Anda di halaman 1dari 25

3.

Morfologi Sungai

3.1. Konsep Rezim


Konsep rezim acapkali disamakan artinya dengan keseimbangan (ekilibrium). Suatu
saluran irigasi yang dioperasikan untuk suatu debit konstan, tidak banyak mengalami
perubahan dalam geometrinya (kemiringan dasar, penampang melintang), karena erosi
maupun pengendapan tidak berarti. Lain halnya dengan sungai aluvial, di mana debit
bervariasi sepanjang tahun secara alami.
Keseimbangan dinamik hampir tidak pernah tercapai dan sungai selalu berubah untuk
mencapai kondisi seimbang. perubahan. Peubahan formasi sungai menurut Ackers &
Charlton (1970) tidak terjadi dalam waktu singkat.
Pada sungai yang mencapai kondisi ekilibrium, kemampuan mengangkut air dan
sedimen dalam kondisi seimbang dengan suplai air dan sedimen. Suatu sungai yang
berpindah (migrasi) merupakan bentuk (mencapai) ekilibrium. Proses untuk mencapai
kondisi tersebut dipengaruhi oleh iklim, hidrologi dan aktivitas geologi; namun dapat
pula terjadi akibat campur tangan manusia. Sebagai contoh : pembuatan waduk,
penyadapan air (diversion), penambangan material sungai dsb. Begitu kondisi ekilibrium
terganggu oleh satu atau lebih penyebab, perubahan akan terjadi untuk mencapai
kesimbangan baru.
Contoh : (dikutip dari Overview of River Morphology hal 27-28 , kliping). Pada
tahun 1903, Sungai Gila di Arizona (Burkham, 1972), pada kondisi stabil lebar sungai 90
m, sinuositi 1,2. Antara tahun 1905 – 1917 banjir merusak bantaran sungai
mengakibatkan perubahan mencolok, dimana lebar sungai menjadi 610 m, sinuositi 1,0.
Baca contoh lain di referensi tsb.
Banyak ahli sungai mencoba mencari hubungan antar parameter hidrolik dan
geometri sungai yang menggambarkan sifat-sifat suantu sungai aluvial. Namun demikian
formula yang dihasilkan belum tentu sepenuhnya dapat diterapkan untuk semua sungai,
karena setiap sungai mempunyai/ dipengaruhi oleh kondisi setempat yang sangat
kompleks. Beberapa formula disampaikan berikut ini.

3.2. Debit Pembentuk Saluran


Formasi sungai dihasilkan oleh perubahan debit. Ada sebagian ahli yang berpendapat,
bahwa bankful discharge berperan pada pembentukan geometri sungai, dengan alasan
bahwa debit kecil hanya sedikit membawa sedimen, sehingga tidak banyak atau kecil
pengaruhnya pada penampang sungai.
Debit yang lebih besar dari bankful discharge juga tidak banyak berpengaruh karena
luapan di atas bantaran sungai. Menurut Leopold dkk (1964) bankful discharge rata-rata
sama dengan debit periode ulang 1,5 tahun.
Williams (.........) menyusun hubungan antara debit, penampang basah dan kemiringan
rata-rata sebagai berikut :

Q  4,0 * A1f, 21 * S 0 , 28
dimana : Af = luas penampang penuh (bankful), m2.
S = kemiringan rata-rata.

14
3.2. Kemiringan memanjang sungai
Kemiringan memanjang sungai tidak hanya ditentukan oleh kondisi di hulu, tetapi
elevasi dan lokasi setiap titik ditentukan pula oleh elevasi dasar di hilir. Menurut Hack
(1975) untuk luas catchment antara 0,12 s/d 370 sqmi berlaku :
0, 6
 d 
S  1,8 *  
 Ad 
dimana : S = kemiringan (feet per mile)
d = diameter mean butiran (mm)
Ad = luas area drainase (sqmi)

Shulits (1941) :
S  S o * e x
dimana : S = kemiringan sungai pada jarak x di hilir titik referensi.
So = kemiringan di titik referensi
 = koefisien reduksi kemiringan.
Lihat contoh pada Gambar 3.1.

Gambar 3.1. Pengurangan ukuran butir d S. Mississippi.

