STUDI ARUS
LITERATUR
STUDI
SUNGAI KAPUAS UNTUK PENANGANAN PANTAI DI
KABUPATEN KAPUAS HULU
orfologi sungai adalah bentuk permukaan fisik sungai yang terdiri dari
banyak komponen pembentuk seperti kontur sungai itu sendiri, pola alur
sungai, susunan topografi dan batimetri, karakteristik jenis tanahnya dan
sedimen.
Secara umum bentuk morfologi sungai secara sederhana bisa diilustrasikan dalam
bentuk Gambar 2.1 berikut.
BAB
Dalam susunan yang lebih komplek dan natural, morfologi sungai bisa dilihat pada
Gambar 2.2. berikut.
BAB
Tipe sungai kepang (braided river) adalah sungai yang banyak mengalami
pengendapan atau deposisi sedimen akibat dari adanya over supplay atau kelebihan
pasokan sedimen yang melampaui laju kapasitas angkutan sedimen total. Akibatnya
adalah terbentuk banyak saluran kecil di dalam saluran besarnya (multiple channel).
Tipe sungai meander adalah sungai dengan banyak tikungan atau kelokan (bends)
yang diakibatkan oleh proses erosi tebing pada sisi tikungan sungai sebelah luar
(outside of bends) dan oleh proses deposisi atau pengendapan pada sisi tikungan
tebing sungai sebelah dalam (inside of bends).
BAB
BAB
sedimen
tidak
terlepas
dari
proses
sedimentasi.
Proses
sedimentasi itu sendiri merupakan rentetan dan interaksi dari adanya proses erosi,
proses angkutan sedimen, proses pengendapan (deposition) dan proses pemadatan
(compaction).
Sedimen sungai dapat dibedakan berdasarkan sumber asalnya dan
mekanisme transpornya. Berdasarkan sumber asalnya, sedimen yang terangkut oleh
aliran air dapat dibedakan menjadi angkutan material dasar dan wash load,
Berdasarkan mekanismenya, sedimen dapat dibedakan menjadi muatan dasar (bed
load) dan muatan melayang (suspended load).
Angkutan
material dasar
Bed Load
Berdasarkan
mekanisme
Transpor Sedimen
Berdasarkan
sumber asalnya
Wash load
Suspended
Load
BAB
Ilustrasi klasifikasi dan distribusi angkutan sedimen sungai dapat dilihat pada
Gambar 2.8 di bawah ini.
a) Wash load
b) Suspended Load
c) Bed Load
a. Pada material wash load, sedimennya tidak berasal dari dasar sungai, dan
besarnya volume wash load tergantung pada kondisi lahan daerah aliran sungai
serta tidak tergantung pada kondisi hidrolis sungai.
b. Bed-load adalah partikel kasar yang bergerak di dasar sungai. Bed load
ditunjukkan oleh gerakan partikel di dasar sungai yang ukurannya besar;
gerakannya dapat bergeser, menggelinding atau meloncat-loncat, akan tetapi
tidak pernah lepas dari dasar sungai.
c. Suspended load adalah material dasar sungai (bed material) yang melayang di
dalam aliran dan terdiri dari butiran halus. Pada bagian sungai yang pendek di
alur sungai, suspended load dapat dianggap tetap konsentrasinya, tetapi pada
seluruh alur sungai, konsentrasi suspended load sangat bervariasi.
2.3. Penentuan angkutan sedimen
Untuk menentukan besaran debit angkutan sedimen suspended load, qs,
ditentukan dengan cara mengukur, karena tekni dengan cara hitungan dianggap
belum memuaskan. Sebaliknya, penghitungan besaran debit angkutan bed load, qb,
biasanya dilakukan dengan cara dihitung, dimana metode pengukuran (sampling)
masih dianggap belum mantap (dalam Kironoto, B.A. 1992).
Proses sedimentasi dapat menyebabkan terjadinya perubahan dasar sungai.
