Pengantar:
Daerah Aliran Sungai (DAS) didefinisikan sebagai bentang lahan yang dibatasi oleh
punggung-punggung bukit yang apabila daerah tersebut menerima curah hujan, maka curah
hujan yang sampai di permukaan tanah akan disimpan didalam tanah dan dialirkan melalui
permukaan miring, saluran-saluran pengaliran ke satu titik yang sama (titik patusan, outlet) di
muara sungai. Apabila titik patusan tersebut berada di sungai maka daerah tersebut
diistilahkan sebagai sub Daerah Aliran Sungai (Sub DAS) dari DAS, atau dapat dikatakan
sebagai DAS ordo ke-n.
Batas DAS dan Sub DAS dikenali melalui analisis peta kontur. Menarik batas DAS dan Sub
DAS di peta kontur dimulai dari titik patusan ke arah bagian hulu, mengikuti punggung bukit
yang bersambungan sampai bertemu kembali di titik patusan yang sama. Titik patusan DAS
ditentukan di muara sungai di Laut, sedangkan titik patusan Sub DAS ditentukan di titik
pertemuan anak sungai.
Ciri garis kontur sebagai punggung adalah titik titik lengkungan garis kontur, namun titik titik
lengkungan garis kontur ini juga dapat merupakan lembah. Untuk membedakan titik mana
yang merupakan punggung atau lembah adalah dengan memperhatikan informasi ketinggian
dari garis kontur tersebut. Arah aliran air di peta kontur adalah tegak lurus garis kontur dari
garis kontur yang lebih tinggi ke garis kontur yang lebih rendah.
DAS memiliki ciri-ciri tertentu yang khas yang berbeda antara satu DAS dengan DAS
lainnya. Ciri-ciri ini berkaitan dengan sifat DAS dalam merspon, mengalihragamkan curah
hujan (rainfall transformation) menjadi limpasan dan hasil air secara umum.
Ciri-ciri DAS dapat dikelompokkan menjadi ciri fisik (tanah, geologi, morfometri), dan
penggunaan lahan, selain ciri-ciri yang berkaitan dengan sosio-ekonomi masyarakat yang
menempati DAS tersebut. Respon atau alihragam curah hujan (rainfall transformation)
menjadi limpasan oleh DAS juga dipengaruhi oleh sifat klimatik DAS.
Morfometri DAS telah banyak digunakan untuk memprediksi bentuk alihragam curah hujan
(rainfall transformation) menjadi limpasan melalui model hidrograph satuan sintetik (HSS),
salah satunya adalah HSS-Gama I.
Tujuan Praktikum :
Mahasiswa dapat membatasi suatu DAS atau Sub-DAS dan mengenali Ciri-ciri morfometri
DAS dengan menggunakan Peta Kontur, dan dapat menggunakannya untuk membuat HSS
menggunakan model HSS Gama I.
Alat dan Bahan :
- Peta Kontur
- Planimeter/kertas grid
- Penggaris
- Pinsil/spidol warna
- Curvimeter/Benang
- Alat Hitung/Kalkulator
- Kertas transparan/kalkir
1
Metode Kerja :
1. Membatasi Sub DAS/DAS
- Tentukan titik keluaran air (patusan, outlet) dari sebuah Sub DAS atau DAS yang akan
dibatasi (Dalam Peta Kontur Bahan Praktek diberi tanda bulat berwarna hitam).
- Tarik garis dari titik patusan ke arah hulu mengikuti punggung bukit yang memisahkan
aliran ke titik patusan yang berbeda, sampai ke titik tertinggi, kemudian diteruskan ke
arah hilir sampai garis tersebut bertemu di titik patusan, dimana penarikan garis
dimulai.
Catatan: untuk memudahkan dalam membedakan garis sebagai kontur dan garis sebagai
sungai, anak sungai; garis yang berupa sungai diberi warna berbeda dengan garis kontur.
2. Menetapkan ordo sungai.
Penetapan ordo sungai dilakukan terhadap sungai dan anak sungai (jaringan drainase)
yang berada dalam DAS, Sub DAS yang telah dibatasi.
Penetapan Ordo menngunakan cara yang dikemukakan oleh Horton (1945), Strahler
(1957) dan Leopold (1964), sebagai berikut (Gambar 1).
- Segmen sungai paling hulu (ujung) ditetapkan sebagai sungai ordo 1 (satu).
- Apabila dua segmen sungai yang berordo sama saling bertemu, maka segmen sungai
berikutnya setelah pertemuan dua segmen sungai yang berorodo sama tersebut
menjadi segmen sungai yang berordo satu tingkat lebih tinggi dari ordo sungai yang
saling bertemu tersebut.
