Anda di halaman 1dari 97

TUGAS AKHIR

SIMULASI KOMPUTASI NAYS2DH-IRIC PADA BANGUNAN


MELINTANG DI SALURAN MEANDER

NAYS2DH-IRIC COMPUTATIONAL SIMULATION ON


TRANSVERSE BUILDINGS IN THE MEANDER CHANNEL

MUH. ILHAM
D111 15 022

PROGRAM SARJANA DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2020
LEMBAR PENGESAHAN

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH

Yang bertanda tangan di bawah ini, Muh.Ilham., dengan ini


menyatakan bahwa skripsi yang berjudul ”Simulasi Komputasi
Nays2DH-iRIC pada Bangunan Melintang di Saluran Meander”, adalah
karya ilmiah penulis sendiri, dan belum pernah digunakan untuk
mendapatkan gelar apapun dan dimanapun.
Karya ilmiah ini sepenuhnya milik penulis dan semua informasi
yang ditulis dalam skripsi yang berasal dari penulis lain telah diberi
penghargaan, yakni dengan mengutip sumber dan tahun penerbitannya.
Oleh karena itu semua tulisan dalam skripsi ini sepenuhnya menjadi
tanggung jawab penulis. Apabila ada pihak manapun yang merasa ada
kesamaan judul dan atau hasil temuan dalam skripsi ini, maka penulis
siap untuk diklarifikasi dan mempertanggungjawabkan segala resiko.

Gowa, Januari 2020

Yang membuat pernyataan,

Muh. Ilham
NIM. D111 15 022
KATA PENGANTAR

Bismillahirrohmanirrohiim
Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, atas berkat
rahmat dan petunjuk-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas
Akhir yang berjudul “Simulasi Komputasi Nays2DH-iRIC pada
Bangunan Melintang di Saluran Meander”, sebagai salah satu syarat
yang diajukan untuk menyelesaikan studi. sebagai salah satu syarat yang
diajukan untuk menyelesaikan studi pada Fakultas Teknik Departemen
Teknik Sipil Universitas Hasanuddin.
Penyusunan Tugas Akhir ini tidak lepas dari bimbingan, petunjuk
dan perhatian dari dosen pembimbing. Maka dalam kesempatan kali ini,
penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Muhammad Arsyad Thaha, M.T., selaku Dekan
Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin
2. Bapak Prof. Dr. H. Muh. Wihardi Tjaronge S.T., M.Eng., dan Dr. Eng.
Muhammad Isran Ramli, S.T., M.T. selaku ketua dan sekertaris
Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin.
3. Bapak Prof. Dr. Ir. H. M. Saleh Pallu, M.Eng, selaku dosen
pembimbing I yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan
bimbingan dan pengarahan mulai dari awal penelitian hingga
selesainya penulisan ini.
4. Bapak Dr. Eng. Mukhsan Putra Hatta, S.T., M.T., selaku dosen
pembimbing II, yang telah banyak meluangkan waktunya untuk
memberikan bimbingan dan pengarahan kepada saya.
5. Seluruh dosen Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas
Hasanuddin.
6. Seluruh staf dan karyawan Departemen Teknik Sipil, staf dan karyawan
Fakultas Teknik serta staf dan asisten Laboratorium Departemen
Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin.

Yang teristimewa penulis persembahkan kepada:


1. Kedua orang tua yang tercinta, yaitu ibunda Suriani Katu dan
ayahanda Syamsul Abd Latif atas doa, kasih sayangnya dan segala
dukungan selama ini, baik spritiual maupun material yang telah
diberikan.
2. Kepada HMS FT-U, terimakasih banyak atas pengalaman yang di
berikan. Organisasi yang membuat pribadi saya menjadi lebih baik
sebelumnya. JAYALAH HMS FT-UH, KIBARKAN BENDERAMU DI
SEANTERO NUSANTARA
3. Teman-teman Kepengurusan Badan Eksekutif HMS FT-UH Periode
2018/2019 yang telah banyak memberikan kesan selama di kampus
dan berjuang bersama.
4. Sahabat hijrah sekaligus ketua angkatan, Fiky Deska Pratama yang
memberikan banyak motivasi tentang kesabaran.
5. Teman-teman PATRON 2016, mahasiswa Departemen Teknik Sipil
Angkatan 2015 atas kenangan-kenangan yang telah diberikan.

Penulis menyadari bahwa setiap karya buatan manusia tidak akan


pernah luput dari kekurangan, oleh karena itu mengharapkan kepada
pembaca kiranya dapat memberi sumbangan pemikiran demi
kesempurnaan dan pembaharuan tugas akhir ini.
Akhirnya semoga Allah SWT melimpahkan rahmat dan hidayah-
Nya kepada kita dan semoga tugas akhir ini dapat memberikan manfaat,
khususnya dalam bidang Teknik Sipil.

Gowa, Januari 2020

Penulis
ABSTRAK

Menurut Charlton Pembentukan meander diawali dengan alur lurus


kemudian terbentuk suatu penghalang aliran seperti gosong sungai
sehingga terjadi perpindahan alur yang awalnya lurus menjadi belok dan
mengikis tepi sungai. Sama seperti aliran pada saluran lurus, aliran pada
saluran meander memiliki karakteristik tersendiri diantaranya kecepatan,
angka froude dan kedalaman aliran. Dalam penelitian ini kita ingin
menganalisis fenomena atau karaktristik yang terjadi pada aliran ketika di
saluran meander diletakkan bangunan melintang melalui simulasi
komputasi menggunakan aplikasi iRIC dengan solver Nays2DH 3.0. Hasil
penelitian menunjukkan pemasangan bangunan hanya pada satu sisi
saluran menyebabkan penambahan kecepatan yang lebih kecil
dibandingkan dengan saluran yang diletakkan bangunan di kedua sisi
saluran. Hal yang sama terjadi dengan angka froude, aliran pada saluran
yang diletakkan bangunan hanya di satu sisi memiliki angka froude yang
lebih kecil dibandingkan dengan saluran dengan bangunan di kedua sisi.
Untuk kedalaman aliran, saluran yang diletakkan bangunan di satu sisi
saja mengalami peunurunan kedalaman yang lebih kecil dibandingkan
dengan saluran dengan bangunan di kedua sisinya. Adapun pengaruh
ukuran bangunan yaitu, semakin besar ukuran bangunan maka kecepatan
aliran dan angka froude yang dihasilkan setelah bangunan semakin besar.
Untuk kedalaman aliran, semakin besar ukuran bangunan yang diletakkan
pada saluran maka semakin besar pula penurunan kedalaman alirannya
setelah bangunan.
Kata Kunci : Saluran meander, Nays2DH 3.0, Simulasi komputasi,
Bangunan melintang
ABSTRACT

According to Charlton, the formation of meanders begins with a straight


groove and then forms a flow barrier such as a scorched river, resulting in
the displacement of the channel which was initially straight into turns and
erodes the river bank. Just like flow in a straight channel, flow in the
meander channel has its own characteristics including speed, froude
number and depth of flow. In this study, we want to analyze the
phenomena or characteristics that occur in flow when in the meander
channel transverse buildings are used through computational simulations
using the iRIC application with the Nays2DH 3.0 solver. The results
showed the installation of the building only on one side of the channel
caused a smaller increase in speed compared to the channel used by the
building on both sides of the channel. The same thing happens with the
number froude, the flow in the channel used by the building only on one
side has a smaller number froude compared to the channel with buildings
on both sides. For depth of flow, the channel used by buildings on one
side only experienced a decrease in depth that is smaller than that of
channels with buildings on both sides. The influence of the building size,
that is, the greater the size of the building, the flow velocity and froude
figures generated after the building is getting bigger. For flow depth, the
greater the size of the building placed on the channel, the greater the
decrease in flow depth after the building.

Key Words : Meander channel, Nays2DH 3.0, Computational simulation,


Transverse building.
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN..............................................................................i

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH................................................ii

KATA PENGANTAR....................................................................................iii

ABSTRAK.....................................................................................................v

ABSTRACT..................................................................................................vi

DAFTAR ISI................................................................................................vii

DAFTAR GAMBAR......................................................................................ix

DAFTAR TABEL........................................................................................xiii

BAB 1. PENDAHULUAN..............................................................................1

A. Latar Belakang................................................................................1

B. Rumusan Masalah..........................................................................2

C. Tujuan Penelitian.............................................................................2

D. Manfaat Penelitian...........................................................................3

E. Batasan Masalah.............................................................................3

F. Sistematika Penulisan.....................................................................4

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................6

A. Bangunan Melintang Sungai...........................................................6

B. Saluran Terbuka..............................................................................6

B.1. Aliran Pada Saluran Terbuka.................................................8


C. Meander Sungai............................................................................15

D. iRIC: Nays2DH 3.0........................................................................17

D.1. Karakteristik Model Aliran.....................................................19

BAB 3. METODE PENELITIAN.................................................................22

A. Jenis dan Variabel Penelitian........................................................22

B. Pengumpulan data........................................................................22

C. Bagan Alir Penelitian.....................................................................23

D. Perancangan Simulasi..................................................................24

E. Langkah-Langkah Simulasi iRIC: Nays2DH.3.0...........................26

F. Skenario Running..........................................................................38

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN..........................................................39

A. Data Penelitian..............................................................................39

B. Analisis Karakteristik.....................................................................41

B.1. Analisa Kecepatan Aliran.....................................................41

B.2. Tipe Pola Aliran Berdasarkan Angka Froude.......................57

B.3. Analisis Kedalaman Aliran....................................................73

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN..........................................................81

A. Kesimpulan....................................................................................81

B. Saran.............................................................................................82

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................83
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Tipe alur sungai.......................................................................16

Gambar 2. Perilaku aliran pada belokan sungai........................................17