Misalnya suatu angkutan sedimen q, melewati ruas sungai yang dibatasi oleh
tampang 1 dan 2, apakah mengalami proses erosi atau proses pengendapan, akan
dapat dilihat dari besar kecilnya angkutan sedimen di antara dua tampang sungai
tersebut, sebagaimana dijelaskan pada Gambar 2.9 dan Tabel 2.1 berikut ini.
Tabel 2.1 Angkutan sedimen pada dua tampang sungai untuk erosi sedimen.
BAB
Angkutan sedimen, q
q1 = q2
q1 < q2
q1 > q2
Proses
Sedimen
Seimbang
erosi
pengendapan
Dasar
stabil
degradasi
agradasi
Tampang 1
q1
Tampang 2
q2
Distribusi kecepatan;
104 z
u z 5.75 u * log(
)
Kecepatan rata-rata,
5,.75 u * log(
42h
33 z
)
k
12h
U 5.75 u * log(
)
Kecepatan rata-rata,
k
Dimana hubungan antara kecepatan dengan kekasaran dasar (koefisien Chezy)
Distribusi kecepatan,
u z 5.75 u * log(
h I
(1
z
)
h
atau
o = h I = u * 2
dimana u*, kecepatan gesek, uz, kecepatan pada suatu titik yang berjarak z dari
dasar saluran, U , kecepatan rata-rata pada suatu vertikal, , tebal lapisan subviskous/ sub laminer, h, kedalaman aliran, R, jari-jari hidraulik, C, koefisien
kekasaran menurut Chezy, k, kekasaran dasar saluran, g, berat jenis air, dan S
kemiringan dasar saluran.
2.5. Angkutan Sedimen Dasar (Bed Load)
Rumus-rumus untuk angkutan sedimen dasar, didasarkan pada prinsip
bahwa kapasitas sungai untuk mengangkut sedimen di sepanjang dasar berbanding
lurus dengan perbedaan antara tegangan geser pada dasar dengan tegangan geser
kritik yang diperlukan untuk dapat menggerakkan partikel sedimen. Secara umum,
rumus - rumus angkutan sedimen yang ada di literatur diperoleh dengan 3 cara
berikut ini, yaitu :
1. rumus yang diperoleh dengan pendekatan empirik
2. rumus dengan pendekatan analisis dimensi
3. rumus yang diperoleh dengan pendekatan semi-teoritik.
Berdasarkan tiga cara pendekatan tersebut di atas, persamaan angkutan
sedimen yang sering digunakan adalah (dalam Kironoto, B.A. 1992) :
a. Persamaan Meyer Peter-Muller (1948),
b. persamaan Frijlink (1952),
c. persamaan Einstein (1950), dll.
Rumus-rumus yang disebutkan di atas, secara umum dikembangkan dari
penyelidikan di laboratorium dengan skala kecil dan dikembangkan untuk sungai-
BAB
BAB
sungai dengan range kemiringan dasar sungai yang kecil dan range diameter butiran
dasar yang juga kecil, sebagaimana karakteristik sungai landai pada umumnya.
Penerapan rumus-rumus tersebut sangat dipengaruhi oleh kondisi hidrolis
dan kesamaan material sedimen sebagaimana kondisi aslinya dimana persamaan
tersebut dikembangkan. Beberapa rumus yang sering dipergunakan untuk
memprediksi angkutan sedimen dasar (bed-load) adalah sebagai berikut :
1. Rumus Meyer-Peter & Muller (dalam Kironoto, B.A., 1992)
Rumus Meyer-Peter & Muller (MPM) dikembangkan untuk sedimen seragam
dan tidak seragam, dan sudah memperhitungan faktor gesek yang disebabkan oleh
pengaruh bentuk gelombang (form roughness) dan pengaruh ukuran butiran (grain
roughness). Persamaan Meyer-Peter & Mller adalah sebagai berikut.
Rh (
k 3/ 2
)
S 0.047 (
k'
) d m 0.25 (
)1 / 3 (q B ' ) 2 / 3
d60,
Rh adalah jari-jari hidraulik, dan qB adalah berat angkutan sedimen dasar di dalam air
per satuan waktu per satuan lebar [kg/m.det].
