Anda di halaman 1dari 20

A.

JUDUL Analisis Gerusan Lokal Di Sekitar Pilar dan Abutment Jembatan dengan Software HEC-RAS (Studi Kasus Jembatan Kali Klawing Bancar Kabupaten Purbalingga).

B. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Sungai Klawing merupakan salah satu sungai terbesar di Kabupaten Purbalingga yang membelah wilayah Purbalingga mulai dari utara hingga selatan. Sungai Klawing mulai dari Dam Batasari Dusun Siletreng Desa Tlahab Kidul Kecamatan Bobotsari Kabupaten Purbalingga di bagian hulu sepanjang 48,81 km hingga bertemu dengan Sungai Serayu di Dusun Tularan Desa Suro Kecamatan Kalibagor Kabupaten Banyumas. Sungai Klawing merupakan anak sungai yang utama bagi Sungai Serayu sehingga debitnya dominan terhadap sungai serayu (PT. Jasa Patria Gunatama, 2009). Keberadaan sungai sangat mempengaruhi kelancaran transportasi, khususnya transportasi darat. Oleh sebab itu adanya jembatan sangat dibutuhkan guna mendukung sarana trasportasi. Jembatan Kali Klawing Bancar merupakan jembatan jalan raya yang terletak di Kabupaten Purbalingga tepatnya di ruas jalan Raya Purbalingga-Kaligondang. Jembatan Kali Klawing Bancar ini sangat penting peranannya bagi masyarakat Purbalingga, karena jembatan ini menghubungkan Kecamatan Purbalingga dengan daerah-daerah disekitar, seperti : Kecamatan Kaligondang, Kecamatan Pengadegan dan Kecamatan Kejobong. Banyak kasus-kasus tentang runtuhnya bangunan jembatan bukan hanya disebabkan oleh faktor konstruksi, namun persoalan gerusan di sekitar pilar dan abutment jembatan juga bisa menjadi penyebab lain. Gerusan (scouring) merupakan suatu proses alamiah yang terjadi di sungai sebagai akibat pengaruh morfologi sungai (dapat berupa tikungan atau bagian penyempitan aliran sungai) atau adanya bangunan air (hydraulic structure) seperti : bendung, jembatan, pintu air dan lain-lain. Kondisi morfologi Sungai Klawing dengan banyaknya tikungan dapat menimbulkan energi gerusan yang besar, sehingga mengakibatkan erosi tebing sungai, terutama pada belokan sungai sebelah luar serta endapan sedimen di sebelah dalamnya. Adanya bangunan air menyebabkan perubahan karakteristik aliran seperti kecepatan dan atau turbulensi sehingga menimbulkan perubahan transpor sedimen dan terjadinya gerusan. Gerusan yang dihasilkan secara langsung akibat adanya suatu bangunan dinamakan gerusan lokal (local scouring) (Achmadi , 2009).

Mengingat pentingnya permasalahan di atas, kajian tentang gerusan lokal di sekitar pilar dan abutment jembatan Kali Klawing Bancar perlu mendapat perhatian secara khusus. Sehingga nantinya dapat diketahui mengenai kedalaman gerusan lokal yang terjadi di sekitar pilar jembatan Kali Klawing Bancar. Dalam penelitian ini penulis menggunakan software HEC-RAS versi 4.1 untuk membantu perhitungan. HEC-RAS merupakan program aplikasi untuk memodelkan aliran sungai satu dimensi, baik aliran permanen maupun tak permanen. HEC-RAS memiliki empat komponen model satu dimensi: 1) hitungan profil muka air aliran permanen, 2) simulasi aliran tak permanen, 3) hitungan transport sedimen, dan 4) hitungan kualitas air. Satu elemen penting dalam HEC-RAS adalah keempat komponen tersebut memakai data geometri yang sama, routine hitungan hidraulika yang sama, serta beberapa fitur desain hidraulik yang dapat diakses setelah hitungan profil muka air berhasil dilakukan. HEC-RAS memiliki beberapa keunggulan dibanding software lain, yaitu input data yang sederhana sehingga mudah dimengerti dan digunakan, dan dapat diperoleh dengan mudah dan gratis. Suryoputro dan Widarta, 2009, telah melakukan uji analitis kinerja software HEC-RAS terhadap hukum kontinuitas, aliran berubah beraturan, aliran percabangan, dan aliran melalu saluran berpenampang ganda, dengan kesimpulan bahwa HEC-RAS memberikan hasil kinerja yang baik pada keempat kasus model yang dicoba dibandingkan terhadap hasil analitis. 2. a. Rumusan Masalah Berapa besar kedalaman gerusan lokal di sekitar pilar Jembatan Kali Klawing Bancar Purbalingga? b. Berapa besar kedalaman gerusan lokal di sekitar abutment Jembatan Kali Klawing Bancar Purbalingga? 3. a. b. 4. a. Tujuan Penelitian mengetahui kedalaman gerusan lokal di sekitar pilar Jembatan Kali Klawing Bancar, mengetahui kedalaman gerusan lokal di sekitar abutment Jembatan Kali Klawing Bancar. Manfaat Penelitian memberikan pengertian dan pemahaman tentang gerusan lokal di sekitar pilar dan abutment jembatan Kali Klawing Bancar, b. memberikan informasi tentang kedalaman gerusan lokal di sekitar Jembatan Kali Klawing Bancar, c. memberikan pemahaman tentang penggunaan software HEC-RAS 4.1.0 khususnya dalam perhitungan gerusan lokal pada pilar dan abutment, d. menjadi salah satu sumber informasi untuk pengembangan penelitian lebih lanjut. 2

