Anda di halaman 1dari 21

GEOMORFOLOGI

MODUL II
MORFOLOGI SUNGAI

2.1. Tujuan
Pada praktikum ke tiga ini bertujuan agar mahasiswa dapat mampu
mengintepretasikan (mengenali) jenis sungai pada sebuah peta topografi dan
menentukan pola alirannya dan juga orde sungai tersebut.

2.2. Alat dan Bahan

2.2.1 Alat
Adapun peralatan yang digunakan pada praktikum tiga (3) ini adalah sebagai
berikut :
Pensil atau Pena
Berguna untuk menulis atau menarik pada garis sungai.

Penggaris
Berguna untuk mengukur panjang dan lebar peta asli.

Penghapus
Berguna untuk mengahapus bagian yang salah.

Pensil Warna
Berguna untuk mewarnai sungai.

2.2.2. Bahan
Adapun bahan yang digunakan dalam kegiatan praktikum ini adalah:

Peta Topografi Krueng Si Bubung Hulu

2.3. Landasan teori


Sungai merupakan salah satu unsur penting dalam kehidupan manusia, oleh
karena itu penelitian dan manajemen sungai ini dilakukan oleh berbagai profesi.
Ahli sanitari misalnya, meneliti sedimen sungai yang berasal dari buangan limbah
serta pengaruhnya terhadap lingkungan. Sedangkan ahli teknik sipil, mengelola
sungai untuk keperluan reservoir, pembangunan pelabuhan dan jembatan. Untuk
keperluan tersebut, diperlukan pengetahuan tentang sungai dan pengalirannya,
GEOMORFOLOGI

seperti morfologi sungai, sejarah perkembangan sungai serta pola pengaliran


sungai.
Morfologi sungai adalah ilmu yang mempelajari tentang geometri (bentuk
dan ukuran), jenis, sifat dan perilaku sungai dengan segala aspek dan
perubahannya dalam dimensi ruang dan waktu. Dengan demikian, morfologi
sungai ini akan menyangkut juga sifat dinamik sungai dan lingkungannya yang
saling terkait.
Dua proses penting dalam sungai adalah erosi dan pengendapan, yang
dipengaruhi oleh jenis aliran air dalam sungai yaitu:

aliran laminer: jika air mengalir dengan lambat, partikel akan bergerak ke
dalam arah paralel terhadap saluran.
aliran turbulen: jika kecepatan aliran berbeda pada bagian atas, tengah,
bawah, depan dan belakang dalam saluran, sebagai akibat adanya
perubahan friksi, yang mengakibatkan perubahan gradien kecepatan.
Kecepatan maksimum pada aliran turbulen umunya terjadi pada kedalaman
1/3 dari permukaan air terhadap kedalaman sungai.
Erosi terjadi pada dinding ataupun dasar sungai dibawah kondisi aliran
yang bersifat turbulen. Pengendapan akan terjadi jika material yang dipindahkan
jauh lebih besar untuk digerakkan oleh kecepatan dan kondisi aliran. Pada kondisi
aliran turbulen erosi akan terjadi akibat terbawanya material dan pengendapan
terjadi ketika hasil erosi tersebut menuju ke arah bawah tidak terpindahkan lagi
oleh aliran.
Hampir di seluruh bumi ini, air yang mengalir di permukaan (run-off waters)
adalah agen dominan pada proses geomorfik. Dalam siklus hidrologi, jelas
tergambar bahwa semua air yang ada di bumi berasal dari atmosfir (air hujan).
Walaupun sebenarnya air hujan juga berasal dari adanya kondensasi uap-uap air
hasil pengupan air samudera, yang asalnya juga dari sungai-sungai di daratan. Jadi
jelas bahwa umumnya sungai terjadi akibat adanya air hujan, tetapi tidak setiap
hujan turun ke permukaan bumi akan menghasilkan sungai.