Gambar 3. Bagan pengoperasian software iRIC.......................................18

Gambar 4. Struktur umum model iRIC (Nelson et al, 2016)......................18

Gambar 5. Bagan alir penelitian................................................................24

Gambar 6. Model 1....................................................................................24

Gambar 7. Model 2....................................................................................25

Gambar 8. Model 3....................................................................................25

Gambar 9. Model 4....................................................................................25

Gambar 10. Model 5..................................................................................25

Gambar 11. Tampilan awal software iRIC 3.0...........................................26

Gambar 12. Tampilan pemilihan solver.....................................................26

Gambar 13. Tampilan pemilihan metode pembuatan grid........................27

Gambar 14. Tampilan menu Channel Shape............................................27

Gambar 15. Tampilan menu Cross Sectional Shape................................28

Gambar 16. Tampilan menu Cross Shape Parameters............................29

Gambar 17. Tampilan menu Bed and Channel Slope...............................29

Gambar 18. Tampilan menu Upstream and Downstream Condition.........30

Gambar 19. Tampilan menu Width Variation.............................................30

Gambar 20. Tampilan menu Bed Condition..............................................31

Gambar 21. Tampilan menu Confirmation.................................................31


Gambar 22. Tampilan Hasil Grid...............................................................31

Gambar 23. Tampilan Hasil pembuatan bangunan melintang bentuk

persegi......................................................................................32

Gambar 24. Tampilan copy obstacle.........................................................33

Gambar 25. Tampilan polygon value.........................................................33

Gambar 26. Tampilan Grid.........................................................................33

Gambar 27. Tampilan Attribute Mapping...................................................34

Gambar 28. Tampilan Setelah di tambahkan polygon..............................34

Gambar 29. Tampilan Setelah di tambahkan angka manning..................35

Gambar 30. Tampilan Menu Solver Type..................................................35

Gambar 31. Tampilan Menu Boundary Condition.....................................36

Gambar 32. Tampilan Untuk memasukkan Debit......................................36

Gambar 33. Tampilan Menu Time.............................................................36

Gambar 34. Tampilan Running iRIC..........................................................37

Gambar 35. Tampilan open new 2d post-processing window...................37

Gambar 36. Tampilan hasil running...........................................................38

Gambar 37. Penampang saluran...............................................................40

Gambar 12. Hasil Simulasi Kecepatan Aliran Model 1..............................42

Gambar 13. Hasil Simulasi Kecepatan Aliran Model 2..............................43

Gambar 14. Hasil Simulasi Kecepatan Aliran Model 3..............................44

Gambar 15. Hasil Simulasi Kecepatan Aliran Model 4..............................45

Gambar 16. Hasil Simulasi Kecepatan Aliran Model 5..............................46

Gambar 17. Hasil Simulasi Kecepatan Aliran Model 1..............................47


Gambar 18. Hasil Simulasi Kecepatan Aliran Model 2..............................48

Gambar 19. Hasil Simulasi Kecepatan Aliran Model 3.............................49

Gambar 20. Hasil Simulasi Kecepatan Aliran Model 4.............................50

Gambar 21. Hasil Simulasi Kecepatan Aliran Model 5..............................51

Gambar 22. Hasil Simulasi Kecepatan Aliran Model 1..............................52

Gambar 23. Hasil Simulasi Kecepatan Aliran Model 2.............................53

Gambar 24. Hasil Simulasi Kecepatan Aliran Model 3.............................54

Gambar 25. Hasil Simulasi Kecepatan Aliran Model 4..............................55

Gambar 26. Hasil Simulasi Kecepatan Aliran Model 5..............................56

Gambar 27. Hasil Simulasi Angka Froude Model 1...................................58

Gambar 28. Hasil Simulasi Angka Froude Model 2...................................59

Gambar 29. Hasil Simulasi Angka Froude Model 3...................................60

Gambar 30. Hasil Simulasi Angka Froude Model 4...................................61

Gambar 31. Hasil Simulasi Angka Froude Model 5...................................62

Gambar 32. Hasil Simulasi Angka Froude Model 1...................................63

Gambar 33. Hasil Simulasi Angka Froude Model 2...................................64

Gambar 34. Hasil Simulasi Angka Froude Model 3...................................65

Gambar 35. Hasil Simulasi Angka Froude Model 4...................................66

Gambar 36. Hasil Simulasi Angka Froude Model 5...................................67

Gambar 37. Hasil Simulasi Angka Froude Model 1...................................68

Gambar 38. Hasil Simulasi Angka Froude Model 2...................................69

Gambar 39. Hasil Simulasi Angka Froude Model 3...................................70

Gambar 40. Hasil Simulasi Angka Froude Model 4...................................71


Gambar 41. Hasil Simulasi Angka Froude Model 5...................................72

Gambar 42. Hasil Simulasi Kedalaman Aliran Model 1.............................73

Gambar 43. Hasil Simulasi Kedalaman Aliran Model 2.............................74

Gambar 44. Hasil Simulasi Kedalaman Aliran Model 3.............................74

Gambar 45. Hasil Simulasi Kedalaman Aliran Model 4.............................75

Gambar 46. Hasil Simulasi Kedalaman Aliran Model 5.............................75

Gambar 47. Hasil Simulasi Kedalaman Aliran Model 1.............................76

Gambar 48. Hasil Simulasi Kedalaman Aliran Model 2.............................76

Gambar 49. Hasil Simulasi Kedalaman Aliran Model 3.............................77

Gambar 50. Hasil Simulasi Kedalaman Aliran Model 4.............................77

Gambar 51. Hasil Simulasi Kedalaman Aliran Model 5.............................78

Gambar 52. Hasil Simulasi Kedalaman Aliran Model 1.............................78

Gambar 53. Hasil Simulasi Kedalaman Aliran Model 2.............................79

Gambar 54. Hasil Simulasi Kedalaman Aliran Model 3.............................79

Gambar 55. Hasil Simulasi Kedalaman Aliran Model 4.............................80

Gambar 56. Hasil Simulasi Kedalaman Aliran Model 5.............................80

DAFTAR TABEL
Tabel 1. Koefisien Kekasaran Manning (n)................................................14

Tabel 2. Harga Koefisien Kekasaran Manning (n).....................................14

Tabel 4. Skenario Running........................................................................38

Tabel 5. Debit yang digunakan..................................................................40

Tabel 6. Kecepatan Aliran setelah bangunan krib....................................41

Tabel 7. Bilangan Froude dan Jenis Aliran pada Bangunan melintang....57


BAB 1. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sungai merupakan tipe umum dari saluran terbuka namun bentuk

penampang melintangnya tidak teratur. Sungai itu merupakan saluran

utama (primer) yang menampung air dari saluran sekunder dan tersier.

Seluruh jaringan yang masuk dalam sistem saluran terbuka di desain

untuk mengalir secara gravitasi. Artinya, air mengalir dari hulu ke hilir. Ada

beberapa macam bentuk dari saluran terbuka, ada yang bentuknya

trapesium, segi empat, segitiga, setengah lingkaran, ataupun kombinasi

dari bentuk-bentuk tersebut. 

Saluran terbuka biasanya juga mempunyai bentuk yang berkelok

sama halnya dengan meander pada bagian sungai. Aliran air pada bagian

meander dapat menyebabkan gerusan di bagian luar saluran. Gerusan

tersebut dapat menyababkan perubahan morfologi saluran sehingga perlu

ditempatkan beberapa bangunan kontrol untuk menyeimbangkan dan

melindungi bagian luar dari saluran atau bagian tebing pada sungai

adalah dengan pemasangan krib.

Krib berfungsi mengatur arah aliran, memperlambat aliran pada

belokan sungai, serta melindungi tebing sungai dari pukulan air.

Perlindungan dengan menggunakan bangunan melintang, selain dapat

dipasang pada belokan sungai juga dapat dipasang sebelum belokan

sungai.
Pada penelitian ini simulasi dibuat dengan menggunakan software

iRIC: Nays2DH 3.0 yang di buat oleh Yasuyuki Shimizu da Hirosh

Takebayashi di Hokkaido University, Jepang. Nays2DH 3.0 adalah

model komputasi untuk mensimulasikan kedalaman kecepatan aliran

dan pola aliran. Karena kajian ini menitikberatkan pada pembahasan

mengenai pengaruh bangunan melintang pada bagian meander saluran,

maka dari itu penulis menuangkannya dalam bentuk penulisan tugas akhir

atau skripsi dengan judul:

“SIMULASI KOMPUTASI NAYS2DH-IRIC PADA BANGUNAN

MELINTANG DI SALURAN MEANDER”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang yang telah dipaparkan

diatas maka permasalahan yang akan di teliti pada studi ini adalah

simulasi bagaimana pola aliran yang terjadi dengan adanya pemasangan

bangunan melintang pada saluran berkelok/meander menggunakan

software iRIC: Nays2DH 3.0?

C. Tujuan Penelitian

Adapun maksud dan tujuan dilakukannya penelitian ini adalah

menganalisis pola aliran yang terjadi dengan adanya pemasangan

bangunan melintang pada saluran meander menggunakan software iRIC:

Nays2DH 3.0
D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan memberikan gambaran

pola aliran yang terjadi dengan adanya pemasangan bangunan melintang

pada saluran berkelok/meander menggunakan software iRIC: Nays2DH

3.0

E. Batasan Masalah

Agar penelitian ini berjalan dengan baik dan sesuai dengan

rencana, maka penelitian ini diberikan batasan masalah sebagai berikut:

1. Penelitian ini menggunakan software IRIC: Nays2DH 3.0 dengan

debit bervariasi 0.338 m3/s, waktu running 500 detik, aliran seragam

(uniform), slope 0,001, geometri saluran lebar 1 m dan panjang

tinjauan 20 m.

