LANDASAN TEORI
A. Sungai
Sungai adalah jaringan alur-alur pada permukaan bumi yang terbentuk secara
alamiah, mulai dari bentuk kecil dibagian hulu sampai besar dibagian hilir (Sudira
dan Tiny, 2013).
Sifat-sifat sungai sangat dipengaruhi oleh luas daerah aliran sungai (DAS)
serta kemiringan saungai. Bentuk tebing, dasar muara dan pesisir di depan muara
memberi pengaruh terhadap pembentukan sedimentasi terutama terhadap angkutan
sedimen (Sudarman, 2011 dalam Sudira dan Tiny, 2013).
1. Jenis sungai
Menurut Pangestu dan Helmi (2013), Berdasarkan asal airnya sungai dapat
dikelompokkan menjadi beberapa jenis yaitu:
a. Sungai mata air
Sungai mata air adalah sungai yang airnya bersumber dari mata air. Sungai ini
biasanya terdapat di daerah yang mempunya curah hujan sepanjang tahun dan
daerah aliran sungainya masih tertutup vegetasi yang cukup lebat.
b. Sungai hujan
Sungai hujan yaitu sungai yang airnya bersumber hanya dari air hujan. Jika
tidak ada hujan, sungai akan kering. Sungai ini umumnya berada di daerah
yang bervegetasi jarang atau terletak di daerah lereng sebuah gunung atau
perbukitan .
c. Sungai gletser
Sungai gletser adalah sungai yang airnya bersumber dari pencairan es atau
salju. Sungai ini hanya ada di daerah lintang tinggi atau di puncak gunung yang
tinggi. Contohnya sungai Membramo di Papua.
d. Sungai campuran
Sungai campuran yaitu sungai yang airnya bersumber dari berbagai macam
sumber, baik dari hujan, mata air, dan pencairan salju atau es. Artinya, air dari
berbagai sumber tersebut bercampur menjadi satu dan mengalir sampai hilir.
8
9
2. Alur Sungai
Menurut Daties (2012), suatu alur sungai dapat dibagi menjadi tiga bagian.
Tiga bagian tersebut adalah sebagai berikut:
a. Bagian hulu
Hulu sungai merupakan daerah konservasi dan juga daerah sumber erosi karena
memiliki kemiringan lereng yang besar (>15%). Alur sungai di bagian hulu ini
biasanya mempunyai kecepatan yang lebih besar dari bagian lainnya, sehingga
saat banjir material hasil erosi yang diangkut bukan hanya partikel sedimen
yang halus tetapi juga mengangkut pasir, kerikil bahkan batu.
b. Bagian tengah
Bagian ini merupakan daerah peralihan dari bagian hulu dan hilir. Kemiringan
dasar sungai relatif lebih landai dari bagian hulu. Bagian ini merupakan daerah
keseimbanganantara proses erosi dan sedimentasi yang sangat bervariasi dari
musim ke musim.
c. Bagian Hilir
Alur sungai di bagian hilir biasanya melalui daerah daratan yang memiliki
kemiringan yang landai sehingga kecapatan alirannya lambat. Keadaan ini
menyababkan beberapa tempat menjadi daerah banjir (genangan) dan mudah
terbentuk endapan sedimen. Endapan yang terbentuk biasanya berupa endapan
pasir halus, lumpur, endapan organik, atau jenis endapan lain yang sangat
stabil.
3. Aliran pada saluran terbuka
Ada berbagai macam tipe aliran pada saluran terbuka, menurut Daties (2012)
tipe aliran pada saluran terbuka ada 4 macam yaitu:
a. Aliran tetap (Steady flow)
Aliran steady memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1) Perubahan debit aliran terhadap waktu tetap
2) Perubahan kedalaman aliran terhadap waktu tetap
3) Perubahan kecepatan aliran terhadap waktu tetap
b. Aliran tidak tetap (Unsteady flow)
Aliran unsteady memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1) Perubahan debit aliran terhadap waktu tidak tetap
10
𝑈
Fr = .................................................................................................... (3.2)
√𝑔 . ℎ
B. Gerusan
Menurut Ettema dan Raudkivi (1982) dalam Ariyanto (2010), perbedaan
gerusan dapat dibagi menjadi:
1. Gerusan umum (general scour)
Gerusan umum adalah gerusan yang terjadi akibat dari proses alam dan tidak
berkaitan sama sekali dengan ada tidaknya bangunan sungai.