Range data yang digunakan oleh Meyer-Peter & Mller adalah, kemiringan
dasar saluran, 4x10-4 So 2 x10-2, diameter butiran, 0.4 mm dm 30 mm,
kedalaman aliran, 1 cm h 120 cm, dan berat jenis spesifik, 1.25 s 4.22.
Melihat besarnya range data yang digunakan, dan relatif kecilnya penyebaran
(scatered) data terhadap persamaan, menjadikan persamaan Meyer-Peter & Mller
dapat diterima oleh banyak pihak.
Nilai [ ( k / k ' ) 3 / 2 S ] menggambarkan suatu kemiringan yang menunjukkan
bahwa hanya sebagian dari kemiringan energi total, S (yaitu kemiringan karena
pengaruh gesekan butiran, S ' ) yang berperan terhadap proses angkutan sedimen.
Nilai k/ k ' bervariasi antara 0.5 sampai dengan 1.0, dimana nilai k/ k ' =1 untuk
dasar rata, dan nilai k/ k ' = 0.5, untuk dasar sangat bergelombang. Parameter k/ k '
sering juga dikenal sebagai ripple factor, = (k/k')3/2, dengan :
k'
26
d 901 /
(10)
*cr
Rh S
0.047
( s ) d m
d 35
RI
dan
qB
s 1 / 2 ( g d 35 ) 3 / 2
(13)
dengan parameter intensitas bed load, = (s - w)/w, s = rapat massa
sedimen, qB, angkutan dasar dalam (N/m.det), , R, jari-jari hidraulik akibat R dan R
(akibat kekasaran butiran dan konfigurasi dasar), i, kemiringan garis energi, dan ,
ripple factor.
3. Rumus Frijlink (dalam Kironoto, B.A., 1992)
Rumus Frijlink menghitung angkutan sedimen dengan memperhitungkan
pengaruh konfigurasi dasar sungai, dimana ripple factor dapat dirumuskan sebagai
berikut:
C 3/ 2
)
Cd90
12 R
dengan C 18 log
k
dan
12 R
C d 90 18 log
d 90
dimana C, koefisien Chezy total (butiran + konfigurasi dasar), Cd90 = koefisien Chezy
akibat kekasaran butiran dengan diameter representatif adalah d 90; untuk dasar rata,
C = Cd90 = 1. Korelasi antara dan dm/hS dapat dihitung menurut persaman
berikut ini.
q B d m
g RS e
0.27
dm
RS
BAB
dimana qB , Volume sedimen (padat) dalam (m3/m.det), dan dm, diameter median =
d50. Dengan berdasarkan persamaan 14 dan 15, Frijlink mengumpulkan beberapa
data laboratorium dan lapangan untuk ripple factor.
2.6. Hidrodinamika Sungai
Hidrodinamika sungai terdiri dari parameter seperti kecepatan aliran sungai,
debit aliran sungai, pasang surut serta karakteristik pola gelombang pada muara.
2.6.1. Kecepatan aliran
Gambar 2.10. di bawah ini merupakan ilustrasi garis-garis pola kecepatan
aliran (isovel) yang mengikuti kontur bentuk penampang saluran sungai atau
penampang saluran buatan.
BAB
A1 2 / 3 A2 2 / 3 A3 2 / 3 1 / 2
R1
R2
R3 S 0
n2
n3
n1
BAB
BAB
aliran
sungai
mempunyai
syarat
maksimal
agar
tidak
menyebabkan abrasi tebing sungai. Pada Tabel 2.2 dan Tabel 2.3 adalah daftar
kecepatan aliran sungai untuk berbagai ukuran butiran untuk tanah non kohesif dan
tanah kohesif.