Ukuran butiran makin ke hilir makin berkurang oleh proses abrasi dan sorting.
Abrasi mengurangi ukuran butiran oleh proses mekanik seperti digerus, impak dan
digosok (grinding, impact, rubbing) oleh aliran, sedang sorting (pemisahan) adalah
pengelompokan berdasarkan besarnya butiran. Pada kondisi normal, butiran berdiameter
besar berada di bawah, butiran kecil halus di atasnya, namun pada debit tidak normal
yang terjadi tiba-tiba, susunan bisa berubah, yang disebut armouring.
Profil memanjang sungai tidak tetap. Ia selalu melalukan penyesuaian terhadap
pasokan debit dan sedimen. Penyesuaian menyangkut perubahan geometri, kekasaran dan
parameter lain termasuk kemiringan dasar. Penyederhanaan analisa mengasumsikan
bahwa perubahan hanya terjadi pada kemiringan dasar sungai.

15
3.3. Geometri Sungai Menurut Teori Rezim
Formasi sungai selalu dikaitkan dengan debit, sehingga dapat dicari hubungan antara
eometri sungai dengan debit . Leopold & Maddock menyusun persamaan umum geometri
sungai sebagai berikut :

B  Ca * Q a
D  Cb * Q b
V  Cc * Q c

dimana : B = lebar atas sungai


D = kedalaman rata-rata
V = kecepatan
Ca, Cb, Cc, Cd, a, b, c dan d = konstanta.
Hubungan antara konstanta :

Ca*Cb*Cc* Cd = 1.
dan
a+b+c+d=1

Variasi harga B, D , V, dan Qs dengan Q tergantung geometri penampang melintang


dan dipengaruhi oleh pola scouring (gerusan lokal), dengan demikian suatu kondisi akan
menghasilkan konstanta yang bervariasi antara sungai yang satu dengan lainnya.
Berdasarkan penelitian pada 20 penampang melintang sungai di Great Plain dan
Southwest (USA) Leopold dan Maddock mengusulkan :

a = 0,26 b = 0,40 c = 0,34 d = 2-3.

3.4. Hubungan antara geometri penampang dan tipe sedimen


Schumm (1968) meneliti bentuk penampang dengan prosentase silt-clay di Great Plan
(USA) dan New South Wales (Australia):

F = 225 M-1,08

dimana: F = perbandingan lebar/ kedalaman


M= prosentase silt-clay

3.5. Hubungan bentuk meander dengan geometri penampang dan debit


Leopold dan Wolman (1960) :  = 10,9 B1,01
a = 2,7 B1,1
 = 4,7 rc0,98

Dimana:  = panjang gelombang meander (ft)


a = amplitudo (ft)

16
B = lebar atas pada kondisi bankfull discharge (ft)
rc = jari-jari lengkung meander (ft)

Bila koefisien diambil sama dengan 1, maka rc = 2,4 B. Keller and Melhorn (1978)
dan Hey (1976) mengusulkan untuk hubungan antara panjang lengkung meander dengan
lebar:

M=2B

dimana: M = panjang lengkung meander

Menurut Anderson (1976) untuk hubungan antara panjang gelombang meander dan
debit:
 = 39 Q0,39

3.6. Kemampuan Angkut Sedimen


Pada sebagian besar dari waktu aliran dalam saluran alam adalah tidak tetap
(unsteady flow). Fluktuasi kedalaman aliran dalam sungai aluvial untuk suatu perubahan
debit adalah lebih kecil bila dibandingkan perubahan kedalaman pada sungai-sungai
dengan penampang yang kaku (fixed, rigid boundary). Hal tersebut disebabkan karena
penampang dan kekasaran sungai-sungai aluvial beradaptasi pada perubahan debit yang
terjadi, durasi aliran tunggal, intensitas dan “sequence”-nya.
Perubahan geometri sungai aluvial meliputi perubahan penampang melintang,
perubahan kemiringan memanjang. Perubahan geometri sungai diikuti oleh perubahan
trase sungai. Proses tersebut di atas berkaitan erat dengan apa yang disebut dengan
Sediment Transport Capacity (STC) atau kemampuan angkut sedimen, yang berarti
suatu debit tertentu mampu mengangkut sejumlah sedimen tertentu.
Satuan STC: massa per satuan volume per satuan waktu (misalnya g/l/dt). Besaran
STC tergantung pada banyak parameter aliran, antara lain debit, bentuk dasar, gradasi
ukuran butir, bentuk butir, kohesi dan sebagainya.
Diasumsikan bahwa aliran tidak mampu mengangkut sedimen lebih dari STC-nya.
Erosi akan terus berlangsung sampai harga STC tercapai. Dapat dimengerti bahwa aliran
air yang bersih lebih erosif dibanding aliran air yang banyak mengandung suspended
sediment. Penurunan kecepatan rata-rata diikuti dengan penurunan STC dan pengendapan
mulai terjadi.

