MODUL II
MORFOLOGI SUNGAI
2.1. Tujuan
Pada praktikum ke tiga ini bertujuan agar mahasiswa dapat mampu
mengintepretasikan (mengenali) jenis sungai pada sebuah peta topografi dan
menentukan pola alirannya dan juga orde sungai tersebut.
2.2.1 Alat
Adapun peralatan yang digunakan pada praktikum tiga (3) ini adalah sebagai
berikut :
Pensil atau Pena
Berguna untuk menulis atau menarik pada garis sungai.
Penggaris
Berguna untuk mengukur panjang dan lebar peta asli.
Penghapus
Berguna untuk mengahapus bagian yang salah.
Pensil Warna
Berguna untuk mewarnai sungai.
2.2.2. Bahan
Adapun bahan yang digunakan dalam kegiatan praktikum ini adalah:
aliran laminer: jika air mengalir dengan lambat, partikel akan bergerak ke
dalam arah paralel terhadap saluran.
aliran turbulen: jika kecepatan aliran berbeda pada bagian atas, tengah,
bawah, depan dan belakang dalam saluran, sebagai akibat adanya
perubahan friksi, yang mengakibatkan perubahan gradien kecepatan.
Kecepatan maksimum pada aliran turbulen umunya terjadi pada kedalaman
1/3 dari permukaan air terhadap kedalaman sungai.
Erosi terjadi pada dinding ataupun dasar sungai dibawah kondisi aliran
yang bersifat turbulen. Pengendapan akan terjadi jika material yang dipindahkan
jauh lebih besar untuk digerakkan oleh kecepatan dan kondisi aliran. Pada kondisi
aliran turbulen erosi akan terjadi akibat terbawanya material dan pengendapan
terjadi ketika hasil erosi tersebut menuju ke arah bawah tidak terpindahkan lagi
oleh aliran.
Hampir di seluruh bumi ini, air yang mengalir di permukaan (run-off waters)
adalah agen dominan pada proses geomorfik. Dalam siklus hidrologi, jelas
tergambar bahwa semua air yang ada di bumi berasal dari atmosfir (air hujan).
Walaupun sebenarnya air hujan juga berasal dari adanya kondensasi uap-uap air
hasil pengupan air samudera, yang asalnya juga dari sungai-sungai di daratan. Jadi
jelas bahwa umumnya sungai terjadi akibat adanya air hujan, tetapi tidak setiap
hujan turun ke permukaan bumi akan menghasilkan sungai.
rendah dan apabila yang terpadu ordenya tidak sama, maka orde dibagian hilir
ditetapkan masih sama dengan orde yang lebih tinggi di bagian hulu sebelumnya
(lihat gambar dibawah ini).
Metode Strahler ini lebih banyak diterapkan karena mudah dan sederhana
dari pengertian orde sungainya. Strahler mengembangkan sebutan nisbal.
Bifurkasi yaitu suatu bilangan yang besarnya merupakan hasil perbandingan
jumlah sungai dengan orde tertentu dan jumlah sungai dengan orde sungai
setingkat lebih tinggi. Pengertian ini dirumuskan sbb :
Nn
Rb n Dimana : Rb = rasio bifurkasi
N ( n 1) Rn = orde sungai ke-n
n+1 = orde sungai ke n-1
L
su u 1
Law of total stream length u L1R u RL
s u
Law of stream gradients Su S1R s
Frekuensi dan tekstur sungai dapat dikaitkan dengan luas DAS itu sendiri
oleh Way (1968), dengan menganalisa tekstur sungai berdasarkan jarak paling
luas dari luas sungai. Orde sungai yang berdampingan di atas peta dasar skala 1 :
20.000. (Catatan : peta topografi dalam skala berapapun dapat menggunakan
analisa Way (1968) dengan terlebih dahulu dikonversikan dengan skala 1 :
20.000).
oleh erosi ini lebih besar, terlebih lagi batuan penyusun tanah itu mempunyai
resistensi rendah, misalnya pada batulempung atau batugamping klastik. Pada
umumnya gulley erosion terjadi pada daerah dengan kemiringan lereng antara 10
- 18. Sebagai akibat lanjut dari erosi ini dapat terbentuk hanging cliff sehingga
dapat terjadi rock fall.
Valley erosion, suatu kegiatan erosi hasil pertemuan gulley erosion, proses ini
terdapat pada kemiringan 5 - 15 dengan gradien verhang yang kecil. Proses
meander berjalan sangat kompleks bahkan sedimentasi berjalan dengan sangat
hebat, yaitu berasal dari rill dan gulley erosion. Perkembangan lembahnya benyak
terjadi dimana pemanjangan lembah (lengthen of valley), sudah berjalan intensif
disamping pelebaran lembah (widen of valley) krena pada saat akan berubah
menjadi deepen of valley sudah diimbang oleh sedimentasi.
