Kelas : IV – B
Asal Sekolah : SDN Karang Tengah 12
Pada awal di abad ke-16, ulama bernama Fatahillah dari Pasai datang ke Banten karena perintah
dari Sultan Trenggana dengan tujuan untuk mempeluas wilayah Kerajaan Demak. Pada tahun 1527,
Fatahillah merebut Sunda Kelapa dan diganti namanya menjadi Jayakarta. Perebutan yang
dilakukan ini juga semakin mempermudah penyebaran agama Islam dan ia juga dibantu sang anak
yang bernama Sultan Hasanuddin. Pada saat tersebut, Banten masih merupakan kadipaten atau
daerah bawahan dari Kerajaan Demak dan saat Trenggana gugur saat perang merebut Blambangan
di Pasuruan Jatim, akhirnya kemelut perebutan kekuasaan kekuasaan Demak dipindahkan ke Pajang
oleh Joko Tingkir sehingga Hasanuddin memproklamirkan Banten menjadi Kesultanan yang
merdeka dan independen selepas dari kekuasaan Demak.
Kerajaan Banten adalah salah satu kerajaan Islam yang ada di Provinsi Banten dan pada awal
mulanya berada di bawah kekuasaan Kerajaan Demak. Namun kemudian, Banten melepaskan diri
saat Kerajaan Demak mundur dan pemimpin pertama Kerajaan Banten adalah Sultan Hasanuddin
yang memiliki periode pemerintahan dari tahun 1522 sampai dengan 1570. Sultan Hasanuddin lalu
membuat Banten menjadi pusat perdagangan dan memperluas wilayahnya hingga Lampung sebagai
penghasil lada di wilayah Sumatera Selatan. Baca Artikel terkait lainnya Sejarah Kerajaan Kutai
Kartanegara Lengkap, Sejarah Kerajaan Majapahit dan Sejarah Kerajaan Islam di indonesia.
Jika dilihat dari letak geografisnya, Kerajaan Banten ada di bagian utara yang sekarang merupakan
provinsi Banten. Kerajaan Banten ada di wilayah Banten pada bagian paling ujung Pulau Jawa dan
pada awalnya wilayah dari Kesultanan Banten masuk ke dalam wilayah Kerajaan Sunda.
Raja-Raja Kerajaan Banten
Kerajaan Banten memiliki beberapa pemimpin di masanya dan dari beberapa pemimpin itu
menghasilkan kehidupan rakyat Banten yang baik dan juga kehidupan sosial yang semakin merosot
dan akhirnya menyebabkan hancurnya Kerajaan Banten Tersebut.
1. Sultan Hasanuddin
Waktu terjadi perebutan kekuasaan di Kerajaan Demak, Banten dan juga Cirebon ingin melepaskan
diri dari Demak sehingga akhirnya kedua wilayah tersebut menjadi wilayah yang berdaulat. Selepas
dari Demak, Sultan Hasanuddin diangkat menjadi raja Banten pertama dan memerintah selama 18
tahun dari tahun 1552 sampai dengan 1570 M. Dibawah pemerintahan Sultan Hasanuddin,
Lampung berhasil dikuasai yang merupakan wilayah penghasil rempah lada dan Selat Sunda
sebagai jalur lalu lintas perdagangan. Dalam pemerintahannya, Sultan Hasanuddin membangun
pelabuhan Banten sehingga banyak dikunjungi pedagang banyak bangsa seperti pedagang dari
Gujarat, Persia dan juga Venesia yang ingin menghindari Selat Malaka yang saat itu dikuasai oleh
Portugis. Banten semakin berkembang dan menjadi bandar perdagangan serta pusat penyebaran dari
agama Islam. Sultan Hasanuddin kemudian wafat tahun 1570 dan diganti oleh putranya yakni
Maulana Yusuf.
2. Maulana Yusuf
Maulana Yusuf memerintah Banten dari tahun 1570 sampai dengan 1580 M. Pada tahun 1579,
Maulana Yusuf berhasil menaklukan Kerajaan Pajajaran di Pakuan, Bogor dan juga menyingkirkan
Raja Pajajaran yakni Prabu Sedah sehingga membuat banyak rakyat Pajajaran yang mengungsi ke
pegunungan dan sampai sekarang dikenal dengan Suku Badui di Rangkasbitung, Banten.
