Anda di halaman 1dari 11

KAJIAN DAERAH RAWAN EROSI DAS KAPUAS HULU KALIMANTAN BARAT DENGAN USLE DAN SIG

Disusun oleh Antonius B. Wijanarko

ABSTRAK
Universal Soil Loss Equation (USLE) digunakan untuk memprediksi tingkat erosi tanah di DAS Kapuas Hulu di Kalimantan Barat. Data yang digunakan bersumber pada data yang sudah tersedia yang dikemas dalam sebuah sistem informasi geografis berbasiskan raster (grid). Hasil penghitungan erosi atau kehilangan tanah digunakan untuk menentukan daerah yang dianggap kritis, yaitu daerah yang memiliki kehilangan tanah lebih dari 5 ton.ha^.tahun"1.

ABSTRACT
The Universal Soil Loss Equation (USLE) as used to estimate soil erosion level in Kapuas Hulu basin, West Kalimantan. The data used were from the available data that were packed into a raster-based geographic information system. The results of the soil loss computation were used to locate the critical areas that had an average soil loss of more than 5 ton. hectare'1, yearJ. Keywords : Kajian Erosi Tanah {Soil erosion assessment), USLE, GIS, Kapuas Hulu Basin.

PENDAHULUAN Suatu daerah aliran sungai (DAS) merupakan suatu unit wilayah berupa satu kesatuan ekosistem yang mempunyai'ecological characteristics' yang unik dibandingkan dengan DAS lainnya. Kondisi ini akan menentukan keanekaragaman hayati, kondisi sosial,'micro-climate', dan juga siklus hidrologinya. Fenomena meningkatnya jumlah DAS kritis di Indonesia perlu mendapatkan perhatian khusus, karena seringkali menimbulkan bencana bagi penghuninya [Lestariya & Suryono, 2004]. Sebagai salah satu unsur terpenting dalam kehidupan baik itu manusia maupun makhluk lainnya, air merupakan salah satu indikator kualitas lingkungan yang perlu mendapatkan perhatian khusus. Pengelolaan wilayah yang tidak memperhatikan kelestarian lingkungan bisa berakibat menurunnya kualitas lingkungan, dan kemudian kualitas hidup makhluk yang ada di dalamnya. Dalam perjalanannya dari laut ke atmosfir, ke bumi dan kembali ke laut, air mengalami berbagai macam proses yang tidak bisa digambarkan dengan model yang sederhana. Air bisa mengangkut berbagai macam material selama perjalanannya, baik itu berupa sedimen, panas, dan bahan kimia maupun biota. Kondisi lingkungan yang baik pada umumnya akan menyebabkan kualitas air yang baik pula, demikian juga sebaliknya. DAS Kapuas di Provinsi Kalimantan Barat dijadikan sebagai daerah penelitian karena merupakan contoh DAS kritis yang perlu mendapatkan perhatian dari semua pihak terkait. Terjadinya bencana banjir tahunan, polusi dan tingginya tingkat sedimen-tasi merupakan bukti telah menurunnya

kualitas lingkungan daerah tersebut. Konsep pengelolaan daerah kritis yang akan dijabarkan dalam paparan ini merupakan pengembangan metode USLE dan sistem informasi geografis (SIG).

LOKASI PENELITIAN DAS Kapuas Hulu, Kabupaten Kapuas Hulu terletak di tengah-tengah Pulau Kalimantan, yang secara geografis berada antara 11135'-11415' BT dan 0-l18' LU Gambar 1). Kabupaten ini berbatasan langsung dengan Provinsi Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan. Putussibau merupakan ibukota dari Kabupaten Kapuas Hulu. Kondisi jalan menuju ke Putussibau sangat parah apalagi kalau terjadi hujan deras, sehingga transportasi air dan udara merupakan pilihan tepat.

METODOLOGI Penghitungan kehilangan tanah yaitu berdasarkan rumus Universal Soil Loss Equation {USLE) [Wischmeier & Smith 1978], yang diaplikasikan dalam SIG untuk menentukan rata-rata tahunan kehilangan tanah dan distribusinya dalam DAS. Metode ini bisa digunakan untuk memperkirakan rata-rata kehilangan tanah dalam jangka panjang [Mati et a/2000]. Rumus tersebut adalah: A = R.K.L.S.C.P dimana A = kehilangan tanah (ton.ha^.tahun"1); R = erosivitas hujan (J.mm.m"2.jam_1); K = erodibilitas tanah (ton..]"1.mm"1); L = faktor panjang kemiringan lereng; S - faktor kemiringan lereng; C = faktor pengelolaan dan vegetasi; dan P = faktor teknologi konservasi.

