Anda di halaman 1dari 12

Materi Pelatihan – Ilmu Sungai dan Bangunan Hidraulika

5 KLASIFIKASI SUNGAI

Klasifikasi (macam dan tipe) sungai dapat ditinjau dari beberapa sudut pandang, antara lain:

1) bentuk denah sungai (plan-form);


2) bentuk dasar sungai (bed-form);
3) macam material dasar (bed-material);
4) proses geologi.

5.1 Bentuk denah sungai (plan-form)

Klasifikasi umum tipe/macam sungai yang dibedakan berdasar bentuk denah alur sungainya
(menurut Coleman 1977, Miall 1077, Brice 1984) dapat dibagi menjadi:

1) Sungai lurus (straight river);


2) Sungai berliku (meandering river);
3) Sungai berjalin (braided river);
4) Sungai bercabang (anastomosing river).

Secara umum sebenarnya tipe/macam sungai dalam bentuk denah hanya dibagi menjadi 3
(tiga) macam (lurus, berliku dan berjalin), atau bisa juga merupakan gabungan/kombinasi
dari ke tiga tipe tersebut. Dari bagian ruas atas/hulu, sungai mencapai bagian tengah
sebagai sungai yang berjalin, secara perlahan berubah menjadi sungai berliku sampai pada
ruas sungai bagian bawah, di mana kadang-kadang terbentuk delta. Pada daerah muara
terbentuknya kasus delta, merupakan pengaruh pasang surut air laut.

Untuk tipe sungai bercabang (anastomosing atau anabranching river) merupakan tipe
tersendiri yang terbentuk karena suatu proses geologi yang khusus.

Sungai lurus (straight river)

Sungai lurus didefinisikan sebagai sungai yang pada keadaan aliran alur penuh (bank-full)
sinusitasnya mendekati satu (sinusitas adalah panjang alur terdalam atau talweg dibagi
dengan panjang lembah sungai). Alur sungai terdalam, pada umumnya mendekati bentuk
sinus dalam denah, bergerak dari tebing yang satu ke tebing yang lain. Ambang samping
atau ambang pengganti (alternate bars) terbentuk secara bergantian sepanjang tebing. Titik
yang terdalam sering kali terjadi pada bagian yang berlawanan dengan ambang dengan

25
Materi Pelatihan – Ilmu Sungai dan Bangunan Hidraulika

bagian yang paling dangkal di antaranya. Ambang akan bergerak ke hilir, dengan keadaan
tebing yang relatif stabil.

Gambar 5.1 Tipe-tipe sungai (Miall, 1977)

26
Materi Pelatihan – Ilmu Sungai dan Bangunan Hidraulika

Sungai berliku (meandering river)

Sungai berliku biasanya terjadi pada bagian tengah dari sistem sungai, dengan bentuk yang
berliku atau berbelok. Sungai tipe ini mempunyai nilai sinusitas yang lebih besar (p > 1,5).
Terjadinya tikungan-tikungan dapat dianalisa dengan aliran pada bagian tikungan sungai,
yang mempunyai kecepatan besar dan kecenderungan untuk menggerus pada tikungan
bagian luar, sedangkan pada tikungan dalam akan terjadi pengendapan. Dengan demikian
bagian terdalam penampang terdapat pada sisi luar tikungan yang merupakan daerah
penggerusan, sedangkan bagian/titik terdangkal penampang terdapat pada sisi dalam
tikungan yang merupakan daerah pengendapan. Di antara dua tikungan kedalaman sungai
relatif konstan sepanjang lebar penampang atau terjadinya pelintasan (crossing). Pada
sungai berliku, prosesnya akan bergerak ke hilir dan/atau makin bertambah amplitudonya.
Pada suatu saat apabila amplitudo menjadi sangat besar, saat terjadi banjir, kemungkinan
liku-liku sungai akan terpotong pada bagian tikungan, dengan meninggalkan bagian
kelengkungan sebagai danau busur (oxbow lakes) pada lembah sungai. Lama-kelamaan
danau ini akan terisi endapan halus. Salah satu ciri/tanda yang membedakan sungai berliku
dan berjalin adalah sungai berliku mempunyai satu alur, sedangkan sungai berjalin dapat
mempunyai lebih dari satu alur atau beberapa alur.