3. Maulana Muhammad
Maulana Yusuf yang wafat lalu digantikan oleh putranya yakni Maulana Muhammad yang naik
tahta saat usianya masih 9 tahun sehingga pemerintahan dijalankan oleh Mangkubimu Jayanegara
sampai Maulana Muhammad beranjak dewasa dan memerintah tahun 1580 sampai dengan 1596.
Sesudah 16 tahun kemudian, Sultan Maulana Muhammad menyerang Kesultanan Palembang yang
didirikan Ki Gendeng Sure, bangsawan Demak. Kerajaan Banten yang juga merupakan keturunan
dari Demak juga merasa memiliki hak atas Palembang, namun Banten kalah dan Sultan Maulana
Muhammad tewas di dalam pertempuran tersebut.
Sultan Ageng Tirtayasa lalu memerintah Banten tahun 1651 sampai dengan 1682 M. Pada masa
Sultan Ageng Tirtayasa inilah akhirnya Banten mencapai puncak kejayaan dan Sultan Ageng
Tirtayasa juga berusaha untuk memperluas wilayah kerajaannya. Tahun 1671 M, Sultan Ageng
Tirtayasa lalu mengangkat putranya untuk dijadikan raja pembantu dengan gelar Sultan Abdul
Kahar atau Sultan Haji. Sultan Haji ini memiliki jalinan baik dengan Belanda sehingga membuat
Sultan Ageng Tirtayasa yang kecewa melihatnya lalu menarik jabatan raja pembantu Sultan Haji.
Sultan Haji kemudian ingin mempertahankan jabatan tersebut dengan cara meminta bantuan pada
Belanda sehingga terpecahlah perang saudara dan Sultan Ageng Tirtayasa tertangkap kemudian di
penjara di Batavia sampai ia wafat pada tahun 1691 M.
6. Sultan Haji
Sultan Haji diberikan wewenang untuk mengatur urusan dalam negeri di Surosowan sedangkan
untuk wilayah luar Surosowan masih di pegang oleh Sultan Ageng dan anaknya yakni Pangeran
Purbaya. Pindahnya Sultan Ageng Tirtayasa lalu dimanfaatkan oleh Belanda dengan mendekati
Sultan Haji agar bisa dihasut dan Belanda berhasil sampai selalu di undang dalam setiap upacara.
Hubungan Belanda dan Sultan Haji yang semakin erat membuat Belanda berhasil merubah tingkah
laku dari Sultan Haji seperti cara makan, cara berpakaian dan berbagai hal lainnya sehingga gaya
hidup Sultan Haji lebih kebarat-baratan dibandingkan memakai budaya bangsanya sendiri. Sultan
Ageng yang prihatin lalu meminta guru spiritual bernama Syekh Yusuf agar bisa memerintahkan
Sulan Haji untuk pergi ke Mekkah dan Sultan Ageng berharap supaya anaknya bisa berubah dan
dewasa dalam memerintah Kerajaan Banten.
Pada tahun 1674, Sultan menunaikan ibadah haji dengan rombongan dan selama Sultan pergi,
kekuasaan dipegang sementara oleh adiknya yakni Pangeran Purbaya dan Sultan pergi ke Mekkah
selama 2 tahun sehingga ia dikenal dengan nama Sultan Haji tersebut. Namun ternyata sifatnya
tidak berubah justru lebih mudah dipengaruhi Belanda sehingga akhirnya timbul konflik antara
Sultan Ageng dengan Sultan Haji. Dalam perpecahan ini, VOC mendukung Sultan Haji dengan
memberikan beberapa persyaratan yakni Banten harus menyerahkan Cirebon untuk VOC, monopoli
lada di Banten dikuasai VOC dan Persia, India serta Cian harus disingkirkan sebab merupakan
saingan dari VOC, Banten juga diharuskan membayar 600.000 ringgit jika ingkar dengan janji dan
pasukan Banten yang menguasai pantai serta pedalaman Priyangan juga harus ditarik.
Perjanjian ini disetujui Sultan Haji dan dengan bantuan VOC, Sultan Haji menyerang Keraton
Tirtayasa dan sebagai rasa terima kasih, Sultan Haji memberikan ucapan selamat pada pergantian
Gubernur Jenderal Belanda yang membuat hati Sultan Ageng Tirtayasa sangat sakit. Pada 27
Februari 1682, Sultan Ageng lalu memberikan perintah untuk menyerang Surosowan yakni dengan
membakar kampung-kampung dekat Keraton Surosowan sehingga membuat belanda yang tinggal
disitu menjadi gentar.