Tabel 2.2. Kecepatan arus rata-rata yang diijinkan untuk tanah yang non kohesif
Ukuran butiran
Bahan dasar sungai
Lumpur
Pasir halus
Pasir sedang
Pasir kasar
Kerikil kecil
Kerikil sedang
Kerikil kasar
Batu kecil
Batu sedang
Batu kasar
Batuh pecah
Batuh pecah
Batuh pecah
Batuh pecah
0,15
0,20
0,30
0,55
0,65
0,80
1,00
1,20
1,50
1,80
2,40
2,70
3,30
3,90
Tabel 2.3 kecepatan arus rata-rata yang diijinkan untuk tanah kohesif (m/det)
Bahan dasar sungai
Lepas
Agak padat Normal Amat padat
Angka pori
2,0 1,2
1,2 0,6
0,6 0,3
0,3 0,2
Lempung berpasir (pasir 50%)
0,45
0,90
1,30
1,80
Tanah amat kohesif
0,40
0,85
1,25
1,70
Lempung
0,35
0,80
1,20
1,65
Tanah agak kohesif
0,32
0,70
1,05
1,35
Tabel 2.4 koreksi kecepatan arus rata-rata yang diijinkan untuk kedalaman air
(tanah non-kohesif)
Kedalaman rata-rata
Koefisien koreksi
(m)
0,3
0,6
1,0
0,8
0,9
1,00
1,5
2,0
2,5
3,0
1,10
1,15
1,20
1,25
Tabel 2.4 dan Tabel 2.5 adalah daftar kecepatan rata-rata aliran sungai untuk
tanah kohesif dan non kohesif untuk variasi kedalaman sungai. Sedangkan Tabel 2.6
adalah koreksi kecepatan arus rata-rata untuk kondisi belokan sungai, yaitu untuk
belokan yang rerlatif sungai lurus, belokan yang ringan, belokan sedang dan belokan
berat.
Tabel 2.5 koreksi kecepatan arus rata-rata yang diijinkan untuk kedalaman air
(tanah kohesif)
Kedalaman rata-rata
Koefisien koreksi
(m)
0,3
0,5
0,75
1,0
1,5
2,0
2,5
3,0
0,8
0,9
0,95
1,0
1,1
1,1
1,2
1,2
Tabel 2.6 koreksi kecepatan arus rata-rata yang diijinkan pada belokan
Ketajaman belokan
Lurus
Ringan
Sedang
Berat
Koefisien koreksi
1,00
0,95
0,81
0,78
BAB
Jenis Pengaman
Revetment
Tipe
1. Fleksibel
2. Kaku
B.
C.
Bangunan
a. Riprap
b. Bronjong (Gabion)
a. Retaining Wall
b. Sheet Pile
a. Krib (groin)
b. Spur
Chek Dam
tipe turap pancang beton; tipe ini akan lebih awet dibandingkan
dengan pancang baja, tetapi ke depan yang didapat kurang;
BAB
BAB
g. perkuatan
lereng
darurat
atau
sementara;
2
dilakukan
dengan
Gambar 2.14. pelindung tebing sungai dari anyaman ranting diisi batu.
BAB
BAB
Dasar-dasar desain untuk membuat riprap terdiri dari komponen berikut ini
a. Ukuran batuan
b. Gradasi batuan
c. Ketebalan lapisan riprap
d. Desain filter
e. Penanganan tepi riprap (ujung riprap)
f.
Stabilitas
BAB
BAB
BAB
Kriteria Filter.
Untuk riprap batuan, perbandingan antara filter ketebalan riprap sebesar 5 persen
atau kurang dapat menghasilkan keadaan yang stabil. Rasio perbandingan filter
adalah perbandingan antara 15 persen ukuran batuan kasar (riprap) (D15) dengan
85 persen ukuran pasir halus (D85). Persyaratan tambahan untuk stabilitas adalah
perbandingan 15 persen ukuran batuan kasar dengan 15 persen ukuran pasir halus
sebaiknya melebihi 5 tetapi kurang dari 40. Persyaratan ini dapat dituliskan secara
matematis sebagai berikut Kriteria filter harus memenuhi syarat berikut ini:
Pertidaksamaan sebelah kiri bertujuan untuk mencegah piping melalui filter, bagian
tengah agar permeabilitas dapat tercapai untuk struktur tanah dasar dan bagian
kanan untuk kriteria keseragaman.