2. Pemodelan dilakukan dengan angka manning 0,013 yang seragam

pada keseluruhan saluran.

3. Simulasi dilakukan dengan ditambahkan bangunan melintang di sisi

luar meander dan sisi dalam meander.

4. Bentuk bangunan melintang yang akan disimulasikan yaitu bentuk

persegi empat

5. Ukuran Bangunan ada 3 variasi yaitu 0.1 m, 0.2 m, dan 0.3 m

6. Saluran meander yang disimulasikan dengan sudut belokan 45 0

7. Penelitian ini melihat fenomena perubahan aliran yang terjadi pada

sekitar bangunan melintang dengan pengamatan visual.


F. Sistematika Penulisan

Secara umum penulisan tugas akhir ini terbagi dalam lima bab.

Adapun sistematika penulisan tugas akhir ini adalah sebagai berikut:

BAB 1. PENDAHULUAN

Pendahuluan menyajikan gambaran secara singkat dan jelas tentang latar

belakang mengapa penelitian ini perlu dilaksanakan. Dalam pendahuluan

ini juga memuat rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,

batasan masalah, dan sistematika penulisan yang digunakan pada tugas

akhir ini.

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab berisi mengenai konsep teori yang digunakan sebagai landasan

atau acuan penelitian dan memberikan gambaran mengenai metode

pemecahan masalah yang akan digunakan pada penelitian ini.

BAB 3. METODE PENELITIAN

Bab ini menyajikan lokasi penelitian, variabel penelitian, data yang

digunakan dalam penelitian, tahapan perancangan simulasi pada software

IRIC Nays2dh 3.0, Langkah – langkah Simulasi IRIC, dan penyajian

bagan alir penelitian.

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini menguraikan hasil simulasi dari software IRIC, yang dapat

menampilkan secara visual pola aliran.


BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini memuat kesimpulan singkat mengenai hasil analisa yang diperoleh

yang disertai dengan saran-saran mengenai keseluruhan penelitian

maupun untuk penelitian yang akan datang.


BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

A. Bangunan Melintang Sungai

Bangunan melintang sungai adalah bangunan, yang dibuat mulai

dari tebing sungai kearah tengah guna mengatur arus sungai dan tujuan

utamanya adalah mengatur arus sungai, mengurangi kecepatan arus

sungai sepanjang tebing sungai, mempercepat sedimentasi, menjamin

keamanan tanggul atau tebing terhadap gerusan, mempertahankan lebar

dan kedalaman air pada alur sungai, mengonsentrasikan arus sungai dan

memudahkan penyadapan. Jadi bangunan melintang merupakan

bangunan yang secara aktif mengatur arah arus sungai dan mempunyai

dampak positif yang besar jika dibangun secara benar dan sesuai dengan

bentuk dan ukurannya.

Pemasangan bangunan melintang dapat mengalirkan aliran ke

tengah alur sungai dan tidak membahayakan tebing sungai sehingga

tercipta suatu alur sungai yang stabil. Dalam perencanaan bangunan

melintang harus diperhitungkan terhadap kedalaman air dan pola gerusan,

besarnya degradasi sungai yang diperkirakan akan terjadi dan

mempengaruhi kestabilannya (Sosrodarsono Suyono, 2008).

B. Saluran Terbuka

Saluran terbuka adalah saluran dimana air mengalir dengan muka

air bebas. Pada disetiap titik disepanjang saluran, tekanan di permukaan

air adalah sama, yang biasanya adalah tekanan atmosfir. Pengaliran


melalui suatu pipa (saluran tertutup) yang tidak penuh (masih ada muka

air bebas) masih termasuk aliran melalui saliran terbuka (Triatmodjo,

2003).

Menurut Suripin (2018), aliran dalam saluran terbuka maupun

tertutup yang mempunyai permukaan bebas disebut aliran permukaan

bebas (free surface flow) atau aliran saluran terbuka (open channel flow).

Permukaan yang bebas itu merupakan pertemuan dua fluida dengan

kerapatan ρ (density) yang berbeda. Biasanya pada saluran terbuka dua

fluida itu adalah udara dan air dimana kerapatan udara jauh lebih

kecildaripada kerapatan air (Kodoatie, 2002)

Menurut Dr. Ir Erizal, M. Agr (2013), zat cair yang mengalir pada

saluran terbuka mempunyai bidang kontak hanya pada dinding dasar

saluran. Saluran terbuka dapat berupa:

a. Saluran alamiah atau buatan,

b. Galian tanah dengan atau tanpa lapisan penahan,

c. Terbuat dari pipa, beton, batu, bata, atau material lain,

d. Dapat berbentuk persegi, segitiga, trapesium, lingkaran, tapal

kuda, atau tidak beraturan.

Saluran yang dijumpai dialam mempunyai beberapa morfologi

sungai, sungai lurus, sungai dengan tikungan dan sungai yang

menganyam. Sungai lurus terjadi pada daerah yang belum stabil dan

untuk menyalurkan energinya sungai ini akan memperpanjang aliran dan

membentuk meander. Salah satu cara agar aliran mencapai kestabilan


dapat dilakukan dengan memasang Krib Impermeable pada Krib

Kombinasi Permeable & Impermeable.

Fenomena yang terjadi pada tikungan sungai yaitu perubahan

distribusi kecepatan dan tegangan geser dan terjadinya gerusan dan

timbunan. Sungai yang menganyam biasanya terdapat pada daerah yang

terjal dengan butiran yang seragam dan mempunyai alur yang berpindah-

pindah, jadi pada setiap musim sungai ini dapat berubah bentuk.

Sifat-sifat sungai sangat dipengaruhi oleh luas daerah aliran sungai

(DAS) serta kemiringan saungai. Bentuk tebing, dasar muara dan pesisir

di depan muara memberi pengaruh terhadap pembentukan sedimentasi

terutama terhadap angkutansedimen (Sudarman, 2011 dalam Sudira dan

Tiny, 2013).

B.1. Aliran Pada Saluran Terbuka

Menurut Suripin (2018), aliran dalam saluran terbuka maupun

tertutup yang mempunyai permukaan bebas disebut aliran permukaan

bebas (free surface flow) atau aliran saluran terbuka (open channel flow).

Permukaan bebas mempunyai tekanan sama dengan tekanan atmosfer

setempat. Sungai, saluran irigasi, selokan, dan estuary semuanya adalah

saluran terbuka.

Ada berbagai macam tipe aliran pada saluran terbuka, menurut

Daties (2012) tipe aliran pada saluran terbuka ada 4 macam yaitu:

1. Aliran tetap (Steady flow)


Aliran steady memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

 Perubahan debit aliran terhadap waktu tetap

 Perubahan kedalaman aliran terhadap waktu tetap

 Perubahan kecepatan aliran terhadap waktu tetap

2. Aliran tidak tetap (Unsteady flow)

Aliran unsteady memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

 Perubahan debit aliran terhadap waktu tidak tetap

 Perubahan kedalaman aliran terhadap waktu tidak tetap

 Perubahan kecepatan aliran terhadap waktu tidak tetap

3. Aliran seragam (Uniform flow)

Aliran uniform memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

 Besar dan arah kecepatan tetap terhadap jarak

 Aliran dengan penampang sama

 Variabel fluida lain juga tetap

4. Aliran tidak seragam (Non uniform flow)

Aliran non-uniformmemiliki ciri-ciri sebagai berikut:

 Aliran dengan penampang tidak sama

 Pengaruh pembendungan dan variabel fluida lain juga tetap

Sungai pada umumnya memiliki tipe aliran tetap (steady flow) dan

aliran tidak seragam (non uniform flow).

Menurut ilmu mekanika fluida aliran diklasifikasikan berdasar

perbandingan antara gaya-gaya inersia (inertial forces) dan gaya-gaya

kekentalan (viscous forces) menjadi tiga, yaitu laminer, aliran transisi,


dan aliran turbulen. Variabel yang dipakai adalah bilangan Reynolds yang

didefinisikan sebagai berikut:

Rs
Re=U . (1)
v

Dengan:

U = Kecepatan aliran (m/s)

Rs = Panjang karakteristik (m)

v = Kekentalan kinematik = 10-6 (m/s)

Klasifikasi aliran berdasarkan bilangan Reynoldsdapat dibedakan

menjadi tiga kategori seperti berikut:

 Re < 500, maka termasuk aliran laminar

 500 < Re < 12.500, maka termasuk aliran transisi

 Re >12.500, maka termasuk aliran turbulen

Umumnnya aliran pada saluran terbuka mempunyai Re > 12.500,

sehingga alirannya termasuk dalam aliran turbulen (French, 1985 dalam

Achmadi, 2001).

Selain itu tipe aliran juga dapat dibedakan berdasarkan tingkat

kekritikan alirannya. Tingkat kekritikan aliran dapat dibedakan

berdasarkan bilangan Froude. Aliran dikatakan kritis apabila kecepatan

aliran sama dengan kecepatan gelombang gravitasi dengan amplitudo

kecil. Gelombang gravitasi dapat dibangkitkan dengan merubah

kedalaman. Jika kecepatan aliran lebih kecil daripada kecepatan kritis,

maka alirannya disebut subkritis, dan jika kecepatan alirannya lebih besar
daripada kecepatan kritis, alirannya disebut superkritis. Persamaan untuk

menghitung bilangan Froude adalah sebagai berikut:

U
Fr = (2)
√ g.h
Dengan:

Fr = Bilangan Froude

U = Kecepatan aliran (m/s)

g = Percepatan gravitasi (m/s2)

h = Kedalaman aliran (m)

Nilai U diperoleh dengan menggunakan rumus:

Q
U= (3)
A

Dengan:

Q = Debit aliran (m3/s)

A = Luas penampang basah saluran (m2)

Nilai A diperoleh dengan menggunakan rumus:

A=b . h (4)

Dengan:

A = Luas penampang basah saluran (m2)

b = Lebar saluran (m)

h = Kedalaman aliran (m)

Faktor – Faktor yang mempengaruhi Koefisien Kekasaran Manning


Suatu saluran tidak harus memiliki satu nilai n saja untuk setiap

keadaan. Sebenarnya nilai n sangat bervariasi dan tergantung pada

berbagai faktor. Dalam memilih nilai n yang sesuai untuk berbagai kondisi

perancangan maka adanya pengetahuan dasar tentang faktor-faktor

tersebut akan sangat banyak membantu. Faktor-faktor yang memiliki

pengaruh besar terhadap koefisien kekasaran baik bagi saluran buatan

maupun alam diuraikan sebagai berikut.