3.7. Klasifikasi pola sungai


Sungai di dataran aluvial dapat diklasifikasikan menurut polanya, yaitu lurus
(straight), berbelok (meandering) dan berkelabang (braided).
Sinuositas didefinisikan sebagai perbandingan antara panjang sungai dan panjang
lembah :3

17
a-b-c : panjang sungai
a- c : panjang lembah

6Gambar 3.2. Sket definisi lengkung meander

Sifat umum sungai di (lihat juga Gambar 3.3.) adalah sebagai berikut :
1. Sungai lurus (straight)
Pada debit besar sungai nampak lebar dan lurus, tetapi pada debit kecil nampak alur
berkelok-kelok atau berpola meander dari adanya gosong-gosong pasir (sand bar).
Sungai macam ini tidak stabil. Sinuositas (sinuosity = P = panjang sungai dibanding
panjang lembah ± 1 – 2. Harga P = 1,5 sudah menunjukkan pola meandering. Sungai
lurus jarang terdapat (Leopold & Wolman, 1957), karena meskipun tebingnya lurus
tetapi alur terdalam /thalweg tetap berbelok-belok. umumnya hasil rekayasa manusia,
seperti kanalisasi / normalisasi, sudetan. Sudetan (cutoff) meningkatkan erosi dasar
dan pengendapan di hilir.

2. Sungai berbelok (meandering)


Sungai berbelok-belok berpola S-curve, dengan besar jari-jari lengkungan bervariasi.
Sinuositas berkisar antara 1,5 - 2,5. Kemiringan dasar relatif kecil dengan penggerusan
di tikungan luar dan pengendapan di tikungan dalam. Di tikungan, gaya sentripetal
mengakibatkan aliran terdesak ke tikungan luar lalu berbelok ke bawah menyebabkan
penggerusan di tikungan luar dan dasar sungai.
Bagian lurus di antara dua tikungan terdapat bagian sungai yang lurus dan dangkal
(crossing). Bagian alur terdalam disebut talweg.
Sungai meander bergerak ke hilir, lengkungan bertambah panjang dan rapat. Pada
medan yang lemah, banjir besar dapat memutuskan lengkungan, sehingga terbentuk
danau tanduk sapi (oxbow lake). Lihat Gambar 3.4.

18
Gambar 3.3. Pola sungai aluvial

1
Gambar 3.4. Pengembangan sudetan alam (natural cutoff)

3. Sungai berkelabang (braided)


Bagian sungai ini sangat tidak stabil, kemiringan curam, tampang sungai lebar dan
dangkal dengan alur majemuk dan pulau-pulau pasir. Pulau-pulau ini semakin mantap
bila ditumbuhi tanaman liar. Hal yang membentuk pola ini adalah :
(1) suplai sedimen berlebihan dan mengendapkan sebagian angkutannya,
(2) kemiringan curam yang menghasilkan saluran lebar dan dangkal, yang
memudahkan terbentuknya sand bar dan pulau pasir.
Pengendapan menyebabkan bertambahnya kemiringan, kecepatan bertambah, banyak
alur akan terbentuk, dan sungai semakin lebar. Sand bar tidak stabil dan dapat berpindah
posisinya.
Sungai ini terbentuk juga karena tebing yang mudah tererosi.

19
Bagian ini cukup sulit diatasi, karena tidak stabil, mengangkut sedimen dalam jumlah
besar dan sulit diprediksi.

3.8. Analisa Geomorfi Dari Tanggapan Sungai


Berdasarkan asumsi pola sungai-sungai aluvial ditentukan oleh interaksi berbagai
variabel alam yang berlangsung terus-menerus, sehingga parameter di suatu ruas sungai
dapat merubah karakter bagian itu dari meandering menjadi braided atau sebaliknya.
Studi olek Khan (1971) yang mempelajari hubungan antara sinuositas, kemiringan
dan pola sungai ditunjukkan dalam Gambar 3.5.

