Anda di halaman 1dari 9

KEUNTUNGAN PERBAIKAN SUNGAI DENGAN KONSEP EKOHIDRAULIKA

PENDAHULUAN Sungai merupakan sistem yang terdiri dari banyak komponen yang saling berhubungan dan berpengaruh satu sama lain. Komponen penyusun sungai antara lain bentuk alur (river bed form), morfologi sungai (river morphology), dan ekosistem sungai (river ecosystem). Sungai merupakan sistem yang kompleks dengan pola baku percabangan yang tidak dapat didefinisikan secara mudah, mulai dari orde 1 sampai orde ke-n. Kompleksitas sungai juga dapat dilihat dari distribusi kecepatan dan aliran sekunder yang saling berinteraksi dengan material dasar sungai dan ekosistem di sekitar sungai tersebut. Jika terdapat tumbuhan di sisi tebing sungai, maka kompleksitas aliran air sungai akan bertambah tinggi. Pembentukan meander, pulau-pulau kecil di tengah sungai menunjukkan kompleksitas di dalam sungai. Sungai juga merupakan sistem yang teratur dimana segala macam komponen penyusun sungai memiliki karakteristik tertentu. Karakteristik ini menggambarkan kondisi spesifik sungai yang bersangkutan. Sistem sungai alamiah merupakan sistem sungai yang teratur dan komplek yang setiap komponennya saling berpengaruh satu sama lain (Maryono, 2002). Keteraturan alur sungai berkaitan dengan bentuk alur dengan kemiringan memanjang dasar sungai, apakah alur sungai itu lurus, meander, atau bercabang. Bentuk meander sungai tidak berdiri sendiri, namun terkait dengan debit sungai bahkan fluktuasi debit sungai. Keteraturan bentuk meander juga dapat digambarkan dengan rumus hubungan antara debit sungai Q dengan panjang gelombang meander. Apabila dilakukan perubahan terhadap keteraturan ini, maka sungai cenderung berubah ke bentuk semulanya. Sehingga apabila sungai itu seharusnya mempunyai meander, setelah diluruskan pun akan selalu bermeander. Salah satu bentuk keteraturan lainnya adalah pulau di tengah sungai. Bentuk pulau di tengah sungai merupakan bentuk universal dari suatu elemen yang bergerak dalam medium zat alir, termasuk segala bentuk fauna yang hidup pada aliran air. Konfigurasi pulau alamiah berupa susunan overlapping memiliki ketahanan terhadap aliran yang paling tinggi (angka resistansi yang rendah). Apabila konfigurasinya dirubah, maka akan