 Kekasaran Permukaan, yang ditandai dengan ukuran dan bentuk

butiran bahan yang membentuk luas basah dan menimbulkan efek

hambatan terhadap aliran. Hal ini sering dianggap sebagai satu-

satunya faktor dalam memilih koefisien kekasaran, tetapi

sebenarnya hanyalah satu dari beberapa factor utama lainnya.

Secara umum dikatakan bahwa butiran halus mengakibatkan nilai n

yang relatif rendah dan butiran kasar memiliki nilai n yang tinggi.

 Tetumbuhan, digolongkan sebagai jenis kekasaran permukaan,

tetapi hal ini juga memperkecil kapasitas saluran dan menghambat

aliran.

 Ketidakteraturan saluran, mencakup pula ketidakteraturan keliling

basah dan variasi penampang, ukuran dan bentuk di sepanjang

saluran.

 Trase saluran, belokan yang landai dengan garis tengah yang

besar akan mengakibatkan nilai n yang relatif rendah, seadngkan


belokan yang tajam dengan belokan-belokan yang patah akan

memperbesar nilai n.

 Hambatan, adanya balok sekat, pilar jembatan dan sejenisnya

cenderung memperbesar n. Besarnya kenaikan ini tergantung pada

sifat alamiah hambatan, ukuran, bentuk, banyaknya dan

penyebarannya.

 Taraf air dan debit, nilai n pada saluran umumnya erkurang bila

taraf dan debitnya bertambah. Bila air rendah, ketidakteraturan

dasar saluran akan menonjol dan efeknya kelihatan. Namun nilai n

dapat pula besar pada taraf air yang tinggi bila dinding saluran

kasar dan berumput.

Kecepatan rerata pada suatu penampang saluran dihitung

menggunakan persamaan Manning dengan kemiringan muka air (S),

radius hidrolik (R), dan koefisien kekasaran saluran (n). Untuk satuan

metrik, nilai faktor konversi adalah 1,0.


2 1
1
U= R 3 S 2 (5)
n

dimana,

V = Kecepatan rata-rata (m/s)

n = Koefisien kekasaran Manning (s/m1/3), dapat dilihat pada Tabel 1.

R = Jari-jari hidraulis (m)

S = Kemiringan dasar saluran

Tabel 1. Koefisien Kekasaran Manning (n)

Bahan Koefisien Manning (n)


Besi tulangan dilapis 0.014
Kaca 0.01
Saluran Beton 0.013
Bata dilapis mortar 0.015
Pasangan batu disemen 0.025
saluran tanah bersih 0.022
saluran tanah 0.03

saluran dengan dasar batu dan 0.04


tebing rumput
Saluran pada batu padas 0.04
Sumber : Bambang Triatmojo, Hidraulika II

Nilai koefisien kekasaran Manning (n) untuk berbagai macam

saluran dapat dilihat pada Tabel [ CITATION Cho59 \l 1033 ].

Tabel 2. Harga Koefisien Kekasaran Manning (n)

N Harga n
Tipe Saluran dan Jenis Bahan
o Min. Normal Maks.
Beton
 Gorong-gorong lurus dan bebas dari kotoran 0,010 0,011 0,013
 Gorong-gorong dengan lengkungan dan
1 0,011 0,013 0,014
sedikit kotoran/gangguan
 Beton dipoles 0,011 0,012 0,014
 Saluran pembuang dengan bak kontrol 0,013 0,015 0,017
Tanah, lurus dan seragam
 Bersih baru 0,016 0,018 0,020
2  Bersih telah melapuk 0,018 0,022 0,025
 Berkerikil 0,022 0,025 0,030
 Berumput pendek, sedikit tanaman 0,022 0,027 0,033
Saluran alam
 Bersih lurus 0,025 0,030 0,033
 Bersih, berkelok-kelok 0,033 0,040 0,045
3
 Banyak tanaman pengganggu 0,050 0,070 0,080
 Dataran banjir berumput pendek-tinggi 0,025 0,030 0,035
 Saluran di belukar 0,035 0,050 0,070
Sumber: Bambang Triatmojo, Hidraulika II
C. Meander Sungai

Alur sungai meander adalah sungai yang terdiri dari banyak

kelokan dengan kemiringan relative datar sehingga meander sungai

biasanya terdapat pada daerah hilir (WMO, 2003).

Alur sungai akan berubah sesuai dengan energi yang dimilikinya,

sehingga pada energi minimum terjadi keseimbangan proses erosi dan

sedimentasi secara bersamaan (Maryono, 2008).

Proses pembentukan meander disebabkan oleh perubahan garis

arus sungai yang terhalang pohon atau dinding batuan keras pada tebing

sungai. Garis arus yang terbentur ke salah satu sisi tebing sungai akan

membelok menerjang sisi yang lain sehingga terjadi pengikisan dan

pengendapan pada tepi sungai secara bergantian. Seiring dengan

berjalannya waktu, kelokan garis arus mengakibatkan kelokan sungai

semakin besar dan terbentuklah meander (Suharini dan Palangan, 2014).

Pembentukan meander diawali dengan alur lurus kemudian

terbentuk suatu penghalang aliran seperti gosong sungai sehingga terjadi

perpindahan alur yang awalnya lurus menjadi belok dan mengikis tepi

sungai. Selain itu, tanpa adanya penghalang aliran tepi sungai tetap

terkikis dan diperparah karena benturan aliran (Charlton, 2008).

Sungai dengan alur lurus tapa berkelok sulit ditemukan senhingga

perlu memperhitungkan indeks belokan suatu sungai atau sinuosity index.

Indeks Sinuositas mengindikasikan bahwa meader dapat diukur melalui

perbandingan antara panjang alur meander dengan panjang lembah


meander. Indeks sinuositas dengan rasio <1.1 merupakan alur lurus,

indeks sinuositas dengan rasio 1.1 – 1.5 merupakan berliku, dan indeks

sinuositas dengan rasio > 1.5 merupakan berkelok (Charlton, 2008).

Gambar 1. Tipe alur sungai

Mudjiatko (2000) menyatakan bahwa air yang mengalir melewati

suatu belokan akan menghalami suatu gaya sentrifugal yaitu gaya yang

menyebabkan air air bergerak keluar belokan. Gaya sentrifugal akan

bekerja jika tidak terjadi tranfermassa air ke arah transversal. Akibat

adanya distribusi kecepatan aliran terhadap kedalaman dimana kecepatan

pada permukaan lebih besar dari kecepatan di dekat dasar, maka akan

berpengaruh pada distribusi gaya sentrifugal tersebut. Gaya sentrifugal

akan lebih besar di permukaan daripada di dekat dasar.

Aliran helikoidal adalah Gerakan spiral air sungai yang

menyebabkan terkikisnya sisi luar sungai dan pengendapan pada sisi

dalam sungai. Besarnya kecepatan arus melintang berkisar antara 10-

15% dari kecepatan pada arah utama aliran dengan ciri bahwa di dekat

permukaan, arus melintang bergerak ke arah belokan dalam. Gaya

sentrifugal pada belokan akan menyebabkan timbulnyaarus melintang


sungai, dan Bersama-sama dengan aliran utama membentuk aliran

helikoidal diperlihatkan pada gambar

Gambar 2. Perilaku aliran pada belokan sungai

D. iRIC: Nays2DH 3.0

iRIC (International River Interface Cooperative) adalah

software analisis aliran dan perubahan dasar sungai penggabungan

dari MD_SWMS (Multi Dimentional Surface Water Modeling System)

yang dikembangkan USGS dan RicNays melalui Foundation of

Hokkaido River Disaster Prevention Research Center (i-ric.org).

Aplikasi perangkat lunak The International River Interface

Cooperative (iRIC) menyediakan ruang simulasi sungai yang

terintegrasi. iRIC menyediakan lingkungan yang komprehensif dan

terpadu di mana data yang diperlukan oleh pemecah analisis sungai

(solvers) dapat dihimpun, sungai dapat disimulasikan, dan hasil

analisis simulasi sungai dapat divisualisasikan. Secara umum

pengoperasian simulasi menggunakan perangkat lunak iRIC


mempunyai tiga tahapan utama, yaitu tahap Pre-Processing, tahap

Solver Console, dan tahap Post-Processing.

Gambar 3. Bagan pengoperasian software iRIC

Gambar 4. Struktur umum model iRIC (Nelson et al, 2016)

Fungsi iRIC sangat beragam bergantung jenis solver yang

dipilih, sehingga metode penggunaan aplikasi juga bergantung pada

pemilihan solver. Berikut adalah beberapa alat analisis atau solvers

yang dimiliki oleh iRIC [CITATION iRI19 \l 1033 ]:

1. Nays2DH
2. FaSTMECH

3. SRM

4. Morpho2DH

5. Nays1D+

6. CERI1D

7. Culvert Analysis Program (CAP)

8. Slope Area Computation (SAC)

9. Mflow_02

10. River2D

11. NaysCUBE

12. NaysEddy

13. SToRM

14. Nays2DFlood

15. ELIMO

16. DHABSIM

17. EvaTRiP

D.1. Karakteristik Model Aliran

1. Sistem koordinat yang digunakan adalah sistem koordinat

secara umum. Bentuk (batas) sunga yang kompleks dapat

dipertimbangkan/dihitung pada pemodelan.


