Morfologi Sungai
Q 4,0 * A1f, 21 * S 0 , 28
dimana : Af = luas penampang penuh (bankful), m2.
S = kemiringan rata-rata.
14
3.2. Kemiringan memanjang sungai
Kemiringan memanjang sungai tidak hanya ditentukan oleh kondisi di hulu, tetapi
elevasi dan lokasi setiap titik ditentukan pula oleh elevasi dasar di hilir. Menurut Hack
(1975) untuk luas catchment antara 0,12 s/d 370 sqmi berlaku :
0, 6
d
S 1,8 *
Ad
dimana : S = kemiringan (feet per mile)
d = diameter mean butiran (mm)
Ad = luas area drainase (sqmi)
Shulits (1941) :
S S o * e x
dimana : S = kemiringan sungai pada jarak x di hilir titik referensi.
So = kemiringan di titik referensi
= koefisien reduksi kemiringan.
Lihat contoh pada Gambar 3.1.
Ukuran butiran makin ke hilir makin berkurang oleh proses abrasi dan sorting.
Abrasi mengurangi ukuran butiran oleh proses mekanik seperti digerus, impak dan
digosok (grinding, impact, rubbing) oleh aliran, sedang sorting (pemisahan) adalah
pengelompokan berdasarkan besarnya butiran. Pada kondisi normal, butiran berdiameter
besar berada di bawah, butiran kecil halus di atasnya, namun pada debit tidak normal
yang terjadi tiba-tiba, susunan bisa berubah, yang disebut armouring.
Profil memanjang sungai tidak tetap. Ia selalu melalukan penyesuaian terhadap
pasokan debit dan sedimen. Penyesuaian menyangkut perubahan geometri, kekasaran dan
parameter lain termasuk kemiringan dasar. Penyederhanaan analisa mengasumsikan
bahwa perubahan hanya terjadi pada kemiringan dasar sungai.
15
3.3. Geometri Sungai Menurut Teori Rezim
Formasi sungai selalu dikaitkan dengan debit, sehingga dapat dicari hubungan antara
eometri sungai dengan debit . Leopold & Maddock menyusun persamaan umum geometri
sungai sebagai berikut :
B Ca * Q a
D Cb * Q b
V Cc * Q c
Ca*Cb*Cc* Cd = 1.
dan
a+b+c+d=1
F = 225 M-1,08
16
B = lebar atas pada kondisi bankfull discharge (ft)
rc = jari-jari lengkung meander (ft)
Bila koefisien diambil sama dengan 1, maka rc = 2,4 B. Keller and Melhorn (1978)
dan Hey (1976) mengusulkan untuk hubungan antara panjang lengkung meander dengan
lebar:
M=2B
Menurut Anderson (1976) untuk hubungan antara panjang gelombang meander dan
debit:
= 39 Q0,39
17
a-b-c : panjang sungai
a- c : panjang lembah
Sifat umum sungai di (lihat juga Gambar 3.3.) adalah sebagai berikut :
1. Sungai lurus (straight)
Pada debit besar sungai nampak lebar dan lurus, tetapi pada debit kecil nampak alur
berkelok-kelok atau berpola meander dari adanya gosong-gosong pasir (sand bar).
Sungai macam ini tidak stabil. Sinuositas (sinuosity = P = panjang sungai dibanding
panjang lembah ± 1 – 2. Harga P = 1,5 sudah menunjukkan pola meandering. Sungai
lurus jarang terdapat (Leopold & Wolman, 1957), karena meskipun tebingnya lurus
tetapi alur terdalam /thalweg tetap berbelok-belok. umumnya hasil rekayasa manusia,
seperti kanalisasi / normalisasi, sudetan. Sudetan (cutoff) meningkatkan erosi dasar
dan pengendapan di hilir.
18
Gambar 3.3. Pola sungai aluvial
1
Gambar 3.4. Pengembangan sudetan alam (natural cutoff)
19
Bagian ini cukup sulit diatasi, karena tidak stabil, mengangkut sedimen dalam jumlah
besar dan sulit diprediksi.