1
Gambar 3.5.a. Sinuositas vs kemiringan untuk debit konstan (0.15 cfs)
(Hasil studi Khan,1971, Colorado State University)

Suatu pekerjaan sudetan (cutoff) pada sungai meander dapat memodifikasi pola
sungai (river pattern) , ruas sungai menjadi lebih pendek, kemiringan dasar meningkat
dan kecenderungan posisi bergeser ke kanan pada gambar di atas. Pola sungai bergeser ke
braided dengan cepat, kecepatan bertambah besar dan timbul sandbar dan mengangkut
sedimen dalam jumlah lebih besar. Sebaliknya, pengurangan kemiringan menyebabkan
kondisi yang tidak stabil pada braided menjadi lebih stabil pada pola meandering.
Lane (1957) menyelidiki hubungan antara kemiringan, debit dan pola sungai pada
sungai meandering dan braided, dan mendapatkan persamaan berikut :

S * Q1 / 4  K (3.1)

dimana : S = kemiringan
Q = debit aliran
K = konstanta.

1
2
3
4
5

20
6
Gambar 3.5.b. Hubungan antara kemiringan-debit untuk pola meandering
dan braided pada sungai berdasar pasir (Lane, 1957)

S * Q 1 / 4  0.0017 (3.2)

Sungai berpasir cenderung berpola meandering, sedang :

S * Q 1 / 4  0.01 (3.3)
Kecenderungan ke sungai braided.
Kemiringan berbeda antara keduanya bisa mencapai 6 x-nya. Di antara kedua pola
dapat dikategorikan sebagai pola intermediate (antara/peralihan).

3.9. Tipe-tipe sungai aluvial


Tipe sungai meandering dan braided masih dapat diklasifikasikan lagi berdasarkan
kondisinya, antara lain kondisi bantaran sungainya, sinuositas, formasi lengkungan
meander, tinggi tebing, tanggul alam dsb. Lihat Gambar 3.6. Masing-masing kondisi
dapat disimpulkan mengenai antara lain perilaku banjir yang meluap membawa silt yang
subur, membuat bantaran sungai dipenuhi vegetasi yang subur, usia sungai dapat dilihat
dari lebar bantaran sungai dan tanggul alam yang terbentuk, cara migrasinya, dst.

21
Gambar 3.6.a. Sub klasifikasi tipe sungai meander dan braided
(Culbertson et al, 1957)

22
Gambar 3.6.b. Sub klasifikasi tipe sungai meander dan braided
(Culbertson et al, 1957) Lanjutan.

23
Gambar 3.6.c. Sub klasifikasi tipe sungai meander dan braided
(Culbertson et al, 1957) Lanjutan.

Apabila dikaitkan dengan kepentingan manusia, dan mengingat sungai peka terhadap
perubahan yang terjadi padanya, maka sangat perlu memahami sifat/karakteristik sungai
dengan cara :
1. Mempelajari kondisi alami sungai
2. Memiliki pengetahuan tentang aliran air dan angkutan sedimen
3. Memiliki kemampuan untuk memprediksi dampak campur tangan manusia pada
sungai
4. Memiliki pengetahuan tentang geologi, tanah, hidrologi serta hidrolik sungai
aluvial.
Memprediksi respons/tanggapan sungai adalah pekerjaan yang komplek dan rumit
karena menyangkut banyak variabel. Geometri sungai, endapan pasir (bars) dan
kekasaran dasar tergantung pada aliran air dan angkutan sedimen. Untuk itu diperlukan
suatu metoda untuk memprediksi perubahan baik secara kualitatif maupun kuantitatif.