POLTAK WIRABHAKTI SIRAIT II- 1


GEOMORFOLOGI

Gambar 2.1. Siklus Hidrologi


Sungai disebut bersifat permanen jika terdapat air yang mengalir sepanjang
tahun. Jika kering secara periodik (misalnya hanya berair pada musim hujan saja),
disebut sungai intermitten. Aliran suatu sungai bermula dari proses erosi lembah
(sheet erosion), kemudian berkembang erosi alur (rill erosion) yang mempunyai
kedalaman dan lebar hanya beberapa cm saja hingga maksimum 50 cm. Erosi alur
dimensinya dikontrol oleh erodibilitas tanah (kemampuan tanah terkena erosi) dan
biasanya terjadi pada tanah berbutir halus. Erosi alur berkembang berikutnya
menjadi suatu parit (gully, kedalaman dan lebar : 0,5 5 m) hingga jurang (ravine
: > 5 m), dan akhirnya berkembang menjadi suatu lembah dengan aliran sungai di
dalamnya.

Analisa Drainage basin


Drainage basin/catchment area/area watershield adalah merupakan suatu
daerah aliran sungai (DAS) atau disebut juga ledok pengeringan atau cekungan
pengeringan.
Horton (1958), merancang suatu metode kuantitatif yang menjadi teknik
analisa standar untuk analisa drainage basin dengan menyajikan data pada
drainage basin. Metode ini berdasarkan hirarki suatu sungai.
Strahler (1964), memperbaharui orde sungai yang ditentukan tingkatnya
berdasarkan perpaduan sungai dibagian hulu yang merupakan orde setingkat lebih

POLTAK WIRABHAKTI SIRAIT II- 2


GEOMORFOLOGI

rendah dan apabila yang terpadu ordenya tidak sama, maka orde dibagian hilir
ditetapkan masih sama dengan orde yang lebih tinggi di bagian hulu sebelumnya
(lihat gambar dibawah ini).

Gambar 2.2. R.E. Horton. Gambar 2.3. A.N. Strahler.

Metode Strahler ini lebih banyak diterapkan karena mudah dan sederhana
dari pengertian orde sungainya. Strahler mengembangkan sebutan nisbal.
Bifurkasi yaitu suatu bilangan yang besarnya merupakan hasil perbandingan
jumlah sungai dengan orde tertentu dan jumlah sungai dengan orde sungai
setingkat lebih tinggi. Pengertian ini dirumuskan sbb :

Nn
Rb n Dimana : Rb = rasio bifurkasi
N ( n 1) Rn = orde sungai ke-n
n+1 = orde sungai ke n-1

Harga ratio bifurkasi tinggi bentuk DAS cenderung membulat dan


sebaliknya bila harga rasio kecil bentuk DAS cenderung memanjang. Dengan
mengukur aspek suatu basin, Horton (1958) mendeterminasi sejumlah hukum
yang berhubungan dengan aspek-aspek ini terhadap orde (lihat tabel 3.1). Mereka
mendapatkan bahwa karakterestik morfometri mempunyai suatu hubungan yang
teratur terhadap orde, sehingga apabila dibuat grafik pada kertas semilogaritma,
titik - titik tersebut terletak pada suatu garis lurus.

POLTAK WIRABHAKTI SIRAIT II- 3


GEOMORFOLOGI

Tabel 2.1. Laws of Drainage Composition


s u
Law of stream number N u Ru
u 1
Law of mean stream lengths L u L1R L
u 1
Law of basin area A u AR a

L
su u 1
Law of total stream length u L1R u RL
s u
Law of stream gradients Su S1R s

Dimana : Nu = jumlah sungai pada orde U


Rb = Bifurcation ratio
S = orde sungai yang tertinggi pada basin tersebut
Lu = mean dari panjang sungai orde U
R1 = ratio panjang sungai
Au = mean dari daerah basin pada orde U
Ra = ratio basin area
Lu = total pada sungai pada basin dengan orde u
Su = mean gradien sungai pada orde U
Rs = ratio grain sungai
Kerapatan Sungai
Bervariasianya kerapatan sungai umum disebabkan oleh adanya beberapa
perbedaan :
a. Keadaan topografi
Berhubungan dengan kemiringan dan ketinggian permukaan bumi.
b. Struktur geologi
Berhubungan dengan adanya sesar, lipatan, kekar
c. Keadaan litologi
Berhubungan dengan batunnya, misal batulempung, batugamping, Keadaan
iklim, dan lain lain.
Keadaan iklim kering, tropis, sedang dan dingin.
d. Vegetasi

POLTAK WIRABHAKTI SIRAIT II- 4


GEOMORFOLOGI

Daerah berhutan lebat, kurang lebat, jarang atau gundul.