Kalau satu lapisan tidak mencukupi, satu atau lebih lapisan diperlukan lagi. Bahan
filter ditempat di lapisan antara tanah dasar dan lapisan filter (blanket), atau filter bisa
diganti dengan bahan geotekstil diantara lapisan-lapisan filter kalau lebih dari satu
lapisan filter dan diantara lapisan filter dengan batuan riprap. Ketebalan dari lapisan
filter sebaiknya diantara 150 mm sampai 380 mm untuk lapisan tunggal atau dari 100
mm sampai 200 mm untuk satu lapisan dengan banyak lapisan filter (blanket). Ketika
kurva gradasi filter yang digunakan mendekati paralel, maka ketebalannya harus
minimum. Ketebalan dari satu lapisan filter sebaiknya ditingkatkan sampai batas
mininum ketika kurva gradasi material filter menjauhi dari kurva paralel.
Selain kerikil yang digunakan sebagai filter, ada juga filter buatan yang terdiri dari
buatan pabrik seperti geotekstil. Disini akan dibahas keuntungan dan kerugian
menggunakan filter buatan (filter sudah jadi). Keuntungan menggunakan filter buatan
(jadi) :
a. Pemasangan yang cepat dan hemat tenaga kerja
b. Filter buatan lebih ekonomis dibandingkan filter kerikil
c. Filter buatan mempunyai konsistensi dan bahan yang berkualitas baik
d. Filter buatan mempunyai kekuatan yang merata.
Kerugian menggunakan filter buatan (jadi) :
a. Pemasangan filter buatan agak sulit di bawah permukaan air.
b. Pemasangan filter buatan harus hati-hati agar tidak terkena sinar ultraviolet
BAB
c. Ketahanan filter buatan di bawah tanah belum teruji sepanjang waktu proyek
rekayasa.
d. Aktivitas bakteri didalam tanah atau diatas filter dapat mempengaruhi sistem
hidraulik dari filter buatan
e. Bukti eksperimen menunjukkan bahwa ketika tebing terkena gelombang, tanah
nonkohesif akan berpindah ke bawah menuju saluran (sungai) dibawah filter
sedangkan pada filter kerikil tidak terjadi.
f.
Gambar 2.19. Grafik Hubungan Ukuran batuan terhadap variasi kecapatan aliran dan
kedalaman sungai.
BAB
2.2 Krib
2.2.1 Umum
Krib adalah bangunan yang dibuat mulai dari tebing sungai ke arah tengah
guna mengatur arus sungai dan tujuan utamanya adalah :
1. Mengatur arah arus sungai
2. Mengurangi kecepatan arus sungai sepanjang tebing sungai, mempercepat
sedimentasi dan menjamin keamanan tanggul atau tebing sungai terhadap
gerusan
3. Mempertahan lebar dan kedalaman air pada alur sungai
4. Mengkonsentrasikan arus sungai dan memudahkan penyadapan.
BAB
tipe, yaitu tipe silang (transversal type) dan tipe memanjang (longitudinal type).
1. Krib permeable
Pada tipe permeable air dapat mengalir melalui krib (permeable spur). Krib
permeable tersebut melindungi tebing terhadap gerusan arus sungai dengan
cara meredam energy yang terkandung dalam aliran sepanjang tebing sungai
dan bersamaan dengan itu mengendapkan sedimen yang terkandung dalam
aliran tersebut.
BAB
karena air sungai tidak dapat mengalir melalui tubuh krib. Krib tipe ini
dipergunakan untuk membelokan arah arus sungai dan karenanya sering
terjadi gerusan yang cukup dalam di depan ujung krib-krib tersebut atau
bagian sungai di sebelah hilirnya.
3. Krib semi-permeable
Krib ini berfungsi ganda yaitu sebagai krib permeable dan krib padat.
Biasanya bagian yang padat terletak di sebelah bawah dan berfungsi pula
sebagai pondasi, sedangkan bagian atasnya merupakan konstruksi yang
permeable disesuaikan dengan fungsi dan kondisi setempat.