Sungai berjalin (braided river)

Aliran sungai terbagi menjadi alur-alur yang bertemu kembali setelah melalui pulau di
antaranya, sehingga bentuk denah sungai tampak terdiri dari alur-alur yang seakan-akan
saling berpotongan/berjalin. Pada umumnya sungai berjalin mempunyai pulau lebih dari satu
di antara tebingnya. Pulau-pulau ini pada umumnya tidak stabil, bentuk dan lokasinya sering
berubah, sehingga perubahan besar pada penampang sungai dapat terjadi dalam waktu
yang relatif singkat. Garis tepi sungai tidak jelas dan lebar total sungai berubah-ubah
sepanjang waktu, namun secara rata-rata dapat dikenal suatu pola tertentu yaitu lebar total
penampang sungai relatif kecil pada tempat-tempat di mana tepi sungai lebih tahan
terhadap erosi atau terdapat pembatas lain yang tetap (permanen). Di antara tempat-tempat
ini sungai kurang stabil, penampang sungai lebih lebar, kedalaman sungai kecil dan pulau-
pulau mudah terbentuk. Bagian sungai yang terdalam sering kali terjadi pada tikungan dekat
bagian yang tahan erosi. Proses pembentukan sungai berjalin tidak jelas apabila aliran tidak
stabil dan membentuk daerah yang dangkal (semacam ambang/pulau), maka selanjutnya
akan terbentuk ambang/pulau-pulau yang lain.

27
Materi Pelatihan – Ilmu Sungai dan Bangunan Hidraulika

Pada keadaan aliran air kecil (rendah) terdapat dua atau beberapa alur sungai yang saling
melintas antara alur yang satu dengan alur yang lain, alur tambahan, ambang pasir dan
pulau.

Pada keadaan aliran yang besar (banjir), hampir semua ambang/pulau akan tergenang.

Sungai berjalin sering kali mempunyai kemiringan yang terjal dengan angkutan sedimen
yang besar.

Pada sungai Tigris di Irak, sebagian berliku dan sebagian berjalin. Terdapat kecenderungan
bahwa bagian yang berjalin dari sungai Tigris (di bagian udik Balad) mempunyai dasar yang
membentuk lapisan perisai (armoured bed). Penyebaran ini sebagai akibat penurunan dasar
sungai yang terdiri dari berbagai ukuran. Proses pemecahan mengakibatkan kenyataan
bahwa pada akhirnya bagian lapiran atas dari dasar terdiri dari butiran yang lebih kasar
(dengan ketebalan 1 s/d 2D) di atas lapisan asli yang terdiri dari sedimen yang bervariasi.

Campur tangan/kegiatan manusia juga dapat mengubah sungai yang berjalin menjadi
berliku. Salah satu contoh adalah normalisasi sungai Rhine di hilir Basle (Swiss) pada abad
19 telah mengubah bentuk denah sungai.

Sungai bercabang (anastomosing river)

Pada sungai bercabang, ukuran pulau jauh lebih besar dibanding dengan lebar alur sungai.
Pada umumnya terbentuk karena geologi yang khusus (keras). Perubahan pada masing-
masing percabangan sungai dapat dikatakan tidak saling berkaitan.

Klasifikasi tipe sungai pada debit konstan menurut Richardson, 1974 dapat dinyatakan
dalam hubungan antara kemiringan dan nilai sinusitasnya.

Gambar 5.2 Hubungan antara kemiringan dan nilai sinusitas (Richardson cs, 1974)

28
Materi Pelatihan – Ilmu Sungai dan Bangunan Hidraulika

Tipe sungai berjalin dan berliku pada sungai berpasir menurut Lane, 1957 dapat dibedakan
berdasar hubungan antara kemiringan dasar dan nilai debit rata-rata sungai.