Perbedaan - perbedaan di atas menyebabkan adanya interaksi antara gaya
pengerosian aliran sungai dan daya tahan batuan. Gaya pengerosian berkaitan
dengan :
a. kelerengan
b. jumlah dan interaksi curah hujan
c. permeabilitas batuan
d. vegetasi
e. kohesi tanah.
Kerapatan sungai (drainage density) adalah : indeks yang menunjukkan
jumlah panjang sungai dalam wilayah aliran.
Horton membuat suatu pengukuran drainage density, yang didefenisikan
sebagai total keseluruhan dan panjang sungai pada suatu basin dibagi dengan luas
area basin tersebut atau
L
D
A
dimana : D = drainage density (kerapatan sungai)
L = panjang sungai
A = luas area basin

Tabel 2.2. Metoda Strahler, (1: 25.000)

Jenis Kerapatan Karakteristik


Densitas Sungai
Corase <5 Limpahan kecil, batuan permeabel,
kokoh.
Medium 5 13,7 Limpahan sedang, batuan agak
permeable
Fine 13,7 155.3 Limpahan besar, batuan impermeabel
Ultra Fine > 155,3 Limpahan besar, batuan impermeabel,
erosi besar, daerah tidak stabil.

POLTAK WIRABHAKTI SIRAIT II- 5


GEOMORFOLOGI

Tabel 2.3. Penentuan Tekstur sungai (Way, 1968)

Tekstur sungai Jarak sungai


orde 1 (inchi)
Halus
Sedang -2
Kasar 2

Frekuensi dan tekstur sungai dapat dikaitkan dengan luas DAS itu sendiri
oleh Way (1968), dengan menganalisa tekstur sungai berdasarkan jarak paling
luas dari luas sungai. Orde sungai yang berdampingan di atas peta dasar skala 1 :
20.000. (Catatan : peta topografi dalam skala berapapun dapat menggunakan
analisa Way (1968) dengan terlebih dahulu dikonversikan dengan skala 1 :
20.000).

Pola Aliran Sungai


Gaya gaya endogen cenderung bersifat konstruktif dan hal ini menjadi obyek
yang mudah sekali dirusak (destruktif) oleh gaya gaya eksogen. Air jatuh,
menyusut, melarutkan, mengerus, membawa bahan bahan dari ketinggian,
dibawa, dilepas dan diendapkan ditempat tempat yang lebih rendah. Air yang
jatuh kepermukaan bumi membentuk tubuh air berupa alur, parit, jurang anak
anak sungai yang kemudian menyatu pada satu sungai besar yang merupakan
sungai utama pada suatu cekungan atau lembah besar, yang masih dapat pula
membentuk danau, rawa, untuk terus dialirkan ke laut.
Satu sungai besar dapat terbentuk oleh sungai sungai lain yang secara
bersama sama mengalirkan atau mengeringkan air, membuat jaringan kerja
drainase. Suatu wilayah yang dikeringkan oleh satu sistem jaringan yang menuju
satu sunai utama disebut sebagai Daerah Aliran Sungai ( DAS ).
DAS adalah daerah yang mensuplai sungai dengan air dan sedimen yang
berupa suatu cekungan yang dibatasi oleh garis pemisah air. Garis pemisah air
adalah garis yang menghubungkan titik titik tertinggi yang membatasi cekungan
pengairan.

POLTAK WIRABHAKTI SIRAIT II- 6


GEOMORFOLOGI

Air memegang peranan pentingdalam proses geologi maupun geomorfologi,


karena mempunyai kemampuan sebagai pengantar proses pelapukan erosi yang
dapat mengukir permukaan bumi.
Kegiatan air akan teralurkan dalam lembah-lembah pengaliran dan
pembentukannya selain ada sumber air (hujan, mencairnya es, munculnya mata
air) juga dipengaruhi oleh litologi, proses-proses diatropfisme dengan struktur
geologi yang dihasilkannya dan lereng-lereng yang menentukan arah alirannya
(adanya relief dari permukaan bumi. Air hujan setelah jatuh ke permukaan bumi
dapat mengalami evaporasi, merembes ke dalam tanah dan dapat muncul sebagai
mata air, diserap oleh tumbuh-tumbuhan dan binatang, transpirasi dan sisanya
mengalir sebagai air permukaan (surface run off).
Aliran air permukaan dapat menyebabkan terjadinya erosi dan berkembang
dari bentuk Splash erosion, Rill erosion, Gulley erosion, Valley erosion, dan Sheet
erosion.