- Apabila segmen sungai yang berbeda ordo saling bertemu tidak membentuk segmen
sungai berorodo lebih tinggi tetapi tetap berordo sama dengan segmen sungai berordo
tertinggi yang saling bertemu.
Gambar-1
2
3. Mengukur Luas DAS/Sub DAS
Luas DAS/Sub DAS dapat ditentukan melalui pengukuran menggunakan planimeter atau
dengan cara grid, atau alat ukur/metode penentuan luas lainnya. Dalam praktek ini
gunakan cara grid. Buat grid ukuran 1 x 1 (cm2), skala Peta 1:25.000.
4. Mengukur panjang sungai setiap segmen ordo sungai.
Panjang sungai diukur untuk masing-masing segmen sungai dari mulai segmen sungai
berordo-1 sampai dengan segmen sungai berordo tertinggi.
Ordo (i) Nomor (j) panjang (l)
1. 1
2
m
Jumlah-1 (N-1) (L-1)
2. 1
2
o
Jumlah-2 (N-2) (L-2)
n. 1
2
p
Jumlah-n (N-n) (L-n)
Jumlah Total (Nt) (Lt)
Panjang segmen sungai dapat diukur dengan menggunakan curvimeter atau alat ukur
panjang lainnya.
4
Materi 2
Analisa Data Curah Hujan Wilayah
Pengantar
Curah hujan merupakan bentuk presipitasi yang sering terjadi di daerah tropis, sehingga
menjadi paling penting untuk analisis hidrologi, termasuk hidrologi hutan. Namun demikian
curah hujan suatu wilayah sangat sulit diketahui secara pasti, mengingat curah hujan yang
dikatahui adalah curah hujan di suatu titik yang diukur oleh alat penakar hujan, baik manual
maupun otomatis.
Curah hujan suatu wilayah akan diketahui secara lebih baik apabila di wilayah tersebut
terdapat penakar hujan dalam jumlah memadai dan ditempatkan dan diukur secara benar.
Makin banyak jumah penakar hujan akan memberikan hasil perkiraan curah hujan wilayah
yang lebih baik, namun hal ini menimbulkan konsekuensi semakin besarnya biaya yang
diperlukan.
Data curah hujan yang dikumpulkan oleh suatu stasiun pengukur hujan sering dijumpai tidak
lengkap, yang disebabkan oleh kelalain petugas maupun penyebab lainnya. Apabila di
wilayah tersebut terdapat stasiun pengukur hujan lainnya yang relatif berdekatan dan datanya
lengkap atau lebih lengkap, maka data yang tidak lengkap tersebut dapat diduga dengan cara-
cara pendugaan data hilang, terutama data hujan bulanan.
Pengukuran data hujan juga sering terjadi ketidakkonsistenan (inconsistence) yang
disebabkan perpindahan lokasi alat pengukur, gangguan yag meyebabkan posisi alat tidak
benar dan sebagainya. Ketidak-konsistenan data perlu dikoreksi terlebih dahulu sebelum
digunakan untuk analisis hidrologi.
Curah hujan suatu wilayah dapat diduga menggunakan beberapa metode pendugaan
menggunakan data dari beberapa stasiun pengukur hujan. Metode yang tersedia akan
menghasilkan hasil yang baik apabila syarat-syarat penggunaannya terpenuhi.
Tujuan Praktikum :
Mahasiswa dapat menganalisis kualitas data hujan yang meliputi pendugaan data rata-rata
bulanan yang hilang (tidak tersedia), pengujian konsistensi data hujan tahunan suatu stasiun
hujan dan penentuan hujan rata-rata wilayah/daerah.
