Anda di halaman 1dari 8

Analisis Karakteristik Fisik DAS

Daerah Aliran Sungai

Daerah Aliran Sungai (Watershed) didefinisikan sebagai suatu wilayah daratan yang
menerima air hujan, menampung dan mengalirkannya melalui satu sungai utama ke laut dan
atau ke danau. Satu DAS, biasanya dipisahkan dari wilayah lain di sekitarnya (DAS-DAS lain)
oleh pemisah alam topografi (seperti punggung bukit dan gunung. Suatu DAS terbagi lagi ke
dalam sub DAS yang merupakan bagian DAS yang menerima air hujan dan mengalirkannya
melalui anak sungai ke sungai utamanya (Dirjen Reboisasi & Rehabilitasi Lahan, 1998).

DAS merupakan suatu wilayah tertentu yang bentuk dan sifat alamnya merupakan satu
kesatuan ekosistem, termasuk didalamnya hidrologi dengan sungai dan anak-anak sungainya
yang berfungsi sebagai penerima, penampung dan penyimpan air yang berasal dari hujan dan
sumber lainnya. Sungai atau aliran sungai sebagai komponen utama DAS didefinisikan sebagai
suatu jumlah air yang mengalir sepanjang lintasan di darat menuju ke laut sehingga sungai
merupakan suatu lintasan dimana air yang berasal dari hulu bergabung menuju ke satu arah
yaitu hilir (muara).

Karena air mengalir dari tempat yang tinggi ke tempat yang lebih rendah sepanjang
lereng maka garis batas sebuah DAS adalah punggung bukit sekeliling sebuah sungai. Garis
batas DAS tersebut merupakan garis khayal yang tidak bisa dilihat, tetapi dapat digambarkan
pada peta.

Batas DAS kebanyakan tidak sama dengan batas wilayah administrasi. Akibatnya
sebuah DAS bisa berada pada lebih dari satu wilayah administrasi. Ada DAS yang meliputi
wilayah beberapa negara (misalnya DAS Mekong), beberapa wilayah kabupaten (misalnya
DAS Brantas), atau hanya pada sebagian dari suatu kabupaten.

Tidak ada ukuran baku (definitif) suatu DAS. Ukurannya mungkin bervariasi dari
beberapa hektar sampai ribuan hektar. DAS Mikro atau tampungan mikro (micro catchment)
adalah suatu cekungan pada bentang lahan yang airnya mengalir pada suatu parit. Parit tersebut
kemungkinan mempunyai aliran selama dan sesaat sesudah hujan turun (intermitten flow) atau
ada pula yang aliran airnya sepanjang tahun (perennial flow). Sebidang lahan dapat dianggap
sebagai DAS jika ada suatu titik penyalur aliran air keluar dari DAS tersebut.

Daerah Aliran Sungai (DAS) memiliki beberapa karakteristik yang dapat


menggambarkan kondisi spesifik antara DAS yang satu dengan DAS yang lainnya.
Karakteristik itu dicirikan oleh parameter yang terdiri atas (Dephutbun 1998):

1. Morfometri DAS yang meliputi luas DAS, relief DAS, bentuk DAS, kepadatan
drainase, gradien sungai, lebar DAS dan lain-lain.
2. Hidrologi DAS, mencakup curah hujan, debit dan sedimen.
3. Tanah.
4. Geologi dan geomorfologi.
5. Penggunaan lahan.
6. Sosial ekonomi masyarakat di dalam wilayah DAS.
Luas DAS merupakan salah satu parameter karaktristik daerah aliran sungai. Makin
besar DAS makin lama pula limpasan mencapai outlet, sehingga lebar DAS akan semakin besar
karena hujan yang ditangkap juga semakin banyak. Klasifikasi DAS berdasarkan luas DAS
bisa dilihat pada Tabel 1 dibawah ini.

