Anda di halaman 1dari 17

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Teori Laju Erosi Berbasis GIS

Prediksi Erosi
Prediksi erosi adalah suatu pendugaan terjadinya terkikisnya tanah (erosi) pada lahan
yang disebabkan oleh faktor lingkungan, iklim dan manusia. Metode-metode yang sering
digunakan untuk mengukur tingkat laju erosi dapat menggunakan metode USLE dan metode
GUEST.
Proses penggambaran informasi laju erosi pada bidang datar dapat dilakukan dengan
menggunakan GIS (Geographic Information System). GIS merupakan suatu sistem informasi
yang berbasis data spasial atau data yang bereferensi geografis. Setiap data yang menunjuk
lokasi di permukaan bumi dapat disebut sebagai data spasial. Misalnya data kepadatan penduduk
suatu daerah, data jaringan jalan suatu kota, data distribusi lokasi pengambilan sampel dan
sebagainya (Nuarsa I wayan 2005).
Agar dapat menggunakan model USLE untuk memperkirakan besarnya nilai dan distribusi
aktual erosi tanah di suatu Wilayah Sungai, pendekatan yang digunakan adalah menggunakan
sistem GIS dimana sangat dibutuhkan informasi tentang distribusi spasial dari setiap parameter
USLE. Berbagai karakteristik spasial setiap parameter USLE yang didapatkan dari peta-peta
yang tersedia dimasukkan secara digital dalam bentuk peta tematik lalu di-overlay pada sistem
GIS. Sistem grid cell yang tersedia pada GIS selanjutnya berfungsi cukup signifikan, dimana
untuk setiap grid cell pada peta hasil overlay dapat diperoleh nilai laju erosi per satuan luas grid
cell yang kemudian dikonversi menjadi laju erosi per/ha.

Wischmeier dan Smith (1978) juga menyatakan bahwa metode yang umum digunakan
untuk menghitung laju erosi adalah metode Universal Soil Loss Equation (USLE). Adapun
persamaan ini adalah:
A=R.K.L.S.C.P

Keterangan:
A : Banyaknya tanah tererosi dalam t ha-1 tahun-1;
R : Faktor curah hujan, yaitu jumlah satuan indeks erosi hujan, yangmerupakan perkalian
antara energi hujan total (E) dengan intensitashujan maksimum 30 menit (I30),
K : Faktor erodibilitas tanah, yaitu laju erosi per unit indeks erosi untuksuatu tanah yang diperoleh da
ri petakhomogen percobaan standar, denganpanjang 72,6 kaki (22 m) terletak pada lereng 9 % tanpa
tanaman;
L
: Faktor panjang lereng 9 %, yaitu nisbah erosi dari tanah denganpanjang lereng tertentu dan erosi d
ari tanah dengan panjang lereng 72,6kaki (22 m) di bawah keadaan yang identik;
S
: Faktor kecuraman lereng, yaitu nisbah antara besarnya erosi darisuatutanah dengan kecuraman lereng t
ertentu, terhadap besarnya erosidari tanah dengan lereng 9 % di bawah keadaan yang identik;
C : Faktor vegetasi penutup tanah dan pengelolaan tanaman, yaitu nisbahantara besarnya
erosi dari suatu areal dengan vegetasi penutup dan pengelolaan
tanaman tertentu terhadap besarnya erosi dari tanahyang identik tanpa tanaman;
P : Faktor tindakan konservasi tanah, yaitu nisbah antara besarnya erosi dari
tanah yang diberi perlakuan tindakan konservasi tanah sepertipengelolaan menurut kontur, penanaman
dalam strip atau teras terhadapbesarnya erosi dari tanah yang diolah searah lereng dalam kedaan yangid
entik.

3.2 Indeks Erosivitas Hujan (R)

Erosivitas merupakan kemampuan hujan untuk menimbulkan atau menyebabkan erosi. Indeks
erosivitas hujan yang digunakan adalah EI30. Erosivitas hujan sebagian terjadi karena pengaruh jatuhan
butir-butir hujan langsung di atas permukaan tanah. Kemampuan air hujan sebagai penyebab terjadinya
erosi adalah bersumber dari laju dan distribusi tetesan air hujan, dimana keduanya mempengaruhi besar
energi kinetik air hujan.