Gambar 5.3 Hubungan nilai kemiringan dan debit rata-rata (After Lane, 1957)

Perbedaan antara tipe sungai berjalin dan berliku juga diberikan oleh Leopold, Gordon,
Wolman dan Miller (1964) berdasar hubungan antara kemiringan saluran i dan debit alur
penuh Qb, sebagai berikut:

- 0,44
i = 0,0125 Qb

dengan Qb adalah debit alur penuh (m3/s) = Q1,5 s/d Q2

Gambar 5.4 Klasifikasi tipe sungai (Leopold, Gordon, Wolman dan Miller, 1964)

29
Materi Pelatihan – Ilmu Sungai dan Bangunan Hidraulika

Dimensi saluran dan sungai untuk debit alur penuh, tergantung pada penentuan lebar alur
yang dibedakan menjadi:
1) saluran pada rezim/stabil

Berdasarkan persamaan rezim :

B = 2,67 Qs 0,5 dengan Qs adalah debit desain saluran

2) sungai
0,5
Bb = ( 5 - 10) Qb

dengan Qb adalah debit alur penuh yang diperkirakan


merupakan debit banjir yang terjadi tiap tahun.

Nilai koefisien (5 - 10) ini harus ditentukan berdasar keadaan masing -masing sungai
dan tergantung pada material tebing, vegetasi dan angkutan sedimen sungai
bersangkutan.

Dimensi belokan pada sungai berliku dapat ditentukan dengan menggunakan rumus-rumus
berikut:

Gambar 5.5. Dimensi liku-liku sungai

30
Materi Pelatihan – Ilmu Sungai dan Bangunan Hidraulika

Hubungan antara panjang meander, L, dengan lebar sungai, W, dan jari-jari lengkungan, R,
adalah sebagai berikut :

L ~ 10 W, L ~ 4R atau R/W ~ 2,5

Garde dan Rangga Raju (1977), menyelidiki hubungan antara panjang liku L dan lebar liku
MW, terhadap debit alur penuh Qb, dalam satuan metrik :

L = (10-12) W Lacey

MW = (18-30) W Lacey dengan W Lacey = 4,8 Qb1/2

Jansen (1979), memberikan hubungan antara panjang liku λ dan debit alur penuh Qb :

λ ~ Qb α dengan a = 0,4 s/d 0,5 apabila Qb = debit alur penuh

Ackers dan Charlton (1970), menyelidiki pengaruh hidrograf terhadap panjang liku sungai.
Yang diselidiki dengan skala model fisik adalah sungai Kaduna (anak sungai Niger).
Simpulan yang didapat adalah bahwa pembentukannya dapat dilakukan dengan debit
konstan yang 13% lebih besar dari pada debit alur penuh.

L = 68,8 Qb 0,467 (model dan lapangan)

L = 55 Qb 1/2 (lapangan)

Karakteristik dari sungai berliku juga diselidiki oleh Leopold dkk (1964), yang menyatakan
bahwa panjang liku (λ) kira-kira sebanding dengan lebar sungai (B). Demikian juga
hubungan antara λ dan jari-jari kelengkungan (Rm).

Gambar 5.6. Karakteristik liku-liku sungai


31
Materi Pelatihan – Ilmu Sungai dan Bangunan Hidraulika

Gambar 5.7. Hubungan nilai panjang liku dan lebar sungai dan jari-jari kelengkungan
(After Leopold dkk, 1964).

5.2 Bentuk Dasar Sungai (bed-form)

Apabila ditinjau dari bentuk dasar sungai yang terjadi, maka sungai dapat diklasifikasikan
menjadi:

1) Sungai dengan bentuk dasar rata (flat bed);


2) Sungai dengan bentuk dasar beriak (ripple);
3) Sungai dengan bentuk dasar gelombang (dune);
4) Sungai dengan bentuk dasar anti-gelombang (anti-dune);
5) Sungai dengan bentuk dasar kolam dan terjunan (pool and chute).
Perkembangan terjadinya bentuk dasar sungai tergantung pada beberapa faktor, antara lain,
kecepatan aliran, kemiringan dasar, komposisi butir dan lokasi pada ruas/sistem sungai.