5. Batasan Masalah a. perhitungan debit banjir rancangan sungai Klawing menggunakan metode Hidrograf Satuan Sintetik Gama I, b. analisis aliran menggunakan steady flow analysis, c. kedalaman bridge scour dihitung pada debit desain Q100.

C. TINJAUAN PUSTAKA 1. Daerah Aliran Sungai Daerah aliran sungai adalah daerah yang dibatasi oleh punggung-punggung gunung atau pegunungan dimana air hujan yang jatuh di daerah tersebut akan mengalir menuju sungai utama pada suatu titik atau stasiun. Wilayah daratan tersebut dinamakan daerah tangkapan air (catchment area) yang merupakan suatu ekosistem dengan unsur utamanya terdiri atas sumber daya alam (tanah, air, dan vegetasi) dan sumber daya manusia sebagai pemanfaat sumber daya alam (Triatmodjo, 2010). Sifat-sifat sungai sangat dipengaruhi oleh luas dan bentuk daerah alirannya. Bentuk suatu daerah aliran sungai sangat berpengaruh terhadap kecepatan terpusatnya air. Secara umum bentuk daerah aliran sungai dibedakan menjadi tiga macam, yaitu sebagai berikut ini (Sosrodarsono dalam Machairiyah, 2007). a) Daerah aliran bulu burung (memanjang) b) Daerah aliran radial c) Daerah aliran sejajar 2. Sungai Menurut Soewarno dalam Munadi (2002) mengemukakan bahwa sungai adalah torehan permukaan bumi yang merupakan penampung dan penyalur alamiah aliran air dan material yang dibawanya dari bagian hulu ke hilir, atau dari tempat tinggi ke tempat yang rendah kemudian bermuara ke laut. Suatu sungai dapat dibagi menjadi 3 bagian yaitu: a) Bagian Hulu Bagian hulu sungai merupakan daerah sumber erosi karena pada umumnya alur sungai melalui daerah pegunungan, bukit, atau lereng gunung yang kadang-kadang mempunyai ketinggian yang cukup besar dari muka air laut. Alur sungai di bagian hulu ini biasanya mempunyai kecepatan yang lebih besar dari pada bagian hilir. b) Bagian Tengah 3

Bagian ini merupakan daerah peralihan dari bagian hulu dan hilir. Kemiringan dasar sungau lebih landai sehingga kecepatan aliran relatif lebih kecil dari ppada bagian huu. Bagian ini merupakan daerah keseimbangan antara proses erosi dan sedimentasi yang sangat bervariasi dari musim ke musim. c) Bagian Hilir alur sungai di bagian hilir biasanya melalui dataran yang mempunyai kemiringan dasar sungai yang landai sehingga kecepatan alirannya lambat. Keadaan ini sangat memudahkan terbentuknya pengendapan atau sedimen. Endapan yang terbentuk biasanya berupa endapan pasir halus, lumpur, endapan organik, dan jenis endapan lain yang sangat labil.