Bentuk - Bentuk Erosi Oleh Air


Aliran air permukaan dapat menyebabkan terjadinya erosi, yangt berkembang
dari splash erosion, rill erosion, gulley erosion, valley erosion dan sheet erosion.
Splash erosion, erosi ini umumnya terdapat pada daerah yang beriklim sedang
atau tropis. Ini terjadi pada waktu hujan jatuh sampai di permukaan bumi dan
mampu mengadakan benturan atau pukulan-pukulan dalam bentuk relief berupa
lubang - lubang.
Rill erosion, yaitu perluasan daerah splash erosion dimana satu dan lainnya
saling berhubungan tetapi cekungan yang dibentuknya relatif menjadi linier,
sedikit sekali mengalami pembelahan atau pembangunan. Lembahnya mengalami
pendalaman (deepen of valley). Rill erison inilah yang merupakan awal mula
sungai (initial river) dan masih belum membentuk alur atau gulley, erosi ini
umumnya terdapat pada suatu daerah dengan kemiringan lereng lebih besar dari
18.
Gulley erosion, suatu pengembangan rill erosion yang bukan lagi merupaka
erosi - erosi selektif tetapi sudah berkembang ke arah samping, atas dasar ini
terjadilah perkembangan lembah yang bersifat melebar ke arah samping (widen of
valley). Morfologi berubah secara cepat karena material-material yang diangkut

POLTAK WIRABHAKTI SIRAIT II- 7


GEOMORFOLOGI

oleh erosi ini lebih besar, terlebih lagi batuan penyusun tanah itu mempunyai
resistensi rendah, misalnya pada batulempung atau batugamping klastik. Pada
umumnya gulley erosion terjadi pada daerah dengan kemiringan lereng antara 10
- 18. Sebagai akibat lanjut dari erosi ini dapat terbentuk hanging cliff sehingga
dapat terjadi rock fall.
Valley erosion, suatu kegiatan erosi hasil pertemuan gulley erosion, proses ini
terdapat pada kemiringan 5 - 15 dengan gradien verhang yang kecil. Proses
meander berjalan sangat kompleks bahkan sedimentasi berjalan dengan sangat
hebat, yaitu berasal dari rill dan gulley erosion. Perkembangan lembahnya benyak
terjadi dimana pemanjangan lembah (lengthen of valley), sudah berjalan intensif
disamping pelebaran lembah (widen of valley) krena pada saat akan berubah
menjadi deepen of valley sudah diimbang oleh sedimentasi.
Sheet Erosion, terjadi pada daerah dengan kemiringan lebih kecil dari 5
(oblique). Sheet erosion ini berkembang atau terjadi karena pertemuan valley
erosion sedangkan proses deepen of valley terpengaruh oleh sedimentasi yang
secara efektif diangkut oleh aliran. Keseluruhan proses tersebut berkembang pada
suatu tempat mengalirnya air secara alamiah dengan membentuk pola tertentu
disebut dengan sungai

Faktor - faktor yang mempengaruhi Kecepatan erosi


Faktor - faktor cepat erosi dipengaruhi oleh faktor setempat, yaitu :
a. kuantitas atau volume air yang mengalir di permukaan
b. jenis batuan atau tanah
c. topografi (kemiringan lereng)
d. kuantitas vegetasi penutup (covered vegetation)
e. peranan manusia (artefac)

Pembagian Jenis Sungai


Sifat aliran terbagi menjadi :
a. Eksternal
Aliran air dipermukaan yang membentuk sungai, danau dan rawa - rawa.
b. Internal

POLTAK WIRABHAKTI SIRAIT II- 8


GEOMORFOLOGI

Aliran air bawah permukaan, terdapat pada daerah karst, endapan eolian
(loess), gurun pasir.

Berdasarkan Kandungan Air pada tubuh Sungai


a. Sungai normal atau permanen atau parenial :
Sungai yang debitnya airnya tetap.
b. Sungai periodis atau intermittent :
Kandungan airnya tergantung ada musim hujan, debit airnya besar
sedangkan pada musim kemarau debit airnya kecil sampai kering.
c. Sungai episodis atau ephemeral :
Umumnya terdapat di daerah gurun yang hanya berair setelah hujan lebat.