2. Skema TVD-MacCormack (orde ketelitian tingkat 2) biasa

digunakan untuk jangka konfeksi pada persamaan momentum

sebagai perbedaan metode yang digunakan.

3. Model persamaan 0 biasa digunakan untuk perhitungan pada

difusi/persebaran aliran turbulen.

4. Kondisi batas spasial meliputi kedalaman air bagian hilir akhir

dan debit air pada bagian hulu akhir.

5. Kedalaman normal rata-rat secara longitudinal/memanjang

digunakan sebagai kedalaman air awal. Kemiringan dasar

sungai sungai rata-rata secara longitudinal digunakan untuk

menghitung kedalaman normal. Ketika elevasi air mula-mula di

dalam grid numerik lebih rendah dari elevasi air mula-mula pada

bagian hilir, elevasi mula-mula pada bagian hilir akan digunakan

untuk kondisi awal kedalaman air dalam grid numerik.

6. Hukum Manning digunakan untuk memperkirakan tegangan

geser pada dasar sungai. Angka koefisien Manning dapat

didistribusikan secara horizontal.

7. Hambatan dalam suatu domain/daerah perhitungan dapat

dipertimbangkan berdasa data ketinggia area yang tidak tererosi.

Dengan menggunakan data tersebut, pilar pada jembatan

dan bangunan lainnya dapat dipertimbangkan dalam

perhitungan.
8. Tanaman vegetasi dapat diperhitungkan/dianggap sebagai gaya

tarik atau gaya penahan yang bekerja pada arus aliran.

Tingkat/jumlah lapisan yang tertutupi oleh tanaman dan tinggi

tanaman dapat digunakan untuk estimasi besarnya gaya tarik

atau gaya penahan yang bekerja.


BAB 3. METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Variabel Penelitian

Penelitian yang dilakukan merupakan jenis penelitian simulasi

komputasi. Penelitian simulasi komputasi ini berusaha untuk

memanfaatkan perangkat lunak atau software sebagai alat untuk

menyerupai kondisi lapangan yang di harapkan

Pada penelitian ini Software yang digunakan untuk melakukan

simulasi komputasi adalah The International River Interface Cooperative

(iRIC) software.

B. Pengumpulan data

Untuk melakukan simulasi menggunakan software iRIC yang akan

digunakan pada penelitian ini dibutuhkan beberapa data. Data yang akan

digunakan pada software iRIC adalah data geometri saluran, debit, slope,

krib, dan angka manning.

Data yang digunakan durasi waktu running selama 500 detik.

Geometri saluran yang ditinjau memiliki panjang 20 m dan lebar 1 m

dengan kemiringan saluran (slope) sebesar 0,001 angka manning yang

sesuai dengan spesifikasi yang telah di atur dan di asumsikan penampang

tersebut terbuat dari beton yang sesuai dengan saluran yang berada di

lapangan maka di gunakan angka manning sebesar digunakan yaitu 0.013

dapat di lihat pada tabel 2. Sedangkan panjang bangunan melintang yang


digunakan 20 m. Grid yang digunakan untuk lebar sebanyak 10 grid,

sedangkan untuk panjang sebanyak 200 grid.

C. Bagan Alir Penelitian


Secara garis besar, prosedur penelitian pada simulasi software

iRIC dapat dilihat pada Gambar 5 dibawah ini.

Mulai

Menentukan :
1. Geometri Saluran
2. Debit Rencana
3. Waktu Simulasi
4. Kemiringan saluran
5. Bentuk Krib

Optimasi angka manning

Simulasi Matematik

Running Simulasi
Tidak
Mengeluarkan data
Pola Aliran

Ya

A
A

Analisis hasil:
Pola Aliran (Kecepatan Aliran, Bilangan
Froude, Kedalaman Aliran )

Selesai

Gambar 5. Bagan alir penelitian

D. Perancangan Simulasi

Rancangan model simulasi memilki 5 model penempatan bangunan

melintang dapat dilihat pada gambar 6, Gambar 7, gambar 8, gambar 9,

dan gambar 10. Setiap model memiliki letak yang berbeda.

Gambar 6. Model 1
Gambar 7. Model 2

Gambar 8. Model 3

Gambar 9. Model 4

Gambar 10. Model 5


E. Langkah-Langkah Simulasi iRIC: Nays2DH.3.0

Langkah-langkah yang dilakukan untuk simulasi pola aliran yang

terjadi pada bangunan melintang bentuk persegi dengan progran iRIC:

Nays2DH.3x. 1.0 adalah sebagai berikut:

1. Tahap Pre-Processing

Buka software iRIC, Klik Create New Project

Gambar 11. Tampilan awal software iRIC 3.0

Setelah tampilan terbuka, pilih Nays2dh3.0 untuk memodelkan pola

aliran di sekitar bangunan melintang. Lalu klik ok

Gambar 12. Tampilan pemilihan solver


Untuk membuat geometri saluran pada software iRIC:Nays2DH 3.0

pilih toolbar Grid >> Select Algorithm to Create Grid, setelah itu pilih

Multifunction Grid Generator, lalu klik OK.

Gambar 13. Tampilan pemilihan metode pembuatan grid

Pada Jendela Grid Creation ada beberapa menu pada kolom

Groups. Pertama pilih menu Channel Shape. Select Channel Shape

adalah pilihan bentuk saluran, karena saluran yang digunakan berbentuk

lengkungan/meander, maka pilih Sine-generated curve, sedangkan Cross

Sectional Shape adalah bentuk dari potongan melintang saluran, karena

potongan melintang salurannya seragam maka pilih Single Cross Section.

Gambar 14. Tampilan menu Channel Shape


Pada Groups Cross Sectional Shape Parameters terdapat pilihan

Width yaitu lebar saluran dalam satuan meter, untuk lebar saluran

masukkan angka 1, Selain itu ada pilihan Number of Grid in Lateral

Direction yaitu jumlah grid pada arah lateral, pada pilihan ini masukkan

angka 10.

Gambar 15. Tampilan menu Cross Sectional Shape

Selanjutnya pada kolom Groups pilih Channel Shape Parameters.

Pada Channel Shape Parameters terdapat pilihan Wave Lenght of

Meander yaitu panjang saluran dalam satuan meter. Untuk panjang

saluran masukkan angka 20, sedangkan pada Wave Number masukkan

angka 1, Meander Angle masukkan 45 dan Number of Grids in One Wave

Length masukkan 200.


Gambar 16. Tampilan menu Cross Shape Parameters

Pada Groups Bed and Channel Shape terdapat pilihan Initial Bed

Shape dan Channel Slope yaitu bentuk dasar saluran dan kemiringan

saluran. Pada Initial Bed Shape pilih Flat (no bar), sedangkan pada

Channel slope masukkan angka 0.001.

Gambar 17. Tampilan menu Bed and Channel Slope

Pada Upstream and Downstrean Condition, pilih Not Add pada

pilihan Add stright channel in upstream dan downstream Condition.


Gambar 18. Tampilan menu Upstream and Downstream Condition

Pada Width Variation pilih Constant Width.

Gambar 19. Tampilan menu Width Variation

Selanjutnya, pada kolom Groups pilih Bed Condition. Pada pilihan

Bed Condition pilih Movable Bed, sedangkan pada Roughness Definition

pilih Not Specified. Lalu klik Create Grid.


Gambar 20. Tampilan menu Bed Condition

Apabila muncul kolom Confirmation, Do you want to map

geographic data to grid attributes now. Klik yes

Gambar 21. Tampilan menu Confirmation

Gambar 22. Tampilan Hasil Grid


Untuk membuat bangunan melintang pada saluran , klik Obstacle

pada menu Object browser. Lalu klik kanan pada obstacle, dan pilih Add

>> polygon. Buat bangunan melintang pada saluran dan ukuran dimensi

sesuai dengan yang di rencanakan.

Gambar 23. Tampilan Hasil pembuatan bangunan melintang bentuk


persegi

Untuk membuat dasar bangunan melintang tersebut tidak berubah

selama proses running. Klik kanan pada pilar yang sudah dibuat,

kemudian pilih Copy, lalu pilih Fixed or Movable Bed, klik OK.Selanjutnya

pilih Fixed bed dan klik OK.


Gambar 24. Tampilan copy obstacle

Gambar 25. Tampilan polygon value

Setelah semua bangunan melintang di buat pada saluran , pilih

grid. Lalu klik attributes mapping>> Execute.

Gambar 26. Tampilan Grid


Setelah muncul tampilan attributes mapping , pilih obstacle dan klik

OK.

Gambar 27. Tampilan Attribute Mapping

Untuk membuat dasar saluran tidak berdeformasi selama proses

running klik kanan pada Fixed or Movable Bed, kemudian pilih Add >>

Polygon. Selanjutnya gambar Polygon mengelilingi saluran. Setelah

selesai pilih Fixed.

Gambar 28. Tampilan Setelah di tambahkan polygon

Untuk menentukan koefisien Manning pada dasar saluran. Klik

kanan pada Manning’s roughness coefficient, kemudian pilih Add >>

Polygon. Kemudian buat Polygon yang mencakup seluruh saluran, lalu

masukkan angka koefisien Manning sebesar 0.013.