Alat dan Bahan
1. Data curah hujan dari setiap stasiun hujan di suatu Sub DAS/DAS
2. Peta Lokasi Stasiun Hujan
3. Peta Isohyet
4. Kalkulator
5. Kertas kalkir
6. Penggaris
7. Alat tulis
Metode Kerja :
1. Pendugaan data hujan rata-rata bulanan yang hilang, menggunakan:
a. Normal Ratio Method
Pxi=1/n [NxPai/Na + NxPbi/Nb + + NxPni/Nn] (1)
5
b. Reciprocal Method
Px ={(1/(Dxa)2) Pa+(1/(Dxb)2) Pb + ..+ (1/(Dxn)2) Pn}/{(1/(Dxa)2+(1/(Dxb)2+ ..+ 1/(Dxn)2} (2)
Keterangan:
Pxi = Data hujan bulan ke-i di stasiun X yang datanya akan diduga
Pai, Pbi ….. Pni = Data hujan bulan ke-i di stasiun pembanding (Stasiun a, b …n)
Nx, Na, …Nn = Data Hujan Normal tahunan di Stasiun X, a, ....n
Hujan Tahunan Normal adalah hujan rata-rata tahunan jangka panjang (> 30 tahun) ± 15%
Dx-a, x-n : Jarak antara Stasiun X dengan Stasiun pembanding a, b....n
2. Pengujian konsistensi data hujan dengan membuat “kurva massa ganda” (double mass
curve)
3. Menentukan hujan rata-rata wilayah dengan metode :
a. Metode aritmatika
P = (Σ Pi)/n (3)
b. Metode Polygon Thiessen
P = Σ(Wi * Pi) ; Wi = Api/A; A = ΣApi (4)
c. Metode isohyet
P = Σ(Wi * Pi) ; Wi = Ai/ ΣAi dan Pi = presipitasi stasiun ke-i (5)
Pi = presipitasi stasiun ke-i
Api = luas poligon thiessen untuk stasiun i
Ai = luas daereah yang diapit dua garis isohyet dan batas DAS ke i
i = 1, ..n = stasiun hujan ke i sd n
n = jumlah stasiun hujan
Dari Tabulasi data di atas didapati hujan di stasiun A pada bulan Maret tidak ada. Pendugaan
data tersebut dengan menggunakan menggunakan Normal Ratio Method (persamaan 1),
adalah menjadi:
6
P_a3 =1/2 [(Na/Nb *P_b3] + (Na/Nc * P_c3)]
Apabila jarak lokasi stasiun A dengan B adalah Da-b jarak lokasi stasiun A dengan C adalah
Da-c, maka pendugaan data P_a3 menggunakan metode Reciprocal (persamaan 2) menjadi:
P-a3 = {(1/(Da-b)2) P_b3 + (1/(Da-c)2) P_c3 }/{(1/(Da-b)2+(1/(Da-c)2}
Data hujan untuk praktek pendugaan data hujan bulanan yang hilang disajikan dalam
Lampiran-1
2. Pengujian konsistensi data hujan dengan membuat “kurva massa ganda”
Contoh tabulasi data hujan 5 stasiun hujan Tahun 1970-1986 disajikan dalam Tabel 1 di
bawah. Stasiun A akan diuji konsistensinya terhadap 4 stasiun lainnya yang terdapat
dalam DAS tersebut.
a. Hitung hujan kumulatif tahun 1970 s.d 1986 di stasiun A
Pa1970 = Pa1970
Pa1971 = Pa1970+Pa1971
Pa1972 = Pa1970+Pa1971+Pa1972
.
.
Pa1986 = Pa1970+Pa1971+Pa1972+ .. + Pa1986
b. Hitung rata-rata hujan tahunan masing-masing tahun stasiun B, C, D dan E.
Prb-e1970 = (Prb1970+ Prc1970+ Prd1970+ Pre1970)/4
Prb-e1971 = (Prb1971+ Prc1971+ Prd1971+ Pre1971)/4
Prb-e1972 = (Prb1972+ Prc1972+ Prd1972+ Pre1972)/4
.
.
Prb-e1986 = (Prb1986+ Prc1986+ Prd1986+ Pre1986)/4
c. Hitung hujan kumulatif Prb-e tahun 1970 s.d 1986
Prb-e1970 = Prb-e1970
Prb-e1971 = Prb-e1970+Prb-e1971
Prb-e1972 = Prb-e1970+Prb-e1971+Prb-e1972
.
.
Pa1986 = Prb-e1970+Prb-e1971+Prb-e1972+ .. + Prb-e1986
d. Plot data Pa 1970 – 1986 di sumbu X, dan Prb-e 1970-1986 di sumbu Y (Gambar 2)
Dari Gambar 2 terlihat bahwa titik di 1970 sampai dengan titik di 1982 cenderung
membentuk garis lurus, sementara mulai titik tahun 1983 terjadi penyimpangan arah.
Data 1983-1986 statsiun hujan A dikatakan tidak konsisten terhadap data rata-rata
hujan stasiun B, C, D, dan E. Data hujan tahun 1983-1986 si datisun A perlu
dikoreksi dengan menggunakan faktor koreksi, yaitu kemiringan garis (1983-1986)
terhadap garis (1983-1986”).
7
25000
1986’’
20000
5000 1970
0
0 5000 10000 15000 20000 25000
Kum ulatif Pa (m m )
Gambar 2
8
tersebut (garis tebal dalam Gambar). Perpotongan antar ”garis bagi” tersebut
membentuk jaringan poligon. Garis poligon dan batas DAS merupakan batas areal
yang diwakili oleh stasiun hujan tersebut. daerah poligon.
Hitung luas masing daerah poligon tersebut Ai
Hitung rata hujan daerah dengan menggunakan
persamaan [4]
Untuk keperluan Praktikum ini, gunakan Gambar 3
berikut:
Skala 1 : 250.000
Gambar 3
c. Rata-rata Isohyet
Cara perhitungan hujan rata-rata sama dengan cara poligon Thiessen, yaitu memberikan
bobot luas keterwakilan penakar hujan. Perbedaannya terletak dalam penetapan luas
masing-masing besaran hujan yang mewakilnya.
