ditingkatkan ke 5 pemicu sebisa mungkin
(secara konsisten menunjukan) 3. Bantu untuk mengenal tanda
dan gejala sebelum terjadi reaksi
Manajemen diri : Asthma asma dan implementasi dari
Setelah dilakukan perawatan respon tindakan yang tepat
selama 3 x 24 jam menginisiasi 4. Monitor kecepatan, irama,
tindakan untuk mengelola pemicu kedalaman dan usaha pernapasan
pribadi dipertahankan pada 2 5. Berikan pengobatan dengan
(jarang menunjukan) ditingkatkan tepat dan/atau sesuai kebijakan
ke 4 (sering menunjukan) dan petunjuk prosedur
6. Ajarkan teknik
Manajemen diri : Asthma bernapas/relaksasi
Setelah dilakukan perawatan
selama 3 x 24 jam menggunakan
inhaler, spacer, dan nebulizer
dengan tepat diperthankan pada 2
(jarang menunjukan) ditingkatkan
ke 5 (secara konsisten
menunjukan)
DAFTAR PUSTAKA

Agustina Wiwik. 2015. Respon Imun Pada Penderita Asma Selama Kehamilan. Jurnal Ilmu
Kesehatan Vol. 4 No. 1. Diakses dari: http://dosen.stikesdhb.ac.id/richa-noprianty/wp-
content/uploads/sites/16/2017/05/PENYAKIT-PARU_KEHAMILAN-PADA-IBU-
ASMA.pdf
Agustina, Wiwik dan Sumiatun. 2017. Pengaruh Kehamilan terhadap Frekuensi Kekambuhan
Asma pada Ibu Hamil Trimester I, II dan III Dengan Riwayat Asma di Kota Malang.
Journal of Nursing Care & Biomolecular . Vol 2 No 2 Tahun 2017. Diakses dari:
http://jnc.stikesmaharani.ac.id/index.php/JNC/article/download/42/99
Bulechek, G. M., Butcher, H.K., Dochterman, J.M., & Wagner, C.M. (2016). Nursing
Intervension Classification (NIC), Edisi 6. Philadelpia : Elsevier.
Dharmayanti Ika, dkk. 2015. Asma pada Anak di Indonesia: Penyebab dan Pencetus.
Kesmas: Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 9, No. 4. Diakses dari:
https://media.neliti.com/media/publications/39928-ID-asma-pada-anak-indonesia-
penyebab-dan-pencetus.pdf
Global Initiative for Asthma (GINA). The global strategy for asthma management and
prevention. USA: GINA; 2015. Diakses dari: http://www.ginasthma.org/

Handayani, Desti Wulan dan Rodiani. 2014. Multigravida Hamil 35 Minggu dengan Asma
pada Kehamilan. Jurnal Kedokteran Unila. Vol .3. No .1. Diakses dari :
http://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/agro/article/%2520download/1174/pdf
Herdman, T.H. (2018). NANDA International Nursing Diagnoses: definitions and
classification 2018-2020. Jakarta: EGC.
Moorhead, Sue., Johnson, Marion., Maas, M.L., & Swanson, Elizabeth. (2016). Nursing
Outcomes Classification (NOC), Edisi 5. Philadelpia: Elsevier.
Tantri, Ignatia Novianti dan Tjok Istri Anom Saturti. 2016. Serangan Asma Akut Derajat
Sedang pada Kehamilan. Diakses dari:
https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_dir/1e980277d95404a6b5b7ef738
cc39b6d.pdf
FORMAT PENILAIAN PENUGASAN KELOMPOK,
LAPORAN ASKEP

No Aspek Penilaian Bobot Nilai yang Diperoleh


1 Penampilan laporan 5
2 Kesesuaian isi laporan dengan 30
penugasan yang diberikan
3 Pembahasan (kesesuaian analisis 40
data, Diagnosis, NOC dan NIC)
4 Kesimpulan 10
5 Daftar pustaka 5
6 Ketepatan pengumpulan laporan 10

Anda mungkin juga menyukai