24
3.10. Analisa Geomorfi Dari Tanggapan Sungai
Kondisi keseimbangan sungai sangat dipengaruhi oleh kapasitas transport air dan
sedimen terhadap suplai dari hulu. Perubahan suplai (air dan/ atau sedimen) dapat
disebabkan oleh faktor alam atau faktor manusia. Faktor alam antara lain yaitu klimatik,
hidrologik atau akibat gempa (vulkanik/ tektonik), sedang faktor manusia antara lain
perusakan hutan, penambangan material di sungai, pengendalian banjir dan lain
sebagainya.
Memprediksi penyesuaian sungai ole suatu tindakan atau pengaturan baru adalah
penting, untuk mencegah agar tidak terjadi kerusakan di masa mendatang. Namun
demikian metode analitis yang biasa dipakai untuk mengevaluasi perubahan sungai
sangat terbatas, karena kompleksnya fenomena.
Pada kondisi alaminya suatu sungai mempunyai banyak cara untuk merespons
perubahan yang terjadi padanya dan untuk suatu hasil yang sama sungai mempunyai
banyak cara untuk mencapainya.
Kesulitan lain yang dihadapi adalah bahwa kondisi ekilibrium tidak selalu
berkesinambungan, dimana sungai dapat melakukan metamorfosa. Kondisi ekilibrium
yang ada tidak bersifat permanen.
Bahasan dalam Teknik Sungai ini terbatas pada analisa kualitatifnya saja.
Lane (1955) mengajukan konsep keseimbangan yang dinyatakan dalam persamaan :

Qs dm ~ Q S (3.4)

dimana : Qs = debit sedimen


Q = debit air
dm = diameter mean butiran
S = kemiringan

Rumus di atas diturunkan oleh Simons et al (1975) yang meninjau kondisi proporsional
antara angkutan dasar dengan beberapa parameter :

 o * U  * W * C f
Qs 
D50

dimana :  o = gaya seret di dasar


U = kecepatan rata-rata penampang
Cf = konsentrasi sedimen halus

Bila  o   * d * S dan Q = A*V = W*d*U, maka diperoleh :

Qs 
 * d * S  *W *U 
 *Q * S
D50 D50 / C f

dengan d = kedalaman aliran


D50 = diameter butiran
 diasumsikan konstan dan Cf berkaitan dengan diameter butiran, maka :

25
Q * S  Qs * D50

Secara skematis perubahan Q dan/ atau Qs akan mengubah geometri sungai menjadi
bertambah (tanda +) atau berkurang (tanda -) atau tidak tentu, yaitu B (lebar), D
(kedalaman), S (kemiringan), F (rasio lebar/ kedalaman),  (panjang gelombang
meander), P (sinousity).
Lane berpendapat bahwa kemiringan sungai ditentukan oleh debit, dan angkutan
sedimen. Perubahan elevasi dasar di hilir akan mengubah pola angkutan sedimen.
Agradasi yang terjadi adalah usaha untuk mengembalikan kemiringan aslinya yang
selanjutnya akan mempengaruhi geometri sungai tersebut. Hal sebaliknya akan terjadi
apabila terjadi pengurangan suplai sedimen dari hulu, sehingga terjadi local scour atau
degradasi. Pada dasarnya agradasi menyebabkan lebar sungai bertambah, sedang
degradasi menyebabkan kelongsoran tebing.
Pelajari macam-macam tanggapan sungai sebagai akibat pembangunan dalam sungai
atau perlakuan manusia pada sungai terlampir.
Skema pada Gambar 3.7. menunjukkan, bila ada gangguan / perubahan suatu
parameter, akan berpengaruh pada parameter lainnya.
Studi Leopold & Maddock (1953), Schumm (1971) dan Santos & Simons (1972)
mempelajari respons sungai (tanggapan sungai), menyimpulkan hubungan antara
parameter aliran dan angkutan sedimen sebagai berikut :
1. Kedalaman aliran (d) proporsional dengan debit (Q).
2. Lebar saluran (W) proporsional dengan debit aliran (Q) dan debit sedimen (Qs)
3. Bentuk saluran dinyatakan dalam perbandingan W/d dan berkaitan langsung dengan
debit sedimen (Qs).
4. Kemiringan saluran (S), berbanding terbalik dengan debit aliran (Q) dan
berbanding lurus dengan debit sedimen (Qs) dan diameter butiran (D50).
5. Sinuositas berbanding langsung dengan kemiringan lembah dan berbanding terbalik
dengan debit sedimen (Qs).
6. Angkutan sedimen (Qs) berbanding lurus dengan Stream Power o*U dan
konsentrasi sedimen halus Cf, dan berbanding terbalik dengan diameter butiran
(D50).

