Anda di halaman 1dari 10

Materi Pelatihan – Ilmu Sungai dan Bangunan Hidraulika

6 ANGKUTAN SEDIMEN DI SUNGAI

Sedimen adalah suatu kepingan/potongan material yang terbentuk oleh proses phisik dan
kimia dari batuan/tanah. Partikel tersebut bervariasi dalam ukuran (dari bongkah sampai
lempung/koloidal), bentuk dari bulat sampai tajam. Juga bervariasi dalam kerapatan dan
komposisi materialnya dengan kuarsa yang paling dominan. Apabila suatu partikel sedimen
terlepas, maka ada kemungkinan untuk terangkut akibat gravitasi, angin dan/atau air.

Apabila yang mengangkut adalah air maka disebut fluvial atau angkutan sedimen laut. Proses
bergerak atau kembalinya partikel dari tempat asalnya atau tempat menetapnya disebut erosi.
Pada saluran, aliran air mengikis material yang ada di tebing dan/atau dasar saluran sampai
aliran "termuat" oleh sedemikian banyak butiran sedimen sebesar energi aliran yang akan
dapat mengangkutnya.

6.1 Mekanisme Angkutan

Angkutan sedimen di sungai yang bergerak oleh aliran air, sangat erat berhubungan dengan
erosi tanah permukaan karena hujan. Air yang meresap ke tanah dapat mengakibatkan
longsoran tanah yang kemudian masuk ke sungai mempunyai andil yang sangat besar pada
jumlah angkutan sedimen di sungai. Seluruh proses merupakan siklus yang saling terkait
antara erosi tanah  angkutan sedimen  pengendapan.

Erosi tanah dan jumlah angkutan sedimen di sungai dinyatakan dengan ton per kilometer
persegi setiap tahun, sangat tergantung pada iklim setempat, keadaan butiran tanah,
kemiringan permukaan tanah dan keadaan vegetasi di daerah tangkapan hujan. Nilainya
berkisar antara 50 s/d 500 t/km2/th.

Pembagian keadaan aliran yang terjadi dalam aliran turbulen pada dasar yang tetap hanya
dapat dilakukan dengan metoda empiris. Parameter-parameter yang penting antara lain,
tegangan geser pada dasar, kedalaman air dan kekasaran dasar. Pembagian gerakan partikel
dalam aliran sebagian besar juga ditentukan secara empiris, sehingga pada kenyataannya
hanya ada sedikit dasar teoritis yang memberikan hubungan antara aliran dan angkutan
sedimen.

Sebagian besar pengetahuan yang ada didapat dari percobaan dan argumentasi fisik yang
umum. Untuk gerak mula partikel, gambaran yang logis dapat dijelaskan sebagai berikut:

37
Materi Pelatihan – Ilmu Sungai dan Bangunan Hidraulika

Apabila nilai kecepatan geser suatu partikel tepat lebih besar dari kecepatan kritis gerak mula
partikel, maka material dasar akan bergerak dengan bergulung/meluncur dengan suatu kontak
tertentu terhadap dasar. Kalau nilai kecepatan geser membesar, partikel akan bergeser
sepanjang dasar dengan loncatan yang hampir teratur yang disebut meloncat. Apabila nilai
kecepatan geser mulai melebihi nilai kecepatan jatuh dari partikel, maka partikel akan
terangkat sampai gaya turbulen sebanding atau lebih besar dari berat basah partikel, dan
partikel akan berada pada keadaan melayang.