3. Gerusan Lokal Gerusan adalah fenomena alam yang disebabkan oleh aliran air yang biasanya terjadi pada dasar sungai yang terdiri dari material alluvial namun terkadang dapat juga terjadi pada sungai yang keras. Gerusan dapat menyebabkan terkikisnya tanah di sekitar fondasi dari sebuah bangunan yang terletak pada aliran air. Gerusan biasanya terjadi sebagai bagian dari perubahan morfologi dari sungai dan perubahan akibat bangunan buatan manusia (Breusers & Raudkivi, 1991). Proses erosi dan deposisi di sungai pada umumnya terjadi karena adanya perubahan pola aliran, terutama pada sungai alluvial. Perubahan pola aliran dapat terjadi karena adanya rintangan atau halangan pada aliran sungai tersebut yanitu dapat berupa bangunan sungai misal: abutment jembatan, krib sungai, pilar jembatan , revetment, dan sebagainya. Bangunan semacam ini dipandang dapat merubah geometri alur serta pola aliran, yang selanjutnya diikuti dengan timbulnya gerusan lokal di sekitar bangunan. Peristiwa gerusan lokal selalu akan berkaitan erat dengan fenomena perilaku aliran sungai, yaitu hidraulika aliran sungai dalam interaksinya dengan geometri sungai, geometri dan tata letak pilar jembatan, serta karakteristik tanah dasar dimana pilar tersebut dibangun (Djoko Legono, 2001). Gerusan dapat dibagi menjadi beberapa tipe yaitu sebagai berikut : a) Gerusan umum di alur sungai, tidak berkaitan sama sekali dengan ada atau tidak adanya bangunan sungai. b) Gerusan di lokalisir di alur sungai, terjadi karena penyempitan alur sungai, aliran menjadi terpusat. c) Gerusan lokal di sekitar bangunan, terjadi karena pola aliran lokal di sekitar bangunan sungai. 4

a. Mekanisme Gerusan Lokal Menurut Yulistianto dkk. (1998), gerusan yang terjadi di sekitar pilar dan abutment. jembatan adalah akibat sistem pusaran (vortex system) yang timbul karena aliran dirintangi oleh bangunan tersebut. Sistem pusaran yang menyebabkan lubang gerusan (scour hole), berawal dari sebelah hulu abutment, yaitu pada saat mulai timbul komponen aliran dengan arah aliran ke bawah, karena aliran yang datang dari hulu dihalangi oleh abutment., maka aliran akan berubah arah menjadi arah vertikal menuju dasar saluran dan sebagian berbelok arah menuju depan abutment. selanjutnya diteruskan ke hilir. Aliran arah vertikal ini akan terus menuju dasar yang selanjutnya akan membentuk pusaran. Di dekat dasar saluran komponen aliran berbalik arah vertikal ke atas, peristiwa ini diikuti dengan terbawanya material dasar sehingga terbentuk aliran spiral yang akan menyebabkan gerusan dasar. Hal ini akan terus berlanjut hingga tercapai keseimbangan.

Gambar 2.3 Mekanisme Gerusan Lokal di Sekitar Pilar dan Abutment. Jembatan (Sumber : Achmadi , 2001)

b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kedalaman Gerusan Kedalaman gerusan lokal dipengaruhi oleh beberapa faktor, faktor-faktor tersebut adalah seperti berikut ini. a. Kecepatan Aliran Menurut Breusers (1991) dalam perkembangan proses gerusan tergantung pada kecepatan aliran dan intensitas turbulen pada transisi antara fixed dan erodible bed, oleh karena itu tidak diperlukan informasi mengenai kecepatan dan turbulensi dekat dasar pada lubang gerusan. Chabert dan Engeldinger (1956) menyimpulkan bahwa kedalaman gerusan maksimum diperoleh pada kecepatan yang mendekati kecepatan aliran kritik, sedangkan gerusan mulai kira kira pada setengah kecepatan aliran kritik. b. Kedalaman Aliran Gerusan lokal yang terjadi dipengaruhi oleh kedalaman dasar sungai dari muka air (tinggi aliran zat air), maka kecepatan relatif dan kedalaman relatif merupakan faktor penting untuk mengestimasi kedalaman gerusan lokal. Menurut Neil dalam Breuser (1991), kedalaman gerusan lokal merupakan fungsi dari tinggi aliran dengan persamaan sebagai berikut : ( ) Dimana : 6 ..(2.1)

ds do b

: kedalaman gerusan (m), : kedalaman aliran (m), : lebar pilar (m).