Gambar 29. Tampilan Setelah di tambahkan angka manning

Setelah itu pilih menu Calculation Condition >> Setting, untuk

mengatur kondisi saluran saat dilakukan running

Pada kolom Groups terdapat beberapa pilihan, pertama pilih Solver

Type, yaitu tipe pemecahan masalah yang akan dipilih. Pada select solvet

type dipilih Standard Dan pada Bed deformation pilih Disabled.

Gambar 30. Tampilan Menu Solver Type

Boundary Condition merupakan pengaturan kondisi pada saluran,

untuk memasukkan debit klik Edit pada Time series of discharge at

upstream and water level at downstream.


Gambar 31. Tampilan Menu Boundary Condition

Gambar 32. Tampilan Untuk memasukkan Debit

Menu Time adalah menu untuk mengatur waktu running. Output

time interval adalah interval waktu yang akan dimunculkan saat running.

Pada penelitian ini di gunakan 1 detik, Calculate time step adalah langkah

waktu kalkulasi yang akan digunakan. Pada penelitian ini di gunakan 0.01

detik. Start time of output adalah waktu awal running.

Gambar 33. Tampilan Menu Time


2. Tahap Processing

Setelah data dimasukkan, langkah selanjutnya adalah melakukan

running dengan cara klik menu Simulation >> Run atau dengan

menggunakan Ctrl+R.

Gambar 34. Tampilan Running iRIC

Setelah proses Running selesai, hasil running dapat di lihat pada

open new 2d post-processing window .

Gambar 35. Tampilan open new 2d post-processing window

Untuk melihat visual hasil running iRIC, pada menu object browser

pilih dan centang velocity.


Gambar 36. Tampilan hasil running

Setelah di-running banyak hasil yang bisa dilihat, seperti kecepatan

(velocity), elevasi, tinggi muka air, froude number, dan arah aliran (arrow

velocity). Untuk pembahasan lebih lanjut dapat dilihat pada bab hasil dan

pembahasan.

F. Skenario Running

Simulasi ini menggunakan jenis aliran seragam (uniform flow) dan

slope 0,001. Sedangkan untuk angka manning 0,013.

Tabel 3. Skenario Running.

Debit (m3/s) Jenis Aliran Slope


Koef. Manning

Aliran Seragam
0.338 0.013 0.001
( Unifrom flow)
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Data Penelitian

1. Perencanaan Dimensi Bangunan Melintang

Dalam perencanaan krib langkah pertama yang perlu dilakukan

yaitu penentuan lokasi pemasangan.. Kemudian dilanjutkan dengan

penentuan letak bangunan melintang. Pemasangan bangunan dilakukan

di sisi luar dan dalam saluran yang berkelok/meander seperti pada

gambar 31. Panjang bangunan diambil adalah 3 ukuran.

Sehingga, data perencanaan antara lain :

 Lebar saluran (L) = 1 m

 Panjang saluran = 20 m

 Panjang bangunan (l) = 0.1 m, 0.2 m, dan 0.3 m

Pada penelitian ini, penempatan bangunan melintang di letakkan di

sisi dalam dan sisi luar meander dengan variasi perletakan bangunan.

Bangunan disimulasikan pada sisi dalam dan luar secara terpisah, dan sisi

dalam dan luar secara bersamaan.

2. Penentuan Data Debit

Pada Penelitian ini penentuan debit dilakukan secara langsung

dengan asumsi debit untuk penampang saluran berukuran lebar 1 m dan

tinggi saluran 2 m serta kecepatan aliran 1 m/s. Dari hasil perhitungan

didapat hasil yakni sebagai berikut :


Tabel 4. Debit yang digunakan.

No Debit ( m3/detik)
1 0.338

Jadi pada penilitian ini , debit yang ditentukan sendiri akan di

simulasikan pada aplikasi software iRIC ini.

3. Geometri Saluran

Pada penelitian ini. geometri saluran yang di gunakan adalah

geometri berupa belokan/meander pada sungai. Untuk dimensi lebar

penampangnya itu sebesar 1 m dan panjang 20m.Pada kemiringan

saluran terdapat 0.001 seperti pada Gambar 37.

Gambar 37. Penampang saluran

Pada simulasi menggunakan software iRIC: Nays2DH 3.0 saluran

akan dibagi menjadi beberapa grid, semakin kecil grid yang digunakan

pada saat simulasi maka data yang didapatkan akan semakin akurat.

Pada penelitian ini grid yang digunakan pada arah melintang sebanyak 10

grid, sedangkan pada arah memanjang sebanyak 200 grid.


B. Analisis Karakteristik

B.1. Analisa Kecepatan Aliran

Kecepatan aliran setelah dilakukan simulasi mempunyai

karakteristik yang berbeda pada setiap model. Kecepatan aliran akan

berubah jika terdapat perubahan morfologi pada penampang saluran

seperti adanya bangunan pada saluran. Selain adanya perubahan

morfologi saluran, kecepatan aliran juga dipengaruhi oleh bentuk

penampang bangunan melintang sendiri. Pada simulasi ini menggunakan

dimensi saluran yang sama namun bermeander. Saluran tersebut memiliki

panjang 20 m dan lebar 1 m, maka perubahan kecepatan yang terjadi

diakibatkan oleh perbedaan perletakan bangunan melintang.

Tabel 5. Kecepatan Aliran setelah bangunan krib


kecepatan
Letak aliran setelah
Sudut belokan Ukuran
Debit (m3/s) Bangunan melewati
meander (o) Bangunan (m)
melintang bangunan
melintang (m/s)

Model 1 1.33717
Model 2 1.34171
0.1 Model 3 1.55138
Model 4 1.45888
Model 5 1.38098
Model 1 1.57737
Model 2 1.55158
0.338 45 0.2 Model 3 1.75535
Model 4 1.96106
Model 5 1.69796
Model 1 1.71474
Model 2 1.70322
0.3 Model 3 2.10009
Model 4 2.15258
Model 5 2.23388
Pada simulasi iRIC ini , dapat di lihat secara visual. Bahwa terjadi

percepatan aliran setelah adanya bangunan. Hasil simulasi dapat kita lihat

sebagai berikut:

 Sudut belokan meander 450 dengan ukuran bangunan 0.1 m

Gambar 38. Hasil Simulasi Kecepatan Aliran Model 1

Hasil dari simulasi pada model ini memperlihatkan penambahan

kecepatan aliran setelah melewati bangunan pertama pada bagian tengah

saluran.
Gambar 39. Hasil Simulasi Kecepatan Aliran Model 2

Hasil simulasi pada model ini memperlihatkan penambahan

kecepatan yang terjadi setelah bangunan, seperti yang terjadi pada model

sebelumnya. Kecepatan aliran yang tinggi terjadi pada sisi dalam meander

akibat dari adanya bangunan yang diletakkan disisi luar meander. Adapun

kecepatan aliran setelah melewati bangunan yaitu sebesar 1.4 m/s.


Gambar 40. Hasil Simulasi Kecepatan Aliran Model 3

Hasil simulasi pada model ini memperlihatkan bahwa aliran

mengalami penambahan kecepatan akibat adanya bangunan yang

diletakkan secara seri di kedua sisi meander. Kecepatan aliran meningkat

secara teratur sampai pada bangunan terakhir. Adapun kecepatan aliran

setelah bangunan yaitu sekitar 1.7 m/s.


Gambar 41. Hasil Simulasi Kecepatan Aliran Model 4

Hasil simulasi pada model ini menunjukkan bahwa adanya

penambahan kecepatan aliran setelah bangunan. Adapun kecepatan

aliran setelah bangunan yaitu sekitar 1.6 m/s. perletakan bangunan

secara selang seling membuat kecepatan aliran bertambah secara

bertahap.
Gambar 42. Hasil Simulasi Kecepatan Aliran Model 5

Hasil simulasi diatas menunjukkan kecepatan aliran mengalami

kenaikan secara berangsur-angsur setelah melewati bangunan pertama

sampai setelah bangunan ketiga.


 Sudut belokan meander450 dengan ukuran bangunan 0.2 m

Gambar 43. Hasil Simulasi Kecepatan Aliran Model 1

Hasil simulasi diatas menunjukkan bahwa aliran mengalami

penambahan kecepatan kemudian perlahan-lahan turun sebelum sampai

di ujung meander.
Gambar 44. Hasil Simulasi Kecepatan Aliran Model 2

Hasil simulasi pada model ini menunjukkan bahwa kecepatan aliran

mengalami kenaikan setelah melewati bangunan kemudian turun sampai

di ujung meander.
Gambar 45. Hasil Simulasi Kecepatan Aliran Model 3

Hasil simulasi pada model ini menunjukkan bahwa kecepatan aliran

mengalami penambahan yang cukup besar akibat bangunan yang

diletakkan secara seri. Kecepatan aliran meningkat secara beraturan

sampai melewati bangunan yang terakhir. Adapun kecepatan aliran

setelah bangunan yaitu sekitar 2.1 m/s. Berdasarkan kejadian diatas

dapat diketahui bahwa model 3 sangat efektif untuk menambah kecepatan

suatu aliran di saluran.


Gambar 46. Hasil Simulasi Kecepatan Aliran Model 4

Hasil simulasi di atas menunjukkan bahwa kecepatan aliran

bertambah setiap kali melewati bangunan. Kecepatan aliran setelah

bangunan terakhir juga besar seperti yang terjadi pada model 3.


Gambar 47. Hasil Simulasi Kecepatan Aliran Model 5

Hasil simulasi diatas menunjukkan bahwa kecepatan aliran

bertambah setiap melewati bangunan. Kecepatan yang aliran setelah

melewati bangunan terakhir juga besar seperti yang terjadi pada model 3

dan 4, hal ini terjadi karena model 4 dan 5 juga diletakkan bangunan di

kedua sisi meander walaupun tidak seperti model 3 yang diletakkan

secara seri.
 Sudut belokan meander 450 dengan ukuran bangunan 0.3 m

Gambar 48. Hasil Simulasi Kecepatan Aliran Model 1

Hasil simulasi diatas menunjukkan adanya penambahan kecepatan

akibat bangunan yang diletakkan di sisi dalam dari meander.