6.2 Komposisi dan Macam Angkutan

Komposisi angkutan muatan material dasar (bed material transport) terdiri dari angkutan
muatan dasar (bed load) dan angkutan muatan layang (suspended load).
Tingkat pergerakan angkutan muatan material dasar ditentukan oleh kondisi hidraulik aliran
setempat dan dapat dihitung dengan rumus-rumus angkutan yang tersedia, antara lain :
Meyer-Peter-Mueller (MPM), Ackers-White (A-W), Engelund-Hansens (E-H), Van Rijn (VR)
dan lain-lain. Walaupun demikian tidak mudah untuk menentukan rumus yang sesuai dalam
memecahkan suatu masalah, karena sering kali terdapat perbedaan yang besar antara
penggunaan rumus yang satu dengan yang lain. Oleh karena itu, penetapan rumus yang akan
digunakan harus terlebih dahulu dibandingkan dengan hasil pengamatan/pengukuran
langsung banyaknya sedimen di sungai yang ditinjau pada beberapa keadaan debit sungai.

Untuk angkutan sedimen yang lain yaitu angkutan muatan kikisan (wash load) yang tidak
berhubungan dengan kondisi hidraulik setempat, karena berasal dari erosi daerah pengaliran
sungai. Angkutan muatan kikisan merupakan material yang terdiri dari butiran yang sangat
halus yang bergerak sebagai muatan layang dan tidak berada di dasar sungai. Oleh karena itu
angkutan kikisan hanya diperhitungkan dalam sedimentasi di waduk atau pengendapan di
muara di mana kecepatan aliran dianggap sangat kecil.

Untuk sungai dengan dasar terdiri dari cadas, hampir semua material akan terangkut sebagai
angkutan kikisan.

Pada berbagai sungai angkutan muatan layang dapat terdiri dari angkutan muatan material
dasar atau angkutan muatan kikisan. Material yang halus terbawa aliran sungai, tetapi tidak
akan mengendap atau berhubungan dengan butiran pada sungai alluvial (tetapi akan
mengendap di waduk atau pada bantaran sungai). Sifat sungai terutama ditentukan dari
pengendapan dan/atau penggerusan pada material dasar atau tebing sungai.

38
Materi Pelatihan – Ilmu Sungai dan Bangunan Hidraulika

Proses pengangkutan sedimen dalam aliran dan/atau gelombang yang paling dominan adalah
pada bagian yang dekat dasar. Oleh karena itu sangat penting untuk mengetahui besar dan
arah dari kecepatan aliran dan tegangan geser pada bagian dekat dasar dalam kaitannya juga
dengan terjadinya bentuk dasar atau pada keadaan dasar yang rata.

Berdasarkan mekanisme (cara bergerak) dari angkutan dapat dibedakan dua macam
angkutan :

1) muatan dasar (bed load), yaitu pergerakan partikel yang berhubungan dengan dasar
dengan cara berguling, meluncur dan meloncat.
2) muatan layang (suspended load), yaitu pergerakan partikel dalam pusaran aliran.
Kecenderungan partikel untuk mengendap diimbangi dengan gerak difusif dari aliran
turbulen.

Pembagian yang pasti tidaklah mudah untuk dilakukan. Kriteria yang umum untuk permulaan
angkutan muatan layang adalah suatu nilai perbandingan antara kecepatan geser dan
kecepatan jatuh U*/w  1,5. Pergerakan partikel ini terapung dari satu posisi ke posisi lain. Hal
ini hanya penting untuk partikel yang bergerak di udara. Partikel yang paling tinggi bergerak
dalam air berkisar antara 2 - 3 kali diameternya, sehingga pergerakan ini dapat diperkirakan
sebagai muatan dasar.

Berdasarkan asalnya material angkutan dapat dibedakan dua macam angkutan:

1) muatan material dasar (bed material transport), yang berasal dari dasar, berarti bahwa
angkutan ini ditentukan oleh keadaan dasar dan aliran (dapat terdiri dari muatan dasar
dan muatan layang). Angkutan ini mempengaruhi perubahan morfologi sungai, baik
agradasi maupun degradasi dasar sungai.