c. Ukuran Butiran Sedimen Ukuran butiran dari sedimen merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kedalaman gerusan pada kondisi air bersih (clear water scour). Kedalaman gerusan (ds/b) tak berdimensi merupakan fungsi dari karakteristik ukuran butiran material dasar (/d50). Dimana adalah standar deviasi untuk ukuran butiran dan d50 adalah ukuran partikel butiran rerata. Nilai kritikal dari /d50 untuk melindunginya hanya dapat dicapai dengan bidang dasar, tetapi tidak dengan lubang gerusan dimana kekuatan lokal pada butirannya tinggi yang disebabkan meningkatnya pusaran air. Dengan demikian nilai koefisien simpangan baku geometrik (g) dari distribusi ukuran butiran material dasar akan berpengaruh pada kedalaman gerusan air bersih dan dapat ditentukan dari nilai grafik koefisien simpangan baku (g) fungsi standart deviasi geometri ukuran butiran (Breusers dan Raudkivi, 1991). d. Jenis Pilar dan Abutment Jembatan Pilar jembatan merupakan bagian dari jembatan yang paling penting karena berfungsi untuk menahan berat badan jembatan sendiri dan berat muatan yang melintasinya. Maka pilar jembatan yang dibangun pada alur sungai, kestabilan tehadap gerusan lokal akibat pengaruh aliran air perlu diperhatikan. Gerusan lokal disekitar pilar jembatan disebabkan oleh adanya perubahan pola aliran. Perubahan ini terjadi akibat adanya aliran air yang ditahan oleh pilar jembatan. Selama berlangsungnya hal tersebut aliran yang kearah hilir berbelok kesamping. Jika pertambahan tekanan ini menjadi cukup kuat, maka pusaran air akan terbentuk pada dasar pilar sehingga terjadi gerusan di sekitar pilar jembatan. Abutment jembatan merupakan salah satu bagian konstruksi jembatan yang ditempatkan pada pangkal konstruksi jembatan. Simon dan Senturk dalam Hanwar (1999) menyatakan bahwa ada dua bentuk umum abutmen yaitu vertical wall abutment dengan wing atau box wall dan spill thourgh abutment. Kedalaman gerusan untuk vertical wall abutment kurang lebih dua kali dibanding dengan spill through abutment. Breusers dalam Hanwar (1999) menyatakan bahwa kedalaman gerusan untuk wingwall (WW), spill-through (ST) dan vertical wall pointing downstream (TS1) adalah sekitar 70% dibanding semi-circularend-abutment (SCE).

4. Program Aplikasi HEC-RAS HEC-RAS merupakan program aplikasi untuk memodelkan aliran di sungai, River Analysis System (RAS), dibuat oleh Hydrologic Engineering Center (HEC) yang merupakan satu divisi di dalam Institute for Water Resources (IWR), di bawah US Army Corps of Engineers (USACE). HEC-RAS merupakan model satu dimensi aliran permanen maupun tak-permanen (steady and unsteady one-dimensional flow model). HEC-RAS Versi 4.1, beredar sejak Januari 2010. HEC-RAS memiliki empat komponen model satu dimensi: (1) hitungan profil muka air aliran permanen, (2) simulasi aliran tak permanen, (3) hitungan transpor sedimen, dan (4) hitungan kualitas (temperatur) air. Satu elemen penting dalam HEC-RAS adalah keempat komponen tersebut memakai data geometri yang sama, routine hitungan hidraulika yang sama, serta beberapa fitur desain hidraulik yang dapat diakses setelah hitungan profile muka air dilakukan. Sebelum melakukan analisis penggerusan pada jembatan, pengguna perlu membuat model hidrolis dari daerah sungai termasuk jembatan yang akan dianalisis. Model ini harus mencakup beberapa potongan melintang hilir dari jembatan, sehingga kondisi batas hilir yang ditetapkan oleh pengguna tidak mempengaruhi hasil hidrolis di dalam dan hanya pada bagian hulu dari jembatan. Model harus juga mencakup beberapa potongan melintang hulu dari jembatan, untuk mengevaluasi efek jangka panjang dari jembatan pada profil permukaan air di hilir. Bila data observasi telah tersedia, model harus dikalibrasi sampai pada tahap yang paling mungkin. Jika model hidrolis sudah dikalibrasi, pengguna dapat memasukkan kejadian pada desain untuk digunakan dalam analisis gerusan. 5. Contraction Scour Keberadaan abutment di sebagian tebing sungai hingga masuk ke dalam sungai, dan pilar jembatan pada penampang sungai akan menyebabkan lebar sungai mengalami penyempitan dan akan menimbulkan pengaruh yang direpresentasikan dalam kecepatan aliran sehingga menimbulkan perubahan distribusi sedimen. Pada debit yang sama, penyempitan badan sungai mengakibatkan bertambahnya kecepatan, yang menyebabkan terjadinya gerusan lokal. Gerusan lokal ini bisa berupa live-bed scour ataupun clear water scour. Untuk menentukan apakah aliran di hulu mengangkut material dasar, program menghitung kecepatan kritis dari awal pergerakan Vc (untuk ukuran D50 dari material dasar) dan membandingkannya dengan kecepatan rata-rata V dari aliran di saluran utama atau bantaran sungai di area hilir dari jembatan pada potongan pendekatan. Untuk menghitung kecepatan kritis, digunakan persamaan dari Laursen (1963) di bawah ini: 8