terjadi instabilitas dimana keteraturan yang sudah terbentuk melalui proses hidraulis, ekologis, tektonis, dan geografis akan berubah menjadi ketidakteraturan. Sedimen dan konfigurasi dasar sungai merupakan komponen dari sungai yang memberikan keteraturan dalam sungai. Pada sungai alamiah, kondisi dinamik material sedimen dasar sungai sudah mencapai kondisi stabil. Pengertian stabil disini adalah ketika jumlah sedimentasi terendapkan (agradasi) dan erosi terangkut (degradasi) relatif seimbang. Perubahan pada kemiringan memanjang (slope) suatu sungai akan merubah keseimbangan. Apabila dinaikkan slopenya maka akan berakibat pada peningkatan pola tendensi degradasi, ukuran material penyusun dasar sungainya semakin kasar. Sebaliknya dengan menurunkan slope akan meningkatkan agradasi. Dalam beberapa dasawarsa terakhr ini, pola dan cara pembangunan dan pemanfaatan potensi sungai negara-negara berkembang termasuk Indonesia, meniru cara-cara tahapan awal yang dilakukan oleh negara-negara maju abad-abad sebelumnya. Pengembangannya banyak ditekankan pada hidraulik murni yang tidak mempertimbangkan faktor ekologi dan dampak dari pembangunannya. Cara-cara lama tersebut di negara maju sudah menunjukkan dampak buruk, seperti banjir, erosi, kerusakan ekologi lingkungan secara terus menerus, sehingga cara tersebut sudah tidak digunakan lagi dan beralih ke konsep ekohidraulika. Konsep ini merupakan metode yang relatif murah, aman, dan keberlanjutannya tinggi, serta memiliki dampak positif konservasi air dan ekosistem yang tinggi. Berdasarkan permasalahan tersebut, maka dalam makalah ini akan disajikan keuntungan perbaikan sungai dengan pendekatan ekohidraulik bila dibandingkan dengan perbaikan secara konvensional (hidraulik murni). KONSEP PEMBANGUNAN SUNGAI Dalam kasus pembangunan sungai di beberapa negara industri maju seperti Amerika, Jepang, Jerman, Belanda, dan beberapa negara Eropa lainnya telah mengalami tiga dekade/ tahap pengelolaan sungai, yaitu tahap pembangunan sungai (River Development), tahap mengalami dan mempelajari dampak pembangunan sungai yang dilakukan sebelumnya (Impact of River Development) dan tahap merestorasi atau merenaturalisasi sungai-sungai yang telah dibangun sebelumnya (River Restoration). Konsep pembangunan sungai tahap pertama pada umumnya bersifal parsial hidraulik murni sedangkan konsep pada tahap terakhir bersifat integral Ekohidraulik. Indonesia,

sebagian besar metode pembangunan sungainya masih menggunakan metode tahap pertama river development atau hidraulik murni. 1. Pembangunan Sungai dengan Konsep Hidraulika Murni Konsep pembangunan hidraulika murni tidak mempertimbangkan aspek ekologi dan dampak yang akan terjadi setelah pembangunan. Metode ini telah merubah penampakan alami dan alur alamiah sungai menjadi buatan yang berbentuk trapesium dengan alur relatif lurus. Beberapa pembangunan sungai yang dilakukan dengan konsep hidraulika murni antara lain koreksi sungai (river correction) atau normalisasi sungai berupa pelurusan, sudetan, penyempitan alur, penyederhanaan tampang sungai. Kegiatan lainnya adalah koreksi dan rekayasa sungai pada pembangunan transportasi sungai, regulasi sungai, proteksi tebing, pengerukan, dan penaikkan elevisi muka air. Pembangunan hydropower plan, bendungan, bendung, pencabangan, dan penggenangan termasuk ke dalam kegiatan koreksi dan rekayasa sungai. Sebagian besar dari tebing-tebing sungai dan daerah bantaran atau sempadan sungai hilang karena pelurusan-pelurusan, sudetan, pembuatan tanggul, dan pertalutan. 1. Pelurusan sungai Tujuan dari pelurusan sungai ini adalah untuk mengurangi banjir lokal, meningkatkan kebersihan kawasan, memperpendek lintasan transortasi, kemudahan navigasi transportasi sungai dan pembangunan hydropower plan. Dengan beda tinggi yang sama dan panjang alur yang lebih pendek, akan menghasilkan slope yang lebih besar sehingga kecepatan aliran tinggi. Indikasi dampak negatif dari pelurusan sungai ini adalah retensi tahanan aliran berkurang, peningkatan sedimentasi di daerah hilir, dan erosi di daerah hulu. Pemendekkan berdampak menurunkan tingkat peresapan (waktu untuk meresap ke dalam tanah) yang mengakibatkan banjir di hilir dan kekeringan (saat musim kemarau), sehingga konservasi air di hulu rendah. 1. Penyudetan Sudetan adalah usaha menyudet sungai yang bermeander di tempat-tempat tertentu, sehingga air sungai tersebut tidak melewati meander lagi, namun melintas langsung melewati saluran sudetan baru. Tujuannya adalah untuk mempercepat aliran air menuju ke hilir sekaligus mendapatkan tanah untuk pertanian serta mengurangi banjir lokal.