Penentuan Faktor Erosivitas Hujan (R) Erosivitas hujan adalah daya erosi dalam curah hujan merupakan rata-rata erosi curah hujan dibagi dengan 100 [Hardjowigeno 1987]:

R = EI30/100

dimana E = Energi kinetik (J.mlmm1); E = 29,8 - 127,5/1 untukdaerah tropis [Hudson 1965 dalam Hardjowigeno 1987]; I = intensitas hujan (mm/jam); dan I30 = intensitas hujan 30 menit terbesar (maksimum). Untuk kondisi di Indonesia yang jarang ditemukan penakar hujan otomatis, maka penghitungan EI30 dilakukan berdasarkan curah hujan bulanan [Bols 1978 dalam Hardjowigeno 1987] sebagai berikut:

EI30 = 6.229R121.D047. M53


dimana R = curah hujan bulanan; D = jumlah hari hujan; dan M = hujan maksimum selama 24 jam pada bulan tersebut. Berdasarkan rumus yang terakhir disebutkan di atas maka peta sebaran erosivitas hujan dari DAS Kapuas Hulu dapat dilihat pada Gambar 2. Penentuan Faktor Erodibilitas Tanah (K) Erodibilitas tanah adalah kepekaan tanah terhadap erosi, dan merupakan jumlah tanah yang hilang rata-rata setiap tahun per satuan indeks daya erosi curah hujan pada sebidang tanah tanpa tanaman (gundul), tanpa usaha pencegahan erosi, lereng 9% dan panjang 22.13 m/petak baku [Hardjowigeno 1995]. Kepekaan tanah terhadap erosi dipengaruhi oleh tekstur (terutama kadar debu, pasir halus), bahan organik, struktur dan permeabilitas tanah [Hardjowigeno 1995]. Untuk jenis tanah di Indonesia nilai K dapat dilihat pada Error! Reference source not found.. Nilai K untuk daerah penelitian ini diturunkan dari peta tanah skala tinjau 1:250.000. Skala yang lebih rinci untuk daerah penelitian ini belum ditemukan. Hasil turunan nilai K dari peta tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.

Penghitungan Faktor Topografi (L dan S) Peta lereng diturunkan dari peta kontur pada skala 1:250.000 dan digunakan untuk menghitung nilai L dan S daerah penelitian. Faktor panjang kemiringan lereng (L) untuk sebuah lereng dengan menggunakan metode grid atau raster, penghitungan faktor L menggunakan rumus sebagai berikut [Mati eta/2000]:

L = (V22,13)m
dimana A, = panjang grid (meter), dan m = eksponen yang tergantung nilai kemiringan lereng (s), dimana (s) > 5% nilai m = 0,5; 5% > (s) > 3% nilai m = 10(s), dan (s) < 3% nilai m = 0,3. Faktor kemiringan (S) untuk sebuah analisa dengan menggunakan metode grid atau raster, penghitungannya menggunakan rumus sebagai berikut [Mati et al 2000] : S = 10,8 5/fl(s) + 0,03 untuk lereng (s) < 9%, dan S = 16,8 57/<s) 0,50 untuk lereng (s) > 9%. Hasil perhitungan kedua faktor tersebut dapat dilihat pada Gambar 4. Penentuan Faktor Vegetasi dan Pengelolaan (C) Faktor C dihitung berdasarkan peta tutupan lahan yang ada (bisa diturunkan dari interpretasi citra satelit dengan metode yang sudah dijabarkan sebelumnya). Berdasarkan klasifikasi tutupan yang sudah diterapkan di Indonesia pada skala 1:250,000 maka nilai faktor C dimodifikasi seperti dalam Tabel 2.

Penentuan Faktor Konservasi Tanah (P) Karena perbedaan sistem klasifikasi dan struktur konservasinya dengan apa yang ditetapkan dalam tabel pedoman USLE [masalah yang sama ditemukan juga dalam Mati et a/2000], maka faktor P ditentukan menjadi 0.18 dengan asumsi bahwa struktur konservasi tanah yang ada ratarata sama untuk semua bagian. Hal ini juga ditentukan oleh keterbatasan dalam pengumpulan data untuk setiap kemiringan dan jenis penanaman. Untuk lahan lain selain tanah nilai P adalah 1.0.

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil prediksi erosi dengan memperhitungkan kehilangan tanah memakai rumus USLE dapat dilihat pada Gambar 7 dan Tabel 3. Terlihat jelas bahwa DAS Seberuang mempunyai kehilangan tanah paling tinggi mencapai 28 ton Ton.Ha^.Tahun^diikuti berturut-turut DAS Jongkong, Suhaid, dan Silat. Sub DAS yang mempunyai kehilangan tanah sedang antara 5-10 ton Ton.Ha^.Tahun"1 masingmasing adalah DAS Suai, Sentarum, dan Bunut. Sedangkan Sub DAS yang mempunyai kehilangan tanah rendah di bawah 5 Ton.Ha^.Tahun"1 adalah DAS Embaluh, Kapuas Koheng, Mendalam, Sibau dan
Palin