2. Gerusan dilokalisir (constriction scour)
Gerusan dilokalisir adalah gerusan yang diakibatkan oleh adanya penyempitan
alur sungai sehingga aliran akan menjadi terpusat.
3. Gerusan lokal (local scour)
Gerusan lokal adalah gerusan akibat langsung dari struktur pada alur sungai.
Peristiwa ketiga jenis gerusan tersebut dapat terjadi bersamaan namun pada
tempat yang berbeda. Gerusan dilokalisir di alur sungai dan gerusan lokal di sekitar
bangunan selanjutnya dapat dibedakan menjadi gerusan dengan air bersih (clear
water scour) maupun gerusan dengan air bersedimen (live-bed scour). Gerusan
dengan air bersih berkaitan dengan suatu keadaan dimana dasar sungai di sebelah
12
hulu bangunan dalam keadaan diam (tidak ada material yang terangkut), atau secara
teoritik (t0<tc) dimana t0 adalah tegangan geser yang terjadi, sedangkan tc adalah
tegangan geser kritik dari butiran dasar sungai. Perbedaan mendasar antara gerusan
oleh air bersih dibandingkan dengan air bersedimen adalah mengikuti skema seperti
disajikan pada Gambar 3.1
1. Besarnya gerusan akan sama dengan selisih antara jumlah material yang
ditranspor keluar daerah gerusan dengan jumlah yang ditranspor ke dalam
daerah gerusan.
2. Besarnya gerusan akan berkurang apabila tampang basah di daerah gerusan
bertambah (misal karena adanya erosi).
3. Untuk suatu kondisi aliran akan ada suatu keadaan gerusan yang disebut gerusan
batas.
C. Mekanisme Gerusan
Aliran yang terjadi pada sungai sering kali disertai dengan angkutan sedimen
dan proses gerusan. Proses gerusan akan terbentuk secara alamiah karena pengaruh
morfologi sungai atau karena adanya struktur yang menghalangi aliran sungai.
Angkutan sedimen terjadi karena aliran sungai mempunyai energi yang cukup besar
untuk membawa sejumlah meterial.
Proses gerusan dimulai pada saat partikel yang terbawa aliran bergerak
mengikuti pola aliran bagian hulu ke bagian hilir. Pada kecepatan yang lebih tinggi
maka partikel yang terbawa akan semakin banyak dan gerusan akan semakin besar,
baik ukuran maupun kedalamannya. Kedalaman maksimum gerusan akan dicapai
pada saat kecepatan aliran mencapai kecepatan kritik (Chabert dan Engal, 1956
dalam Rahmadani, 2014).
Komponen-komponen dari pola aliran adalah arus bawah didepan pilar,
pusaran tapal kuda (horse shoes vortex), pusaran yang terangkat (cast-off vortices)
dan menjalar (wake), dan busur ombak (bow wave).
Bila struktur ditempatkan pada suatu arus air, aliran air disekitar struktur akan
berubah dan gradien kecepatan vertikal (vertikal velocity gradient) dari aliran akan
berubah menjadi gradien tekanan (pressure gradient) pada ujung permukaan
struktur tersebut. Gradien tekanan (pressure gradient) merupakan hasil dari aliran
bawah yang membentur bed. Pada dasar struktur, aliran bawah ini membentuk
pusaran yang pada akhirnya menyapu sekeliling dan bagian bawah struktur dengan
memenuhi seluruh aliran. Hal ini dinamakan pusaran tapal kuda (horse shoes
vortex), karena dilihat dari atas bentuk pusaran ini mirip tapal kuda.