R = Sigma (EI30)n
EI30 = 6,199 (Rb1,211) (N-0,474) (Rm0,526)
EI30 = indeks erosivitas rata-rata perbulan
R = indeks erosivitas pertahun
Rb = curah hujan bulanan rata-rata (cm)
N = jumlah hari hujan rata-rata perbulan (hari)
Rm = curah hujan harian maksimum rata-rata perbulan (cm)

Nilai erosivitas DAS Brantas dianalisis dari 6 stasiun hujan terdekat, yaitu Stasiun A, Stasiun B, Stasiun C,
Stasiun D. Kemudian nilai R masing-masing stasiun hujan diinterpolasi dengan metode spasial sehingga
membentuk peta isohiyet nilai erosivitas di DAS Ciasem
Nilai R untuk masing-masing stasiun dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 1 Nilai Erosifitas R DAS Ciasem - Pos A

Sumber : Hasil Analisis 2015

Tabel 2 Nilai Erosifitas R DAS Ciasem - Pos B

Sumber : Hasil Analisis 2015

Tabel 3 Nilai Erosifitas R DAS Ciasem - Pos C

Sumber : Hasil Analisis 2015

Tabel 4 Nilai Erosifitas R DAS Ciasem - Pos C

Sumber : Hasil Analisis 2015

Berikut ini peta Erosivitas DAS Ciasem :


3.3 Indeks Erodibilitas Tanah (K)

Faktor erodibilitas tanah menunjukan kekuatan partikel tanah terhadap pengelupasan


dan transportasi partikel-partikel tanah oleh adanya energi kinetik air hujan. Besarnya
erodibilitas tanah ditentukan oleh karakteristik tanah seperti tekstur tanah, stabilitas agregat
tanah, kapasitas infiltrasi, dan kandungan bahan organik serta bahan kimia tanah. Metode
penetapan nilai faktor K secara cepat
Partikel besar lebih tahan terhadap erosi karena diperlukan kekuatan yang lebih besar
untuk mengangkut partikel tersebut. Di sisi lain, partikel halus memiliki tingkat kohesi yang
lebih tinggi sehingga lebih tahan terhadap fenomena detachment. Partikel yang resistansinya
kurang terhadap detachment adalah lumpur dan pasir halus. Tanah dengan kandungan lumpur
yang tinggi (40-60%) umumnya dianggap sangat erodible.

Tabel 5 Faktor K untuk berbagai jenis tanah

FID SOIL TYPE K FACTOR


0 Aluvial Kelabu Tua 0.259
1 Aluvial Hidromorf 0.156
2 Aluvial Kelabu Tua 0.259
Asosiasi Aluvial Coklat Kelabu dan Aluvial
3 Coklat 0.193
4 Aluvial Kelabu Tua 0.259
5 Asosiasi Glei Humus Rendah dan Aluvial Kelabu 0.202
6 Asosiasi Glei Humus Rendah dan Aluvial Kelabu 0.202
7 Asosiasi Podsolik Kuning dan Hidromorf Kelabu 0.249
Asosiasi Latosol Merah, Latosol Coklat
8 Kemerahan d 0.062
Kompleks Podsolik Merah Kekuningan, Podsolik
9 Kunin 0.175
10 Kompleks Grumusol, Regosol dan Mediteran 0.201
Kompleks Latosol Merah Kekuningan, Latosol
11 Coklat 0.064
12 Kompleks Grumusol, Regosol dan Mediteran 0.201
13 Kompleks Grumusol, Regosol dan Mediteran 0.201
Kompleks Latosol Merah Kekuningan, Latosol
14 Coklat 0.064
15 Latosol Coklat 0.175
16 Regosol Coklat 0.346
17 Regosol Coklat 0.346
18 Latosol Coklat 0.175
19 Latosol Coklat 0.175
20 Andosol Coklat 0.272
21 Kompleks Regosol Kelabu dan Litosol 0.172
22 Asosiasi Andosol Coklat dan Regosol Coklat 0.271
23 Andosol Coklat 0.272
Sumber : Pusat Penelitian Tanah (1966, 50 jenis tanah)