Pemberian bobot luas masing-masing setasiun hujan dilakukan dengan penggambaran
garis isohyet.
Hujan yang terjadi di antara dua garis isohyet dianggap sama dengan rata-rata aljabar dua
isohyet yang mengapitnya.
Luasnya adalah luas daerah diantara dua garis isohyet dan batas luas DASnya.
Untuk keperluan praktikum gunakan Gambar 4 berikut:
9
1300
1100
900
Skala 1 : 250.000
Gambar 4
10
Materi 3
Pengukuran Intersepsi
Pengantar
Intersepsi merupakan proses penahanan curah hujan oleh bagian-bagian tanaman yang
kemudian diupakan sehingga tidak sampai di permukaan tanah mineral. Di dalam tegakan,
intersepsi terjadi oleh bagian-bagian tanaman tingkat pancang-pohon yang sering disebut
sebagai intersepsi tajuk (crown interception), dan juga oleh tumbuhan bawah dan serasah
yang biasa disebut sebagai intersepsi lantai hutan (forest floor interception).
Intersepsi oleh tajuk dan atau oleh lantai hutan sangat penting dalam proses daur air, karena
akan mengurangi jumlah air yang sampai di permukaan tanah mineral, sehingga menjadi
faktor pengendali penting jumlah dan kecepatan aliran permukaan dan juga infiltrasi air ke
dalam tanah serta sumber uap air di udara.
Jumlah curah hujan yang diintersepsi (total) dihitung melalui pengurangan jumlah hujan (Pg)
dengan curah hujan yang sampai di tanah mineral, sedangkan jumlah intersepsi tajuk dihitung
dengan pengurangan jumlah curah hujan (Pg) dengan jumlah curah hujan yang sampai di
lantai hutan.
Jumlah curah hujan yang sampai di lantai hutan dan di permukaan tanah mineral adalah yang
jatuh melalu celah-celah tajuk, tetesan air dari bagian tanaman (throughfall) dan mengalir
melalui batang (stemflow).
Unit terkecil pengukuran adalah individu pohon, atau beberapa pohon sebagai unit contoh
tegakan. Sebagai dasar unit pengukuran adalah luas proyeksi tajuk pohon (untuk unit contoh
individu pohon), dan luas proyeksi tajuk tegakan dalam ukuran luas tertentu tegakan (untuk
unit contoh tegakan).
Satuan intersepsi umumnya menggunakan satuan persentase terhadap curah hujan, atau
satuan tinggi (mm) sebagaimana umumnya satuan curah hujan. Dalam pengukuran curah
hujan, jumlah curah hujan adalah jumlah curah hujan yang jatuh di permukaan horizontal,
sehingga apabila curah hujan terjadi secara merata, maka curah hujan (dalam satuan tinggi)
yang diukur menggunakan alat ukur dengan luas penampang penampung yang berbeda akan
menghasilkan jumlah curah hujan yang sama (dalam satuan tinggi).
Pengukuran throughfall dan stemflow sering menggunakan alat ukur dalam satuan volume,
sehingga untuk mendapatkan jumlah throughfall dan stemflow dalam satuan tinggi perlu
dikonversi menggunakan luas penampang penampung throughfall dan stemflow.
Dalam pengukuran throughfall apabila distribusi ukuran celah-celah dan jumlah tetesan
merata dalam batasan proyeksi tajuk, maka dimanapun pengukuran throughfall dilakukan di
bawah tajuk tersebut akan menghasilkan jumlah throughfall (dalam satuan tinggi) yang sama,
sehingga faktor konversi satuan volume throughfall kedalam satuan tinggi menggunakan
”luas penampang penampung throughfall”, sedangkan untuk stemflow, karena air yang
mengalir melalui batang berasal dari curah hujan yang jatuh di tajuk, maka konversi volume
ke satuan tinggi menggunakan luas proyeksi tajuk.
Tujuan Praktikum :
Mahasiswa dapat menentukan besaran intersepsi dari suatu jenis pohon dan tegakan.
11
Alat dan Bahan :
a. Ombrometer : sebagai alat pengukur curah hujan di atas tajuk (daerah terbuka)
b. Ember/penampung lainnya : sebagai penampung air lolos (troughfall) dan aliran batang
(stemflow)
c. Selang : untuk mengarahkan aliran air hujan yang melalui batang agar
berkumpul dalam ember penampung
d. Plastik : sebagai bidang tampungan troughfall
e. Kayu reng : sebagai tiang penyangga dan memperkokoh bidang tampungan
troughfall
f. Aspal/ter : sebagai perekat selang pada batang pohon
g. Meteran : untuk mengukur diameter pohon dan diameter tajuk
h. Alat ukur luas : untuk mengukur luas
i. Alat tulis
Catatan: sebagai pengganti plastik untuk mengukur throughfall, dapat menggunakan alat ukur
hujan, atau talang air dengan panjang tertentu.