Pembakaran kampung ini terjadi selama 1 malam dan Sultan Haji melarikan diri dengan meminta
perlindungan orang Belanda yakni Jacob de Roy dan saat siang akhirnya pertempuran berhenti.
Belanda kemudian menambah pasukan sehingga perang yang sudah dikuasai Sultan Ageng berbalik
di pegang oleh Belanda kemudian Keraton Tirtayasa di kepung belanda sampai beberapa bulan
sehingga timbul kelaparan dan pengikut Sultan Ageng bersama Sultan Ageng melarikan diri. Pada
tanggal 14 Maret, Sultan Ageng tiba di Keraton Surosowan dan kemudian di penjara di Batavia
sampai ia menutup usia. Baca Artikel terkait lainnya Asal Usul Nusantara, Sejarah Minangkabau,
dan Sejarah Candi Kalasan.
Masjid Agung Banten merupakan peninggalan Kerajaan Banten sebagai kerajaan Islam Indonesia
yang berada di Desa Banten Lama, Kecamatan Kasemen dan masih berdiri sampai sekarang. Masjid
ini di bangun tahun 1652 pada masa pemerintahan putra pertama Sunan Gunung Jati yakni Sultan
Maulana Hasanuddin dan menjadi salah satu 10 masjid tertua di Indonesia yang masih berdiri
sampai sekarang. Masjid ini mempunyai menara yang terlihat seperti mercusuar dan bagian atapnya
seperti pagoda China, sedangkan pada bagian kiri dan kanan masjid ada serambi serta kompleks
pemakaman Sultan Banten dan juga keluarganya.
Seni budaya bisa dilihat dari bangunan masjid Agung Banten [Tumpang Lima] dan juga beberapa
bangunan gapura yang ada di Kaibon Banteng. Selain itu, istana yang di bangun Jan Lukas Cardeel
seseorang berkebangsaan Belanda yang merupakan pelarian dari Batavia dan memeluk agam Islam.
Istana ini terlihat seperti istana Eropa dan situs peninggalan lainnya juga tersebar di beberapa kota
lain seperti Serang, Tangerang, Pandeglang dan juga Cilegon.
4. Benteng Speelwijk
Benteng Speelwijk merupakan poros pertahanan maritim pada jama kerajaan yang memiliki tinggi 3
meter dan di bangun pada tahun 1585. Benteng ini berguna untuk pertahanan dari serangan laut dan
juga sebagai tempat mengawasi aktivitas pelayaran di sekitar Selat Sunda. Pada benteng ini terdapat
mercusuar dan beberapa meriam di bagian dalam serta terowongan yang menghubungkan benteng
dengan Istana Keraton Surosowan.
5. Danau Tasikardi
Danau yang merupakan danau buatan ini terletak di sekitar Istana Keraton Kaibon yang dibuat pada
tahun 1570 sampai dengan 1580 masa pemerintahan Sultan Maulana Yusuf. Danau ini memiliki
lapisan ubin serta batu bata dengan luas 5 hektar namun sekarang ini semakin menyusut sebab
tertimbun tanah sedimen di sekitar pinggir danau yang terbawa dari air hujan serta sungai di sekitar
danau. Danau ini berguna sebagai sumber air utama keluarga kerajaan di Istana Keraton Kaibon dan
juga sebagai saluran air irigasi sawah di sekitar Banten.
6. Vihara Avalokitesvara
Kerajaan Banten memang merupakan kerajaan Islam, akan tetapi toleransi beragamnya sangat
tinggi sehingga Vihara tempat beribadah umat Budha ini juga bisa didirikan. Vihara ini masih
berdiri sampai sekarang dengan utuh yang pada dinding vihara terdapat relief tentang legenda
siluman ular putih.
7. Meriam Ki Amuk
Dalam Benteng Speelwijk ada beberapa bua meriam dan meriam yang memiliki ukuran terbesar
dinamakan dengan meriam ki amuk sebab meriam ini bisa menembak dengan jauh dan daya
ledaknya juga besar. Meriam ini merupakan rampasan dari pemerintah Belanda saat perang. Baca
Artikel terkait lainnya Sejarah Candi Cetho, Candi Peninggalan Budha, dan Candi Peninggalan
Agama Hindu.
Pada tahun 1511, Malaka jatuh ke tangan Portugis dan membuat pedagang muslim pindah jalur
pelayaran ke Selat Sunda. Pada pemerintahan Sultan Hasanuddin, Kerajaan Banten berkembang
menjadi pusat perdagangan dan ia juga memperluas kekuasaan Banten ke wilayah Lampung yang
merupakan penghasil lada.