14
Pada permukaan air, interaksi aliran dan struktur membentuk busur ombak
(bow wave) yang disebut sebagai gulungan permukan (surface roller). Pada saat
terjadi pemisahan aliran, struktur bagian dalam mengalami wake vortices (Miller,
2003 dalam Rahmadani, 2014).
Gambar 3.2 Mekanisme gerusan akibat pola aliran air disekitar pilar (sumber:
Rahmadani, 2014)
Λ 𝜕𝑧𝑡 + 𝜕
(𝑢ℎ) + 𝜕
(𝑣ℎ) + 𝜕
(𝑢𝑔 ℎ𝑔 ) + 𝜕
(𝑣𝑔 ℎ𝑔 ) = 0 ........................ (3.5)
𝜕 𝜕𝑥 𝜕𝑦 𝜕𝑥 𝜕𝑦
[Persamaan momentum]
𝜕 𝜕 𝜕
(ℎ𝑢) + (ℎ𝑢𝑢) + (ℎ𝑢𝑣)
𝜕𝑡 𝜕𝑥 𝜕𝑦
𝜕 𝜕 𝜕 𝐹𝑣𝑥
= −𝑔ℎ (ℎ + 𝑧𝑏 ) − 𝜏𝑥 + (ℎ𝜎𝑥𝑥 ) + (ℎ𝜏𝑦𝑥 ) − ....................... (3.6)
𝜕𝑥 𝜌 𝜕𝑥 𝜕𝑦 𝜌
𝜕 𝜕 𝜕
(ℎ𝑣) + (ℎ𝑢𝑣) + (ℎ𝑣𝑣)
𝜕 𝑡 𝜕 𝑥 𝜕𝑦
17
𝜕 𝜕 𝜕 𝐹𝑣𝑦
= −𝑔ℎ (ℎ + 𝑧𝑏 ) − 𝜏𝑦 + (ℎ𝜏𝑥𝑦 ) + (ℎ𝜎𝑦𝑦 ) − ....................... (3.7)
𝜕𝑦 𝜌 𝜕𝑥 𝜕𝑦 𝜌
Dengan,
𝜏
𝜏𝑥 = 𝜏𝑏 𝑢𝑏 , 𝜏𝑦 = 𝜏𝑏 𝑣𝑏 , 𝜌𝑏 = 𝑢∗2 ............................................... (3.8)
√𝑢 2 +𝑣 2 √𝑢 2 +𝑣 2
𝑏 𝑏 𝑏 𝑏
𝜕
𝜎𝑥𝑥 = 2𝜀 , 𝜎𝑦𝑦 = 2𝜀 𝜕𝑦𝑦 , 𝜏𝑥𝑦 = 𝜏𝑦𝑥 (𝜕𝑣𝑥 + 𝜕𝑢𝑦 ) ..................................... (3.9)
𝜕𝑥 𝜕 𝜕 𝜕
𝑢 𝑣 𝐹 1
𝐹𝑥𝑦 = 𝐹𝑣 √𝑢2 , 𝐹𝑣𝑦 = 𝐹𝑣 √𝑢2 , 𝜌𝑉 = 2 𝐶𝑑𝑣 𝜆𝑣 (𝑢2 + 𝑣 2 )ℎ𝑣 .............. (3.10)
+𝑣 2 +𝑣 2
𝜕 𝜕𝜉 𝜕 𝜕𝜂 𝜕
= + 𝜕𝑥 ............................................................................ (3.11)
𝜕𝑥 𝜕𝑥 𝜕𝜉 𝜕𝜂
𝜕 𝜕𝜉 𝜕 𝜕𝜂 𝜕
= + 𝜕𝑦 ............................................................................ (3.12)
𝜕𝑦 𝜕𝑥 𝜕𝜉 𝜕𝜂
atau,
𝜕 𝜕
𝜕𝑥
𝜉𝑥 𝜂𝑥 𝜕𝜉
( ) = (𝜉
𝜕
𝑦 𝜂𝑦 ) ( 𝜕𝜂
𝜕 ) ....................................................................... (3.13)
𝜕𝑦
Dengan,
𝜕𝜉 𝜕𝜉 𝜕𝜂 𝜕𝜂