Sheet Erosion, terjadi pada daerah dengan kemiringan lebih kecil dari 5
(oblique). Sheet erosion ini berkembang atau terjadi karena pertemuan valley
erosion sedangkan proses deepen of valley terpengaruh oleh sedimentasi yang
secara efektif diangkut oleh aliran. Keseluruhan proses tersebut berkembang pada
suatu tempat mengalirnya air secara alamiah dengan membentuk pola tertentu
disebut dengan sungai
Aliran air bawah permukaan, terdapat pada daerah karst, endapan eolian
(loess), gurun pasir.
Berdasarkan genesanya
a. Sungai konsekuen
Sungai menaglir searah dengan kemiringa awal daerah kubah,
pegunungan blok yang baru terangkat, dataran pantai.
b. Sungai subsekuen
Sungai yang mengalir sepanjang jurus perlapisan batuan dan membentuk
lembah sepanjang daerah lunak.
c. Sungai obsekuen
Sungai yang menaglir berlawan arah dengan sungai konsekuen. Biasanya
pendek-pendek dengan gradien tajam dan merupakan sungai musiman
yang mengalir pada gawir. Umumnya merupakan cabang subsekuen.
d. Sungai resekuen
Sunagi yang mengalir searah kemiringan lapisan batuan dan searah sungai
konsekuen, tetapi cenderung baru atau terbentuk kemudian (resequent =
resent consequent).
e. Sungai insekuen
Sungai yang tidak jelas penegendaliannya, tidak mengikuti struktur batuan
dan tidak jelas mengikuti kemiringan lapisan batuan. Pola alirannya
umumnya dendritik dan banyak menyangkut sungai - sungai kecil.
2. Paralel.
Pola berbentuk sejajar dibentuk dari cabang-cabang sungai yang sejajar
atau paralel pada bentang alam yang memanjang. Pola ini umumnya terbentuk
pada daerah dengan kemiringan umum lereng menengah sampai terjal, atau
pada singkapan batuan yang lebar dan sejajar, serta miring.
3. Trelis.
Pola berbentuk pagar ini dibentuk dari cabang-cabang sungai kecil
berukuran sama, dengan aliran tegak lurus sepanjang sungai-sungai induk
insekuen yang paralel. Pola ini terbentuk pada daerah batuan sedimen yang
miring atau terlipat, atau pada daerah batuan sedimen yang terubah. Dapat
juga pada daerah dengan sesar dan kekar yang saling tegak lurus atau pada
daerah dengan bukit - bukit pasir yang sejajar.
4. Rektangular.
Pola berbentuk menyudut ini hampir sama dengan trellis, hanya jumlah
sungai yang lebih sedikit atau orde sungai sedikit. Aliran memotong daerah
tidak secara kontinyu. Mencermikan kekar atau sesar, yang saling tegak lurus.
5. Radial.
Pola berbentuk memencar ini muncul pada daerah dengan bentuk
berhubungan atau berbentuk kerucut, sangat umum pada daerah gunungapi.
6. Anular.
Pola berbentuk cincin ini terletak di daerah sekitar bumbungan (kubah)
dan cekungan, diaterema dan kemungkinan pada intrusi stock yang tererosi.
Pola dapat pula terbentuk bila terdapat perselingan batuan yang lunak dan
keras, sehingga sungai utama mengalir sejajar arah lapisan, anak sungai,
searah dengan kemiringan lapisan, sungai dikontrol oleh kekar atau sesar pada
bedrock.
7. Multibasinal.
Pola ini terdapat pada endapan antar bukit, batuan dasar atau bedrock yang
tererosi. Ditandai dengan banyak cekungan yang kering atau terisi air yang
terpisah dan lairan yang terputus sdan arah aliran yang berbeda - beda.
Terdapat pada daerah aktif gerakan tanah dan vulkanik, batugamping yang
mengalami pelarutan. Hal tersebut diatas untuk semua daerah dengan banyak
cekungan yang belum diketahui pola - polanya.
8. Kontorted.
Pola ini muncul pada daerah dengan struktur geologi yang komplek.
Umumnya berasosiasi dengan batuan metamorfose kompleks dengan lipatan
yang intensif (menunjam), patahan, intrusi, kekar dan lain - lainnya.
Dibedakan dari recurved trellis dengan ciri daerahnya yang tidak teratur.
Pola Ubahan :
Ubahan dari dendritik
1. Subdendritik.
Ubahan dari pola dendritik, karena pengaruh topografi dan struktur kekar
secara perlahan, pola ini berkembang menjadi pola trellis, pada pola ini
topografi sudah miring, struktur sudah berperan tetapi masih sangat kecil.