Maulana Yusuf lalu menggantikan Sultan Hasanuddin pada tahun 1570 sampai dengan 1580 dan
pada tahun 1579, ia berhasil menaklukan Kerajaan Pajajaran sehingga rakyat Kerajaan Pajajaran
Mengungsi ke pedalaman Banten Selatan dan dikenal dengan Suku Badui. Sesudah Kerajaan
Pajajaran berhasil ditaklukan, para elit Sunda kemudian memeluk agama Islam.
Maulana Yusuf diganti oleh Maulana Muhammad pada tahun 1580 sampai dengan 1596 yang
berhasil menyerang Kesultanan Palembang dan dalam perang ini, Maulana Muhammad tewas dan
dilanjutkan oleh putra mahkota yakni Pangeran Ratu. Ia kemudian diberikan gelar Sultan Abu
Mufakhir Mahmud Abdul Kadir. Kerajaan Banten memperoleh kejayaan di masa Pangeran Ratu
yakni Sultan Ageng Tirtayasa tahun 1651 sampai dengan 1682 dan ia menentang kekuasaan
Belanda dalam membentuk VOC serta menguasai pelabuhan Jayakarta yang dilaksanakan Sultan
Ageng Tirtayasa gagal dan kemudian digantikan oleh Sultan Haji. Baca Artikel terkait
lainnya Sejarah Islam di Indonesia, Sejarah Kota Surabaya, Sejarah Situs Ratu Boko.
Dengan kemenangan tersebut, Sultan haji menyerahkan Lampung di tahun 1682 pada VOC sebagai
balasannya. Pada 22 Agustus 1682 akhirnya hadir surat perjanjian hak monopoli perdagangan lada
di daerah Lampung ke tangan VOC. Sultan Haji kemudian meninggal pada tahun 1687 dan VOC
menguasai Banten yang membuat pengangkatan Sultan Banten harus disetujui oleh Gubernur
Jenderal Hindian Belanda di Batavia.
Setelah itu terpilih Sultan Abu Fadhl Muhammad Yahya untuk menggantikan Sultan Haji dan
kemudian digantikan kembali oleh Sultan Abul Mahasin Muhammad Zainul Abidin. Pada tahun
1808 sampai dengan 1810, Gubernur Hindia Belanda melakukan penyerangan ke Banten di masa
pemerintahan Sultan Muhammad bin Muhammad Muhyiddin Zainussalihin. Penyerangan ini terjadi
karena Sultan tidak mau menuruti permintaan Hindia Belanda karena ingin memindahkan ibukota
Banten ke Anyer. Tahun 1813, akhirnya Banten runtuh oleh Inggris.
Pembunuhan kemudian dilakukan rakyat Banten pada Belanda sebab Sultan Haji lebih memihak
pada Belanda dan sebagian rakyat juga tidak mengakui Sultan Haji sebagai Sultan Banten. Sultan
Haji menjadi gelisah dan menyesal dengan apa yang sudah dilakukan pada ayah dan asik
kandungnya sendiri. Belanda yang sudah dijadikan sahabat oleh Sultan Haji justru berbalik
menyerangnya dan karena merasa tertekan, Sultan Haji akhirnya meninggal sehingga perebutan
kekuasaan oleh anak-anaknya pun terjadi.
Perebutan kekuasaan tersebut membuat Belanda turun tangan dan mengangkat anak Sultan Haji
bernama Abdul Fadl Muhammad Yahya sebagai Sultan Banten da pada masa pemerintahan
tersebut, kekuasaan Banten berada di tangan Belanda sehingga kebijakan yang dilakukan Sultan
haruslah mendapat persetujuan dari Belanda. Baca Artikel terkait lainnya Pertempuran Medan
Area, Sejarah Candi Kalasan, Asal Usul Nusantara.
Demikian penjelasan lengkap yang bisa kami berikan mengenai sejarah Kerajaan Banten lengkap
dengan nama-nama pemimpin kerajaan Banten, peninggalan bersejarah Kerajaan Banten,
kehidupan perekonomian, sosial serta budaya. Semoga dengan ulasan yang kami berikan ini bisa
menambah wawasan anda seputar sejarah yang ada di tanah air kita Indonesia dan semoga bisa
bermanfaat. Kami mohon maaf jika terjadi kesalahan dalam penulisan, silahkan di share jika artikel
ini bermanfaat, terima kasih.