Berdasarkan genesanya
a. Sungai konsekuen
Sungai menaglir searah dengan kemiringa awal daerah kubah,
pegunungan blok yang baru terangkat, dataran pantai.
b. Sungai subsekuen
Sungai yang mengalir sepanjang jurus perlapisan batuan dan membentuk
lembah sepanjang daerah lunak.
c. Sungai obsekuen
Sungai yang menaglir berlawan arah dengan sungai konsekuen. Biasanya
pendek-pendek dengan gradien tajam dan merupakan sungai musiman
yang mengalir pada gawir. Umumnya merupakan cabang subsekuen.
d. Sungai resekuen
Sunagi yang mengalir searah kemiringan lapisan batuan dan searah sungai
konsekuen, tetapi cenderung baru atau terbentuk kemudian (resequent =
resent consequent).
e. Sungai insekuen
Sungai yang tidak jelas penegendaliannya, tidak mengikuti struktur batuan
dan tidak jelas mengikuti kemiringan lapisan batuan. Pola alirannya
umumnya dendritik dan banyak menyangkut sungai - sungai kecil.

POLTAK WIRABHAKTI SIRAIT II- 9


GEOMORFOLOGI

Berdasarkan Struktur Asing


a. Sungai Superimpos (superimposed/superposed)
Sungai mula - mula mengalir diatas endapan aluvial atau datarana
peneplain, dengan lapsian tipis yang menutupinya sehingga lapisan
bawahnya tersembunyi. Jika terjadi rejuvinasi, sungai tersebut mengikis
endapan aluvial atau lapisan penutup tersebut dan menyingkap lapisan
dibawahnya tanpa banyak mengubah pola aliran semula.
b. Sungai Anteseden
Sungai yang mengalir tetap pada pola alirannya meskipun selama itu
terjadi perubahan-perubahan struktur, misalnya : sesar lipatan. Hal ini
dapat terjadi jika struktur tersebut terbentuk secara perlahan-lahan. Jika
sungai anteseden di daerah yang mengalami pengangkatan yang
sedemikian rupa sehingga kemiringan berlawanan arah aliran sungai
tersebut sungai Antiklinal.
c. Sungai Compound (Compound Stream)
Sungai yang mengairi daerah dengan umur geomorfologi yang berbeda-
beda. Composite stream mengaliri daerah dengan struktur yang berlainan,
(misalnya Bengawan Solo, Citarum, Asahan, dan sebagainya. Termasuk
dalam Compound dan composite stream).

Berdasarkan atas perubahan base level


a. Lembah Tenggelam
Merupakan lembah yang tertutup air laut. (drowned) akibat naiknya
permukaan air laut.
b. Lembah Rejuvinated
Merupakan lembah yang terlihat kembali akibat turunnya permukaan air
laut.

Menurut struktur pengontrol.


Struktur pengontrol pola aliran sungai misalnya adanya lembah antiklin,
lembah sinklin, lembah monoklin, lembah sesar dan lain - lain.

POLTAK WIRABHAKTI SIRAIT II- 10


GEOMORFOLOGI

Sistem dan pola aliran


Suatu DAS besar dapat terbentuk berupa pola aliran yang dikendalikan oleh
struktur geologi seperti kekar, jenis dan kemiringan lapisan, lipatan, sesar, jenis
batuan, dsb.
Arthur D. Howard (1967) telah mengklasifikasikan pola aliran sungai
dalam berupa kategori yaitu pola dasar, modifikasi pola dasar, dan gabungan
modifikasi pola dasar. Setiap pola aliran mencerminkan struktur dan proses yang
mengontrolnya. Dengan demikian, identifikasi dan analisa yang baik terhadap
pola aliran sungai akan membawa kita kepada informasi mengenai struktur dan
proses yang terjadi yang mengendalikan suatu bentang darat.
Beberapa faktor yang mempengaruhi peerkembangan pola pengaliran :
a. Kemiringan lereng
b. Perbedaan resistensi batuan
c. Kontrol struktur
d. Pembentukan pegunungan
e. Proses geologi kuarter
f. Sejarah dan stadia geomrofik dari cekungan pola pengaliran (drainage
basin)