.. (2.2) Dimana: Vc y1 D50 Ku : kecepatan kritis dimana material dari ukuran D50 dan lebih kecil akan diangkut (m/s), : kedalaman rata-rata dari aliran pada saluran utama atau area bantaran sungai pada potongan pendekatan (m), : ukuran partikel material dasar dalam campuran dimana 50% lebih kecil (m), : 6,19 (S.I. Units). Laursen 1962 menemukan bahwa pada gerusan dengan aliran angkutan sedimen (livebed scour), pengaruh kecepatan aliran terhadap gerusan adalah kecil, tetapi kedalaman aliran sangat mempengaruhi kedalaman gerusan. Sedangkan pada gerusan aliran jernih (clear water scour), kecepatan aliran sangat berpengaruh terhadap kedalaman gerusan. a. Live-Bed Contraction Scour Live-bed scour adalah apabila aliran mempunyai tegangan gesek lebih besar dari tegangan gesek kritisnya maka aliran mengalir disertai dengan pergerakan sedimen dan nampak aliran menjadi keruh (Hoffman, G.J.C.M; and Verheij, 1997). Atau dapat digambarkan oleh persamaaan berikut: ( ) > 1.. (2.3) Dimana : V Vc : kecepatan aliran rata-rata (m/detik), : kecepatan aliran kritis (m/detik).

Publikasi HEC No. 18 merekomendasikan menggunakan versi modifikasi dari persamaan live-bed scour Laursen (1960):

....... (2.4) ..... (2.5) y2 = y1..(2.6) Dimana : ys y2 : kedalaman rata-rata dari contraction scour (m), : kedalaman rata-rata setelah penggerusan di potongan terkontraksi (m), potongan ini diambil pada potongan di dalam jembatan bagian akhir hilir dalam HEC-RAS (potongan BU), 9

y1 y0 Q1 Q2 W1

: kedalaman rata-rata di saluran utama atau dataran banjir pada potongan pendekatan (m), : kedalaman rata-rata di saluran utama atau dataran banjir pada potongan terkontraksi sebelum penggerusan (m), : debit di saluran utama atau dataran banjir pada potongan pendekatanan, dimana sedimen bergerak (m3/s), : debit di saluran utama atau dataran banjir pada potongan terkontraksi, dimana sedimen bergerak (m3/s), : lebar dasar saluran utama atau dataran banjir pada potongan pendekatan (m), potongan ini kurang lebih sama dengan lebar teratas pada area aliran aktif dalam HEC-RAS,

W2

: lebar dasar saluran utama atau dataran banjir pada potongan terkontraksi kurang dari lebar pilar (m). Potongan ini kurang lebih sama dengan lebar teratas pada area aliran aktif,

K1

: eksponen untuk transport material dasar sungai

b. Clear-Water Contraction Scour Clear water scour adalah aliran yang terjadi secara kasat mata nampak jernih, aliran ini mempunyai gesekan dasar saluran lebih kecil dari tegangan gesek kritisnya, pada kondisi ini belum ada gerusan/angkutan sedimen dasar bila saluran tidak terdapat

penghalang/bangunan hidraulika, ketika penghalang dipasang maka akan terjadi gerusan lokal (Hoffman, G.J.C.M; and Verheij, 1997). Pada Clear water scour terdapat dua kondisi yaitu: a. Untuk ( ) , dimana gerusan lokal tidak terjadi dan proses transportasi

sedimen tidak terjadi, b. Untuk ( ) , dimana gerusan lokal terjadi menerus dan proses

transportasi sedimen tidak terjadi. Persamaan clear-water contraction scour yang direkomendasikan oleh publikasi HEC No. 18 adalah sebuah persamaan berdasarkan penelitian dari Laursen (1963):

.. (2.7) ..... (2.8) Dimana : 10

Dm D50 C

: Diameter terkecil dari partikel yang tidak dapat diangkut pada material dasar (1,23 D50) pada potongan terkontraksi (m), : Diameter rata-rata material dasar (m), : 40 untuk metric.

6. Menghitung Gerusan Lokal pada Pilar Jembatan Gerusan pada pilar terjadi karena percepatan arus di sekitar pilar dan pembentukan arus yang biasa disebut horseshoe vortex. Horseshoe vortex mengangkat material dari dasar pilar, membentuk lubang gerusan. Seiring dengan bertambahnya kedalaman gerusan, besarnya horseshoe vortex berkurang, maka akan mengurangi tingkat dimana material akan terangkat dari lubang gerusan. Pada akhirnya keseimbangan di antara material dasar yang masuk dan keluar akan tercapai, dan lubang gerusan akan berhenti berkembang. Faktor-faktor yang mempengaruhi kedalaman dari gerusan lokal pada pilar adalah kecepatan arus pada bagian hilir pilar, kedalaman arus, lebar pilar, panjang pilar jika miring dari arus, ukuran dan gradasi dari material dasar sungai, sudut dari arus yang datang, bentuk pilar, konfigurasi dasar sungai, dan pembentukan dari gangguan es dan puing-puing. a. Persamaan Colorado State University (CSU) Laporan HEC No. 18 merekomendasikan penggunaan Persamaan Colorado State University (CSU) (Richardson, 1990) untuk perhitungan gerusan pada pilar menurut kondisi live-bed dan clear water. Persamaan CSU memprediksikan kedalaman maksimum penggerusan pada pilar jembatan untuk live-bed scour dan clear-water scour. Persamaan tersebut seperti di bawah ini: .. (2.9) Dimana: ys K1 K2 : kedalaman gerusan (m), : faktor koreksi untuk bentuk ujung pilar , pada Tabel 2.1, : faktor koreksi untuk sudut aliran, dikalkulasikan dalam program dengan

persamaan di bawah ini:

..... (2.10) Dimana: L = panjang pilar sepanjang garis aliran (m), = sudut datang aliran dengan mempertimbangkan pilar, K3 K4 : faktor koreksi untuk kondisi dasar sungai, pada Tabel 2.2, : faktor koreksi untuk pelindung dari material dasar sungai, untuk ukuran 11

material dasar minimum d50 0,002 m atau d95 0,02 m, maka nilai minimum K4 = 0,4, a y1 Fr1 : lebar pilar jembatan (m),
:

kedalaman arus tepat di bagian hilir pilar (m),

: Angka Froude tepat di bagian hilir pilar.

Tabel 2.1 Faktor koreksi K1 untuk bentuk ujung pilar (Sumber: HEC-RAS Hydraulic Reference Manual version 4.1, 2010)
Bentuk dari Ujung Pilar Persegi Lingkaran Silinder Lingkaran Kumpulan Silinder Segitiga K1 1,1 1 1 1 0,9

Tabel 2.2 Faktor koreksi, K3 (Sumber: HEC-RAS Hydraulic Reference Manual version 4.1, 2010) Kondisi saluran Clear water scour Pane bed/anti dunes Small dunes Medium dunes Large dunes Ukuran n.a n.a 0,6 - 3,0 m 3,0 9,1 m > 9.1 m K3 1,1 1,1 1,1 1,1 1,2 1,3

b. Persamaan Froehlich Persamaan yang dikembangkan oleh Dr. David Froehlich (Froehlich, 1991) telah ditambahkan ke dalam software HEC-RAS sebagai alternatif dari Persamaan CSU. Persamaan tersebut seperti di bawah ini: . (2.11) Dimana : a : faktor koreksi untuk bentuk pilar : = 1.3 untuk bentuk pilar persegi; = 1.0 untuk bentuk pilar lingkaran; dan = 0.7 untuk bentuk pilar segitiga, : lebar pilar terproyeksi dengan memperhitungkan arah dari arus. 12

7. Gerusan Lokal pada Abutment Jembatan Gerusan lokal terjadi abutment ketika abutment menghalangi arus. Halangan pada arus membentuk pusaran horizontal dimulai pada hulu abutment dan menerus sepanjang ujung abutment, dan membentuk sebuah pusaran jalur ombak vertikal pada ujung hulu dari abutment. Laporan HEC No. 18 merekomendasikan dua persamaan untuk perhitungan gerusan abutment live-bed. Jika panjang (L) tanggul basah dibagi oleh kedalaman arus yang mendekat (y1) lebih besar daripada 25, maka laporan HEC No. 18 menyarankan menggunakan persamaan HIRE (Richardson, 1990). Jika panjang (L) tanggul basah dibagi oleh kedalaman arus yang mendekat (y1) kurang dari 25, maka laporan HEC No. 18 menyarankan menggunakan persamaan dari Froehlich (Froehlich, 1989).

a. Persamaan HIRE Persamaan HIRE didasari oleh data lapangan dari gerusan pada ujung dari cabang Sungai Mississippi (diperoleh dari USACE). Persamaan HIRE adalah seperti di bawah ini: ... (2.12) Dimana: ys y1 K1 K2 Fr1 : kedalaman gerusan (m), : kedalaman arus pada ujung abutment di bantaran sungai atau saluran utama (m), : faktor koreksi berdasarkan bentuk abutment, pada Tabel 2.3, : faktor koreksi sudut datang dari arus pada abutment. K2 = (/90)0.13, : angka Froude berdasarkan kecepatan dan kedalaman perbatasan dan tepat di bagian hilir ujung abutment. b. Persamaan Froehlich Froehlich menganalisa 170 ukuran gerusan live-bed di saluran air laboratorium berdasarkan analisis kemunduran untuk mendapatkan persamaan di bawah ini: ....(2.13) Dimana: ys K1 K2 : kedalaman gerusan (m), : faktor koreksi untuk bentuk abutment, pada Tabel 2.3, : faktor koreksi sudut datang dari arus pada abutment. K2 = (/90)0.13, 13

L Ya Fr Ve Qe Ae

: panjang dari abutment (m), : kedalaman rata-rata dari aliran pada dataran banjir di potongan pendekatan (m), : Angka Froude pada dataran banjir di potongan pendekatan (m), : kecepatan rata-rata dari aliran masuk (m/s), : debit aliran yang terhalangi oleh abutment dan tanggul pada potongan

pendekatan (m3/s), : area aliran dari potongan pendekatan yang dihalangi oleh abutment dan tanggul (m2).

