Anda di halaman 1dari 16

SUB TEMA: 4.

TATA GUNA LAHAN

BENDUNGAN JRAGUNG SEBAGAI UPAYA KONSERVASI DAERAH ALIRAN


SUNGAI (DAS) JRAGUNG DAN UPAYA MENGHADAPI EROSI SEDIMENTASI
AKIBAT PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN

Rino Ari Wibowo, M. Hendrie S., Nedy Hidayat, Dadang Ismu H.


SNVT Pembangunan Bendungan, BBWS Pemali Juana

ABSTRAK

Das Jragung terletak di bagian utara Jawa Tengah yang melintasi 4 kabupaten yaitu mulai
Kabupaten Demak, Kabupaten Semarang, Kabupaten Grobogan, dan Kota Semarang. Tepatnya
terletak pada posisi koordinat antara 110° 21' 57" - 110° 39' 58" Bujur Timur dan antara 6° 50'
55'' - 7° 13' 59'' Lintang Selatan. DAS Jragung memiliki luas +300 km2 dan sistem sungai yang
mengalir dari selatan ke utara sepanjang 72,44 km dengan hulu berada di kaki Gunung Ungaran
sedangkan hilir bermuara di Pantai Utara Jawa. Perkembangan jumlah penduduk mendorong
terjadinya perubahan tata guna lahan DAS Jragung sehingga banyak yang telah beralih fungsi
dari lahan hijau (hutan) menjadi lahan persawahan, perkebunan, permukiman, dan perubahan
lahan lainnya. Perubahan tata guna lahan mengakibatkan degradasi lahan yang mengakibatkan
erosi dan sedimentasi yang semakin besar di DAS Jragung. Data BPDAS Jratun menunjukkan
telah terjadi perubahan tata guna lahan yang cukup besar dari tahun 2008 sampai tahun 2014.
Dalam POLA PSDA WS Jratunseluna tahun 2010 DAS Jragung termasuk kedalam DAS rawan
erosi dan longsor dengan kerentanan erosi 50-100 ton/thn. Berdasarkan data studi sedimentasi
DAS Jragung dari BBWS Pemali Juana (2015) potensi sedimen Sungai Jragung sebesar 514.000
m3/thn. Sungai Jragung dan anak sungainya seringkali tidak mampu menampung aliran langsung
akibat hujan karena kapasitas sungai semakin kecil akibat sedimentasi yang terus terjadi
sehingga mengakibatkan banjir. Pengelolaan DAS Jragung secara menyeluruh dari hulu sampai
hilir merupakan upaya yang sangat penting dilakukan untuk mengurangi potensi bencana banjir,
erosi dan tanah longsor akibat degradasi lahan yang terus terjadi. Penulis membagi upaya
pengelolaan DAS Jragung menjadi dua metode, yaitu metode struktur dan metode non-struktur.
Metode struktur berupa pembangunan Bendungan Jragung dan bangunan pengendali sedimen
sedangkan non-struktur berupa pengurangan erosi dan sedimentasi dengan aplikasi
bioengineering serta penguatan kelembagaan pengelola DAS Jragung dengan pemberdayaan
masyarakat peduli sungai (usulan penulis). Diharapkan dengan adanya keterpaduan antara
metode tersebut dapat mengurangi potensi bencana erosi, sedimentasi dan banjir akibat
perubahan tata guna lahan yang kurang memiliki kearifan lingkungan pada DAS Jragung
Kata kunci : Tata guna lahan, erosi, sedimentasi, metode struktur, metode non-struktur