𝜉𝑥 = 𝜕𝑥 , 𝜉𝑥 = 𝜕𝑦 , 𝜂𝑥= 𝜕𝑥, 𝜂𝑥= 𝜕𝑥 ....................................................... (3.14)
sejalan dengan,
𝜕 𝜕𝑥 𝜕 𝜕𝑦 𝜕
= + 𝜕𝑦 ............................................................................ (3.15)
𝜕𝜉 𝜕𝜉 𝜕𝑥 𝜕𝑦
𝜕 𝜕𝑥 𝜕 𝜕𝑦 𝜕
= + 𝜕𝜂 ........................................................................... (3.16)
𝜕𝜂 𝜕𝜂 𝜕𝑥 𝜕𝑦
atau
𝜕 𝜕
𝑥𝜉 𝑦𝜉 𝜕𝜉
( 𝜕𝜉
𝜕 ) = (𝑥 𝑦𝜂 ) ( 𝜕 ) ...................................................................... (3.17)
𝜂
𝜕𝜂 𝜕𝜂
Dengan,
𝜕 𝜕𝑥 𝜕𝑥
𝑥𝜉 = 𝜕𝜉 , 𝑥𝜂 = 𝜕𝜂 , 𝑦𝜉 = 𝜕𝜉 .................................................................. (3.18)
karenanya,
𝜕
1 𝜂𝑦 −𝜂𝑥 𝜕
𝑥𝜉 𝑦𝜉 𝜕𝑥 𝜕
𝜕 𝜕𝑥
( )=𝜉𝜕 (−𝜉 𝜉𝑥 ) ( 𝜕 ) = ( 𝑥𝜂 𝑦𝜂 ) ( 𝜕 ) .................... (3.19)
𝑥 𝜂𝑦 −𝜉𝑦 𝜂𝑥 𝑦
𝜕𝜂 𝜕𝑦 𝜕𝑦
1 1 1 1
𝑥𝜉 = 𝐽 𝜂𝑦 , 𝑦𝜉 = − 𝐽 𝜂𝑥 ,𝑥𝜂 = − 𝐽 𝜉𝑦 𝑦𝜂 = − 𝐽 , 𝜉𝑥 , ......................... (3.21)
atau,
𝜂𝑦 = 𝐽𝑥𝜉 , 𝜂𝑥 = −𝐽𝑦𝜉 , 𝜉𝑦 = −𝐽𝑥𝜂 , 𝜉𝑥 = 𝐽𝑦𝜂 ................................... (3.22)
[Persamaan momentum]
𝜕 ℎ𝑈 𝜕 ℎ𝑈 𝜕 ℎ𝑈
( 𝐽 ) + 𝜕𝜉 (𝑈 ) + 𝜕𝜂 (𝑉 )
𝜕𝑡 𝐽 𝐽
ℎ𝑢 𝜕 𝜕𝜉 𝜕 𝜕𝜉 ℎ𝑣 𝜕 𝜕𝜉 𝜕 𝜕𝜉
− (𝑈 𝜕𝜉 (𝜕𝑥) + 𝑉 𝜕𝜂 (𝜕𝑥)) − (𝑈 𝜕𝜉 (𝜕𝑦) + 𝑉 𝜕𝜂 (𝜕𝑦))
𝐽 𝐽
1 𝜕𝜉 2 𝜕 1 𝜕𝜉 𝜕𝜂 𝜕 1 𝜕𝜉 𝜕𝜂 𝜕
+ 𝐽 (𝜕𝑥) (ℎ𝜎𝑥𝑥 ) + (ℎ𝜎𝑥𝑥 ) + (ℎ𝜏𝑥𝑦 )
𝜕𝜉 𝐽 𝜕𝑥 𝜕𝑥 𝜕𝜂 𝐽 𝜕𝑦 𝜕𝑥 𝜕𝜂
1 𝜕𝜉 𝜕𝜉 𝜕
+ 𝐽 𝜕𝑦 𝜕𝑥 𝜕𝜂 (ℎ𝜏𝑥𝑦 ) ............................................................................... (3.30)
𝜕 ℎ𝑉 𝜕 ℎ𝑉 𝜕 ℎ𝑉
( 𝐽 ) + 𝜕𝜉 (𝑈 ) + 𝜕𝜂 (𝑉 )
𝜕𝑡 𝐽 𝐽
20
ℎ𝑢 𝜕 𝜕𝜂 𝜕 𝜕𝜂 ℎ𝑣 𝜕 𝜕𝜂 𝜕 𝜕𝜂
− (𝑈 𝜕𝜉 (𝜕𝑥) + 𝑉 𝜕𝜂 (𝜕𝑥)) − (𝑈 𝜕𝜉 (𝜕𝑦) + 𝑉 𝜕𝜂 (𝜕𝑦))
𝐽 𝐽
1 𝜕𝜂 𝜕𝜉 𝜕 1 𝜕𝜂 2 𝜕 1 𝜕𝜂 𝜕𝜉 𝜕