Penambahan kecepatan yang signifikan terjadi setelah melewati

bangunan yang pertama kemudian mengalami penurunan, tetapi sebelum

sampai di ujung meander kecepatan aliran kembali bertambah pada sisi

luar meander.
Gambar 49. Hasil Simulasi Kecepatan Aliran Model 2

Hasil simulasi diatas menunjukkan bahwa terjadi penambahan

kecepatan akibat adanya bangunan yang diletakkan pada bagian luar

meander. Penambahan kecepatan terjadi setelah melewati bangunan

yang pertama, kecepatan aliran yang tinggi berada pada sisi dalam

meander.
Gambar 50. Hasil Simulasi Kecepatan Aliran Model 3

Hasil simulasi pada model ini menunjukkan bahwa kecepatan aliran

mengalami penambahan yang cukup besar akibat bangunan yang

diletakkan secara seri. Kecepatan aliran meningkat secara beraturan

sampai melewati bangunan yang terakhir. Adapun kecepatan aliran

setelah bangunan yaitu sekitar 2.9 m/s. Berdasarkan hal diatas dapat

diketahui bahwa model 3 sangat efektif untuk menambah kecepatan

sebuah aliran di saluran.


Gambar 51. Hasil Simulasi Kecepatan Aliran Model 4

Hasil simulasi di atas menunjukkan bahwa kecepatan aliran

bertambah setiap kali melewati bangunan. Kecepatan aliran setelah

bangunan terakhir juga besar seperti yang terjadi pada model 3.

Kecepatan aliran yang besar setelah bangunan berada di sisi dalam.


Gambar 52. Hasil Simulasi Kecepatan Aliran Model 5

Hasil simulasi diatas menunjukkan bahwa kecepatan aliran

bertambah setiap melewati bangunan. Kecepatan yang aliran setelah

melewati bangunan terakhir juga besar seperti yang terjadi pada model 3

dan 4, hal ini terjadi karena model 4 dan 5 juga diletakkan bangunan di

kedua sisi meander walaupun tidak seri seperti model 3 yang diletakkan

secara seri. Hal yang paling mempengaruhi perubahan kecepatan aliran

adalah ukuran dari bangunan dan penempatan bangunan tersebut,

apakah diletakkan secara seri ataupun hanya di satu sisi saja.


B.2. Tipe Aliran Berdasarkan Angka Froude

Pada hasil simulasi juga di dapatkan nilai Froude pada aliran di

bangunan melintang. Pada aliran yang terjadi di sela-sela bangunan

melintang, di dapatkan angka Froude yang bervariasi di setiap variasi

bangunan melintang yang menyatakan bahwa aliran tersebut adalah jenis

aliran subkritis dapat di lihat pada tabel berikut

Tabel 6. Bilangan Froude dan Jenis Aliran pada Bangunan melintang

Angka
Froude
aliran
Sudut Ukuran Letak
setelah
Debit (m3/s) Belokan Bangunan Bangunan Jenis Aliran
melewati
Meander (o) (m) melintang
bangunan
melintang
(m/s)
Model 1 0.796591 Subkritis
Model 2 0.84694 Subkritis
0.1 Model 3 1.00475 Superkritis
Model 4 0.922746 Subkritis
Model 5 0.839418 Subkritis
Model 1 0.935935 Subkritis
Model 2 0.982931 Subkritis
0.338 45 0.2 Model 3 1.04791 Superkritis
Model 4 1.38717 Superkritis
Model 5 1.00379 Superkritis
Model 1 1.04607 Superkritis
Model 2 1.03372 Superkritis
0.3 Model 3 1.23269 Superkritis
Model 4 0.832269 Subkritis
Model 5 0.906983 Subkritis
Untuk lebih jelasnya kita dapat melihat hasil simulasi yang terdiri

atas beberapa variasi, baik itu kelengkungan meander, ukuran bangunan

serta penempatan bangunan melintang itu sendiri sebagai berikut:

 Sudut belokan meander450 dengan ukuran bangunan 0.1 m


Gambar 53. Hasil Simulasi Angka Froude Model 1

Hasil simulasi diatas menunjukkan aliran yang terjadi pada hulu

sampai hilir saluran adalah aliran subkritis. Hal ini berarti dari hulu saluran

sampai hilir saluran memiliki kecepatan aliran yang tidak terlalu tinggi

senhingga angka Froudenya juga kecil.


Gam

bar 54. Hasil Simulasi Angka Froude Model 2

Hasil simulasi diatas menunjukkan aliran di bagian dalam memiliki

angka froude yang lebih besar dibandingkan bagian luar. Hal ini terjadi

karena bangunan diletakkan di bagian luar meander sehingga kecepatan

aliran yang tinggi berada pada sisi dalam meander.


Gam

bar 55. Hasil Simulasi Angka Froude Model 3

Hasil simulasi pada model 3 menunjukkan aliran yang terjadi dari

hulu saluran sampai melewati bangunan kedua adalah aliran subkritis

karena kecepatan di derah tersebut belum terlalu tinggi. Angka Froude

aliran yang paling tinggi terjadi setelah melewati bangunan ketiga

sehingga aliran tersebut merupakan aliran superkritis.


Gam

bar 56. Hasil Simulasi Angka Froude Model 4

Hasil simulasi diatas menunjukkan aliran di bagian hulu sampai

bangunan kedua merupakan aliran subkritis karena angka Froudenya

kurang dari 1. Setelah bangunan ketiga ada aliran yang merupakan aliran

kritis karena angka froudenya 1. Secara umum aliran yang terjadi pada

model diatas adalah aliran subkritis.


Gambar 57. Hasil Simulasi Angka Froude Model 5

Hasil simulasi diatas menunjukkan aliran dari hulu saluran sampai

ke hilir saluran pada umumnya adalah aliran subkritis, dimana angka

froudenya tidak sampai 1.


 Sudut belokan meander450 dengan ukuran bangunan 0.2 m

Gam

bar 58. Hasil Simulasi Angka Froude Model 1

Hasil simulasi pada model 1 menunjukkan aliran secara umum jenis

aliran yang ada adalah aliran subkritis. Aliran superkritis hanya terjadi

pada bagian luar meander setelah melewati bangunan pertama. Dimana

di daerah tersebut memiliki kecepatan aliran yang cukup besar.


Gambar 59. Hasil Simulasi Angka Froude Model 2

Hasil simulasi diatas menunjukkan aliran pada saluran tersebut

merupakan aliran subkritis karena memiliki angka Froude yang kurang

dari satu. Aliran krisitis hanya terjadi pada bagian dalam meander yang

memiliki kecepatan yang cukup besar sehingga angka Froude yang

dihasilkan juga besar.


Gambar 60. Hasil Simulasi Angka Froude Model 3

Hasil simulasi diatas menunjukkan aliran yang terjadi dari hulu

sampai bangunan ketiga adalah aliran subkritis karena memiliki angka

Froude yang kurang dari 1. Aliran superkritis baru terjadi setelah melewati

bangunan ketiga.
Ga

mbar 61. Hasil Simulasi Angka Froude Model 4

Hasil simulasi pada model 4 menunjukkan aliran dari hulu sampai

ke bangunan ketiga adalah aliran subkritis dimana kecepatan alirannya

tidak terlalu besar. Aliran setelah bangunan ketiga adalah aliran superkritis

dimana di daerah tersebut memiliki kecepatan yang cukup besar.


Ga

mbar 62. Hasil Simulasi Angka Froude Model 5

Hasil simulasi diatas menunjukkan aliran di sepanjang hulu saluran

sampai ke bangunan kedua adalah aliran subkritis. Aliran kemudian

berubah menjadi aliran superkritis setelah melewati bangunan kedua dan

ketiga karena kecepatan aliran setelah melewati bangunan cukup besar

sehingga angka froudenya juga menjadi besar. Aliran pada saluran

dengan model 5 memiliki kesamaan dengan model 3 dan 4 karena cara

pemasangan bangunan di kedua sisi meander.


 Sudut belokan meander450 dengan ukuran bangunan 0.3 m

Gam

bar 63. Hasil Simulasi Angka Froude Model 1

Hasil simulasi diatas menunjukkan pada umumnya aliran pada

saluran tersebut adalah subkritis. Aliran superkritis terjadi setelah

bangunan pertama dan ketiga.


Gambar 64. Hasil Simulasi Angka Froude Model 2

Hasil simulasi pada model 2 menunjukkan secara umum aliran

pada saluran tersebut adalah aliran subkritis. Aliran superkritis hanya

terjadi setelah bangunan kedua yang memiliki kecepatan yang cukup

tinggi sehingga angka froudenya juga menjadi tinggi.


Gambar 65. Hasil Simulasi Angka Froude Model 3

Hasil simulasi diatas menunjukkan aliran disepanjang hulu saluran

sampai dengan bangunan ketiga secara umum adalah aliran subkritis.

Aliran baru berubah menjadi aliran superkritis setelah melewati bangunan

ketiga yang mana kecepatan aliran di daerah tersebut sangat tinggi

sehingga angka Froude pada aliran tersebut juga menjadi tinggi.