Klasifikasi pola pengaliran


Menurut Arthur D. Howard (1967) terbagi dua yaitu :
a. Pola dasar (bassic pattern) : sebuah pola aliran yang mempunyai
karakteristik yang khas yang dapat secara jelas dibedakn dengan bentuk
pola dasar lainnya.
b. Pola Ubahan (modified basic pattern) : sebuah bentk pola aliran yang
berbda dari pola dasar dalam beberapa aspek regional.
Telah dikenal 8 pola dasar aliran sungai, terdidi atas pola - pola :
1. Dendritik.
Pola berbentuk bercabang atau mendaun ini umumnya terbentuk pada
lapisan mendatar sedimen - sedimen yang satu jenis, atau batuan yang
mempunyai resistansi yang sama. Pada lapisan sedimen horisontal atau miring
landai, kontrol struktur tidak begitu jelas. Bentuk pola ini menyerupai
pelebaran bentuk silang pohon atau beringin.

POLTAK WIRABHAKTI SIRAIT II- 11


GEOMORFOLOGI

2. Paralel.
Pola berbentuk sejajar dibentuk dari cabang-cabang sungai yang sejajar
atau paralel pada bentang alam yang memanjang. Pola ini umumnya terbentuk
pada daerah dengan kemiringan umum lereng menengah sampai terjal, atau
pada singkapan batuan yang lebar dan sejajar, serta miring.
3. Trelis.
Pola berbentuk pagar ini dibentuk dari cabang-cabang sungai kecil
berukuran sama, dengan aliran tegak lurus sepanjang sungai-sungai induk
insekuen yang paralel. Pola ini terbentuk pada daerah batuan sedimen yang
miring atau terlipat, atau pada daerah batuan sedimen yang terubah. Dapat
juga pada daerah dengan sesar dan kekar yang saling tegak lurus atau pada
daerah dengan bukit - bukit pasir yang sejajar.
4. Rektangular.
Pola berbentuk menyudut ini hampir sama dengan trellis, hanya jumlah
sungai yang lebih sedikit atau orde sungai sedikit. Aliran memotong daerah
tidak secara kontinyu. Mencermikan kekar atau sesar, yang saling tegak lurus.
5. Radial.
Pola berbentuk memencar ini muncul pada daerah dengan bentuk
berhubungan atau berbentuk kerucut, sangat umum pada daerah gunungapi.
6. Anular.
Pola berbentuk cincin ini terletak di daerah sekitar bumbungan (kubah)
dan cekungan, diaterema dan kemungkinan pada intrusi stock yang tererosi.
Pola dapat pula terbentuk bila terdapat perselingan batuan yang lunak dan
keras, sehingga sungai utama mengalir sejajar arah lapisan, anak sungai,
searah dengan kemiringan lapisan, sungai dikontrol oleh kekar atau sesar pada
bedrock.
7. Multibasinal.
Pola ini terdapat pada endapan antar bukit, batuan dasar atau bedrock yang
tererosi. Ditandai dengan banyak cekungan yang kering atau terisi air yang
terpisah dan lairan yang terputus sdan arah aliran yang berbeda - beda.
Terdapat pada daerah aktif gerakan tanah dan vulkanik, batugamping yang

POLTAK WIRABHAKTI SIRAIT II- 12


GEOMORFOLOGI

mengalami pelarutan. Hal tersebut diatas untuk semua daerah dengan banyak
cekungan yang belum diketahui pola - polanya.
8. Kontorted.
Pola ini muncul pada daerah dengan struktur geologi yang komplek.
Umumnya berasosiasi dengan batuan metamorfose kompleks dengan lipatan
yang intensif (menunjam), patahan, intrusi, kekar dan lain - lainnya.
Dibedakan dari recurved trellis dengan ciri daerahnya yang tidak teratur.

Pola Ubahan :
Ubahan dari dendritik
1. Subdendritik.
Ubahan dari pola dendritik, karena pengaruh topografi dan struktur kekar
secara perlahan, pola ini berkembang menjadi pola trellis, pada pola ini
topografi sudah miring, struktur sudah berperan tetapi masih sangat kecil.
2. Pinnate
Tesktur rapat, pada daerah yang sudah tererosi lanjut, tidak ada kontrol
struktur, terdapat pada daerah landai dengan litologi, bertekstur, halus (lanau,
lempung, tuff, dan lain-lain).
3. Anastomatic
Jaringan saluran saling mengikat, terdapat di daerah dataran banjir, delta,
dan rawa - rawa pasang - surut.
4. Distributary
Bentuk menyerupai kipas, terdapat pada kipasa aluvial dan delta.