1
Gambar 3.5.a. Sinuositas vs kemiringan untuk debit konstan (0.15 cfs)
(Hasil studi Khan,1971, Colorado State University)
Suatu pekerjaan sudetan (cutoff) pada sungai meander dapat memodifikasi pola
sungai (river pattern) , ruas sungai menjadi lebih pendek, kemiringan dasar meningkat
dan kecenderungan posisi bergeser ke kanan pada gambar di atas. Pola sungai bergeser ke
braided dengan cepat, kecepatan bertambah besar dan timbul sandbar dan mengangkut
sedimen dalam jumlah lebih besar. Sebaliknya, pengurangan kemiringan menyebabkan
kondisi yang tidak stabil pada braided menjadi lebih stabil pada pola meandering.
Lane (1957) menyelidiki hubungan antara kemiringan, debit dan pola sungai pada
sungai meandering dan braided, dan mendapatkan persamaan berikut :
S * Q1 / 4 K (3.1)
dimana : S = kemiringan
Q = debit aliran
K = konstanta.
1
2
3
4
5
20
6
Gambar 3.5.b. Hubungan antara kemiringan-debit untuk pola meandering
dan braided pada sungai berdasar pasir (Lane, 1957)
S * Q 1 / 4 0.0017 (3.2)
S * Q 1 / 4 0.01 (3.3)
Kecenderungan ke sungai braided.
Kemiringan berbeda antara keduanya bisa mencapai 6 x-nya. Di antara kedua pola
dapat dikategorikan sebagai pola intermediate (antara/peralihan).
21
Gambar 3.6.a. Sub klasifikasi tipe sungai meander dan braided
(Culbertson et al, 1957)
22
Gambar 3.6.b. Sub klasifikasi tipe sungai meander dan braided
(Culbertson et al, 1957) Lanjutan.
23
Gambar 3.6.c. Sub klasifikasi tipe sungai meander dan braided
(Culbertson et al, 1957) Lanjutan.
Apabila dikaitkan dengan kepentingan manusia, dan mengingat sungai peka terhadap
perubahan yang terjadi padanya, maka sangat perlu memahami sifat/karakteristik sungai
dengan cara :
1. Mempelajari kondisi alami sungai
2. Memiliki pengetahuan tentang aliran air dan angkutan sedimen
3. Memiliki kemampuan untuk memprediksi dampak campur tangan manusia pada
sungai
4. Memiliki pengetahuan tentang geologi, tanah, hidrologi serta hidrolik sungai
aluvial.
Memprediksi respons/tanggapan sungai adalah pekerjaan yang komplek dan rumit
karena menyangkut banyak variabel. Geometri sungai, endapan pasir (bars) dan
kekasaran dasar tergantung pada aliran air dan angkutan sedimen. Untuk itu diperlukan
suatu metoda untuk memprediksi perubahan baik secara kualitatif maupun kuantitatif.
24
3.10. Analisa Geomorfi Dari Tanggapan Sungai
Kondisi keseimbangan sungai sangat dipengaruhi oleh kapasitas transport air dan
sedimen terhadap suplai dari hulu. Perubahan suplai (air dan/ atau sedimen) dapat
disebabkan oleh faktor alam atau faktor manusia. Faktor alam antara lain yaitu klimatik,
hidrologik atau akibat gempa (vulkanik/ tektonik), sedang faktor manusia antara lain
perusakan hutan, penambangan material di sungai, pengendalian banjir dan lain
sebagainya.
Memprediksi penyesuaian sungai ole suatu tindakan atau pengaturan baru adalah
penting, untuk mencegah agar tidak terjadi kerusakan di masa mendatang. Namun
demikian metode analitis yang biasa dipakai untuk mengevaluasi perubahan sungai
sangat terbatas, karena kompleksnya fenomena.
Pada kondisi alaminya suatu sungai mempunyai banyak cara untuk merespons
perubahan yang terjadi padanya dan untuk suatu hasil yang sama sungai mempunyai
banyak cara untuk mencapainya.