+ 𝐽 𝜕𝑥 𝜕𝑥 𝜕𝜉 (ℎ𝜎𝑥𝑥 ) + 𝐽 (𝜕𝑥) (ℎ𝜎𝑥𝑥 ) + (ℎ𝜏𝑦𝑥 ) +
𝜕𝜂 𝐽 𝜕𝑦 𝜕𝑥 𝜕𝜉
1 𝜕𝜂 𝜕𝜂 𝜕 1 𝜕𝜂 𝜕𝜉 𝜕 1 𝜕𝜂 𝜕𝜂 𝜕 1 𝜕𝜂 𝜕𝜉 𝜕
(ℎ𝜏𝑦𝑥 ) + (ℎ𝜏𝑥𝑦 ) + (ℎ𝜏𝑥𝑦 ) + + (ℎ𝜎𝑦𝑦 )
𝐽 𝜕𝑦 𝜕𝑥 𝜕𝜂 𝐽 𝜕𝑥 𝜕𝑦 𝜕𝜉 𝐽 𝜕𝑥 𝜕𝑦 𝜕𝜂 𝐽 𝜕𝑦 𝜕𝑦 𝜕𝜉
1 𝜕𝜂 2 𝜕
+ 𝐽 (𝜕𝑦) (ℎ𝜎𝑦𝑦 ) ............................................................................. (3.31)
𝜕𝜂
𝑢2
𝜏∗𝑚 = 𝑠𝑔𝑑∗ ................................................................................... (3.43)
𝑚
2 2
𝑢∗𝑐𝑘 = 0.85𝑢∗𝑐𝑚 , 𝑑𝑘 /𝑑𝑚 ≤ 0.4 .................................................. (3.47)
Kecepatan gesekan kritis dari diameter rata-rata sedimen dihitung dengan
menggunakan persamaan dari Iwagaki sebagai berikut:
2
𝑢∗𝑐𝑚 = 80.9𝑑𝑚 , 𝑑𝑚 ≥ 0.303 ....................................................... (3.48)
31⁄
2 22
𝑢∗𝑐𝑚 = 134. 6𝑚 , 0.118 ≤ 𝑑𝑚 < 0.303 .................................... (3.49)
2
𝑢∗𝑐𝑚 = 55.0𝑑𝑚 , 0.0565 ≤ 𝑑𝑚 < 0.118 ..................................... (3.50)
11⁄
2 32
𝑢∗𝑐𝑚 = 8. 41𝑑𝑚 , 0.0065 ≤ 𝑑𝑚 < 0.0565 ............................... (3.51)
2
𝑢∗𝑐𝑚 = 226𝑑𝑚, 𝑑𝑚 < 0.0065(𝑈𝑛𝑖𝑡: 𝑒𝑚)..................................... (3.52)
rb adalah fungsi dari ketebalan pertukaran lapisan berdasarkan
𝑟𝑏 = 1, 𝐸𝑠𝑑 ≥ 𝐸𝑏𝑒 ........................................................................ (3.53)
𝐸
𝑟𝑏 = 𝐸 𝑏 , 𝐸𝑠𝑑 ≤ 𝐸𝑏𝑒 ..................................................................... (3.54)
𝑏𝑒
1 𝜌
𝐾𝑐 = 1 + 𝜇 [(𝜌 −𝜌 + 1) 𝑐𝑜𝑠𝛼. 𝑡𝑎𝑛𝜃𝑦 + 𝑠𝑖𝑛𝛼. 𝑡𝑎𝑛𝜃𝑦 ] .................. (3.55)
𝑠 𝑠
Dengan α adalah sudut deviasi didekat/sekitar aliran dasar sungai dari arah