Sub DAS - sub DAS yang mempunyai kehilangan tanah rendah pada umumnya terletak di hulu sungai (di atas kemiringan lereng 10% dan pada daerah datar serta penutup lahan berupa hutan dengan kondisi yang masih baik. Sedangkan kehilangan tanah di atas 10 ton Ton.Ha"1 tersebar pada kemiringan antara 5-10% dan pada umumnya terletak di sekitar anak-anak sungai ordo 3 and ordo 4 serta tersebar di sekitar pemukiman penduduk kecuali pada sub DAS Koheng. Sedangkan kehilangan tanah di atas 10 ton tersebar pada penggunaan/ tutupan lahan berupa belukar. Untuk lebih mengetahui faktor dominan dalam penghitungan nilai kehilangan tanah untuk setiap DAS nya, nilai rata-rata faktor penghitung kehilangan tanah dapat dilihat pada Tabel 4 Faktor C, K, dan P untuk DAS Seberuang memang tinggi walaupun nilai erosivitasnya sedang, demikian juga untuk Jongkong, Silat dan Suhaid. Di lain pihak, DAS Embaluh dan Sibau walaupun nilai erosivitasnya tinggi tetapi koefisien penghitungnya rata-rata rendah sehingga menghasilkan nilai rata-rata kehilangan tanah yang rendah juga. Sehingga dari data pada tabel tersebut dapat diketahui secara garis besar DAS mana yang sudah mengalami kerusakan, dan menurut hasil pehitungan adalah DAS Jongkong, Seberuang, Silat dan Suhaid.

Nilai kehilangan tanah suatu DAS mempunyai arti penting dalam mengindikasikan tingkat degradasi suatu sistem DAS, demikian juga gambaran proses hidrologi secara umum yang sedang berlangsung di wilayah tersebut. Dengan kata lain, kehilangan tanah (erosi) maupun parameterparameter lain yang berhubungan dengan proses hidrologi suatu DAS dapat diprediksi, sehingga aplikasi yang telah diuraikan dan akan dibahas pada bagian ini akan lebih mudah diterapkan untuk kepentingan pemetaan yang cepat. Dengan mengambil nilai lahan kritis adalah lahan dengan tingkat erosi lebih besar dari 5 ton.Ha \Tahun~1 (Mati et al 2000), maka daerah yang merupakan daerah kritis di DAS Kapuas Hulu dapat dilihat pada Gambar 7.

KESIMPULAN
Tanah merupakan salah satu pendukung makhluk hidup terutamanya manusia, dimana dari tanah berbagai tumbuhan dapat tumbuh dan orang dapat menanam berbagai macam tanaman untuk bahan pangan dan obat. Di samping itu juga, berbagai tanaman dapat mengontrl keberadaan zat asam (oksigen dan air) yang sangat dibutuhkan oleh makhluk hidup. Juga, tanah dapat menyimpan air dan pada waktunya air ini dilepas sebagai pasokan air tanah dan air sungai. Dengan rusaknya tanah tentu akan menurunkan kemampuan tumbuhan dan tanaman untuk berproduksi, demikian juga kemampuan tanah menahan air. Penyebab utama dari kerusakan tanah adalah erosi, yaitu hilangnya atau terkikisnya tanah atau bagian-bagian tanah dari suatu tempat yang diangkut oleh air ketempat lain. Metode penghitungan kehilangan tanah dengan menggunakan USLE merupakan cara yang sangat praktis yang bisa diterapkan untuk pengelolaan DAS di Indonesia. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini sangat dibatasi oleh tingkat kedetilan data yang tersedia, sehingga untuk pengelolaan dengan skala peta yang lebih besar tingkat kedetilan data dan informasinya perlu dipertimbangkan kembali dan ini juga perlu survei lapangan yang lebih rinci.

DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, S., 2000, Konservasi Tanah dan Air, IPB Press, Bogor. Dunne T dan Leopold LB. 1978. Water in Environmental Planning. W.H. Freeman and Company. San Francisco. 818 hal. Hardjowigeno, S., Dr.,Ir., MSc, 1995, Ilmu Tanah, Akademika Pressindo, Jakarta. Lestariya AW, Suryono. 2004. Penelitian Pengembangan Sistem Informasi Geografis untuk Pengelolaan DAS Kapuas, Kalimantan Barat. Penerbit Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan nasional. 64 hal. Mati BM, Morgan RPC, Gichuki FN, Quinton JN, Brewer TR dan Liniger HP. 2000. Assessment of rosion hazard with the USLE and GIS - A case study of the upper ewaso Ng'iro North basin of Kenya. International Journal of Applied Earth Observation and Geoinformation. Vol. 2 Issue 2. p 78 - 86. Wischmeier WH dan DD Smith. 1978. Predicting rainfall erosion losses. USDA Agricultural Reseacrh Service Handbook 537. USDA, Washington, DC, 57 hal.

Anda mungkin juga menyukai