2.3 Formasi krib
Terdapat 3 macam formasi krib yang umumnya diterapkan yaitu tegak lurus
arus, condong ke arah hulu dan condong ke arah hilir. Pada krib-krib permeable
yang formasinya tegak lurus arus sungai, apabila air sungai mengalir tubuh krib,
maka hubungan antara formasi krib dan penggerusan pengendapan secara kasar
seperti tertera pada gambar 2.23.
BAB
Akan tetapi kadang-kadang mulai terjadi gerusan pada bagian tebing sungai
dan karenannya krib-krib dengan formasi demikian kurang menguntungkan ditinjau
dari segi keamanan tebing sungai. Dan gerusan pada tebing sungai cendrung
meningkat
Sifat-sifat
dimanfaatkan untuk membantu meningkatkan fungsi bangunan sadap pada sungaisungai dengan arusnya yang tidak deras atau untuk meningkatkan kedalaman air
pada jalur lalu lintas air yang dilalui perahu-perahu kecil.
Krib impermeable yang formasinya tegak lurus arus sungai, mempunyai sifatsifat yang sama dengan krib-krib impermeable baik dengan formasi condong ke hulu
maupun condong ke hilir dan pada tingkat-tingkat tertentu gerusan pada tebing
sungai tidak dapat dihindarkan. Biasanya krib dengan formasi tegak lurus arus baik
yang permeable maupun impermeable dapat berfungsi dengan baik pada bagian
sungai yang dipengaruhi oleh pasang-surut air laut dan alirannya bolak-balik.
Sehubungan dengan krib yang condong ke hulu, telah banyak dilakukan
berbagai studi untuk mendapatkan sudut optimum dari krib tersebut terhadap garis
tegak lurus arus sungai dan sudut-sudut yang paling cocok untuk berbagai krib telah
diperoleh seperti yang tertera pada tabel 2.6.
2.4 penetapan tinggi krib
Umumnya akan lebih menguntungkan, apabila elevasi mercu krib dapat
dibuat serendah mungkin, ditinjau dari keamanan terhadap gaya-gaya yang berat
dari arus sungai.
Elevasi mercu ujung krib sebaiknya sekitar 0,5 1,0 m di atas elevasi rata-rata
permukaan air rendah dan pengalaman menunjukan, walaupun elevasi mercu
dinaikan secara menyolok, tetapi tidak akan banyak menaikan efetifitas fungsi krib
tersebut. Dari hasil pengamatan terhadap tinggi berbagai jenis krib yang telah
dibangun dan berfungsi dengan baik hingga saat ini, diperoleh angka perbandingan
antara tinggi krib dan kedalaman air banjir (angka h g/H) sekitar 0,2 0,3 (lihat
Gambar 2.24 ) dan sangat sedikit krib yang dibangun dengan ketinggian yang
melebihi perbandingan di atas.
BAB
BAB
Bagian lurus
100-150
Belokan luar
50-150
Belokan dalam
00-100
Gambar 2.24 Hubungan antara tinggi krib dan kedalaman air sungai di saat
terjadinya banjir.
Pada sungai-sungai dengan arus yang deras, batu-batu besar kadang ikut hanyut
dan menghantam krib-krib, menyebabkan rusaknya krib-krib tersebut. Dalam
keadaan demikian, kirb-krib yang lebih tinggi akan mengalami kerusakan yang lebih
parah, karenanya pada sungai-sungai semacam ini penetapan tinggi krib,
merupakan tahap yang paling menentukan dalam perencanaan. Selanjutnya pada
sungai-sungai
yang
mempunyai
penampang
basah,
maka
sebaiknya
dipertimbangkan untuk dapat membuat krib-krib yang tidak terbenam. Selain itu
mercu krib biasanya dibuat dengan kemiringan 1/20 1/100 ke arah ujung.