Gam

bar 66. Hasil Simulasi Angka Froude Model 4

Hasil simulasi pada model 4 menunjukkan aliran dari hulu sampai

ke bangunan ketiga adalah aliran subkritis dimana kecepatan alirannya

tidak terlalu besar, tetapi aliran setelah bangunan ketiga berubah menjadi

superkritis.
Gambar 67. Hasil Simulasi Angka Froude Model 5

Hasil simulasi diatas menunjukkan aliran di sepanjang hulu saluran

sampai ke bangunan kedua dan ketiga adalah aliran subkritis. Aliran

kemudian berubah menjadi aliran superkritis setelah melewati bangunan

ketiga karena kecepatan aliran setelah melewati bangunan cukup besar

sehingga angka froudenya juga menjadi besar. Aliran pada saluran

dengan model 5 memiliki kesamaan dengan model 3 dan 4 karena cara

pemasangan bangunan di kedua sisi meander.


B.3. Analisis Kedalaman Aliran

Tabel 7. Kedalaman Aliran Setelah Melewati Bangunan

Kedalaman
Letak aliran setelah
Sudut belokan Ukuran
Debit (m3/s) Bangunan melewati
meander (o) Bangunan (m)
melintang bangunan
melintang (m)

Model 1 0.294838
Model 2 0.276266
0.1 Model 3 0.274998
Model 4 0.280008
Model 5 0.286872
Model 1 0.284676
Model 2 0.267951
0.338 45 0.2 Model 3 0.320072
Model 4 0.249864
Model 5 0.293157
Model 1 0.289361
Model 2 0.282698
0.3 Model 3 0.260646
Model 4 0.277133
Model 5 0.356765
 0
Sudut belokan meander 45 dengan ukuran bangunan 0.1 m

Gambar 68. Hasil Simulasi Kedalaman Aliran Model 1

Hasil simulasi diatas menunjukkan kedalaman aliran setelah

melewati bangunan mengalami penurunan hal ini disebabkan oleh

kecepatan aliran yang mengalami kenaikan.


Gambar 69. Hasil Simulasi Kedalaman Aliran Model 2

Hasil simulasi diatas menunjukkan daerah yang terjadi

penambahan kecepatan akan mengalami penurunan kedalaman aliran.

Penurunan kedalaman terjadi di bagian midlestream bagian sisi dalam

meander.

Gambar 70. Hasil Simulasi Kedalaman Aliran Model 3

Hasil simulasi diatas menunjukkan kedalaman aliran berangsur-

angsur turun setelah melewati bangunan pertama kedua dan ketiga. Hal

ini terjadi karena kecepatan pada daerah tersebut juga mengalami

kenaikan setelah melewati bangunan pertama kedua dan ketiga pada

bagian midlestream.
Gambar 71. Hasil Simulasi Kedalaman Aliran Model 4

Hasil simulasi diatas menunjukkan kedalaman aliran setiap

melewati bangunan karena kecepatan aliran mengalami kenaikan setiap

mewati bangunan.

Gambar 72. Hasil Simulasi Kedalaman Aliran Model 5

Hasil simulasi diatas menunjukkan perubahan kedalaman tidak

terlalu besar pada bagian midlestream. Kedalaman berkurang cukup

besar setelah memasuki daerah downstream.

 Sudut belokan meander 450 dengan ukuran bangunan 0.2 m


Gambar 73. Hasil Simulasi Kedalaman Aliran Model 1

Hasil diatas menunjukkan perubahan kedalaman terjadi setelah

melewati bangunan. Pada daerah midlestream terjadi penurunan

kedalaman di sisi dalam meander, sedangkan pada bagian downstream

terjadin penurunan pada bagian tengah hingga sisi luar meander.

Gambar 74. Hasil Simulasi Kedalaman Aliran Model 2

Hasil diatas menunjukkan perubahan kedalaman aliran terjadi pada

bagian midlestream di sisi dalam meander. hal ini terjadi karena bangunan

yang diletakkan pada sisi luar meander.


Gambar 75. Hasil Simulasi Kedalaman Aliran Model 3

Hasil diatas menunjukkan adanya penurunan kedalaman secara

berangsur-angsur setelah melewati bangunan. Kedalaman paliang kecil

terjadi setelah bangunan ketiga dimana aliran pada daerah tersebut juga

tinggi.

Gambar 76. Hasil Simulasi Kedalaman Aliran Model 4

Hasil simulasi diatas menunjukkan dengan pemasangan bangunan

secara selang-seling menyebabkan aliran air tertahan dan membuat

kedalaman aliran hanya berkurang sedikit setelah melewati bangunan

pertama. Kedalaman aliran juga berkurang setelah melewati bangunan

ketiga pada sisi dalam meander.


Gambar 77. Hasil Simulasi Kedalaman Aliran Model 5

Tidak jauh beda dengan hasil simulasi pada model 4, kedalaman

aliran baru berubah signifikan setelah melewati bangunan ketiga.

 Sudut belokan meander 450 dengan ukuran bangunan 0.3 m

Gambar 78. Hasil Simulasi Kedalaman Aliran Model 1

Hasil simulasi diatas menunjukkan adanya penurunan kedalaman

aliran pada sisi dalam meander pada saat melewati bangunan pertama.

Tetapi sebelum bangunan ketiga kedalaman aliran kembali naik dan turun

lagi setelah melewati bangunan ketiga.


Gambar 79. Hasil Simulasi Kedalaman Aliran Model 2

Hasil simulasi diatas menunjukkan penurunan kedalaman aliran

pada sisi dalam meander setelah melewati bangunan pertama dan kedua.

Gambar 80. Hasil Simulasi Kedalaman Aliran Model 3

Hasil simulasi diatas menunjukkan perubahan kedalaman aliran

secara berangsur-angsur. Hal ini sama dengan yang terjadi pada model 3

sebelumnya. Tetapi bedanya perubahan kedalaman yang cukup besar

setelah bangunan ketiga. Hal ini disebabkan karena ukuran bangunan

yang lebih besar.


Gambar 81. Hasil Simulasi Kedalaman Aliran Model 4

Hasil simulasi diatas menunjukkan saat melewati bangunan

pertama, perubahan kedalaman tidak terlalu besar. Karena kecapatan

aliran pada saat itu juga tidak terlalu besar. Perubahan kedalaman yang

signifikan terjadi setelah bangunan ketiga.

Gambar 82. Hasil Simulasi Kedalaman Aliran Model 5

Hasil simulasi diatas menunjukkkan kejadian yang hampir sama

dengan hasil simulasi pada model 4 karena bangunan yang diletakkan

secara selang-seling.
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dari penelitian yakni simulasi bangunan

melintang menggunakan aplikasi iRIC Nays2DH 3.0 dapat disimpulkan

bahwa:

1. Saluran meander yang diletakkan bangunan melintang pada salah

satu sisi saja akan menambah kecepatan aliran umumnya pada

bagian midlestream sedangkan saluran meander dengan bangunan

yang diletakkan di kedua sisi ataupun secara selang-seling akan

menambah kecepatan maksimum pada bagian downstream. Ukuran

bangunan pada saluran juga mempengaruhi besarnya percepatan

aliran, dimana semakin besar ukuran bangunan maka semakin besar

pula percepatan aliran.

2. Saluran meander yang diletakkan bangunan melintang hanya pada

salah satu sisinya akan menghasilkan aliran superkritis pada

umumnya di daerah midlestream, hal ini seperti yang terjadi dengan

kecepatan aliran sedangkan saluran meander yang diletakkan

bangunan di kedua sisinya baik secara seri ataupun selang-seling

akan menghasilkan aliran superkritis dibagian downstream.

Kemudian semakin kecil ukuran bangunan maka angka froude yang

dihasilkan juga semakin kecil.


3. Saluran meander yang diletakkan bangunan hanya disalah satu sisi

akan menyebabkan penurunan kedalaman yang besar disalah satu

sisi meander saja. jika diletakkan dikedua sisi secara seri akan

menyebabkan perubahan kedalaman aliran yang cukup besar

setelah bangunan.

B. Saran

1. Dalam penelitian masih terdapat beberapa kekurangan,

penggunaan data gerusan dan variasi model bangunan melintang.

2. Penelitian selanjutnya, di harapkan pengembang program aplikasi

bisa mengembangkan bentuk grid yang lain agar bisa membuat

bentuk krib/obstacle yang berbeda serta variasi jarak antar

bangunan.
DAFTAR PUSTAKA

Charlton,R. 2008. Fundamentals of FluvialGeomorphology. London and


New York: Rouledge Taylor and Francis Group.

Chow, V. T. 1992. Hidrolika Saluran Terbuka. Erlangga: Jakarta.

iRIC Software.2014. Nays2DH Solver Manual. Hokkaido University.


Japan, http:i-ric.org/en/introduction.

Kodoatie, R.J. 2002. Hidrolika Terapan Aliran Pada Saluran Terbuka dan
Pipa. Andi Yogyakarta.

Maryono, A.2008. Eko-Hidraulik Pengelolaan Sungai Ramah Lingkungan.


Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Mudjiatko.2000. Pengaruh Meander Sungai Terhadap Perubahan


Konfigurasi Dasar dan Seleksi Butiran Sedimen. Yogyakarta.

Paresa, Jeni. 2011. Proposal Penelitian Studi Pengaruh Bangunan


melintang Hulu Tipe Impermeable pada Gerusan di Belokan Sungai.
Universitas Hasanuddin: Makassar

Suharini, E. dan Palangan, A. 2014. Geomofologi Gaya, Proses, dan


Bentuk Lahan. Yogyakarta: Penerbit Ombak.

Sujatmoko, Bambang. 2002. Kalibrasi model matematis 2D Horizontal


FESWMS Dalam Kasus Perubahan Pola aliran Akibat Adanya
Bangunan melintang di Belokan. Universitas Riau.

Triatmodjo, Prof Dr Ir Bambang,CES,DEA. Revisi 2008. Hidraulika II. Beta


offset Yogyakarta.

WMO. 2003. Manual on Sediment Management and Measurement.


Switzerland:World Meteorological Organization.

Anda mungkin juga menyukai