Ubahan dari dendritik


1. Subparalel
Kemiringan lapisan lereng sedang atas dikontrol oleh bentang alam
subparalel, dikontrol oleh lereng litologi dan struktur, lapisan batuan relatif
seragam resistensinya.
2. Coliniar
Dicirikan oleh kelurusan sunagi dan lairan yang selang - seling antara
muncul dan tidak memanjang diantara punggung bukit pasir pada daerah loess
dan gurun pasir landai

POLTAK WIRABHAKTI SIRAIT II- 13


GEOMORFOLOGI

Ubahan Trellis
1. Subtrellis
Dibedakan dengan pola trellis pada derajat kemenerusan kelurusannya
yang dominan, searah dengan ebntang alam yang memanjang/paralel, kontrol
struktur lipatan maupun sesar atau kekar.
2. Directional Trellis
Anak sungai lebih panjang dari sungai utama, dijumpai pada daerah
homoklin dengan kemiringan lain.
3. Recurved Trellis
Merupakan daerah lipatan yang menunjam, dibedakan dari pola contorted
yang biasanya tedapt di daerah batuan metamorf.
4. Fault Trellis
Kelurusan sungi - sungai besar adalah sebagai kelurusan sesar,
berkembang pada sesar - sesar yang paralel, menunjukkan graben dan horst,
secara bergantian.
5. Joint Trellis
Kontrol astrukturnya adalah kekar, ditandai oleh aliran sungai yang
pendek - pendek lurus dn sejajar.

Ubahan Rektangular
1. Angulate
Kelokan tajam dari sungai kemungkinan akibat sesar, kelurusan anak
sungai diakibatkan kekar, pada litologi, yng berbutir, kasar dengan kedudukan
horisontal, biasanya, angulate dan rektangular terdapat bersama pada satu
daerah.

Ubahan Radial :
1. Centripetal
Pola ini berhubungan dengan kawah, kaldera, dolena besar atau uvala.

Penggabungan dari beberapa pola dasar.


1. Complex
Ada lebih dari satu pola dasar yang bergabung dalam suatu daerah, kontrol
struktur, topografi dan litologi sangat dominan, terdapat did daerah melange.

POLTAK WIRABHAKTI SIRAIT II- 14


GEOMORFOLOGI

2. Compound
Terdiri dari dua pola kontemporer, kombinasi pola radial dan annular
yang meerupakan sifat kubah.

Perkembangan pola baru


1. Palimpsets
Sungai tua atau pola tua yang sudah ditinggalkan dan merupakan daerah
pengangkatan baru.

Gambar 2.4. Beberapa bentuk bentang alam yang memperlihatkan


perbedaan tipe - tipe genetik sungai

Gambar 2.5. Kenampakan pola kontur dan kaitannya


dengan jenis sungai atas dasar genesa

POLTAK WIRABHAKTI SIRAIT II- 15


GEOMORFOLOGI

Gambar 2.6. Jenis - jenis penyimpang aliran


A) Dendritik with radial enclave, B) Dendritik trellis influence, C) Rectinilinerity,
D) Local meandering, E) Compressed meanders, F) Local Braided, G) Pnched
valleys, H) Annomalous flare in valley, I) Annomlaous pond, alluvial fill and
warsh, J) Annomalous cuves and turns, K) Flying leeves, L) Varitaions in levee
width Howard, (1966, p. 2257).

Gambar 2.7. Contoh Diagram Kipas yang Memperlihatkan


Pola Pengaliran Tertentu

POLTAK WIRABHAKTI SIRAIT II- 16


GEOMORFOLOGI

2.4 Langkah Kerja


Dalam praktikum tiga (3) ini memiliki langkah kerja seperti berikut :
1. Pertama tarik garis pada seluruh aliran sungai yang ada pada peta
topografi (tris) menggunakan pensil berwarna biru dan tentukan jenis
pola alirannya.
2. Setelah itu buat orde sungai dan jumlahnya lalu memasukkan data
tersebut kedalam tabel.
3. Lalu batasi DAS (daerah aliran sungai) jika terdapat lebih dari satu (1)
DAS pada peta tersebut dengan menggunakan program map info.