Pada daerah rezim aliran rendah (dengan bilangan Froude < 0,4 – 1), konfigurasi yang
terjadi dapat berbentuk dasar rata, riak atau gelombang.

Pada daerah transisi, konfigurasi yang mungkin terbentuk adalah dasar dari gelombang
hilang, sehingga dasar rata kembali.

32
Materi Pelatihan – Ilmu Sungai dan Bangunan Hidraulika

Pada daerah rezim aliran tinggi (dengan bilangan Froude > 0,4 – 1), konfigurasi yang
mungkin terjadi adalah dasar rata atau terjadi anti-gelombang.

Bentuk dasar rata (tanpa angkutan sedimen)

Pada kecepatan aliran yang relatif rendah, hampir mendekati batas gerak mula partikel,
maka dasar sungai masih rata. Pada keadaan ini kecepatan geser atau tegangan geser
sedikit lebih besar atau sama dengan kritis.

Bentuk dasar riak (ripple)

Pada kecepatan geser atau tegangan geser yang lebih besar, dasar sungai membentuk riak
yang teratur dengan panjang gelombang 5 – 10 cm dan ketinggian 1 – 1,5 cm (dasar
berbentuk riak gelombang yang teratur dengan amplitudo yang kecil dibandingkan
panjangnya). Diameter material dasar lebih kecil dari 0,6 mm. Kekasaran dasar kira-kira
sama dengan ketinggian riak.

Bentuk dasar gelombang (dune)

Pada keadaan aliran yang lebih besar, terbentuk gelombang yang lebih besar dengan
panjang gelombang 25 – 50 cm dan ketinggian 5 cm. Gelombang ini akan bergerak ke hilir
se arah dengan aliran, bentuk kemiringan sisi bagian depan lebih landai dibandingkan
dengan kemiringan sisi bagian belakang. Kekasaran dasar jauh lebih besar dari diameter
butir.

Bentuk dasar rata (transisi)

Pada kecepatan yang lebih besar, konfigurasi dasar yang berbentuk gelombang menghilang
dan dasar menjadi rata kembali, tetapi dengan angkutan sedimen yang tinggi, butir
menggelinding atau bergeser dan bergantian pada tempat yang tidak tertentu.

Bentuk dasar anti-gelombang (anti-dune)

Pada keadaan aliran yang lebih besar dengan bilangan Froude > 1, endapan bahan-bahan
terjadi pada bagian depan gelombang, sedang gerusan terjadi di bagian belakang.
Gelombang ini akan bergerak ke udik, berlawanan arah dengan aliran. Keadaan ini jarang
terjadi.

33
Materi Pelatihan – Ilmu Sungai dan Bangunan Hidraulika

Bentuk dasar kolam dan terjunan (pool and chute)

Pada sungai yang sangat terjal, dengan kecepatan dan debit yang besar, bentuk dasar
berbentuk bukit-bukit yang relatif tinggi dengan pecahan gelombang. Aliran yang terjadi
pada umumnya kritis atau superkritis.

Gambar 5.8 Tipe bentuk dasar sungai menurut Simon and Richardson (1966)

5.3 Macam Material Dasar Sungai (bed-material)

Berdasarkan komposisi/macam material dasar sungai yang ada, maka sungai dapat
diklasifikasi menjadi:

1) Sungai berbatu bongkah (boulder river);


2) Sungai kerikil (gravel river);
3) Sungai berpasir (sand bed river).

34
Materi Pelatihan – Ilmu Sungai dan Bangunan Hidraulika

Sungai berbatu bongkah (boulder river)

Sungai berbatu bongkah terjadi pada ruas atas dengan kemiringan dasar yang terjal.
Material dasar sungai terdiri dari batu bongkah dengan diameter batu yang relatif besar.
Kedalaman air hampir sama dengan diameter batu di mana h/D  1.