Kesulitan lain yang dihadapi adalah bahwa kondisi ekilibrium tidak selalu
berkesinambungan, dimana sungai dapat melakukan metamorfosa. Kondisi ekilibrium
yang ada tidak bersifat permanen.
Bahasan dalam Teknik Sungai ini terbatas pada analisa kualitatifnya saja.
Lane (1955) mengajukan konsep keseimbangan yang dinyatakan dalam persamaan :
Qs dm ~ Q S (3.4)
Rumus di atas diturunkan oleh Simons et al (1975) yang meninjau kondisi proporsional
antara angkutan dasar dengan beberapa parameter :
o * U * W * C f
Qs
D50
Qs
* d * S *W *U
*Q * S
D50 D50 / C f
25
Q * S Qs * D50
Secara skematis perubahan Q dan/ atau Qs akan mengubah geometri sungai menjadi
bertambah (tanda +) atau berkurang (tanda -) atau tidak tentu, yaitu B (lebar), D
(kedalaman), S (kemiringan), F (rasio lebar/ kedalaman), (panjang gelombang
meander), P (sinousity).
Lane berpendapat bahwa kemiringan sungai ditentukan oleh debit, dan angkutan
sedimen. Perubahan elevasi dasar di hilir akan mengubah pola angkutan sedimen.
Agradasi yang terjadi adalah usaha untuk mengembalikan kemiringan aslinya yang
selanjutnya akan mempengaruhi geometri sungai tersebut. Hal sebaliknya akan terjadi
apabila terjadi pengurangan suplai sedimen dari hulu, sehingga terjadi local scour atau
degradasi. Pada dasarnya agradasi menyebabkan lebar sungai bertambah, sedang
degradasi menyebabkan kelongsoran tebing.
Pelajari macam-macam tanggapan sungai sebagai akibat pembangunan dalam sungai
atau perlakuan manusia pada sungai terlampir.
Skema pada Gambar 3.7. menunjukkan, bila ada gangguan / perubahan suatu
parameter, akan berpengaruh pada parameter lainnya.
Studi Leopold & Maddock (1953), Schumm (1971) dan Santos & Simons (1972)
mempelajari respons sungai (tanggapan sungai), menyimpulkan hubungan antara
parameter aliran dan angkutan sedimen sebagai berikut :
1. Kedalaman aliran (d) proporsional dengan debit (Q).
2. Lebar saluran (W) proporsional dengan debit aliran (Q) dan debit sedimen (Qs)
3. Bentuk saluran dinyatakan dalam perbandingan W/d dan berkaitan langsung dengan
debit sedimen (Qs).
4. Kemiringan saluran (S), berbanding terbalik dengan debit aliran (Q) dan
berbanding lurus dengan debit sedimen (Qs) dan diameter butiran (D50).
5. Sinuositas berbanding langsung dengan kemiringan lembah dan berbanding terbalik
dengan debit sedimen (Qs).
6. Angkutan sedimen (Qs) berbanding lurus dengan Stream Power o*U dan
konsentrasi sedimen halus Cf, dan berbanding terbalik dengan diameter butiran
(D50).
26
Q (x, t)
S (x, t)
u (x, t)
zb (x, t)
h (x, t)
Z=h+zb
Analisa perubahan dapat dilakukan melalui 2 pendekatan matematis :
a. Pendekatan matematis berdimensi satu koordinat x
b. Pendekatan matematis berdimensi dua koordinat x, y
koordinat x, z
cara ini dipakai untuk angkutan sedimen yang berubah pada arah memanjang.
Perubahan selanjutnya dibatasi untuk pendekatan berdimensi satu.
Persamaan-persamaan dasar yang dipakai.