Metode Kerja :
A. Pengukuran Intersepsi Tajuk Pohon harian di lapangan
1. Siapkan semua alat dan bahan penunjang.
2. Pilih unit pohon suatu tegakan atau unit terkecil tegakan yang akan diukur intersepsi
tajuknya.
3. Rancang alat-alat untuk stemflow meliputi : belah selang dengan menggunakan cutter,
untuk mempermudah menempelkan pada batang pohon, jahit selang tersebut pada
bagian tepinya dengan menggunakan benang nilon dan sisakan di ujung-ujungnya
sebagai tali. Lilitkan pada batang pohon sedemikian rupa, diupayakan tidak ada celah
antara selang dengan kulit batang (gunakan ter/aspal, silicon), bagian ujung selang
disambungkan dengan ember plastik bertutup yang dilubangi bagian atasnya sebagai
jalan masuk selang.
4. Rancang alat-alat untuk throughfall meliputi : tancapkan patok reng tepat di bawah
tajuk pohon, pasangkan lembaran plastik yang sudah dilubangi pada bagian tengahnya
sedemikian rupa pada patok reng, letakkan ember plastik tepat di bawah lubang
plastik tersebut. (atau gunakan alat ukur hujan, talang air yang dihibungkan dengan
penampung, ember tertutup)
5. Pasang ombrometer di daerah yang terbuka (bebas pohon). Jarak penghalang dari
ombrometer lebih panjang dari tinggi penghalang.
6. Proyeksikan tajuk, dan hitung luasnya (Ac, mm2).
7. Lakukan pengukuran hujan, throughfall dan stemflow setiap setelah hari hujan (setiap
pukul 07.00, sebagai upaya untuk mengurangi penguapan).
8. Hitung besarnya throughfall (mm) dengan rumus: Pt = Jumlah air yang tertampung
(VPt, mm3) dibagi luas permukaan pengukur throughfall posisi horizontal (APt , mm2).
Pt = VPt/ APt
9. Hitung besarnya stemflow (Ps, mm) dengan rumus : Ps = jumlah air yang tertampung
(VPs, mm3): luas proyeksi tajuk (Ac, mm2). Ps = VPs/ Ac
10. Hitung jeluk hujan (mm) dengan rumus: Pg = jumlah air yang tertampung (mm3): luas
penampang ombrometer (mm2).
11. Hitung besarnya intersepsi dengan rumus : Ic = Pg – (Pt + Ps)
12
12. Hitung persen intersepsi = (Ic/Pg) x 100%.
13. Buat tabel dan grafik yang menghubungkan besarnya inetrsepsi dengan curah hujan.
Pengukuran intersepsi tegakan secara prinsip sama dengan pengukuran intersepsi pohon,
perbedaannya adalah dalam memilih batang untuk pengukuran stemflow dan penempatan alat
ukur throughfall. Karena yang diukur adalah tegakan maka satuan tegakan sebagai unit
contoh harus ditetapkan terlebih dahulu, kemudian pemilihan batang dan penempatan alat
pengukur throughfall mengikuti prinsip sampling, yaitu keterwakilan populasi.
Beberapa alat dan cara penempatan alat disajikan dalam Gambar berikut:
Pg, mm
VPt, cm3
13
Hal-hal penting yang harus diperhatikan
dalam pengukuran stemflow (aliran batang)
adalah:
1. Lilitan selang harus memadai agar semua
air yang mengalir melalui batang dapat
tertampung melalui selang. Gambar
sebelah kiri menunjukkan lilitan yang baik,
sedangkan Gambar sebelah kanan kurang
baik
2. Antara selang dengan batang dihindari
terjadinya celah; untuk itu perlu diberi
bahan pengisi celah, aspalt atau silikon.
14
Materi 4
Pengukuran Laju Infiltrasi
Pengantar
Infiltrasi adalah proses mengalirnya air kedalam tanah secara vertikal melalui permukaan
tanah. Infiltrasi penting untuk mengisi pori-pori tanah (soil moisture) sebagai sumber air bagi
tanaman dan proses awal pengisian air tanah (ground water), dan merupakan bagian
pengurangan jumlah hujan yang menjadi limpasan permukaan (surface run-off).