Sungai kerikil (gravel river)

Sungai kerikil terjadi pada ruas bagian tengah dengan kemiringan yang relatif sedang.
Sungai berbatu kerikil sering kali berhubungan dengan aliran sungai dari pegunungan.
Kadang-kadang kerikil juga penting pada ruas-ruas sungai berpasir di mana pasir berada di
bawah lapisan kerikil dan pada keadaan di mana dasar sudah tertutup material yang lebih
besar, sedangkan material yang lebih halus telah terangkut aliran dari ruas tersebut. Jadi
pada kondisi mendekati seimbang, akan terjadi lapisan perisai (armouring layer) yang
melindungi dasar sungai. Nilai parameter Shield berkisar  0,05.

Sungai berkerikil cenderung mempunyai bentuk penampang segi empat, dengan perbedaan
yang besar antara lebar dan kedalaman. Pada tahun 1982 Bray telah menyelidiki sungai
berkerikil di Alberta, Canada dan menyimpulkan bahwa hubungan antara lebar dan debit
untuk sungai-sungai tipe ini lebih mudah ditentukan dari pada hubungan antara kemiringan
dan debit.

Sungai berpasir (sand bed river)

Sungai berpasir pada umumnya terjadi pada ruas sungai bagian bawah dengan kemiringan
yang relatif landai. Pada sungai berpasir, kedalaman air lebih besar dari pada diameter butir
pasir, di mana h/D sangat besar. Nilai parameter Shiled berkisar  0,3 - 10.

5.4 Proses Geologi

Berdasarkan proses geologi atau lokasi pada rejim sungai, maka sungai dapat diklasifikasi
menjadi:

1) Sungai muda – ruas atas (young/upper river reach);


2) Sungai dewasa – ruas tengah (mature/middle river reach);
3) Sungai tua – ruas bawah (old/lower river reach).

35
Materi Pelatihan – Ilmu Sungai dan Bangunan Hidraulika

Sungai muda/ruas atas (young/upper river reach)

Sungai muda adalah sungai di daerah pegunungan dengan kemiringan dasar terjal, bentuk
profil V, material batu bongkah, kerakal, kerikil. Banyak terdapat riam dengan aliran yang
menjeram atau air terjun. Pada umumnya merupakan daerah penggerusan, karena
terjadinya erosi dasar/tebing, sehingga pada keadaan ini perubahan dalam arah vertikal
lebih dominan.

Sungai dewasa/ruas tengah (mature/middle river reach)

Sungai dewasa terjadi pada daerah lembah yang sudah melebar dengan kemiringan dasar
relatif landai, bentuk profil U, material dasar terdiri dari kerakal, kerikil dan pasir. Merupakan
daerah yang seimbang karena adanya penggerusan dan pengendapan. Pada kenyataannya
ruas sungai bagian tengah tidak panjang, bahkan kadang-kadang hanya merupakan titik
saja, tetapi untuk keperluan praktis, bagian terbesar dari sungai sering kali dianggap
sebagai bagian ruas tengah.

Sungai tua/ruas bawah (old/lower river reach)

Sungai tua banyak dijumpai pada daerah pedataran yang lebar (kadang-kadang sampai 15
atau 20 kali lebar liku) dengan kemiringan sangat landai, bentuk profil U yang landai.
Terbentuk tanggul-tanggul alamiah sepanjang sungai dengan bantaran yang luas dan
beberapa daerah genangan (rawa) di sisinya. Kadang-kadang terjadi oxbow lakes di mana
liku sungai terpotong secara alamiah dari sungai aslinya. Material dasar terdiri dari pasir
lempung dan lanau. Merupakan daerah pengendapan, dan sering terbentuk delta.

Ruas sungai bagian tengah dan bawah disebut sungai alluvial, yaitu sungai yang mengalir
dengan sedimen yang dibawa sendiri oleh sungai tersebut, sehingga bentuk alur dapat
terbentuk tanpa dibatasi cadas.

36

Anda mungkin juga menyukai