2) muatan kikisan (wash load), yang berasal dari hasil erosi daerah aliran sungai dan
tidak berhubungan dengan kondisi hidraulik aliran setempat (sangat dipengaruhi oleh
DAS). Angkutan ini terdiri dari butiran yang sangat halus dengan diameter < 50 µm
(terdiri dari lempung dan lanau) yang hanya dapat bergerak dengan cara melayang dan
tidak berada pada dasar sungai. Oleh karena itu muatan kikisan tidak dapat dihitung
(harus diukur) dan dapat dipengaruhi oleh turbulensi dan viskositas aliran. Muatan
kikisan tidak berpengaruh terhadap perubahan morfologi sungai, tetapi hanya
diperhitungkan pada pendangkalan/pengendapan di waduk.

39
Materi Pelatihan – Ilmu Sungai dan Bangunan Hidraulika

Gambar 6.1 : Asal dan Mekanisme angkutan sedimen di sungai (Jansen, et all, 1979)

Pada kenyataannya tidaklah demikian mudah untuk membedakan kedua macam angkutan
muatan sedimen tersebut. Berdasar pada keadaan geologi dari daerah tangkapan sungai,
dapat dibuat hubungan antara keadaan fraksi butir sedimen dengan jumlah angkutan total
seperti terlihat pada Gambar 6.2 dan dibedakan menjadi dua tipe sungai:

1) sungai tipe A di mana perbedaan antara kedua macam angkutan muatan material
dasar dan muatan kikisan dapat dilakukan dengan jelas dengan meninjau keadaan
diameter butirnya. Pada tipe ini muatan kikisan dapat dibedakan yang mempunyai
diameter butir antara 50-60 µm. Contoh tipe sungai ini antara lain Sungai Rhine,
sungai Niger dan sungai Magdalena.

2) pada sungai tipe B ukuran butir tidak dapat dibedakan dengan jelas dalam macam
angkutan. Pada sungai tipe ini ukuran butir tidak dapat dipakai sebagai kriteria untuk
menentukan jenis angkutan material dasar atau muatan kikisan. Contoh tipe sungai
ini adalah sungai Serang di Jawa Barat (De Vries, 1985)

Gambar 6.2 Definisi dari muatan kikisan

40
Materi Pelatihan – Ilmu Sungai dan Bangunan Hidraulika

Salah satu cara untuk membedakan muatan sedimen dasar dan muatan kikisan dilakukan
dengan kriteria yang dibuat oleh Vlugter (1941, 1962) dan Bagnold (1962), dengan prinsip
keseimbangan energi untuk partikel dalam aliran. Partikel memerlukan energi tertentu untuk
tetap berada dalam keadaan suspensi.
Di lain pihak saat melayang turun partikel juga mengeluarkan energi potensial ke dalam aliran.

Sehubungan dengan hipotesa ini, angkutan material dengan kecepatan endap w menjadi tidak
terbatas pada keadaan:
s  a
w  u. I
a

Untuk sedimen jenis kwarsa (ρs = 2650 kg/m3) kriteria ini menjadi:

w  1,6 u. I

Kriteria Vlugter – Bagnold ini tidak hanya mencakup sifat dari kecepatan endap sedimen w,
tetapi juga keadaan alirannya.

Hal ini dianggap wajar karena angkutan sedimen kikisan didefinisikan sebagai muatan yang
tidak berpengaruh terhadap perubahan morfologi sungai. Apabila pada suatu sungai
dibangun bendungan dengan waduknya, selanjutnya berkenaan dengan persamaan
tersebut di atas, nilai w mengecil searah penampang memanjang bendungan. Apabila
volume waduk besar, maka hampir semua sedimen akan diendapkan, demikian juga
muatan kikisan dalam sungai yang semula tidak terganggu.

Kriteria lain untuk membedakan komposisi muatan dasar dan muatan layang dalam aliran
adalah dengan menggunakan perbandingan antara nilai kecepatan geser (U*) dan
kecepatan endap (w). Kriteria yang lebih lengkap dapat dipelajari pada Tabel 6.1.