Ukuran infiltrasi adalah laju (rate) dan kapasitas (capacity) infiltrasi. Laju infiltrasi
menunjukkan kecepatan air masuk ke dalam tanah dalam satuan tinggi per satuan waktu
(misal mm/jam), sedangkan kapasitas infiltrasi menunjukkan laju maksimum air ke dalam
tanah dalam kondisi tertentu.
Laju infiltrasi semakin menurun sejalan dengan semakin meningkatnya kadar air tanah
sampai mencapai konstan pada saat tanah mencapai jenuh. Laju infiltrasi pada kondisi tanah
jenuh sama dengan nilai konduktivitas tanah jenuh (Ks) di dekat permukaan.
Pengukuran infiltrasi dapat dilakukan dengan berbagai cara dan alat. Salah satu cara yang
dapat digunakan adalah dengan menggunakan infiltrometer. Infiltrometer yang umum
digunakan adalah single atau double ring infiltrometer dan disc permeameter.
Tujuan Praktikum :
Mahasiswa dapat menentukan besaran infiltrasi suatu jenis tanah dengan menggunakan ring
infiltrometer sesuai dengan prosedur.
Alat-Alat:
a. Double ring infiltrometer : untuk membatasi sample lokasi pengukuran infiltrasi, agar
air bagian dalam ring mengalir vertikal
b. Drum berkran : sebagai penampung air yang akan dimasukan ke dalam
tanah, dan untuk mempermudah pengamatan sehingga
permukaan tetap konstan, kran digunakan sebagai pengatur
inlet pada ring infiltrometer.
c. Selang : menghubungkan drum dengan ring infiltro.
d. Pipa : mengalirkan air dari drum menuju ring infiltrometer.
e. Timbangan : untuk menimbang contoh tanah baik sebelum di oven
maupun setelah di oven pada pengukuran kadar air tanah.
f. Ring sample tanah : untuk mengambil contoh tanah yang akan diukur kadar
airnya.
g. Oven : untuk mengeringkan contoh tanah, menghilangkan air
hidroskopis.
15
www.sdec-france.com http://www.eijkelkamp.com/
http://www.soilmoisture.com/
Langkah Kerja :
16
14. Setelah 24 jam keluarkan dari oven, diamkan sejenak dan timbang lagi, catat beratnya
sebagai berat kering.
15. Untuk menentukan kadar air contoh tanah tersebut menggunakan metode volumetrik
dengan rumus :
KA (%) = (Berat basah – berat kering)/berat kering * 100.
16. Untuk menentukan Bulk Density (bobot isi) digunakan rumus :
Bd (gr/cm3) = Berat kering tanah / Volume tanah (volume ring sample).
17. Untuk menentukan porositas total dapat digunakan rumus :
Porositas (%) = ( 1 – (Bobot Isi / Bobot Jenis Partikel) ) x 100%, dimana bobot jenis
partikel untuk tanah mineral sebesar 2,65 gr/cm3).
18. Untuk penentuan tekstur tanah dapat dilakukan dengan menggunakan metode
hidrometrik dan penentuan kelas tekstur tanah dengan menggunakan diagram tekstur
tanah.
17
Materi 5
Kadar Air Tanah dan Hidrolika Tanah
Pengantar
Kadar air tanah, status kadar air tanah, sifat hidrolika tanah yaitu konduktivitas hidrolika
tanah dan kurva retensi air tanah penting diketahui untuk keperluan penanaman maupun
untuk analisis aliran air dalam tanah.
Kadar air tanah dapat ditentukan melalui pengukuran langsung terahadap contoh tanah
maupun tidak langsung menggunakan alat ukur neutron probe, gypsum bock (matrix
potential), capacitance probe, time domain reflectometry.
Status kadar air tanah dapat ditentukan berdasarkan kurva retensi air tanah hasil pengukuran
maupun hasil pendugaan menggunakan model berdasarkan parameter fisik tanah lainnya.
Dalam praktikum ini, sifat hidrolika tanah, yaitu retensi air-tanah dibuat berdasarkan data
hasil pengukuran dan model pendugaan menggunakan parameter tekstur tanah. Konduktivitas
hidrolika ditentukan menggunakan data hasil pengukuran dalam kondisi jenuh dengan muka
air genangan tetap (constant head), dan dengan kondisi muka air berubah (falling head).
Tujuan Praktikum:
Mahasiswa dapat menentukan nilai kadar air tanah, status kadar air tanah, konduktivitas
hidrolika tanah dan kurva retensi air-tanah berdasarkan data hasil pengukuran kadar air tanah
pada tekanan (pF) tertentu dan data tekstur tanah.