Tabel 1. Klasifikasi DAS Berdasarkan Luas

No Luas DAS (Ha) Klasifikasi DAS


1 1.500.000 ke Atas DAS Sangat Besar
2 500.000 – < 1.500.000 DAS Besar
3 100.000 – < 500.000 DAS Sedang
4 10.000 – < 100.000 DAS Kecil
5 Kurang dari 10.000 DAS Sangat Kecil
Sumber: Bina Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Perhutanan Sosial (2013)

Perhitungan Luas DAS:


Luas DAS = 13,76 km2 (didapatkan dari Peta Rupa Bumi)
= 1376 Ha
Berdasarkan Tabel 1, maka DAS tersebut dapat dikasifiasikan menjadi DAS Sangat Kecil.

Panjang Alur Sungai Utama

Gambar 1 Penentuan Panjang Alur Sungai

Perhitungan Panjang Alur Sungai Utama:


Panjang Alur Sungai Utama = 7,09 km (didapatkan dari Peta Rupa Bumi)

Jaringan Sungai

Jaringan sungai dapat mempengaruhi besarnya debit aliran sungai yang dialirkan oleh
anak-anak sungainya. Parameter ini dapat diukur secara kuantitatif dari nisbah percabangan
yaitu perbandingan antara jumlah alur sungai orde tertentu dengan orde sungai satu tingkat di
atasnya. Nilai ini menunjukkan bahwa semakin tinggi nisbah percabangan berarti sungai
tersebut memiliki banyak anak-anak sungai dan fluktuasi debit yang terjadi juga semakin besar.

Orde sungai adalah posisi percabangan alur sungai di dalam urutannya terhadap induk
sungai pada suatu DAS. Semakin banyak jumlah orde sungai, semakin luas dan semakin
panjang pula alur sungainya. Orde sungai dapat ditetapkan dengan metode Horton, Strahler,
Shreve, dan Scheidegger. Namun pada umumnya metode Strahler lebih mudah untuk
diterapkan dibandingkan dengan metode yang lainnya. Berdasarkan metode Strahler, alur
sungai paling hulu yang tidak mempunyai cabang disebut dengan orde pertama (orde 1),
pertemuan antara orde pertama disebut orde kedua (orde 2), demikian seterusnya sampai pada
sungai utama ditandai dengan nomor orde yang paling besar.

Gambar 2 Penentuan Orde Sungai dengan Metode Strahler

Perhitungan Orde Sungai:


Berdasarkan metode Strahler didapatkan orde sungai adalah 4. (gambar terlampir)
Analisa Korelasi
Hubungan Luas DAS, Panjang Alur Sungai, dengan bentuk DASnya adalah sebagai
berikut:
 Korelasi Antara Luas DAS dengan Panjang Alur Sungai Utama
Rumus Eagleson dan Muller :
L = 1,31 A0,568
L = 4,63 A0,47
L = 1,73 A0,50
Perhitungan Korelasi Antara Luas DAS dengan Panjang Alur Sungai Utama:
Luas DAS = 13,76 km2 (didapatkan dari Peta Rupa Bumi)
Panjang Alur Sungai Utama = 7,09 km (didapatkan dari Peta Rupa Bumi)

L = 1,31 A0,568
= 1,31 x 13,760,568
= 5,8

L = 4,63 A0,47
= 4,63 x 13,760,47
= 15,88

L = 1,73 A0,50
= 1,73 x 13,760,50
= 6,42

Hubungan Bentuk DAS Menurut Eagleson adalah sebagai berikut:


 Faktor bentuk DAS:
A
m=
BL
 Aspek rasio:
B
a=
L
sehingga,
A
mxa=
L2
Dimana:
B = Lebar DAS terpanjang.
Perhitungan Hubungan Bentuk DAS
B = 3,049 km (didapatkan dari Peta Rupa Bumi)
Panjang Alur Sungai Utama = 7,09 km (didapatkan dari Peta Rupa Bumi)
Luas DAS = 13,76 km2 (didapatkan dari Peta Rupa Bumi)