3.11. Perbandingan Situasi Keseimbangan


3.11.1 Proses Fluvial
Proses perkembangan sungai aluvial ditentukan oleh 2 faktor penting yaitu Q (debit
aliran) dan S (debit sedimen). Bila peninjauan mempertimbangkan waktu dan tempat,
maka faktor/ parameter dinyatakan sebagai fungsi waktu (t) dan tempat (x).

26
Q (x, t)
S (x, t)
u (x, t)
zb (x, t)
h (x, t)

Z=h+zb
Analisa perubahan dapat dilakukan melalui 2 pendekatan matematis :
a. Pendekatan matematis berdimensi satu koordinat x
b. Pendekatan matematis berdimensi dua koordinat x, y
koordinat x, z
cara ini dipakai untuk angkutan sedimen yang berubah pada arah memanjang.
Perubahan selanjutnya dibatasi untuk pendekatan berdimensi satu.
Persamaan-persamaan dasar yang dipakai.
1. Untuk aliran air :
a. Persamaan momentum :
u u h z b uu
u g g g 2 1)
t x x x c h

gaya tekanan air gaya gesek


percepatan (friction)

b. Persamaan kontinuitas :
h h u
u h 0
t x x
2)
2. Untuk angkutan sedimen :
a. Persamaan angkutan sedimen
Umum : s = f { u, , D, …. dst } 3)
s = m un
b. Persamaan kontinuitas sedimen
z b s
 0
t x
4)

Asumsi :
- Lebar dianggap tetap B tetap
- Perbandingan angkutan sedimen persatuan waktu dan debit per satuan waktu dianggap
s
kecil 
q
- Angkutan sedimen merupakan fungsi kecepatan aliran

27
s = f (u)
- Angkutan suspended tidak berubah pada suatu jarak yang pendek

Sifat-sifat aliran :
a. Steady uniform flow (aliran tetap seragam) :
u
0  tidak ada perubahan kecepatan terhadap waktu
t
u
0  tidak ada perubahan kecepatan terhadap jarak
x
h
0  tidak ada perubahan kedalaman terhadap jarak
x
b. Steady non uniform flow (aliran tetap tidak seragam) :
u
0 
t
h q
0  0 (q konstan)
t x
h
 0  ada perubahan kedalaman pada perubahan jarak
x
h h u
Pada persamaan 2) bila  0 , maka u h 0
x x x
h h u
 
x u x
q
q=h.u h
u

Kedua harga ini disubstitusikan ke dalam Persamaaan 1) menghasilkan :


u gq z b u3
(u  2 )  g g 2 5)
t u x c q
Persamaan 3) dan 4) untuk kondisi aliran tetap menghasilkan :
z b f (u ) u
  0
t u x
6)
- Pada persamaan 5), bila zb diketahui, maka untuk suatu debit q, kecepatan u dapat
dihitung untuk suatu kondisi batas tertentu.
- Dari persamaan 6), bila kecepatan untuk diketahui, maka zb di masa mendatang dapat
dihitung untuk suatu kondisi batas yang memadai.

Dengan demikian maka persamaan 5) dan 6) secara prinsip dapat dipakai untuk
menghitung/ menggambarkan proses morfologi suatu sungai.
Suatu model matematik dapat disusun dan dapat dipakai untuk menganalisa fenomena
morfologi.
Ada 2 macam model yang dibedakan berdasarkan asumsi yang dipakai, yaitu :
1) The Simple Wave Model
Harga x dan t kecil, sehingga gaya akibat gesekan dapat diabaikan
2) The Parabolic Model

28
Harga x dan t besar, maka efek backwater dapat diabaikan
u gq
(u  2 )  0
x u

The Simple Wave Model


Karakteristik simple wave model dapat ditunjukkan dengan mudah apabila ditambah
asumsi Fr << 1
Persamaan 1) menjadi *
h z b z
   0 , sehingga h = konstan 7)
x x x
Hal ini berarti muka air adalah horisontal.
Oleh karena q = u . h = konstan, maka dapat ditulis :
h u
u. u. h. 0
x x
Dikombinasikan dengan persamaan 6) diperoleh :
z b df (u )  u h 
 .  . 0
t du  h x 
8)