Alat dan Bahan
1. Data hasil analisa tanah
2. Kalkulator
3. Alat tulis
Metode Kerja :
1. Satu contoh tanah diambil dari lapangan dengan volume contoh tanah 100 cc.
Setelah ditimbang, berat contoh tanah tersebut adalah 15 g. Contoh tanah tersebut
dikering oven dengan suhu 105°C selama 24 jam. Setelah dikeringkan tersebut
beratnya menjadi 13 g. Kerapatan partikel tanah tersebut adalah 2.6 g/cm3
Tentukan : (a) Kadar air tanah tersebut pada saat pengambilan di lapangan (volumetrik
dan gravimetrik); (b). bulk density; porositas (total); (c) derajat kejenuhan.
2. Suatu kolom silinder sepanjang 150 cm diisi pasir diletakkan secara vertikal. Pasir
tersebut diketahui mempunyai konduktivitas hidrolika sebesar 100 cm/hari. Kolom
pasir tersebut dijenuhkan dengan air dan digenangi dengan tinggi muka air 5 cm
dari permukaan pasir. Bagian bawah kolom tersebut terbuka. Apabila kedalaman
genangan tersebut dipertahankan, berapa aliran air konstan yang keluar dari bawah
kolom tersebut (mm/jam). Apabila luas permukaan kolom silinder tersebut 20 cm2 ,
berapa debit alirannya (m3/det).
Penyelesaian soal di atas menggunakan persamaan berikut:
18
Qout = - K (L+l)/L
Qout = debit aliran (cm/dt)
K = konduktivitas hidrolika tanah (media) – cm/dt
L = tinggi kolom tanah (media) - cm
l =kedalaman air konstan - cm
3. Apabila kolom silinder dalam soal nomor 2 diganti dengan tanah dan diperlakukan
sama seperti soal no. 2. Kemudian muka air genangan dibuat tidak konstan tetapi
dibiarkan menurun sampai 1 cm di atas permukaan tanah. Penurunan tersebut
memerlukan waktu 60 menit.
(a) Berapa konduktivitas hidrolika tanah tersebut (cm/.jam) dan
(b) Berapa volume air yang keluar selama 1 jam tersebut.
4. Hasil analisis laboratorium terhadap beberapa contoh tanah disajikan di Tabel 1.:
a. Buat kurva retensi air untuk contoh tanah tersebut berdasarkn data teksturnya.
(Ketentuan gambar; Sumbu X : potensial air tanah, (cm) dan Y : kadar air tanah,
. Skala sumbu X dibuat dari 0 sampai -15000 cm).
Gunakan persamaan-persamaan berikut:
c
mi e i
Persamaan retensi air-tanah
s
c 2 0.2
e g
0.5 d 0.5
e g
g exp b
d g exp a
a mi ln di
i
b m ln d 2 a 2
i
0 .5
19
ikadar air tanah pada m-i
m-i potensial matric ke-i
e potensial matric pada saat udara masuk (air entry matric potential)
skadar air tanah jenuh
dg = rata-rata geometrik
g = simpangan baku geometrik
mi = fraksi massa kelas tekstur-i (dalam desimal)
di = rata-rata aritmatik diameter kelas tekstur-i
i = 1-3, dimana 1= pasir, 2=lempung, 3=debu
d-pasir (sand) = 1,025 mm
d-lempung (silt) = 0,025 mm
d-liat (clay) = 0,001 mm
Contoh BD Kadar Air (%Vol) pada Air Poro-sita Permea- Tekstur (%)
Tanah pF Tersedia (%) bilitas
No 1,00 2,00 2,45 4,20 (%) (cm/jam) Pasir Debu Liat
1 0,94 48,69 46,77 39,16 22,69 16,47 64,53 15,13 4,00 38,91 57,09
2 0,96 50,33 43,17 38,05 24,84 13,21 63,77 11,42 4,24 33,82 61,94
3 1,53 49,81 45,24 40,62 32,21 8,41 55,22 1,57 1,10 33,36 65,54
4 1,98 46,24 43,17 38,65 32,45 6,20 54,53 0,86 2,64 31,08 66,28
5 1,34 49,35 45,12 40,14 29,14 11,00 54,23 2,53 4,67 39,43 55,90
6 1,39 49,30 42,85 38,36 30,74 7,62 53,96 2,07 2,85 34,92 62,23
7 1,13 52,65 49,83 44,78 32,16 12,62 57,36 3,02 6,71 34,96 58,33
8 1,22 45,38 42,58 37,22 31,09 6,13 49,55 2,13 3,04 32,18 64,78
9 1,11 44,22 40,28 37,06 28,05 9,01 53,21 5,11 8,30 35,51 56,19
10 1,20 41,77 39,03 36,06 24,42 11,64 64,53 3,50 8,25 34,68 57,07
11 0,94 49,58 45,43 39,57 28,77 10,80 60,75 9,75 4,44 35,73 59,83
12 1,04 45,67 41,29 35,14 27,23 7,91 55,66 3,15 2,53 34,76 62,71
20
Materi 6
Pengukuran Debit Aliran Terbuka dan Sedimen Sungai
Tujuan Praktikum :
Mahasiswa dapat megukur debit dan sedimen suatu aliran terbuka baik dengan menggunakan
alat-alat sederhana maupun alat-alat otomatis.