A
mxa=
L2
13,76
mxa=
7,092
m x a = 0,273
Kerapatan Jaringan Sungai
Kerapatan sungai adalah suatu angka indeks yang menunjukan banyaknya anak
sungai di dalam suatu DAS. Indeks tersebut dapat diperoleh dengan rumus (Horton, 1945)
sebagai berikut:
L
Dd =
A
Dimana:
Dd : Indeks Kerapatan Alur (Km/Km2)
L : Panjang Sungai Total (Km)
A : Luas DAS (Km2)
Tabel 2. Klasifikasi DAS Berdasarkan Luas

No Indeks Kerapatan Sungai (km/km2) Kriteria


1 Kurang dari 0,25 Rendah
2 0,25 – 10 Sedang
3 10 – 25 Tinggi
4 Diatas 25 Sangat Tinggi
Sumber: Soewarno, 1991
Perhitungan Kerapatan Sungai:
Panjang Sungai Total = 29,97 km (didapatkan dari Peta Rupa Bumi)
Luas DAS = 13,76 km2 (didapatkan dari Peta Rupa Bumi)
L
Dd =
A
29,97
Dd = = 2,18 km/km2
13,76

Jadi, kerapatan jaringan sungai sebesar 2,18 km/km2 dan berdasarkan Tabel 2 maka DAS
tersebut memiliki kriteria kerapatan jaringan sungai yang tinggi.
Kerapatan Anak Sungai
Ni
Dt =
A
Dimana:
Dt : Indeks Kerapatan Anak Sungai (Km/Km2)
Ni : Jumlah Anak Sungai (Km)
A : Luas DAS (Km2)
Perhitungan Kerapatan Sungai:
Jumlah Anak Sungai = 31 (didapatkan dari Peta Rupa Bumi)
Luas DAS = 13,76 km2 (didapatkan dari Peta Rupa Bumi)
Ni
Dt =
A
31
Dt = = 2,25 km/km2
13,76
Jadi, kerapatan jaringan sungai sebesar 2,25 km/km2 dan berdasarkan Tabel 2 maka DAS
tersebut memiliki kriteria kerapatan jaringan sungai yang tinggi.
Lebar rata-rata DAS
Pendekatan yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Lebar DAS pada bagian titik berat.
2. Luas DAS dibagi dengan panjang alur sungai utama.
Perhitungan lebar rata-rata DAS:
Lebar rata rata DAS berdasarkan pendekatan diatas = 3,049 km
Indeks Sinuositas (Sinuosity Index)

Sungai memiliki banyak pola alur antara lain sungai lurus, meander, dan teranyam
(Morisawa, 1968). Alur sungai lurus terdapat pada ruas yang relatif pendek dan secara alamiah
jarang ditemui kecuali pada sungai rekayasa atau sudetan (WMO, 2003; Charlton, 2008).
Menurut WMO (2003), alur sungai meander yaitu sungai yang terdiri dari banyak kelokan
dengan kemiringan relatif datar sehingga meander sungai biasanya terdapat pada daerah hilir.
Alur sungai akan berubah sesuai dengan energi yang dimilikinya, sehingga pada energi
minimum terjadi keseimbangan proses erosi dan sedimentasi secara bersamaan (Maryono,
2008).

Menurut Charlton (2008), pembentukan meander diawali dengan alur lurus kemudian
terbentuk suatu penghalang aliran seperti gosong sungai sehingga terjadi perpindahan alur yang
awalnya lurus menjadi belok dan mengikis tepi sungai. Selain itu, tanpa adanya penghalang
aliran tepi sungai tetap terkikis dan diperparah karena benturan aliran.

Sungai dengan alur lurus tanpa berkelok sulit ditemukan sehinggga perlu
memperhitungkan indeks kelengkungan suatu sungai atau sinuosity index. Indeks Sinuositas
mengindikasikan bahwa meander dapat diukur melalui perbandingan antara panjang alur
meander dengan panjang lembah mendatar. Indeks sinuositas dengan rasio 1,5 merupakan
berkelok (Charlton, 2008).