ABSTRACT
Jragung’s watershed is located in the northern of Central Java which crosses 4 districts, starting
from Demak Regency, Semarang Regency, Grobogan Regency, and Semarang City. Precisely
located at the position of coordinates between 110 ° 21 '57 "- 110 ° 39' 58" East Longitude and
between 6 ° 50 '55' '- 7 ° 13' 59 '' South Latitude. Jragung’s Watershed has an area of 300 km2
and the river system that flows from south to north along 72.44 km with upstream is at the foot
1
of Mount Ungaran while downstream into the North Coast of Java. The development of
population has led to changes in land use in the Jragung’s watershed so that many have switched
functions from green land (forest) to rice fields, plantations, settlements, and other land changes.
Changes in land use resulted in land degradation which resulted in increasingly erosion and
sedimentation in the Jragung’s watershed. Data from BPDAS Jratun shows that there have been
significant changes in land use from 2008 to 2014. POLA PSDA Jratunseluna River Basin in
2010 the Jragung’s Watershed is included in erosion-prone watersheds and landslides with
erosion vulnerability of 50-100 tons/year. Based on the sedimentation study of the Jragung
watershed from the BBWS Pemali Juana (2015) the potential of the Jragung River sediment is
514,000 m3 / year. The Jragung River and its tributaries are often unable to accommodate direct
flow due to rain because the capacity of the river is getting smaller due to ongoing sedimentation
resulting in flooding. Overall management of the Jragung’s watershed from upstream to
downstream is a very important effort carried out to reduce the potential for floods, erosion and
landslides due to ongoing land degradation. The author divides the effort of managing the
Jragung’s watershed into two methods, structure and non-structural methods. Structural methods
include the construction of Jragung Dam and sediment control buildings while non-structures are
in the form of erosion reduction and sedimentation with bio-engineering applications and
institutional strengthening of the Jragung’s Watershed management by empowering the river
caring community (author's proposal). It is expected that the integration between these methods
can reduce the potential erosion disasters, sedimentation and flooding due to changes in land use
that are less of environmental wisdom in the Jragung’s watershed.

Keywords: land use, erosion, sediment, structural method, non-structural method

1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Salah satu DAS yang berada dalam wilayah kerja Balai Besar Wilayah Sungai Pemali
Juana adalah DAS Jragung. DAS Jragung terletak di wilayah utara Provinsi Jawa Tengah,
dengan melewati 4 (empat) wilayah administrasi, yaitu: Kabupaten Demak, Kabupaten
Grobogan, Kabupaten Semarang, dan Kota Semarang. DAS Jragung mempunyai luas sekitar 300
km2 terletak pada posisi koordinat antara 110° 21' 57" - 110° 39' 58" BT dan antara 6° 50' 55'' -
7° 13' 59'' LS.
Semakin meningkatnya jumlah penduduk dan kegiatan ekonomi, menyebabkan
peningkatan keperluan akan permukiman, sumber makanan dan fasilitas penunjang hidup
lainnya mendorong terjadinya perubahan sumber daya alam yang seringkali kurang berwawasan
lingkungan. Perubahan tata guna lahan untuk keperluan perluasan pemukiman, aktifitas ekonomi
dan pariwisata yang tidak dilakukan dengan baik dalam suatu kerangka pengembangan tata
ruang berwawasan lingkungan mengakibatkan terjadinya degradasi lahan pada DAS Jragung.
Perubahan tata guna lahan DAS Jragung banyak yang telah beralih fungsi dari hutan atau lahan
dengan tutupan lahan penuh pohon rindang menjadi lahan untuk kepentingan masyarakat sekitar

2
tanpa pola perencanaan pengembangan wilayah yang ramah lingkungan sehingga meningkatkan
potensi ancaman bencana alam baik berupa banjir, tanah longsor dan bahaya lingkungan lainnya.
1.2. Maksud dan Tujuan
Maksud dan tujuan dari tulisan ini adalah untuk memberikan informasi dan hasil studi
mengenai upaya pengelolaan DAS Jragung dari hulu sampai hilir serta memberikan informasi
untuk meningkatkan pengetahuan semua pihak terkait agar pengembangan tata ruang lebih
berwawasan lingkungan sehingga dapat berkesinambungan dengan harapan mengembalikan
DAS Jragung kembali sehat dan meningkat daya dukungnya dan potensi bencana semakin kecil.

2. KAJIAN PUSTAKA
2.1. Daerah Aliran Sungai
Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan suatu wilayah daratan yang merupakan satu
kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan, dan
mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di
darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih
terpengaruh aktivitas daratan.
Beberapa bentuk DAS seperti berbentuk bulu burung, menyebar, dan sejajar (Ramdan,
2004) diperlihatkan pada Gambar-1 berikut ini. Masing-masing bentuk tersebut mempunyai
karakteristik yang berbeda. DAS Jragung termasuk tipe bulu burung seperti ditunjukkan pada
Gambar 1.