Celerity
Bila dalam aliran di atas dasar bergerak terjadi gangguan (disturbance), maka akan terjadi
propagasi gangguan tersebut pada muka air dan dasar.
Kecepatan propagasi suatu gelombang sederhana diberi notasi c ( = celerity)
Untuk gelombang pasang surut c = u + gh
3
gelombang banjir c u
2
3
gelombang dasar saluran c=n u
2

df (u ) d (mu u )
S = f(u)   mnu n 1
du du
z b  u  h
 mnu n 1    0
t  h  x
s mu n u
cbed = n u  n u  mnu n 1
q uh h
z b h
c 0 9)
t x
h z
Dari persamaan 7)   b , sehingga persamaan 9) menjadi
t t
h h
 c( h ) 0 (aliran air)
t x

Aplikasi seperti pada contoh berikut ini :

29
Peninjauan pada 3 potongan.
Potongan I
h z
Dasar horizontal  0 dan 0
x x
u s z
0 0 b 0
x x t
(dasar tetap horizontal)
Potongan II (Keiringan down stream)
h u s
0 0  0  c  c
x x x
 ada suatu titik pada bagian miring dengan kedalaman h akan bergeser ke kanan pada t
dengan jarak : x = c(h) t
Potongan III (Kemiringan hulu)

pada bagian (-)


h u s c
0 0 0 0
x x x x
c- > c+
pada bagian (+)
h u s c propagasi dominan dari kiri
0 0 0 0
x x x x

Sehingga untuk t > 0 kemiringan hulu menjadi lebih curam.


Kejadian ini akan berlanjut sehingga tercapai sudut lereng alam.

30
4.4.2 Perubahan morfologi sungai dan keseimbangan
A. Pengambilan Air Irigasi

Suatu sungai dengan lebar B disadap airnya untuk irigasi sebesar Q.
Akan dilihat perubahan pada sungai setelah waktu t = .
Pada pengambilan air irigasi, sedimen tidak terbawa masuk ke dalam intake.
Lebar sungai di intake tidak berubah, sehingga jumlah angkutan sedimen di hulu dan di
hilirnya adalah sama.
 S- = S+ atau S0 = S1
n n
muo = mu1
q 0 q 0  q
q0 q1 q 0  q 
uo = dan u1 =  h0 h0  h
h0 q 0 h0  h
atau
h0  h q 0  q h q h q
 1  1   *
h0 q0 h0 q0 h0 q0
h Q
Untuk lebar B  
h Q0
h1 h0  h h Q h1 Q
  1  1    1
h0 h0 h0 Q0 h0 Q0
h1 < ho (10)
 Asumsi tidak ada perubahan koefisien kekasaran : c- = c+
Sebelum pengambiln debit per m’  qo = c . ho3/2 . io1/2
Sesudah pengambilan debit menjadi q1 = qo - q
qo - q = c (ho - h)3/2 (io + i)1/2
3 1
 q 
 = c . ho3/2 . 1  h   i 
2 2
qo 1    1   . io1/2
 q o   ho   io 
3 1
 q    h  2
  i  2
1   = 1   1  
 qo   ho   io 
Dari persamaan terdahulu (*)
3 1
 q   q  2
 i  2
1   = 1   1  
 q o   q o   io 

31
1
1   2
 
 i  2
 1 
1   =
 io  
1
q 

 qo 
1
1   2
1
 
 i  2
 1   qo  2
i qo Qo
1   = =   1   *
 io  
1
q 
  q o  q  io q o  q Qo  Q
 qo 
i qo  q o  q  q 0 q Q
 1    
io q o  q q 0  q q 0  q Q0  Q
untuk Q <<< Q :
i Q

io Qo
i1 io  i i Qo
  1   i1 Qo (11)
io io io Qo  Q 
(*) i o Q o  Q
atau i1 > io

Perhatikan sketsa di atas.