sumbu x yang ditunjukkan dengan persamaan:
𝑣
𝛼 = arctan(𝑢𝑏 ) ............................................................................ (3.56)
𝑏
qbξk dan qbηk secara berurutan adalah bed load dari ukuran kelas k pada
arah ξ dan η, yang dihitung dengan persamaan:
𝜕𝜉 𝜕𝜉 𝜕𝜂 𝜕𝜂
𝑞𝑏𝜉𝑘 = 𝜕𝑥 𝑞𝑏𝑥𝑘 + 𝜕𝑦 𝑞𝑏𝑦𝑘 , 𝑞𝑏𝜂𝑘 = 𝜕𝑥 𝑞𝑏𝑥𝑘 + 𝜕𝑦 𝑞𝑏𝑦𝑘 .................... (3.58)
qbxk dan qbyk secara berurutan adalah bed load dari ukuran kelas k pada
arah x dan y yanh dihitung berdasarkan persamaan:
𝑞𝑏𝑥𝑘 = 𝑞𝑏𝑘 𝑐𝑜𝑠𝛽𝑘 , 𝑞𝑏𝑦𝑘 = 𝑞𝑏𝑘 𝑠𝑖𝑛𝛽𝑘 ............................................ (3.59)
Kemiringan dasar sungai sungai lokal sepanjang arah bed load dengan
diameter rerata sedimen (θ) didapatkan berdasarkan persamaan:
𝑠𝑖𝑛𝜃 = 𝑐𝑜𝑠𝛽𝑚 𝑠𝑖𝑛𝜃𝑥 + 𝑠𝑖𝑛𝛽𝑚 𝑠𝑖𝑛𝜃𝑦 ............................................. (3.60)
Dengan βm adalah sudut deviasi/penyimpangan dari bed load dengan
diameter rerata untuk arah sumbu x. Sudut deviasi dari bed load dengan
ukuran k untuk arah x (βk), yang bergantung pada aliran di sekitar dasar
sungai dan kecenderungan/condong ke dasar, dihitung dengan:
𝑢 2
𝑠𝑖𝑛𝛼−𝛱𝛩𝑦 ( ∗𝑐𝑘
2 )𝑡𝑎𝑛𝜃𝑦
𝑢∗
𝑡𝑎𝑛𝛽𝑘 = 𝑢2
......................................................... (3.61)
𝑐𝑜𝑠𝛼−𝛱𝛩𝑥 ( ∗𝑐𝑘 )𝑡𝑎𝑛𝜃𝑥
𝑢2
∗
𝛱 = 𝐾𝑙𝑑 + 1⁄𝑢𝑠 ............................................................................ (3.62)
𝜌
Θy = 1+ tan 2 𝜃𝜕+ tan 2 𝜃 , Θy= Θy +𝜌 𝑐𝑜𝑠 2 𝜃𝑥 ........................ (3.63)
𝑥 𝑦 𝑥−𝜌
Dengan, KId (=0,85) adalah rasio gaya angkat untuk gaya gesek.