Gambar 1. Bentuk DAS Jragung (kiri) dan Macam Bentuk Daerah Aliran Sungai (kanan)

2.2. Erosi Dan Sedimentasi Akibat Perubahan Tata Guna Lahan


Pertambahan penduduk memerlukan lahan baik untuk kegiatan pertanian, perumahan,
industry dan lai-lain yang kan menyebabkan perubahan tata guna lahan. Jika kegiatan ini tidak

3
direncanakan dan dilakukan dengan baik akan menyebabkan kerusakan lingkungan, pada saat
musim kemarau akan terjadi kekeringan tapi sebaliknya saat musim hujan akan menyebabkan
banjir. Menurut Lestari (2009) Degradasi lahan berhubungan erat dengan perubahan penggunaan
lahan. Perubahan penggunaan lahan akan mengubah tata ruang dan keseimbangannya.
Perencanaan wilayah khususnya tentang pengaturan pemanfaatan lahan sangat diperlukan untuk
mencegah terjadinya ketidakseimbangan, bertambahnya lahan kritis, merusak ekosistem suatu
DAS, menyebabkan bencana kekeringan dan banjir.
Erosi alamiah dapat terjadi karena adanya pembentukan tanah dan proses yang terjadi
untuk mempertahankan keseimbangan tanah secara alami. Sedangkan erosi karena aktivitas
manusia disebabkan oleh terkelupasnya lapisan tanah bagian atas akibat cara bercocok tanam
yang tidak mengindahkan kaidah-kaidah konservasi tanah atau kegiatan pembangunan yang
bersifat merusak keadaan fisik tanah (chay asdak, 1995).
Pada umumnya jenis erosi yang disebabkan oleh air adalah erosi permukaan (surface
erosion). Proses erosi ini merupakan proses awal terjadinya kerusakan lahan dan merupakan
penyebab terbesar terjadinya erosi di DAS. Evaluasi terhadap proses terjadinya erosi, perlu
dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui seberapa besar potensi atau tingkat bahaya erosi yang
terjadi, pada suatu kawasan atau bidang tanah, serta untuk mendeteksi besarnya indeks bahaya
erosi, yang telah terjadi. Tingkat bahaya erosi yang terjadi dinyatakan dalam Indeks Bahaya
Erosi (IBE) dan didefinisikan sebagai berikut:

Kehilangan Tanah ( ton / Ha / Tahun )


Indeks Bahaya Erosi =
T ( ton / Ha / Tahun )
Nilai T adalah merupakan suatu jumlah kehilangan tanah yang disebab-kan oleh terjadinya suatu
proses pelarutan pada permukaan tanah akibat tumbukan dan aliran air hujan yang masih dapat
diberikan toleransi. Salah satu cara menghitung besarnya erosi yang terjadi pada suatu lahan
adalah dengan menggunakan Metode USLE (Universal Soil Loss Equation). Persamaan Umum
USLE adalah sebagai berikut:

A = R× K × L× S ×C × P
di mana:
A = Besarnya Erosi (ton/ha/th)
K = Erodibilitas tanah
L = Faktor Panjang lereng
S = Faktor kemiringan Lereng (%)

4
R = Faktor erosivitas hujan
C = Faktor Pengolalaan Tanaman
P = Faktor Konservasi Tanah
Perhitungan angkutan sedimen di lahan dapat ditentukan dengan persamaan SDR
(Sediment Delivery Ratio), sedangkan angkutan sedimen melayang di saluran dengan persamaan
Qs (Angkutan sedimen melayang / Suspended Load). Sebagai sedimen hasil proses erosi akan
terbawa dan masuk kedalam saluran atau sungai, dan sebagian lagi akan tetap tinggal di dalam
DAS. Besarnya angkutan sedimen dapat ditentukan dengan terlebih dahulu memperkirakan
harga SDR.