Gambar berikut ini menyajikan peta erodibilitas tanah / faktor K untuk DAS Ciasem yang diadopsi dalam
model GIS yang bersumber dari Pusat Penelitian Tanah (1966, 50 jenis tanah). Layer pada peta GIS
menyediakan nilai-nilai K yang bersesuaian dengan setiap grid cell.
Peta sebaran Erodibiltas tanah / faktor nilai K untuk DAS Brantas dan Kali Porong dapat dilihat pada
gambar di bawah ini.
Gambar 0.1 Peta Erodibilitas Tanah / Faktor K - DAS Brantas
3.4 Faktor Karakteristik Lereng (LS)

Karakteristik lereng sangat mempengaruhi besarnya erosi yang terjadi, hal ini terkait dengan energi yang
menyebabkan terjadinya erosi itu sendiri. Karakteristik lereng yang dimaksud:

1. Panjang Lereng
Panjang lereng didefinisikan sebagai jarak dari suatu titik tertentu dimana mulai mengalirnya aliran
permukaan sampai pada titik di mana kemiringan lereng menurun sedemikian rupa sehingga
terjadi deposisi sedimen. Pengaruh dari panjang lereng pada limpasan permukaan per satuan luas
tanaman lahan tidak signifikan, akan tetapi erosi lahan per satuan luas dapat meningkat secara
signifikan dengan bertambahnya panjang lereng. Pada permukaan lereng yang lebih panjang,
kecepatan limpasan permukaan meningkat sehingga secara tidak langsung mempengaruhi pula
kecepatan saat memisahkan dan mengangkut partikel.

2. Kemiringan Lereng
Kemiringan lereng berpengaruh pada kecepatan dan volume limpasan permukaan. Semakin tinggi
kemiringan lereng akan semakin cepat laju limpasan permukaan yang terjadi. Dengan semakin
tinggi kemiringan lereng maka waktu untuk infiltrasi air kedalam tanah menjadi sedikit, dengan
demikian volume erosi menjadi lebih besar.

Faktor topografi panjang lereng dan kemiringan lereng hanya ditafsirkan secara terpisah untuk tujuan
penelitian. Untuk aplikasi lapangan, faktor LS gabungan lebih sesuai untuk digunakan. Faktor LS
merupakan faktor penting dalam USLE yang menjelaskan lebih banyak variasi dalam gross erosion
daripada faktor-faktor lain selain faktor pengelolaan lahan (CP).

Berikut ini adalah formula yang dihasilkan oleh Wood and Dent (1983) yang dapat digunakan untuk
menghitung faktor karakteristik lereng LS.
m
( sin )1.249
LS=34.7046
L
( ) ( cos ) (
22.1
1.503

2
+ ( sin )2.249 )
dengan : L = panjang lereng (m)
m = 0.5 untuk kemiringan lereng > 5% ; 0.4 untuk kemiringan lereng di antara 3
dan 5% dan 0.3 untuk kemiringan lereng < 3%
= sudut kemiringan lereng (deg atau rad)
Tabel 6 Faktor Panjang Lereng Untuk Kemiringan Lereng Yang Berbeda

Kemiringan lereng
Panjang lereng (L)
(%)
0-2 55
2 - 15 40
15 - 40 25
> 40 20

Kemiringan lereng memberikan input paling penting untuk perhitungan laju erosi lahan. Besarnya nilai
kemiringan lereng dapat dihitung secara otomatis per grid cell dari peta elevasi digital (DEM).

Peta faktor LS untuk DAS Brantas dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
SID RESTORASI KALI BRANTAS ENGINEERING CONSULTANT

Gambar 0.2 Faktor Kemiringan Lereng / LS DAS Brantas


3.5 Faktor Pengelolaan Lahan (CP)

Tindakan pengelolaan lahan dan pengaruhnya terhadap erosi merupakan faktor yang menarik untuk
ditelusuri dalam analisis USLE. Hamer (IPB) (1981) meneliti tentang efek dari tindakan pengelolaan lahan.
Hal tersebut dijabarkan lebih lanjut dan dirujuk dalam Proyek BTA-155 (1988). Merujuk kepada referensi
tersebut, tindakan pengelolaan lahan dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu secara kultural (vegetasi
penutup) dan mekanis (tindakan konservasi). Kedua faktor tersebut diuraikan sebagai berikut:

1. Faktor vegetasi penutup lahan (C)


Faktor pengelolaan tanaman merupakan rasio tanah yang tererosi pada suatu jenis pengelolaan
tanaman terhadap tanah yang tererosi dengan pada kondisi permukaan lahan yang sama tetapi
tanpa pengelolaan tanaman atau diberakan tanpa tanaman. Pada tanah yang gundul
(diberakan tanpa tanaman/petak baku) nilai C = 1.0. Untuk mendapatkan nilai C tahunan perlu
diperhatikan perubahan-perubahan penggunaan tanah dalam setiap tahun. Terdapat sembilan
parameter sebagai faktor penentu besarnya nilai C, yaitu konsolidasi tanah, sisa-sisa tanaman,
tajuk vegetasi, sistem perakaran, efek sisa perakaran dari kegiatan pengelolaan lahan, faktor kontur,
kekasaran permukaan tanah, gulma, dan rumputrumputan (Asdak, 1985).

2. Faktor tindakan konservasi lahan (P)


Faktor tindakan konservasi lahan adalah perbandingan besarnya erosi dari lahan/tanah yang
disertai pengelolaan tertentu dengan besarnya erosi dari lahan tanpa pengelolaan. Faktor ini juga
berkisar dari 0 sd 1 dimana nilai 1 menafsirkan kondisi tanpa usaha pengendalian erosi, dan nilai
kurang dari 1 menafsirkan kondisi dengan penanganan lahan secara mekanis. Tindakan
konservasi yang biasanya termasuk dalam faktor P adalah contouring, contour strip cropping,
terasering dan permukaan mulsa.

Pada model USLE, faktor vegetasi dan tindakan konservasi lahan digabungkan dalam satu faktor CP
gabungan karena kedua faktor tersebut memiliki banyak keterkaitan. Faktor CP pada umumnya
tergantung pada kemiringan lereng. Untuk kelompok kemiringan lereng yang berbeda akan didapatkan
faktor CP yang berbeda sesuai dengan setiap jenis tata guna lahannya. Sebuah faktor CP gabungan
untuk model USLE telah dikembangkan sebagai fungsi dari tata guna lahan, kemiringan lereng dan tingkat
pengelolaan lahan.

Untuk sebagian besar jenis tata guna lahan dan tingkat pengelolaan lahan, faktor CP gabungan sangat
tergantung pada kemiringan lereng. Untuk menjelaskan hal tersebut, telah dipertimbangkan kelompok
kemiringan lereng sebagai berikut:
1. 0 2 % (Rendah)
2. 2 15 % (Sedang)
3. 15 40 % (Tinggi)
4. > 40 % (Sangat Tinggi)

Untuk menjadikan faktor CP gabungan sebagai fungsi dari tata guna lahan, tingkat pengelolaan lahan dan
kelompok kemiringan lereng, cross matrix yang disajikan pada tabel berikut di-input sebagai lookup table
dalam GIS.
Tabel 7 Cross matrix faktor CP gabungan
CP
Kode BTA Tata Guna Lahan Kemiringan Aktual
1 Settlement area 0-2 0.05000
2 - 15 0.05000
15 - 40 0.05000
> 40 0.05000
2 Sawah 0-2 0.01000
2 - 15 0.01000
15 - 40 0.01000
> 40 0.01000
3 Non-irrigated agriculture (Tegalan) 0-2 0.11000
2 - 15 0.14500
15 - 40 0.23000
> 40 0.32000
4 Estates and plantations 0-2 0.04680
2 - 15 0.06570
15 - 40 0.08640
> 40 0.11700
5 Mixed gardens (Kebun) 0-2 0.05500
2 - 15 0.07550
15 - 40 0.11500
> 40 0.15500
6 Natural forest 0-2 0.00035
2 - 15 0.00075
15 - 40 0.00125
> 40 0.00125
7 Production forest 0-2 0.00100
2 - 15 0.00150
15 - 40 0.00250
> 40 0.00250
8 Shrub 0-2 0.00100
2 - 15 0.00150
15 - 40 0.00200
> 40 0.00200
9 Grassland 0-2 0.02000
2 - 15 0.05000
15 - 40 0.07000
> 40 0.07000
10 Swamps and ponds (water) 0-2 0.00000
2 - 15 0.00000
15 - 40 0.00000
> 40 0.00000
11 Unproductive land 0-2 1.00000
2 - 15 1.00000
15 - 40 1.00000
> 40 1.00000
0 Clouds 0-2 0.00100
2 - 15 0.00100
15 - 40 0.00100
> 40 0.00100
12 Rocks 0-2 0.00000
2 - 15 0.00000
15 - 40 0.00000
> 40 0.00000