Tabel 6.1 Kriteria muatan sedimen layang

U*/w ω/κ U* Kriteria muatan sedimen

<1 <1 Tidak ada muatan layang

1,5 1,60 Ada sedikit muatan layang

3 0,80 Ada muatan layang

10 0,25 Banyak muatan layang

40 0,06 Muatan Layang terdistribusi merata

41
Materi Pelatihan – Ilmu Sungai dan Bangunan Hidraulika

Untuk muatan kikisan diperkirakan pada keadaan U*/w  200 , di mana pada keadaan tersebut
muatan kikisan akan terdistribusi merata dalam arah kedalaman sungai.

Misal untuk kecepatan rata-rata U > 1,5 m/s dengan kecepatan endap w < 0,75 cm/s, maka
keadaan ini akan berlaku untuk partikel dengan diameter butir ≤ 60 μm.

6.3 Perhitungan Muatan Sedimen

Untuk menghitung angkutan muatan sedimen di sungai dapat dipergunakan persamaan


umum :

s = m . un
2
dengan : s = angkutan sedimen, per meter lebar [ m /s ]
u = kecepatan aliran rata-rata [ m/s ]
m & n = koefisien

Metode perhitungan untuk memprediksi besarnya angkutan sedimen dapat dilakukan


dengan persamaan umum tersebut di atas, di mana akan dibedakan dua macam metode
yang tersedia, yaitu :

(I) Meyer-Peter-Mueller (MPM), Van Riji dan Bagnold untuk menghitung muatan dasar
(bed load);

(ii) Engelund-Hansens (E-H), Ackers-White, untuk menghitung muatan total (total load),
yang terdiri dari muatan dasar (bed load) maupun muatan Iayang (suspended load).

Sebagai bahan perbandingan, kadang-kadang persamaan umum untuk angkutan sedimen


dapat juga dinyatakan sebagai :

s = m'. D -P. un
-P
dengan; m’.D = m = koefisien

Nilai koefisien n

(1) Engelund Hansens (1967)

Persamaan Engelund Hansen untuk sungai lebar dapat ditulis dengan:

5/ 2
0,05  h . i  C2
S g.. D . 3
.  . ………………………………(6 -1)
1     . D50 
50
g

42
Materi Pelatihan – Ilmu Sungai dan Bangunan Hidraulika

Untuk aliran yang seragam, dapat dipakai pendekatan dengan persamaan koefisien
Chezy, yaitu :

u2
h . i= ………………………………………………………………………………………(6 - 2)
C2

Dengan menggabungkan ke dua persamaan (6-1) dan (6-2), didapat :

5/ 2
0,05  u2  C2
S g .. D . 3
. 2  . ………………………….(6 - 3)
1    C .  . D50 
50
g

yang dapat juga ditulis dengan cara, yaitu :

0,05
S g  2 . 2 . D 50
1
. C  2 . u 5 ………………………………………...(6 - 4)
1 1
.
1

Dengan demikian persamaan Engelund-Hansens dapat ditulis sebagai :

S  m . un

dengan

0,05
m g  2 . 2 . D 50
1
. C  2 ……………………………………………….(6 - 5)
1 1
.
1
dan

n = 5 ………………………………………………………………………………… (6 -6)

(2) Meyer-Peter-Mueller (1948)

Penjabaran nilai n untuk persamaan Meyer-Peter-Mueller, sedikit lebih tidak praktis. Dengan
anggapan bahwa :

S  m . u n ………………………………………………………………………….(6 - 7)

dijabarkan menjadi :

ds
 n . m . u n1 ……………………………………………………………………(6 - 8)
du

atau

ds u
n . …………………………………………………………………………..( 6 - 9)
du s
43
Materi Pelatihan – Ilmu Sungai dan Bangunan Hidraulika

Persamaan Meyer-Peter-Mueller ditulis sebagai berikut :