Harga SDR dapat di tentukan dengan persamaan sebagai berikut:

𝐴𝑛𝑔𝑘𝑢𝑡𝑎𝑛 𝑆𝑒𝑑𝑖𝑚𝑒𝑛
𝑆𝐷𝑅 =
𝐸𝑎
di mana:
SDR = sediment Delivery ratio (%)
Ea = erosi aktual (ton/tahun)

3. PEMBAHASAN
3.1. Erosi dan Sedimentasi DAS Jragung
Secara umum tingkat erosi dan sedimentasi yang terjadi di DAS Jragung semakin
meningkat akibat dari perubahan tata guna lahan. Berdasarkan penelitian Taufiq (2016) dari hasil
perbandingan perubahan tata guna lahan DAS Jragung antara tahun 2008 dan 2014 menunjukkan
hasil peningkatan debit limpasan permukaan sebesar 6,69% sedangkan laju erosi mengalami
peningkatan sebesar 10,15% dan peningkatan laju sedimen sebesar 2,27%. Nilai rerata laju
sedimen untuk tahun 2014 sebesar 229,806 ton/th seperti ditunjukkan pada Gambar 2 dan hasil

5
perhitungan bahaya erosi di DAS Jragung ditunjukkan pada Gambar 3.
Gambar 2. Perbandingan laju erosi (kiri) dan perbandingan laju sedimentasi (kanan)

Gambar 3. Prosentase Sebaran Indeks Bahaya Erosi di DAS Jragung


Dalam mengestimasi volume aliran sedimen yang mengalir terlebih dahulu harus mengetahui
jumlah potensi sedimen yang ada dalam suatu daerah tangkapan sungai. Secara teoritis jumlah
potensi sedimen di lapangan dapat diasumsikan terdiri atas jumlah sedimen akibat erosi lereng,
(slope erosion), jumlah sedimen akibat runtuhnya lereng yang (slope failure), jumlah sedimen
akibat erosi tebing sungai (riverbank erosion) dan jumlah sedimen yang tidak terkonsolidasi
(unconsolidated sedimen) di dasar sungai. Hubungan antara kejadian aliran sedimen dengan
kemiringan alur adalah sebagai berikut:
0 < i < 3 bagian pengendapan aliran sedimen.
3 < i < 6 bagian transfortasi aliran sedimen
i < 6 bagian produksi sedimen

Dengan demikian, daerah terjadinya maupun daerah endapan aliran debris dapat diperkirakan
šecara makro dalam peta topografi. Gambar 4 menunjukkan potongan memanjang Sungai
Jragung dan anak sungainya.

6
Gambar 4. Potongan memanjang Sungai Jragung dan anak sungai
Berdasarkan data studi sedimentasi DAS Jragung dari BBWS Pemali Juana (2015)
potensi sedimen Sungai Jragung sekitar 514.000 m3/thn. Penyumbang erosi dan sedimentasi
paling dominan terjadi pada dua sungai yaitu Sungai Klampok dan Sungai Merana. Sebaran
tingkat bahaya erosi ditunjukkan pada gambar 5 berikut ini.

Gambar 5. Sebaran tingkat bahaya erosi DAS Jragung


3.2. Upaya Perbaikan DAS Jragung
Pengelolaan Sumber Daya Air secara terpadu dilakukan secara menyeluruh baik dari
perencanaan, pelaksanaan, monitoring, evaluasi, konstruksi, pendayagunaan dan pengendalian.
Terpadu antara sektor, pemangku kepentingan dan antar wilayah. Berwawasan lingkungan hidup
dengan melakukan usaha untuk mendukung keseimbangan ekosistem dan daya dukung
lingkungan dengan tujuan mewujudkan kemanfaatan sumber daya air yang berkelanjutan antar
generasi.
Perbaikan suatu DAS akan berjalan dengan baik jika dapat dilakukan secara terpadu dari
hulu sampai hilir dan dilakukan dengan koordinasi antar pihak. Kegiatan untuk memulihkan
kembali DAS Jragung yang kritis memang tidak mudah, tetapi bukan hal yang tidak mungkin
jika semua pihak memahami jika DAS sebagai penopang daya dukung rusak maka akan
menimbulkan dampak yang akan dirasakan oleh semua pihak.
Penulis membagi upaya perbaikan DAS Jragung menjadi dua metode, yaitu metode
struktur dan metode non-struktur. Metode struktur meliputi kegiatan konservasi DAS dengan
pembangunan Bendungan Jragung dan pembangunan bangunan penampung sedimen (check
dam) di sungai yang memberikan sumbangan sedimen cukup besar. Sedangkan metode non-
struktur meliputi pengurangan potensi erosi dan sedimen dengan bio-engineering dan
pemberdayaan masyarakat peduli lingkungan dan sungai (usulan penulis).
7
3.2.1. Bendungan Jragung
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat melalui BBWS Pemali Juana akan
melaksanakan rencana konservasi DAS Jragung secara struktur melalui pembangunan
Bendungan Jragung yang ditargetkan akan dimulai akhir tahun 2019. Bendungan Jragung
terletak di Desa Candirejo, Kecamatan Pringapus, Kabupaten Semarang. Bendungan Jragung
akan membendung Sungai Jragung yang termasuk dalam DAS Jragung-WS Jratunseluna.
Bendungan Jragung merupakan bendungan dengan tipe urugan random zona inti tegak
dengan tinggi 59,5 m dan diperkirakan memiliki tampungan total mencapai 90 juta m3 dengan
luas chatchment area 94 m2. Manfaat dibangunnya bendungan ini antara lain:
1. Melayani area Irigasi seluas 4.528 Ha (Eksisting 4.053 Ha dan peningkatan 475 Ha,
2. Menyuplai air baku sebesar 1 m3/dt (Kab Demak 0,5 m3/dt, Kota Semarang 0,5 m3/dt)
3. Potensi PLTMH kapasitas 1.400 kW,
4. Pengendali banjir, pariwisata dan konservasi DAS Jragung
Pengendalian banjir Bendungan Jragung sesuai Tabel-1 berikut ini