Tataguna lahan yang dianalisis untuk DAS Ciasem adalah tata guna lahan tahun 2009 dengan sumber
dari Kegiatan Pemantauan Hutan dari Kementerian Kehutanan untuk 2003 s.d 2012.
Peta Faktor CP untuk DAS Ciasem dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Gambar 0.3 Faktor Pengolahan Lahan / CP DAS Brantas
3.6 Peta Laju Erosi

Besarnya nilai dan distribusi aktual erosi erosi tanah dapat diketahui dengan meng-overlaykan keempat raster
layer yang telah diperoleh, yaitu raster R, raster K, raster LS dan raster CP. Perkalian nilai-nilai grid cell dari
keempat raster tersebut menghasilkan nilai laju erosi lahan.

Total nilai laju erosi lahan yang terjadi pada setiap sub DAS perlu dibuat sebuah summary perhitungan yang
memberikan informasi mengenai nilai nilai erosi terbesar atau rata-rata serta total nilai erosi pada masing-masing
sub DAS tersebut. Pengkonversian nilai grid cell pada sistem GIS setiap 1 grid cellnya adalah memiliki nilai (28.5
x 28.5) m2. Jadi total laju erosi dalam ton/tahun adalah laju erosi x jumlah cell pada setiap sub das x ukuran cell
x luas Sub DAS.

Rekapitulasi hasil analissi laju erosi dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 8 Rekapitulasi Perhitungan Laju Erosi pada DAS Ciasem

laju erosi (BJ=


NAMA LUAS DAS SUM laju erosi
1.80ton/m3)
DAS
(m2) (ton/thn) ton/thn/ha m mm
DAS 27.440949 0.001524 15.244971
730738500 200521580.4
CIASEM 18 497 77

Laju erosi pada sub DAS Cisem adalah 15.24497177 mm/thn, sedangkan laju erosi untuk satu tahun yang
terjadi adalah 27.44094918 ton/thn/ha.
Gambar 4 Peta Laju Erosi DAS Kali Porong dan Brantas
3.7 Sediment Delivery Ratio (SDR) Potensi Sedimen

Perbandingan antara sedimen yang terukur di saluran atau sungai dan erosi di lahan disebut nisbah
pengangkutan sedimen (NPS) atau Sediment Delivery Ratio (SDR). Berikut Persamaan yang digunakan untuk
menyatakan hubungan antara karakteristik daerah tangkapan air (DTA) dan Sediment Delivery Ratio
berdasarkan formula yang dikemukakan oleh Bouce (1975), yaitu :

SDR = 0.41 . A(-0,3)


Dengan demikian produksi sedimen dalam setahun untuk daerahaliran sungai seluas A dapat dirumuskan
SY = EA x (SDR) x A
Dimana :
SY = Hasil/Produksi sedimen tiap tahun (ton/ha/thn)
SDR = Sediment delivery ratio
EA = Erosi Total tiap satuan luas (ton/ha/thn)
A = Luas DAS (Ha)
Berikut ini perhtiungan Produksi Sedimen di Kali Porong berdasarkan nilai laju erosi total hasil analisis tersebut di
atas.
Tabel 9 Potensi Sedimen di Kali Porong dari Erosi Lahan
LUAS Sediment
NAMA SUM laju erosi laju erosi
DAS SDR Disungai
DAS
(m2) (ton/thn) ton/thn/ha ton/thn/ha m3/thn m3/thn
DAS
7307385 20052158 27.440949 550250.24 305694.5 0.0008987 274.75335
CIASE
00 0.4 18 97 83 84 42
M

Berdasarkan data Perkiraan Volume Penambangan Sedimen di DAS Ciasem adalah 274,7533542 m3/thn

Anda mungkin juga menyukai