2. Pinnate
Tesktur rapat, pada daerah yang sudah tererosi lanjut, tidak ada kontrol
struktur, terdapat pada daerah landai dengan litologi, bertekstur, halus (lanau,
lempung, tuff, dan lain-lain).
3. Anastomatic
Jaringan saluran saling mengikat, terdapat di daerah dataran banjir, delta,
dan rawa - rawa pasang - surut.
4. Distributary
Bentuk menyerupai kipas, terdapat pada kipasa aluvial dan delta.
Ubahan Trellis
1. Subtrellis
Dibedakan dengan pola trellis pada derajat kemenerusan kelurusannya
yang dominan, searah dengan ebntang alam yang memanjang/paralel, kontrol
struktur lipatan maupun sesar atau kekar.
2. Directional Trellis
Anak sungai lebih panjang dari sungai utama, dijumpai pada daerah
homoklin dengan kemiringan lain.
3. Recurved Trellis
Merupakan daerah lipatan yang menunjam, dibedakan dari pola contorted
yang biasanya tedapt di daerah batuan metamorf.
4. Fault Trellis
Kelurusan sungi - sungai besar adalah sebagai kelurusan sesar,
berkembang pada sesar - sesar yang paralel, menunjukkan graben dan horst,
secara bergantian.
5. Joint Trellis
Kontrol astrukturnya adalah kekar, ditandai oleh aliran sungai yang
pendek - pendek lurus dn sejajar.
Ubahan Rektangular
1. Angulate
Kelokan tajam dari sungai kemungkinan akibat sesar, kelurusan anak
sungai diakibatkan kekar, pada litologi, yng berbutir, kasar dengan kedudukan
horisontal, biasanya, angulate dan rektangular terdapat bersama pada satu
daerah.
Ubahan Radial :
1. Centripetal
Pola ini berhubungan dengan kawah, kaldera, dolena besar atau uvala.
2. Compound
Terdiri dari dua pola kontemporer, kombinasi pola radial dan annular
yang meerupakan sifat kubah.
2.5.2. Pembahasan
Morfologi sungai adalah ilmu yang mempelajari tentang geometri (bentuk
dan ukuran), jenis, sifat dan perilaku sungai dengan segala aspek dan
perubahannya dalam dimensi ruang dan waktu. Dengan demikian, morfologi
sungai ini akan menyangkut juga sifat dinamik sungai dan lingkungannya yang
saling terkait.
Dua proses penting dalam sungai adalah erosi dan pengendapan, yang
dipengaruhi oleh jenis aliran air dalam sungai yaitu:
aliran laminer: jika air mengalir dengan lambat, partikel akan bergerak ke
dalam arah paralel terhadap saluran.
aliran turbulen: jika kecepatan aliran berbeda pada bagian atas, tengah,
bawah, depan dan belakang dalam saluran, sebagai akibat adanya
perubahan friksi, yang mengakibatkan perubahan gradien kecepatan.
2.6 Kesimpulan
Berikut ini adalah interpretasi dari peta pola pengaliran daerah Krueng Si
Bubung Hulu :
37,7 km
=
61,605 km 2
= 0,6119 km
12
= 3,0833
Rbn orde 2 = jumlah orde 2
Jumlah orde 3
= 12
4
=4
Rbn orde 3 = jumlah orde 3
Jumlah orde 4
= 4
0
= 0
Kerapatan Sungai
Berdasarkan nilai kerapatan sungai yang bernilai 0,6119 km (< 5)
dapat di interpretasikan sungai tersebut memiliki jenis densitas yang
Corase dan karakteristik yang mempunyai limpahan kecil, batuan
permeabel dan kokoh.
Aliran Sungai Berdasarkan Ganesa
Pada peta daerah sorotan dapat di interpretasikan aliran sungai
berdasarkan genesanya adalah sungai insekuen.
Pola Aliran Sungai
Berdasarkan pola aliran sungai pada peta daerah Krueng Si Bubung
Hulu dapat di interpretasikan termasuk ke dalam pola aliran Subparalel.
Pola Aliran Subparalel : dimana Kemiringan lapisan lereng sedang atas
dikontrol oleh bentang alam subparalel, di kontrol oleh lereng litologi
dan struktur, dan lapisan batuan seragam resistensinya.
Litologi
Berdasarkan pola aliran subparalel maka dapat di interpretasikan
bahwa litologi lapisan batuan relatif seragam resistansinya.
Struktur
Berdasarkan pola aliran subparalel dapat di interpretasikan bahwa
pada daerah Krueng Si Bubung Hulu, kemiringan lapisan lereng sedang
atas dikontrol oleh bentang alam subparalel, di kontrol oleh lereng litologi
dan struktur. Dan, dapat juga di interpretasikan berdasarkan dari garis
kontur pada Peta daerah Krueng Si Bubung Hulu memiliki struktur lipatan
dan sesar