Sinuosity Index atau indeks kelengkungan dihitung menggunakan database GIS dengan
rumus (Charlton, 2008; Schumm, 1963):

Panjang Alur Sungai


Sinuosity Index =
Panjang Lembah

Kemudian, nilai indeks kelengkungan dimasukkan dalam klasifikasi tipe meander


menurut Charlton (2008) pada Gambar 1. Penentuan tipe evolusi meander dengan ketentuan
klasifikasi menurut Rosgen (1996, dalam Kamarudin et al., 2014). Tipe evolusi meander dibagi
menjadi 3 yaitu tipe stabil (SI= 1.5).

Gambar 3 Tipe Alur Sungai (Charlton, 2008)

Perhitungan Sinuosity Index:


Panjang Alur Sungai Utama = 7,09 km (didapatkan dari Peta Rupa Bumi)
Panjang Lembah = 5,835 km (didapatkan dari Peta Rupa Bumi)

Panjang Alur Sungai


Sinuosity Index =
Panjang Lembah

7,09
Sinuosity Index = = 1,22
5,835

Berdasarkan Gambar 3, maka sungai utama dalam DAS tersebut dapat dikasifiasikan menjadi
sungai sinuous.

Penentuan Elevasi
Penentuan elevasi digunakan untuk mengetahui kondisi slope pada sungai utama.
Setelah mengetahui panjang sungai utama, maka perhitungan slope bisa dilakukan.

Elevasi Hulu = +500 (didapatkan dari Peta Rupa Bumi)


Elevasi Hilir = +225 (didapatkan dari Peta Rupa Bumi)

Untuk menghitung slope sungai, agar lebih akurat maka sungai dibagi menjadi
beberapa patok. Patok yang akan digunakan adalah sebagai berikut.

Tabel 3. Data Elevasi dan Jarak Patok

Patok Elevasi Jarak (m)


P1 +500,0
1520
P2 +387,5
1590
P3 +375,0
1440
P4 +360,0
1810
P5 +262,5
730
P6 +225,0
Sumber: Peta Rupa Bumi

Penggambaran elevasi terlampir.

Slope Sungai

Slope sungai dapat dihitung menggunakan rumus:

Slope = (Elevasi Awal – Elevasi Akhir) / Jarak

Perhitungan Slope Sungai:


Slope = (Elevasi Awal – Elevasi Akhir) / Jarak
Untuk P1 ke P2
= (500 – 387,5) / 1520
= 0,074
Perhitungan selanjutnya dapat ditabelkan sebagai berikut.

Tabel 4. Hasil Perhitungan Slope Sungai

Patok Elevasi Jarak (m) Slope


P1 +500,0
1520 0.0740132
P2 +387,5
1590 0.0078616
P3 +375,0
1440 0.0104167
P4 +360,0
1810 0.0538674
P5 +262,5
730 0.0513699
P6 +225,0
Sumber: Hasil Perhitungan, 2019

Berdasarkan hasil perhitungan slope sungai diatas, dapat disimpulkan bahwa slope sungai pada
bagian hulu lebih curam daripada bagian tengah dan hilir.

Rata-Rata Slope Sungai:


= (0,0740 + 0,0078 + 0,0104 + 0,0539 + 0,0514) / 5 = 0,0395
Daftar Pustaka
https://media.neliti.com/media/publications/182499-ID-kajian-karakteristik-das-tuntang-dan-
mod.pdf
http://eprints.undip.ac.id/55640/4/2b_BAB_Tinjaun_Pustaka.pdf
https://media.neliti.com/media/publications/205900-analisis-karakteristik-das-tapakis-
berba.pdf
https://media.neliti.com/media/publications/79586-ID-pengaruh-perubahan-penggunaan-
lahan-semp.pdf

Anda mungkin juga menyukai