Tabel-1 Pengendalian banjir Bendungan Jragung

Return Inflow Outflow Outflow/


Period (m3/sec) (m3/sec) Inflow
PMF 1,580 981 62%
Q1000 822 446 54%
Q100 378 170 45%
Q50 326 141 43%

Bendungan Jragung akan menjadi bangunan konservasi DAS Jragung bagian hulu sekaligus
dapat meredam banjir dibagian hilir bendungan. Di sekitar rencana lokasi tampungan juga
direncakan ada sabuk hijau yang akan menambah lahan hijau dan mengurangi erosi pada DAS
Jragung. Layout konstruksi bendungan Jragung dapat melihat pada Gambar-6 berikut ini.

8
Gambar-6. Layout Bendungan Jragung (kiri) dan Daerah genangan Bendungan Jragung (kanan)

3.2.2. Bangunan Penampung Sedimen (check dam)


Berdasarkan data studi sedimentasi Sungai Jragung dari Balai Besar Wilayah Sungai
Pemali Juana (2015) potensi sedimen total Sungai Jragung sekitar 514.000 m3/thn. Penyumbang
sedimen paling besar dihasilkan oleh dua anak sungai yaitu Sungai Merana dan Sungai Klampok
dengan nilai perkiraan sedimen 215.426 m3/thn dan 298.843 m3/thn. Lokasi Sungai Merana dan
Sungai Klampok ditunjukkan pada Gambar 7 berikut ini:

Gambar 7. Lokasi Sungai Merana dan Sungai Klampok

Sungai Jragung dan anak sungainya seringkali tidak mampu menampung aliran langsung
akibat hujan karena kapasitas sungai semakin berkurang akibat sedimentasi yang terus terjadi
sehingga air meluap mengakibatkan banjir. Sungai Merana dan Sungai Klampok bertemu
menjadi Sungai Jragung di bagian hulu rencana pembangunan Bendungan Jragung. Perlu
dilakukan upaya untuk mengurangi jumlah sedimen yang masuk ke Sungai Jragung. Salah satu
metode struktur yang bisa dilakukan adalah dengan membangun bangunan penampung sedimen
pada kedua anak sungai tersebut untuk mengurangi sedimen yang masuk ke Sungai Jragung.
Dengan mempertimbangkan besaran potensi sedimentasi dan kemampuan checkdam
menampung sedimen, maka diperlukan 16 bangunan checkdam seperti ditunjukkan pada Tabel-2
dan Tabel-3 berikut ini:

9
Tabel-2 Estimasi Total Tampungan Checkdam Sungai Merana

Tabel-3 Estimasi Total Tampungan Checkdam Sungai Klampok

10
Dari hasil perhitungan jika 16 checkdam dapat terbangun diperoleh estimasi penurunan
sedimen di Sungai Klampok sebesar 84,34% dan Sungai Merana 79,59%. Rencana lokasi
checkdam ditunjukkan pada Gambar 8 berikut ini:

Gambar 8. Lokasi rencana penempatan checkdam

11
Dari uraian di atas menunjukkan bahwa tingkat erosi dan sedimentasi DAS Jragung
cukup besar. Hal ini akan berpotensi sedimentasi pada Bendungan Jragung yang menyebabkan
berkurangnya volume tampungan apabila tidak dikendalikan. Oleh karena itu, selain dengan
penanganan sedimen dengan metode struktur penulis mengusulkan untuk melakukan kajian
mengenai upaya mengurangi erosi dan sedimentasi di bagian hulu DAS Jragung dengan
bioengineering vegetasi.
3.2.3. Pengurangan Erosi dan Sedimentasi dengan Bioengineering
Upaya mengurangi erosi dan sedimentasi di bagian hulu DAS Jragung dengan
bioengineering vegatasi memiliki beberapa keunggulan dibandingkan metode struktur. Salah satu
upaya penanganan erosi yang dilakukan dengan metode vegetatif yaitu dengan vetiver system
(VS). Vetiver System (VS) adalah sebuah teknologi sederhana, berbiaya murah yang
memanfaatkan rumput vetiver hidup untuk konservasi tanah dan air serta perlindungan
lingkungan. VS sangat praktis, tidak mahal, mudah dipelihara, dan sangat efektif dalam
mengontrol erosi dan sedimentasi tanah, konservasi air, serta stabilisasi dan rehabilitasi lahan.
Di Indonesia vetiver dikenal sebagai akar wangi (Vetiveria zizanioides), adalah sejenis
rumput-rumputan berukuran besar. Rumput ajaib ini baru dimanfaatkan sebagai penghasil
minyak atsiri melalui ekstraksi akar wangi, tetapi di mancanegara vetiver banyak dimanfaatkan
untuk berbagai keperluan ekologis dan fitoremediasi (memperbaiki lingkungan dengan
menggunakan tanaman) lahan dan air, seperti rehabilitasi lahan bekas pertambangan, pencegah
erosi lereng, penahan abrasi pantai dan stabilisasi tebing melalui teknologi yang disebut Vetiver
Grass Technology (VGT). Beberapa contoh pemanfaatan vetiver antara lain:
1. Vetiver menahan laju run-off dan material erosi yang terbawa. Aplikasi system ini
ditunjukkan pada Gambar 9

Gambar-9 Vetiver menahan run-off dan erosi (sumber: Wijayakusuma,2007)

12
2. Vetiver menstabilkan tanah karena akarnya Panjang dan kuat. Aplikasi sistem ini
ditunjukkan pada Gambar 10

Gambar 10 Vetiver menahan run-off dan erosi (sumber: Wijayakusuma,2007)


3. Vetiver mampu menyerap pencemaran pestisida, logam berat, air limbah dan
pencemaran air lain tanpa merusak tanaman tersebut. Aplikasi sistem ini ditunjukkan
pada Gambar 11.

Gambar 11 Vetiver mampu menyerap pestisida, logam berat dan material sedimen
(sumber: Wijayakusuma,2007)
4. Vetiver dapat memiliki nilai ekonomi sebagai bahan kerajinan tangan. Kerajinan dari
vetiver ditunjukkan pada Gambar 12

Gambar 11 Vetiver dibuat kerajinan tangan bernilai ekonomi (sumber: Vetiver


Handicraf program, 2007)