Asumsi muka air di muara konstan.
 Pada saat t = 0 (tepat setelah proyek selesai, intake beroperasi)
di hulu intake h = ho
di hilir intake h = h1 = ho - h
Akan terjadi backwater dengan profil M1 pada I – II dan M2 pada 0 – I.
h u s
0–I: 0 0 0
x x x z b
0  erosi
z b s t
 0
t x

32
h u s z
I – II : 0 0 0 b 0  sedimentasi
x x x t
 Pada saat t = ~
h1 Q
Dari rumus :  1  h1  ho
ho Qo
i1 Qo
dan   i1  io
i o Q o  Q
Muka air di intake menerus
Dasar di hilir naik, dan di hulu intake juga naik pada t = ~
h  L x i  L (i1  io )
dan
zb = h

B. Pengambilan Sedimen Dari Sungai

Pada suatu sungai dengan lebar B konstan dan debit konstan Q, diambil sedimennya
secara konstan S, mulai t = 0. Sedimen digunakan untuk bahan bangunan.
Debit konstan :
Q = B.h.u
1

u =  
s n
s = m.un
m
Q- = Q+ Qo = Q1
h . s1/n = (h + h) (s – s)1/n
1 ada pengambilan sedimen
1  h bertambah
S  n
 S1  n
B . ho .  o  = B . h1 .  
m m
ho . So 1/n
= (ho + h) (So - S)1/n

33
1
 h  1 n  S  n
ho . So 1/n
= ho 1   So 1  
 ho   S o 
1 1
h  S  n
h  S  n
1+ = 1     1   1
ho  S o  ho  S o 
1
h1  S  n
atau  1    h1 > ho
ho  S o 
ho3/2 . io1/2 = (ho + h)3/2 (io - i)3/2
3 1
3/2 
h   i 
2 2
1
3/2
ho . io 1/2
= ho 1   io 2 1  
 ho   io 
1 3
 i  2
 h  2
1   = 1  
 io   ho 
3
i  h 
1 = 1  
io  ho 
3
i  
1
 n  
3

1 1  1  S   1 S  n
=    1  
io   So    S o 
 

3
i1  S  n
dan  1    i1 < io (12)
io  S o 

Pada saat t =0
q u s z
0–I 0 0  0  b  0 (tetap)
x x x x
s z b
I – II 0  0  erosi
x x

34
Pada saat t = ~
3
i1  s  n
 1    i1  io
io  so 
1
h1  s  n
 1  h1  h o
h o  s o 

C. Perubahan Lebar

Suatu sungai dengan lebar Bo dipersempit menjadi B1 pada jarak x > 0.


Debit konstan, kedalaman berubah dari ho menjadi hi.
Angkutan sedimen sebelum dan sesudah perubahan lebar tidak berubah.
So = S1
1
 S  n
So = Bo . m . U o n
 Uo =  o 
 Bo m 
1
 S  n
S1 = B1 . m . U 1 n
 U1 =  1 
 B1 m 
Qo = Q1
Bo . Uo . ho = B1 . U1 . h1
1 1
 S  n
 S  n
Bo  o  ho = B1  1  h1
 Bo m   B1 m 

B

1 1
n
 .h
B

1 1
n
 .h
o o = 1 1
1 n 1
1
h1 B  n h1 B  n
  o     o  h1 >ho
ho  B1  ho  B1 
Pada x = 0 ada perubahan dasar zb = h1 – ho. Koefisien kekasaran diasumsikan
tetap sebelum dan sesudah perubahan lebar.
C- = C+
Bo . ho3/2 . io1/2 = B1 . h13/2 . i11/2

35
1 3
 i1  2
B   ho  2
  =  o   
 io   B1   h1 
1 3
 i1  2
B   h1  2
  =  0   
 io   B1   ho 
2 3
i1 B   ho 
=  o   
io  B1   h1 
 n 1 
i1 2  3 

=  Bo   Bo   n 
  
io  B1   B1 
 2 n 3n  3    n 3 
i1    

=  Bo   Bo 
n  n 
 =  
io  B1   B1 
atau
 n 3 
i1  

=  B1  n 
  i1 < io (14)
io  Bo 

Pada saat t = 0
B1 < B o  h1 > ho  pada potongan 0 – I backwater : M1
(penyempitan) pada potongan I – II backwater : M2
q1 > q2
u s z
0–I  0   0  b  0  sedimentasi
x x t
h u s z
I – II 0  0   0  b  0  erosi
x x x t

Pada saat t = ~

36
 n 3 
i1  

=  B1  n 
  i1 < io
io  Bo 
 1 n 
h1  B1

 n 

=    h1 > ho
ho  Bo 
Untuk B1 < Bo

37
38

Anda mungkin juga menyukai