3) Perhitungan kecepatan di sekitar dasar sungai
Kecepatan aliran di sekitar dasar sungai dievaluasi menggunakan
radius/jari-jari lengkung dari garis/batas sungai berdasarkan persamaan:
25
ub = ubs cos αs - vbs sin αs ,vb = ubs sin αs + vbs cos α .......... (3.64)
ℎ
ubs = 8.5u* ,Vbs = - 𝑢𝑏𝑠 ............................................................ (3.65)
𝑟
𝑤𝑓𝑘 ℎ
𝛽𝑠𝑘 = ...................................................................................... (3.69)
𝐷ℎ
2 𝑠 2 𝜌
Wfk =(√23 + ( 𝜌36𝑣 36𝑣
𝑠 )𝑔𝑑3 − √( 𝜌𝑠 )𝑔𝑑3 ) √(𝜌−1 ) 𝑔𝑑𝑘 .............................. (3.70)
𝜌−1 𝑘 𝜌−1 𝑘
∞ 2 1
𝜏∗ ∫𝛼 ℰ √𝜋𝑒𝑥𝑝[−ℰ ]𝑑ℰ 𝜏
Ω=𝐵 . ∞ 1 2
+ 𝐵 𝜂∗ − 1 ................................................. (3.72)
∗ ∫𝛼 ℰ 𝑒𝑥𝑝[−ℰ ]𝑑ℰ ∗ 𝑜
√𝜋
𝐵 1
α’= 𝜏 ∗ − 𝜂 , 𝜂𝑜 = 0.5, 𝛼∗ = 0.14, K=0.008 .................................... (3.73)
∗ 𝑜
Dengan, qsu adalah beban sedimen tersuspensi dari dasar sungai per unit
area, wf adalah kecepatan pengendapan dari suspended load yang
menggunakan persamaan dari Rubey. B* adalah koefisien konversi
dengan nilai yang bisa digunakan sebesar B*=0,143.
6) Persamaan transport sedimen tersuspensi
Kedalaman rerata konsentrasi tersuspensi pada ukuran kelas k dievaluasi
dengan rangkaian persamaan dari sedimen tersuspensi sebagai berikut:
1
+ 𝜕𝜂 (𝑉 ℎ𝐶𝑠𝑘 ) = 𝐽 [𝑊𝑓𝑘 (𝐶𝑠𝑏𝑒𝑘 − 𝐶𝑠𝑏𝑘 )]
𝜕 𝜕 𝜕
(ℎ𝐶𝑠𝑘 ) + (𝑈ℎ𝐶𝑠𝑘 )
𝜕𝑡 𝐽 𝜕ℰ 𝐽 𝐽
1 2 𝜂 2
𝜕𝜂 1 𝜉 𝜂 𝜉 𝜂
+ 𝜕𝜉 (𝐽 (𝐷𝑥 ( 𝑥) + 𝐷𝑦 (𝜕𝑦) ) 𝜕𝐶𝜉𝑠𝑘 + 𝐽 (𝐷𝑥 𝜕𝑥 𝜕𝑥 + 𝐷𝑦 𝜕𝑦 𝜕𝑦) 𝜕𝐶𝜂𝑠𝑘 )
𝜕 𝜕 𝜕 𝜕 𝜕 𝜕 𝜕 𝜕 𝜕
...................................................................................................... (3.74)
Dengan Dx dan Dy secara berurutan adalah koefisien dispersi/penyebaran
dalam arah x dan y (untuk penyederhanaan disini maka D x = Dy = ε).