2.5 Panjang dan jarak antara
Panjang krib-krib dan jarak antara satu krib dengan krib berikutnya ditetapkan
secara empiris(tanpa menggunakan aturan khusus), hanya menggunakan perkiraan
semata-mata
dan
didasarkan
pada
pengamatan
data-data
sungai
yang
bersangkutan, antara lain situasi sungai, lebar sungai, kemiringannya, debit banjir,
kedalaman airnya, debit normal, bahan yang terdapat di dasar sungai, kondisi
sekeliling sungai serta pengalaman-pengalaman pada sungai tersebut atau sungai
yang dimensi serta perilakunya hampir sama. Umumnya krib yang terlalu panjang
akan berakibat kurang baik terhadap kestabilan sungai, maka panjang krib yang
betul-betul memadai untuk suatu sungai haruslah ditetapkan dengan sangat hati-hati.
Berdasarkan hasil survey dan pengamatan pada krib-krib yang sudah
dibangun, maka perbandingan antara panjang krib (l) dan lebar sungai ummnya lebih
kecil dari 10% dan melebihi 25% hanya pada beberapa sungai saja (Gambar 2.6).
Interval krib yang telah dibangun dan setelah dilakukan pengamatan yang
sangat teliti di sungai Tone, maka diperoleh hubungan antara interval dan panjang
krib seperti pada Tabel 2.7.
Sebagaimana yang juga tertera pada Gambar 2.7 diperoleh hubungan D/l (D-interval
krib dan l-panjang krib) yang umumnya pada angka antara 1-4 dan setengah dari
padanya terletak di antara 2-3. Hanya sangat sedikit krib-krib yang dibangun dengan
D/l di atas angka 7 dan dibawah angka 1.
D = (1,7-2,3)l
Belokan luar
D = (1,4-1,8)l
Belokan dalam
D = (2,8-3,6)
BAB
Gambar 2.27 Beberapa contoh formasi pemancangan pada krib tiap pancang
BAB
2. Krib rangka
Krib rangka(skelton spur) adalah krib yang cocok untuk sungai-sungai
yang dasarnya terdiri dari lapisan batu atau kerikil yang sulit dipancang dank
rib rangka ini mempunyai kemampuan bertahan yang lebih besar terhadap
arus sungai dibandingkan dengan krib tiang pancang.
Balok kayu atau balok beton digunakan untuk bahan utama
pembuatan krib rangka ini yang dihubungkan sedemikian rupa membentuk
rangka pyramid atau rangka kotak yang berarti dengan bronjong kawat atau
di isi batu dank rib ini bersifat semi permeable. Salah satu krib rangka adalah
seperti yang tertera pada gambar dan yang paling umum digunakan adalah
krib rangka kotak segitiga (triangular frame skelton spur) bahan utama krib
rangka segitiga adalah dolos kayu atau balok beton yang dipasang
sedemikian rupa hingga berbentuk rangka pyramid dan didalamnya
diletakkan bronjong kawat silinder sebagai pemberat.
BAB
Bentuk dan denah krib serta berat masing-masing blok beton sangat
bervariasi tergantung dari kondisi setempat antara lain dimensi serta
kemiringan sungai dan penetapannya didasarkan pada contoh yang sudah
ada atau pengalaman-pengalaman pada krib-krib sejenis yang pernah
dibangun.
Beberap contoh krib pada sungai yang arusnya deras terlihat pada
gambar2 berikut. Merupakan contoh krib blok beton yang terdiri dari tiga baris
yang masing-masing mempunyai panjang 3 m, lebar 2 m dan tinggi 2,5 m,
sedang bentuk dan denah blok beton direncanakan khusus sedemikian rupa
sehingga tekanan arus sungai terbagi secara merata ke seluruh blok beton.
BAB
BAB
Tabel 2.12. Hubungan antara kemiringan dasar sungai dan krib efektif.
Kemiringan dasar sungai
1/50-
1/100-
1/200-
1/500-
1/1000-
1/100
1/200
1/500
1/1000
1/5000
Blok beton
Banguna kisi
15
Rangka dogi
1/5000
Total
18
27
Tiang
Krib tanah
15
20
Rangka sakugyu
16
12
29
Tian pancang
11
24
36
79
19
21
Tipe krippen
Jenis krib
BAB
Total
21
63
54
2
77
229