1. Untuk aliran air :
a. Persamaan momentum :
u u h z b uu
u g g g 2 1)
t x x x c h
b. Persamaan kontinuitas :
h h u
u h 0
t x x
2)
2. Untuk angkutan sedimen :
a. Persamaan angkutan sedimen
Umum : s = f { u, , D, …. dst } 3)
s = m un
b. Persamaan kontinuitas sedimen
z b s
0
t x
4)
Asumsi :
- Lebar dianggap tetap B tetap
- Perbandingan angkutan sedimen persatuan waktu dan debit per satuan waktu dianggap
s
kecil
q
- Angkutan sedimen merupakan fungsi kecepatan aliran
27
s = f (u)
- Angkutan suspended tidak berubah pada suatu jarak yang pendek
Sifat-sifat aliran :
a. Steady uniform flow (aliran tetap seragam) :
u
0 tidak ada perubahan kecepatan terhadap waktu
t
u
0 tidak ada perubahan kecepatan terhadap jarak
x
h
0 tidak ada perubahan kedalaman terhadap jarak
x
b. Steady non uniform flow (aliran tetap tidak seragam) :
u
0
t
h q
0 0 (q konstan)
t x
h
0 ada perubahan kedalaman pada perubahan jarak
x
h h u
Pada persamaan 2) bila 0 , maka u h 0
x x x
h h u
x u x
q
q=h.u h
u
Dengan demikian maka persamaan 5) dan 6) secara prinsip dapat dipakai untuk
menghitung/ menggambarkan proses morfologi suatu sungai.
Suatu model matematik dapat disusun dan dapat dipakai untuk menganalisa fenomena
morfologi.
Ada 2 macam model yang dibedakan berdasarkan asumsi yang dipakai, yaitu :
1) The Simple Wave Model
Harga x dan t kecil, sehingga gaya akibat gesekan dapat diabaikan
2) The Parabolic Model
28
Harga x dan t besar, maka efek backwater dapat diabaikan
u gq
(u 2 ) 0
x u
Celerity
Bila dalam aliran di atas dasar bergerak terjadi gangguan (disturbance), maka akan terjadi
propagasi gangguan tersebut pada muka air dan dasar.
Kecepatan propagasi suatu gelombang sederhana diberi notasi c ( = celerity)
Untuk gelombang pasang surut c = u + gh
3
gelombang banjir c u
2
3
gelombang dasar saluran c=n u
2
df (u ) d (mu u )
S = f(u) mnu n 1
du du
z b u h
mnu n 1 0
t h x
s mu n u
cbed = n u n u mnu n 1
q uh h
z b h
c 0 9)
t x
h z
Dari persamaan 7) b , sehingga persamaan 9) menjadi
t t
h h
c( h ) 0 (aliran air)
t x
29
Peninjauan pada 3 potongan.
Potongan I
h z
Dasar horizontal 0 dan 0
x x
u s z
0 0 b 0
x x t
(dasar tetap horizontal)
Potongan II (Keiringan down stream)
h u s
0 0 0 c c
x x x
ada suatu titik pada bagian miring dengan kedalaman h akan bergeser ke kanan pada t
dengan jarak : x = c(h) t
Potongan III (Kemiringan hulu)
30
4.4.2 Perubahan morfologi sungai dan keseimbangan
A. Pengambilan Air Irigasi
Suatu sungai dengan lebar B disadap airnya untuk irigasi sebesar Q.
Akan dilihat perubahan pada sungai setelah waktu t = .
Pada pengambilan air irigasi, sedimen tidak terbawa masuk ke dalam intake.
Lebar sungai di intake tidak berubah, sehingga jumlah angkutan sedimen di hulu dan di
hilirnya adalah sama.