Indikasi dampak negatif dari sudetan adalah retensi tahanan aliran berkurang, peningkatan banjir dan sedimentasi di daerah hilir, dan erosi di daerah hulu. Terjadinya exbow buatan yang terisolir sehingga menyebabkan ekosistem mati, menjadi sarang nyamuk, dan pembuangan sampah, bahkan menjadi wilayah pemukiman. 1. Pembuatan bendung Pembuatan bendung merupakan salah satu rekayasa di sungai untuk mengatur muka air sungai dan alur sungai. Indikasi dampak dari kegiatan ini adalah percepatan arus, erosi, dan sedimentasi di berbagai lokasi. Diperlukan pemeliharaan secara intensif dan terus-menerus. 1. Proteksi tebing Proteksi tebing adalah rekayasa sungai untuk memperkuat tebing dari gaya gelombang yang disebabkan oleh kapal atau dari arus sungai. Indikasi dampak negatif yang timbul akibat perkerasan tebing adalah terjadinya kepunahan ekologi sempadan sungai karena kondisi habitat ekosistemnya berubah total. Tumbuh-tumbuhan sepanjang pinggir sungai dihilangkan diganti dengan pasangan batu kosong atau isi. 1. Penyempitan alur Penyempitan alur merupakan usaha/pembangunan sungai yang merubah tampang melintang sungai alamiah menjadi alur dengan tampang teknis yang sempit. Penyederhanaan profil tampang sungai menjadi berbentuk trapesium atau segiempat. Profil ini dibuat dengan tujuan mempermudah pemeliharaan, mendrain kawasan, membersihkan kawasan, dan juga mempermudah hitungan hidroliknya. Dampak negatifnya adalah berkurangnya retensi alur sungai, rusaknya ekologi sungai, dan menurunnya konservasi air. 1. Pembuatan tanggul Pembuatan tanggul memanjang sungai adalah rekayasa teknik hidro dengan tujuan untuk membatasi limpasan atau luapan air sungai, sehingga banjir dapat dihindari. Namun kelemahannya adalah apabila terjadi kegagalan tanggul akan mengarah kepada jebolnya tanggul akibat rembesan karena bocoran konstruksi lapisan kedap air dan over tapping. Selain itu, bangunan ini tidak mampu menahan genangan yang relatif lama (lebih dari 2 hari).

1. Pengerukan alur sungai Pengerukan adalah rekayasa sungai yang dilakukan untuk memperbaiki alur dan tampang melintang sungai untuk pelayaran. Indikasi dampak pengerukan ini adalah penurunan resistensi alur sungai karena biasanya dilakukan jika di tengah-tengah sungai ada pulai gundukan pasir elemen sungai lainnya termasuk vegetasi tepi sungai tranportasi sungai. 1. Pembangunan bendungan Bertujuan membendung air sehingga didapatkan sejumlah volume air yang bisa digunakan untuk keperluan tertentu (misal memutar turbin kaitannya dengan pembangkit tenaga listrik, pengairan, konservasi dan rekreasi). Indikasi dampak negatif dari pembangunan bendung ini adalah interupsi ekologi sungai (misal fish migration) dan interupsi transport sedimen sungai. Akibatlain dari pembuatan bendung atau bendungan melintang sungai adalah terjadinya penggenangan (inundating) di bagian hulu bangunan, berkurangnya areal hutan atau pertanian yang signifikan, meningkatnya asam akibat pembusukan vegetasi dalam air, terjadi instabilitas angkutan sedimen sepanjang alur sungai terutama di hilir. 1. Pembangunan Sungai dengan Konsep Ekohidraulika Konsep ekohidrolika merupakan konsep pembangunan sungai integratif yang berwawasan lingkungan. Dalam konsep ini, sungai didefinisikan sebagai suatu sistem keairan terbuka yang padanya terjadi interaksi antara faktor biotis dan abiotis yaitu flora dan fauna disatu sisi dan hidraulika air dan sedimen disisi yang lain, serta seluruh aktivitas manusia yang berhubungan langsung atau tidak langsung dengan sungai (Gambar 1). Gambar 1. Integralistik komponen ekologi-hidraulik (profil sungai) Aktivitas yang dilakukan dengan konsep ini antara lain adalah restorasi sungai ( river restoration), repitalisasi sungai (river revitalisation) atau renaturalisasi sungai (river renaturalisation). Maksud dari pembangunan sungai integratif dengan wawasan lingkungan tersebut adalah pembangunan sungai dengan memperhatikan faktor biotik (seluruh makhluk hidup-ekologi) dan abiotik (seluruh komponen fisik-hidraulik) yang ada di wilayah sungai. Beberapa aktivitas yang terkait dengan konsep ini antara lain :