3/ 2
8  h.i 
S g .. D .
3
.   0,047 ……………………………(6 -10)
1    .  . Dm
50

dengan memperkenalkan :

h.i
' 
 . Dm

dapat dituliskan :

ds
 g .. D 3
.
8 3

.   0,047
' 1/ 2 d 

'
 
…………………………(6-11)
1 2
50
du du
selanjutnya :

 
d'
 2. 2
u
 2.
'
…………………………………………..(6-12)
du C .  . Dm u

Sesudah dihasilkan persamaan di atas, didapat nilai dari pangkat n, :

3 . '
n

 '  0,047 
……………………………………………………………….. (6 - 13)

Pada kenyataannya nilai n tidak konstan, tetapi tergantung pada ψ’ dan dinyatakan
sebagai n = f (ψ’). Hubungan antara n dan ψ' dinyatakan dalam Gambar 6.3.

Gambar 6.3: Hubungan antara n dan ψ’ untuk persamaan angkutan sedimen MPM dan E-H

44
Materi Pelatihan – Ilmu Sungai dan Bangunan Hidraulika

Untuk nilai ψ' yang rendah (mendekati gerak muka partikel), nilai n dengan cepat akan naik
sampai 8 atau Iebih. Untuk nilai ψ' yang tinggi (angkutan sedimen yang besar) nilai n
berkisar antara 3. Pada Gambar 6.3, juga digambarkan nilai n untuk Engelund-Hansens
yang konstan (n = 5).

Nilai koefisien p

(1) Engelund Hansens (1967)

Untuk persamaan Engelund-Hansens, nilai p dapat diturunkan Iangsung dari


persamaan (6-4), yaitu :

0,05  12 5
S g  2 . 2 . D 50
1
1
. . C . u ………………………………………...(6 - 4)
1

Oleh karena p dapat didefinisikan sebagai :

S  m' . D  p . u n ……………………………………………………………...(6 - 14)

Dengan demikian untuk Engelund-Hansens, didapat nilai p = 1.

(2) Meyer-Peter-Mueller (1948)

Penjabaran nilai p untuk persamaan Meyer-Peter-Mueller, juga sedikit lebih rumit.


Dengan mendeferensialkan persamaan (6-14), maka didapat :

 m ' .  p . D  p 1 . u n ………………………………………………….(6 -15)


ds
dD

Kemudian :

ds s
  p . …………………………………………………………………..(6 – 16)
dD D

Untuk persamaan angkutan sedimen Meyer-Peter-Mueller, dapat ditulis dengan :

ds
dD

3
2
.  0,047 . g .  .
8
1

. D 2 .  '  0,047
1

1
2
…………………(6 – 17)

Dengan memasukkan persamaan ini ke dalam persamaan (6-16), didapat nilai p


sebesar :

3 0,047
p

. '
2   0,047 
…………………………………………………………….(6 -18)

45
Materi Pelatihan – Ilmu Sungai dan Bangunan Hidraulika

Variasi nilai p dapat dilihat pada Gambar 6.4.

Untuk nilai ψ' yang yang berkisar antara 0,1, nilai p kira-kira sebesar 1, untuk nilai ψ'
yang Iebih rendah, nilai p membesar dengan cepat, sedangkan untuk nilai ψ' yang
besar, nilai p mendekati 0. Pada Gambar 6.4, juga digambarkan nilai p untuk
Engelund-Hansens yang konstan (p = 1).

Dapat disimpulkan bahwa pada persamaan Engelund-Hansens, hubungan antara s dan D


berbanding terbalik secara linear, tetapi pada persamaan Meyer-Peter-Mueller nilai p
bervariasi untuk berbagai nilai ψ’ yang Iebih kecil.

Gambar 6.4 : Hubungan antara p dan ψ' untuk persamaan angkutan sedimen MPM dan E-H

46

Anda mungkin juga menyukai