Tabel 2.3 Faktor koreksi, K1 (Sumber: HEC-RAS Hydraulic Reference Manual version 4.1, 2010)
Deskripsi Vertical-wall Abutment Vertical-wall Abutment with wing walls Spill-Through Abutment 0,55 K1 1,00 0,82

D. METODE PENELITIAN 1. Alat dan Bahan Alat dan bahan dalam suatu penelitian merupakan hal penting dalam proses penelitian. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. roll meter, b. rambu ukur, c. thermometer d. komputer, e. software HEC-RAS versi 4.1 Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah peta DAS Klawing, data debit banjir rancangan, data uji sedimen, dan data struktur hidraulik (jembatan) melintang sungai. 2. Tahapan Penelitian Tahapan penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut ini. a. Pengumpulan Data Primer

14

Data primer adalah mengumpulkan data-data yang dibutuhkan dalam penelitian dengan cara melakukan pencatatan langsung di lapangan, yaitu sebagai berikut :
1)

Survey Pendahuluan Survey pendahuluan dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi sungai

Klawing di lokasi penelitian, kondisi jembatan Kali Klawing Bancar dan kondisi lingkungan di sekitar lokasi penelitian. Dalam penelitian ini survey pendahuluan dilakukan dengan cara pencatatan, wawancara dan dokumentasi. 2) Survey Utama Penelitian ini membutuhkan data geometri sungai berupa dimensi potongan melintang Sungai Klawing pada beberapa stasiun yang ditentukan. Alat-alat yang dibutuhkan untuk pengambilan data adalah rambu ukur, thermometer dan roll meter. Pengukuran penampang melintang pada saluran terbuka di lapangan dilakukan dengan metode Mid Section Method seperti pada gambar di bawah ini:

Gambar 3.3 Skema Mid Section Method Dimana : 1, 2, 3 o1, o2, o3 D1, D2, D3 a1, a2, a3 : titik pengukuran : jarak titik pengukuran terhadap titik acuan : kedalaman air pada titik pengukuran kecepatan : lebar irisan sungai )( ) )

Luas penampang basah sub irisan 3 = ( Debit melalui sub irisan 3 = 3( b. Pengumpulan Data Sekunder )(

Data sekunder adalah mengumpulkan data-data yang dibutuhkan dalam penelitian yang sudah pernah dilakukan pencatatan oleh pihak lain, baik dari instansi pemerintah, swasta, maupun perorangan. Sehingga peneliti dapat langsung menggunakan data tersebut

15

untuk analisis selanjutnya. Data-data yang diperlukan untuk penelitian ini adalah sebagai berikut : 1) peta DAS Klawing. 2) data uji sedimen 3) data struktur hidraulik (jembatan) melintang sungai c. Peniruan Geometri Sungai Parameter geometri sungai yang dibutuhkan untuk membangun model adalah alur sungai, tampang panjang dan lintang (longitudinal section dan cross section), kekasaran dasar sungai (koefisien Manning), serta kehilangan energi di tempat perubahan tampang lintang sungai (koefisien ekspansi dan kontraksi). d. Peniruan Geometri Jembatan Pemodelan setiap stuktur melintang sungai di dalam HEC-RAS memerlukan empat tampang melintang, dua di sisi hulu dan dua di sisi hilir struktur melintang sungai tersebut. Keempat tampang tersebut diperlukan untuk menghitung kehilangan energi di struktur melintang sungai. Penempatan empat tampang lintang untuk memodelkan sebuah struktur melintang sungai, yang dalam penelitian ini adalah jembatan, disajikan pada gambar. Untuk keperluan paparan, keempat tampang lintang diberi nomor ururt dari hilir, RS 1, 2, 3 dan 4.