1. Aktivitas peningkatan retensi sungai dilakukan dengan berbagai cara. Salah satunya dengan menanami kembali bantaran-bantaran sungai yang dulunya sudah dibersihkan atau diratakan pada saat pelurusan sungai. Vegetasi di sepanjang sungai tersebut akan dapat menurunkan kecepatan air mengalir ke arah hilir sekaligus menghidupkan dinamika sungai serta deversifikasi kecepatan, kedalaman air, turbulensi aliran dll. 2. Dalam rangka meningkatkan ruang retensi sepanjang alur sungai, sehingga dapat menurunkan banjir di hilir maka dilakukan peningkatan retensi bantaraan sepanjang alur sungai dengan cara membuka lahan-lahan pinggir sungai yang secara geografis dapat dikembangkan menjadi kolam konservasi semi-ilmiah. 3. Mengembalikan kondisi dinamik sungai dengan cara menanami daerah bantaran sungai yang hilang vegetasinya. Disamping itu juga dapat melakukan penggalian-penggalian sungai yang telah diluruskan dibuat berkelok-kelok lagi. Cara lain dengan membuat pulau-pulau buatan di tengah sungai. Dengan ini maka kecepatan aliran air akan berkurang, arus air akan terbendung secara tidak permanen. Muka air akan naik di bagian hulu dan di hilir turun serta timbul loncat air di beberapa tempat. Hal ini akan meningkatkan intensitas dinamik sungai. Cara yang lainnya adalah dengan membuat krib-krib sepanjang alur sungai yang sudah diluruskan secara berseling, sehingga terjadi proses perubahan dari alur lurus ke alur yang berkelok-kelok. 4. Dengan menerapkan re-meandering, maka akan terbentuk struktur morfologi sungai yang dinamis yang padanya terdapat daerah erosi dan endapan, daerah dengan kecepatan tinggi, sedang dan rendah bahkan sangat rendah. Di samping itu juga terdapat daerah bantaran sungai yang lebar yang secara periodis dan dinamis mendapat suplai air dan nutrisi ekologis dari hulu. Dengan restorasi ini, maka didapat berbagai keuntungan antara lain : 1) Alur sungai tidak teratur tersebut dapat meretensi aliran air, sehingga tendensi

banjir di hilir bisa dikurangi. 2) Menurunkan kecepatan aliran air, sehingga erosi di berbagai tempat di sungai ini

bisa dihindari 3) Flora dan fauna tumbuh kembali menuju komposisi flora dan fauna alamiah

semula.