13
3.2.4. Penguatan Kelembagaan dan Pemberdayaan Masyarakat Peduli Sungai dan
Lingkungan
Pengelolaan DAS secara umum telah diatur dalam PP Nomor 37 Tahun 2012, tetapi
sampai saat ini masih belum dapat dilaksanakan dengan baik. Menurut penulis untuk dapat
mewujudkan pengelolaan DAS Jragung secara terpadu diperlukan rencana pengelolaan DAS
yang dibuat oleh pemerintah pusat dalam hal ini kementerian, pemerintah daerah dan melibatkan
peran serta kelompok masyarakat yang memiliki kepedulian terhadap lingkungan.
Pengelolaan DAS Jragung perlu dilakukan berdasarkan metode partisipatif. Pengelolaan
partisipatif ini meliputi:
a. Sosialisasi program kebijakan dan gerakan cinta lingkungan
Sosialisasi bertujuan untuk menyampaikan informasi kebijakan dari program pemerintah.
Gerakan cinta lingkungan perlu ditumbuh kembangkan di semua lapisan masyarakat
sehingga masyarakat akan mengetahui dan memahami bahwa menyelamatkan lingkungan
menjadi kewajiban serta kebutuhan bersama.
b. Musyawarah dam sinkronisasi program
Musyawarah dan sinkronisasi program bertujuan untuk membahas perencanaan, persiapan
pelaksanaan, pemeliharaan, serta monitoring dan evaluasi terkait pengelolaan DAS
Jragung yang melibatkan berbagai instansi terkait agar program yang dijalankan tidak
tumpang tindih tetapi saling mendukung untuk tujuan bersama untuk memperbaiki kondisi
DAS Jragung
c. Pemberdayaan masyarakat
Pemberdayaan masyarakat sangat diperlukan dalam kegiatan konservasi lahan yaitu dapat
berupa pendidikan, pelatihan dan penyuluhan dari pemerintah sehingga dapat
meningkatkan pengetahuan bagaimana ikut menjaga DAS agar tetap lestari, tidak
melakukan kegiatan yang dapat menambah buruk kondisi lingkungan.

4. KESIMPULAN DAN SARAN


4.1. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari uraian di atas adalah sebagai berikut:
1. DAS Jragung mengalami degradasi lahan ditandai dengan peningkatan tingkat erosi dan
sedimentasi akibat dari perubahan tata guna lahan. Hasil perbandingan kondisi lahan

14
DAS Jragung antara tahun 2008 dan 2014 menunjukkan peningkatan debit limpasan
permukaan sebesar 6,69%, laju erosi mengalami peningkatan sebesar 10,15% dan
peningkatan laju sedimen sebesar 2,27%.
2. Bendungan Jragung merupakan salah satu upaya konservasi DAS Jragung secara struktur
karena dengan adanya bendungan akan menghasilkan tampungan air yang cukup besar
sehingga dapat bermanfaat mensuplai keperluan irigasi, air baku, energi dan reduksi
banjir di hilir DAS Jragung.
3. potensi erosi dan sedimentasi di hulu DAS Jragung semakin besar sehingga diperlukan
upaya struktur bangunan pengendali sedimen dan upaya non-struktur berupa aplikasi
bioengineering vegetative dengan system vetiver serta penguatan kerjasama semua
instansi terkait serta melibatkan masyarakat agar berperan aktif menjaga lingkungan
untuk mencegah atau mengurangi degradasi lahan DAS.

4.2.Saran
Saran dari penulis untuk kesempurnaan tulisan ini adalah sebagai berikut:
1. Perlu adanya analisis yang lebih detail terkait perencanaan bangunan penampung
sedimen dan aplikasi bioengineering di hulu Bendungan Jragung.
2. Koordinasi antar pihak baik pusat maupun daerah serta pemberdayaan masyarakat agar
ikut berperan aktif dalam pengelolaan serta upaya penanganan DAS Jragung perlu
dilakukan secara bertahap dan berkelanjutan.

5. DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2015, Data Balai Besar Wilayah Sungai Pemali Juana
Chay Asdak, 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press
Lestari, T, 2009, Dampak Konversi Lahan Pertanian Bagi Taraf Hidup Petani, Bogor, Institut
Pertanian Bogor
Pacific Rim Vetiver Network, 2007. Vetiver Handicrafts in Thailand, practical guideline.
Published by Department of Industrial Promotion of the Royal Thai Government,
Thailand.
Ramdan, Hikmat, 2004, Prinsip Dasar Pengelolaan Daerah Aliran Sungai, Sumedang,
Universitas Winaya Mukti
Taufiq, M, 2016, Upaya Konservasi Lahan Berdasarkan Indikator Erosi dan Sedimen di DAS
Jragung, Malang, Universitas Brawijaya

15
Wijayakusuma, R, 2007, Stabilisasi Lahan dan Fitoremediasi Dengan Vetiver System, Green
Design Seminar, Pasuruan, Jawa Timur.

16

Anda mungkin juga menyukai