2.5. Hasil Dan Pembahasan


2.5.1. Hasil
Hasil dari pembahasan ini adalah kita bisa mengetahui tentang sungai
lebih dalam lagi. Banyak yang bisa kita aplikasikan di kehidupan kita sehari
hari. Kita dapat mengetahui lebih dalam dari sungai, contoh kita bisa
mengukur daerah aliran sungainya, jenis jenis sungainya, litologi yang
terdapat di sungai dan struktur- struktur nya.

2.5.2. Pembahasan
Morfologi sungai adalah ilmu yang mempelajari tentang geometri (bentuk
dan ukuran), jenis, sifat dan perilaku sungai dengan segala aspek dan
perubahannya dalam dimensi ruang dan waktu. Dengan demikian, morfologi
sungai ini akan menyangkut juga sifat dinamik sungai dan lingkungannya yang
saling terkait.
Dua proses penting dalam sungai adalah erosi dan pengendapan, yang
dipengaruhi oleh jenis aliran air dalam sungai yaitu:

aliran laminer: jika air mengalir dengan lambat, partikel akan bergerak ke
dalam arah paralel terhadap saluran.
aliran turbulen: jika kecepatan aliran berbeda pada bagian atas, tengah,
bawah, depan dan belakang dalam saluran, sebagai akibat adanya
perubahan friksi, yang mengakibatkan perubahan gradien kecepatan.

POLTAK WIRABHAKTI SIRAIT II- 17


GEOMORFOLOGI

Kecepatan maksimum pada aliran turbulen umunya terjadi pada kedalaman


1/3 dari permukaan air terhadap kedalaman sungai.

2.6 Kesimpulan

Berikut ini adalah interpretasi dari peta pola pengaliran daerah Krueng Si
Bubung Hulu :

Panjang Sungai = Metode pengukuran manual (pakai benang)


= Panjang sungai x skala peta
= 75,4 cm x 50000
= 3770000 cm
= 37,7 km

Luas DAS = (panjang peta x lebar peta) x skala peta


= (11,1 cm x 11,1 cm) x 50000
= 123,21 cm2 x 50000
= 6160500 cm2
= 616,05 m2
= 61,605 km2

Kerapatan Sungai = Panjang sungai


luas DAS

37,7 km
=
61,605 km 2
= 0,6119 km

Perhitungan Rbn Orde Jumlah Rbn


Orde 1 37 3,0833
Orde 2 12 3
Orde 3 4 0

Keterangan = Rbn orde 1 = jumlah orde 1


Jumlah orde 2
= 37

POLTAK WIRABHAKTI SIRAIT II- 18


GEOMORFOLOGI

12
= 3,0833
Rbn orde 2 = jumlah orde 2
Jumlah orde 3
= 12
4
=4
Rbn orde 3 = jumlah orde 3
Jumlah orde 4
= 4
0
= 0

Kerapatan Sungai
Berdasarkan nilai kerapatan sungai yang bernilai 0,6119 km (< 5)
dapat di interpretasikan sungai tersebut memiliki jenis densitas yang
Corase dan karakteristik yang mempunyai limpahan kecil, batuan
permeabel dan kokoh.
Aliran Sungai Berdasarkan Ganesa
Pada peta daerah sorotan dapat di interpretasikan aliran sungai
berdasarkan genesanya adalah sungai insekuen.
Pola Aliran Sungai
Berdasarkan pola aliran sungai pada peta daerah Krueng Si Bubung
Hulu dapat di interpretasikan termasuk ke dalam pola aliran Subparalel.
Pola Aliran Subparalel : dimana Kemiringan lapisan lereng sedang atas
dikontrol oleh bentang alam subparalel, di kontrol oleh lereng litologi
dan struktur, dan lapisan batuan seragam resistensinya.
Litologi
Berdasarkan pola aliran subparalel maka dapat di interpretasikan
bahwa litologi lapisan batuan relatif seragam resistansinya.
Struktur
Berdasarkan pola aliran subparalel dapat di interpretasikan bahwa
pada daerah Krueng Si Bubung Hulu, kemiringan lapisan lereng sedang

POLTAK WIRABHAKTI SIRAIT II- 19


GEOMORFOLOGI

atas dikontrol oleh bentang alam subparalel, di kontrol oleh lereng litologi
dan struktur. Dan, dapat juga di interpretasikan berdasarkan dari garis
kontur pada Peta daerah Krueng Si Bubung Hulu memiliki struktur lipatan
dan sesar

POLTAK WIRABHAKTI SIRAIT II- 20

Anda mungkin juga menyukai