1. Pembukaan lagi sungai-sungai lama yang telah ditutup untuk menambah kemampuan retensi air pada waktu banjir, sekaligus untuk menghidupkan kembali ekosistem sungai lama yang telah mati, meningkatkan konservasi lain, menurunkan kecepatan air, mengurangi resiko banjir hilir dan meningkatkan kualitas ekosistem dan menghidupkan kembali sungai lama. 2. Menstabilkan muka air tanah dengan cara memperbanyak ruang retensi alamiah di bagian hulu dan meningkatkan resapan air hujan ke tanah dengan cara memperbanyak daerah tangkapan air hujan yang dilindungi. 3. Metode bioengineering sebagai usaha untuk menggunakan komponen vegetasi (tanaman-tanaman dan di sepanjang bantaran sungai) untuk menanggulangi longsoran dan erosi tebing sungai dan kerusakan bantaran sungai lainnya. Metode yang murah dan mempunyai sustainibilitas yang tinggi. 4. Konsep drainase ramah lingkungan dengan cara mengalirkan kelebihan air (air hujan) dengan cara meresapkan air ke dalam tanah, menyimpan dipermukaan tanah untuk menjaga kelembaban udara dan mengalirkan ke sungai secara proporsional sehingga tidak tidak menyebabkan tambahan beban banjir di sungai. KESIMPULAN Pada Tabel 1. Merupakan kesimpulan dari pada keuntungan konsep hidraulika dalam perbaikan sungai dibandingkan dengan konsep hidraulika murni (konvensional). Tabel 1. Dampak perbaikan sungai

Ekohidraulika

Hidraulika murni Memasukkan dan mengembangkan unsur ekologi atau lingkungan Banjir diartikan sebagai kerusakan lingkungan sehingga daya retensi lingkungan terhadap banjir hilang Proyek reboisasi atau konservasi hutan untuk meningkatkan retensi dan tangkapan Merusak dan menghancurkan lingkungan Banjir sebagai bukti munculnya daya rusak air yang hebat Sudetan, pelurusan, pembuatan tanggul, perkerasan tebing, normalisasi, pembabatan vegetasi bantaran justru menyebabkan bahaya banjir yang lebih

besar dan frekuensi banjir yang lebih sering Penataan tataguna lahan meminimalisir limpasan langsung dan mempertinggi retensi dan konservasi, dengan cara menanami atau merenaturalisasi sempadan sungai yang telah rusak Dengan adanya meander dan vegetasi sebagai sistem dari sungai maka air tidak secepatnya ke hilir, dan masih ada kesempatan untuk meresap ke tanah Sungai bermeander dipertahankan sehingga dapat menyumbangkan retensi, mengurangi erosi, dan meningkatkan konservasi Tendensi banjir di hilir tinggi dan menurunkan tingkat retensi di sepanjang sungai sehingga konservasi air akan menurun drastis Kekeringan akan lebih intensif karena pengatusan air secepatnya ke hilir, sehingga air tidak berkesempatan meresap ke tanah Bekas-bekas sungai atau lama yang terpotong (oxbow) akan menimbulkan masalah baru, misalkan sarang nyamuk, lahan pertanian, dan apabila sudah menjadi lahan hunian susah direstorasi karena memerlukan biaya yang cukup mahal Harus mengelurkan biaya tambahan untuk perawatan/pemeliharaan bangunan

Investasi awal bisa lebih mahal ataupun lebih murah namun sustainable.

Sehingga kesimpulannya konsep ekohidrolika dalam perbaikan sungai lebih menguntungkan dibandingkan dengan konsep konvensional seperti yang dilakukan selama ini di Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA Gunawan. 2007. Pengembangan Daerah Riparian di Badan Sungai dengan Pengembangan Konsep EkoHidrologi. ITB Press. Bandung. Maryono, Agus. 2002. EKO-HIDRAULIK PEMBANGUNAN SUNGAI. Menanggulangi Banjir dan Kerusakan Lingkungan Wilayah Sungai. Program Magister Sistem Teknik. Fakultas Teknik. Universitas Gadjah Mada. Maryono, Agus. 2003. PEMBANGUNAN SUNGAI DAMPAK DAN RESTORASI SUNGAI. Program Magister Sistem Teknik. Fakultas Teknik. Universitas Gadjah Mada.

Anda mungkin juga menyukai