S- = S+ atau S0 = S1
n n
muo = mu1
q 0 q 0 q
q0 q1 q 0 q
uo = dan u1 = h0 h0 h
h0 q 0 h0 h
atau
h0 h q 0 q h q h q
1 1 *
h0 q0 h0 q0 h0 q0
h Q
Untuk lebar B
h Q0
h1 h0 h h Q h1 Q
1 1 1
h0 h0 h0 Q0 h0 Q0
h1 < ho (10)
Asumsi tidak ada perubahan koefisien kekasaran : c- = c+
Sebelum pengambiln debit per m’ qo = c . ho3/2 . io1/2
Sesudah pengambilan debit menjadi q1 = qo - q
qo - q = c (ho - h)3/2 (io + i)1/2
3 1
q
= c . ho3/2 . 1 h i
2 2
qo 1 1 . io1/2
q o ho io
3 1
q h 2
i 2
1 = 1 1
qo ho io
Dari persamaan terdahulu (*)
3 1
q q 2
i 2
1 = 1 1
q o q o io
31
1
1 2
i 2
1
1 =
io
1
q
qo
1
1 2
1
i 2
1 qo 2
i qo Qo
1 = = 1 *
io
1
q
q o q io q o q Qo Q
qo
i qo q o q q 0 q Q
1
io q o q q 0 q q 0 q Q0 Q
untuk Q <<< Q :
i Q
io Qo
i1 io i i Qo
1 i1 Qo (11)
io io io Qo Q
(*) i o Q o Q
atau i1 > io
32
h u s z
I – II : 0 0 0 b 0 sedimentasi
x x x t
Pada saat t = ~
h1 Q
Dari rumus : 1 h1 ho
ho Qo
i1 Qo
dan i1 io
i o Q o Q
Muka air di intake menerus
Dasar di hilir naik, dan di hulu intake juga naik pada t = ~
h L x i L (i1 io )
dan
zb = h
Pada suatu sungai dengan lebar B konstan dan debit konstan Q, diambil sedimennya
secara konstan S, mulai t = 0. Sedimen digunakan untuk bahan bangunan.
Debit konstan :
Q = B.h.u
1
u =
s n
s = m.un
m
Q- = Q+ Qo = Q1
h . s1/n = (h + h) (s – s)1/n
1 ada pengambilan sedimen
1 h bertambah
S n
S1 n
B . ho . o = B . h1 .
m m
ho . So 1/n
= (ho + h) (So - S)1/n
33
1
h 1 n S n
ho . So 1/n
= ho 1 So 1
ho S o
1 1
h S n
h S n
1+ = 1 1 1
ho S o ho S o
1
h1 S n
atau 1 h1 > ho
ho S o
ho3/2 . io1/2 = (ho + h)3/2 (io - i)3/2
3 1
3/2
h i
2 2
1
3/2
ho . io 1/2
= ho 1 io 2 1
ho io
1 3
i 2
h 2
1 = 1
io ho
3
i h
1 = 1
io ho
3
i
1
n
3
1 1 1 S 1 S n
= 1
io So S o
3
i1 S n
dan 1 i1 < io (12)
io S o
Pada saat t =0
q u s z
0–I 0 0 0 b 0 (tetap)
x x x x
s z b
I – II 0 0 erosi
x x
34
Pada saat t = ~
3
i1 s n
1 i1 io
io so
1
h1 s n
1 h1 h o
h o s o
C. Perubahan Lebar
B
1 1
n
.h
B
1 1
n
.h
o o = 1 1
1 n 1
1
h1 B n h1 B n
o o h1 >ho
ho B1 ho B1
Pada x = 0 ada perubahan dasar zb = h1 – ho. Koefisien kekasaran diasumsikan
tetap sebelum dan sesudah perubahan lebar.
C- = C+
Bo . ho3/2 . io1/2 = B1 . h13/2 . i11/2
35
1 3
i1 2
B ho 2
= o
io B1 h1
1 3
i1 2
B h1 2
= 0
io B1 ho
2 3
i1 B ho
= o
io B1 h1
n 1
i1 2 3
= Bo Bo n
io B1 B1
2 n 3n 3 n 3
i1
= Bo Bo
n n
=
io B1 B1
atau
n 3
i1
= B1 n
i1 < io (14)
io Bo
Pada saat t = 0
B1 < B o h1 > ho pada potongan 0 – I backwater : M1
(penyempitan) pada potongan I – II backwater : M2
q1 > q2
u s z
0–I 0 0 b 0 sedimentasi
x x t
h u s z
I – II 0 0 0 b 0 erosi
x x x t
Pada saat t = ~
36
n 3
i1
= B1 n
i1 < io
io Bo
1 n
h1 B1
n
= h1 > ho
ho Bo
Untuk B1 < Bo
37
38