Gambar 3.5 Empat tampang lintang untuk memodelkan jembatan e. Peniruan Hidraulika Sungai Parameter hidraulika sungai yang dibutuhkan untuk membangun model adalah debit di batas hulu dan muka air di batas hilir. f. Simulasi Aliran 16

Simulasi aliran dilakukan untuk meghitung parameter hidraulika aliran yang melewati jembatan. Mengingat analisis kedalaman gerusan pada jembatan ditujukan untuk memperkirakan kedalaman maksimal yang berpotensi terjadi di sekitar jembatan, maka cukup dibutuhkan parameter aliran pada debit desain. Dengan demikian, cukup dilakukan steady flow analysis. g. Hitungan Bridge Scour HEC-RAS menyediakan tiga pilihan hitungan gerusan pada jembatan, yaitu contraction scour, pier scour, dan abutment scour. Pada proses ini, penulis akan menggunakan mode Default agar program memilih sendiri persamaan yang akan dipakai dalam menghitung contraction scour, pier scour, dan abutment scour. Hasil hitungan kedalaman gerusan merupakan kombinasi dari: 1) Kedalaman gerusan akibat penyempitan alur (contraction scour) ditambah kedalaman gerusan di setiap pilar (pier scour). 2) Kedalaman gerusan akibat penyempitan alur (contraction scour) ditambah dengan kedalaman gerusan di setiap pangkal jembatan (pangkal jembatan kiri dan pangkal jembatan kanan). 3. Bagan Alir Penelitian Untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang tahapantahapan dalam penelitian tugas akhir ini dapat dilihat pada diagram alir sebagaimana ditunjukan pada Gambar 3.6 berikut ini.

17

Mulai

Studi Pendahuluan Identifikasi Masalah Studi Pustaka

Survey Pendahuluan dan Survey Utama


Peta situasi, Cross & Longitudinal Section, Junction, struktur hidraulika

Peniruan Geometri Sungai Peniruan Geometri Jembatan

Kekasaran dasar, Perubahan tampang

Debit muka air

Peniruan Hidraulika Sungai Simulasi Aliran

Hitungan Bridge Scour Hasil dan Pembahasan

Kesimpulan dan Saran

selesai

Gambar 3.6 Bagan alir penelitian

18

E. DAFTAR PUSTAKA Abdurrosyid, Jaji . 2005. Pengendalian Gerusan Dengan Pelat D Sekitar Abutmen Jembatan Pada Kondisi Ada Angkutan Sedimen (Live Bed Scour. Jurnal Teknik Gelagar. Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta : Surakarta.

Achmadi, Tri. 2001. Model Hidraulika Gerusan Pada Pilar Jembatan. Tesis. Semarang : Program Pasca Sarjana UNDIP.

Breuser. H.N.C. and Raudkivi. A.J. 1991. Scouring. IAHR Hydraulic Structure Design Manual. Rotterdam : AA Balkema.

Hanwar, S. 1999. Gerusan Lokal di Sekitar Abutment Jembatan. Tesis. Yogyakarta : PPS UGM.

Hydrologic Engineering Center. 2010. HEC-RAS River Analysis System (Application Guide), US Army Corps of Engineers. Davis, CA.

Hydrologic Engineering Center. 2010. HEC-RAS River Analysis System (Hydraulic Reference Manual). US Army Corps of Engineers. Davis, CA. Hydrologic Engineering Center. 2010. HEC-RAS River Analysis System (Users Manual). US Army Corps of Engineers. Davis, CA.

Istiarto. 2011. HEC-RAS: Bridge Scour. http://istiarto.staff.ugm.ac.id/ (diakses tanggal 3 Maret 2012)

Istiarto. 2011. Simulasi Aliran 1-Dimensi Dengan Bantuan Paket Program Hidrodinamika HEC-RAS Jenjang Dasar : Simple Geometry River. http://istiarto.staff.ugm.ac.id/ (diakses tanggal 29 Maret 2012)

Istiarto. 2011. Simulasi Aliran 1-Dimensi Dengan Bantuan Paket Program Hidrodinamika HEC-RAS Jenjang Lanjut : Junction And Inline Structures. http://istiarto.staff.ugm.ac.id/ (diakses tanggal 9 Maret 2012)

19

Jasapatria Gunatama, PT. 2009. Laporan Hidrologi Pekerjaan Bendung Slinga. Bandung. Legono, D. 1991. Gerusan pada Bangunan Sungai. Pusat Antar Universitas Ilmuilmu Teknik: Yogyakarta.

Munadi, H. 2002. Studi Pengaruh Bentuk Pilar Jembatan terhadap Pola Gerusan Lokal. Skripsi Jurusan Teknik Sipil Universitas Negeri Semarang : Semarang.

Sosrodarsono, Suyono. 1994. Perbaikan dan Pengaturan Sungai. Pradnya Pramita, Jakarta.

Suryoputro, N. dan Widarta B. 2009. Uji Analitis Kinerja Software HEC-RAS Untuk Pengsimulasian Aliran Satu Dimensi. Karya Dosen Fakultas Teknik Universitas Malang : Malang.

Triatmodjo, Bambang. 2010. Hidrologi Terapan. Yogyakarta. Beta Offset.

20

Anda mungkin juga menyukai