7) Persamaan continuum (rangkaian) sedimen
Persamaan continuum (kesatuan rangkaian) sedimen untuk bidang dua
dimensi arah horizontal dalam sistem koordinat kartesius adalah sebagai
berikut:
27
𝜕 𝜕𝑧𝑏 𝜕
(𝐶𝑏 𝐸𝑏 ) + (1 − 𝜆) + (𝜕𝑥 (∑𝑛𝑘=1 𝑞𝑏𝑦𝑘 ) +
𝜕𝑡 𝜕𝑡
𝜕
(∑𝑛𝑘=1 𝑞𝑏𝑦𝑘 ) ∑𝑛𝑘=1 𝑤𝑘 (𝑐𝑠𝑏𝑒𝑘 − 𝑐𝑠𝑏𝑘 )) = 0 ............................. (3.75)
𝜕𝑦
1
∑𝑛𝑘=1 𝑤𝑘 (𝑐𝑠𝑏𝑒𝑘 − 𝑐𝑠𝑏𝑘 )) = 0
𝐽
𝑐𝑏
𝐸𝑠𝑑 ≥ 𝐸𝑏𝑒 .............................................................................. (3.76)
1−𝜆
𝜕 𝑧 𝑐𝑏
( 𝑏) = 0, 𝐸𝑠𝑑 ≥ 𝐸𝑏𝑒 .......................................................... (3.77)
𝜕𝑡 𝐽 1−𝜆
∂ Cb Eb fbk ∂ Zb
( ) + (1 − λ)Fbk ( )
∂t J ∂t J
∂ qbξk ∂ qbηk 1
+( ( )+ ( ) + wk (csbek − csbk )) = 0
∂ξ J ∂η J J
𝜕𝑧𝑏 𝑏 𝐶
𝐹𝑏𝑘= 𝐹𝑑1𝑘 , ≤ 0, 𝐸𝑠𝑑 ≥ 𝐸𝑏𝑒 1−𝜆
𝜕𝑡
𝜕𝑧𝑏 𝐶𝑏
𝐹𝑏𝑘= 𝑓𝑐 , ≤ 0, 𝐸𝑠𝑑 ≤ 𝐸𝑏𝑒
𝜕𝑡 1−𝜆
𝜕𝑧𝑏
𝐹𝑏𝑘= 𝑓𝑏𝑘 , ≥ 0 ........................................................................... (3.79)
𝜕𝑡
𝜕𝑧𝑏
𝐹𝑑𝑘= 𝐹𝑏𝑘 , ≥ 0 ........................................................................... (3.80)
𝜕𝑡
Dengan fbk adalah konsentrasi dari bed load pada kelas ukuran k dalam
lapisan bed load, fc adalah konsentrasi sedimen pada kelas ukuran k dalam
lapisan sedimen kohesif, fdmk adalah konsentrasi sedimen pada kelas
ukuran k dalam lapisan dasar (mth), cb adalah konsentrasi kedalaman
rerata dari bed load. Ebc adalah keseimbangan/kesetimbangan
(equilibrium) dari ketebalan lapisan bed load yang dihitung berdasarkan
persamaan:
𝐸𝑏 1
=𝐶 𝜏∗𝑚 .......................................................... (3.81)
𝐷𝑚 𝑏 𝑐𝑜𝑠𝜃(𝑡𝑎𝑛𝜙−𝑡𝑎𝑛𝜃)
Dengan dm adalah diameter rerata dari bed load, Φ adalah sudut peletakan
(pengendapan) dan τΦm adalah tegangan geser non-dimensional (besarnya
tanpa batas) dari diameter rerata. E sd adalah ketebalan lapisan sedimen
pada dasar sedimen kohesif. Eb adalah ketebalan paisan bed load yang
dihitung dengan persamaan:
𝐶𝑏
𝐸𝑏 = 𝐸𝑏𝑒 , 𝐸𝑠𝑑 ≥ 𝐸𝑏𝑒 ............................................................ (3.82)
1−𝜆
𝐶𝑏 𝐶𝑏
𝐸𝑏 = 𝐸𝑠𝑑 , 𝐸𝑠𝑑 ≤ 𝐸𝑏𝑒 ................................................... (3.83)
1−𝜆 1−𝜆