Alat-Alat Penunjang :
a. Pelampung : untuk mengukur kecepatan aliran pada bagian permukaan dan tengah
aliran sungai
b. Stop watch : sebagai pencatat waktu dalam pengukuran kecepatan aliran
c. Meteran : untuk mengukur lebar penampang aliran sungai secara horizontal.
d. Current meter : untuk mengukur kecepatan aliran dengan sistem propeler.
e. Mistar friskal/galah : untuk mengukur kedalaman segmen aliran sungai secara vertikal.
f. AWLR-chart : untuk mencatat tinggi muka air secara otomatis
g. AWLR logger : untuk mencatat tinggi muka air secara otomatis
h.. Weir : untuk mengukur debit pada sungai dengan aliran besar atau dengan
kedalaman aliran lebih dari 50 cm.
i. Flume : untuk mengukur debit pada sungai dengan aliran kecil atau dengan
kedalaman tidak melebihi 50 cm..
Langkah Kerja :
1. Pengukuran debit aliran terbuka
a. Pengukuran penampang sungai
22
Pemasangan AWLR perlu dilengkapi dengan pemasangan papan duga biasa yang
akan digunakan sebagai alat pengontrol.
Setelah kertas perekam dipasang, dilakukan pengecekan awal, dengan menggores-
goreskan jarum sehingga terlihat garis kontrol. Pada titik ini dituliskan waktu yang
tercatat oleh AWLR dan yang tercatat pada jam petugas, dan papan duga air di luar
sumur penenang dan tinggi muka air menurut AWLR. Hal ini perlu dilakukan secara
periodik (misalnya setiap penggantian kertas atau setiap interval waktu tertentu), agar
setiap ketidakberesan dalam perekaman dapat segera diketahui.
Pemeriksaan perlu selalu dilakukan pula terhadap pipa penghubung agar tidak terjadi
penyumbatan.
Kertas perlu diganti tepat pada saatnya sehingga tidak akan ada data yang hilang atau
tumpang tindih.
5. Penentuan besarnya debit pada lokasi yang menggunakan Weir dan Flume adalah dengan
mengamatinya secara langsung.
6. Penentuan rating curve. Dari data pengukuran penampang, kecepatan dan tinggi muka
air secara langsung pada beberapa waktu dapat ditentukan besarnya debit. Dengan
melakukan analisa hubungan antara tinggi muka air dengan debit, kemudian dibuat
model hubungannya.
7. Model hubungan antara tinggi muka air (H) dengan debit (Q):
Q=aHb ,
dimana Q = m3/detik atau liter/detik,
H = cm,
a dan b = konstanta.
Langkah Kerja :
1. Siapkanlah alat sediment sampler
2. Masukkan alat sediment sampler ke dalam sungai pada kedalaman 0,2h dan 0,8h pada
segmen pengukuran penampang sungai. Tunggu sejenak (30 detik atau 2/3 dari
tabung tersebut sudah terisi), lalu angkat. Memasukkan dan mengangkat alat ke dalam
aliran sungai diusahakan dengan kecepatan yang sama dan arah vertikal.
3. Pindahkan contoh air dari dalam tabung alat ke gelas ukur, catat volume air yang
tertampung.
23
4. Bawa ke laboratorium, endapkan selama 24 jam.
5. Setelah 24 jam, saring contoh air tersebut dengan menggunakan kertas saring yang
sebelumnya kertas tersebut sudah dioven selama ± 2 jam pada suhu 102 ± 5 0C dan
diketahui massanya. Disaring sampai benar-benar tidak ada airnya lagi. Jika
menggunakan cawan petri, masukan contoh air sebanyak 5 ml ke dalam cawan Petri
dan timbang massanya (berat awal).
6. Oven sediment tersebut dalam suhu 102 ± 5 0 C selama 2 jam (atau 24 jam jika
menggunakan cawan petri/crucible tanpa penyaringan).
7. Setelah dioven, timbang berat kertas saring + sedimen tersebut (BS)/ timbang cawan
Petri tanpa air (berat akhir).
8. Tentukan besarnya sediment dengan rumus :
-. Sedimen (mg) = Berat kertas sedimen – berat kertas saring
-. Sedimen (mg) = (Berat awal – berat akhir) – berat cawan Petri
-. Konsentrasi sediment (Cs)(mg/l) = sediment / volume air
9. Tentukan besarnya beban endapan (QS) dengan rumus :
QS (ton/hari) = 0,0864 * Cs * Q
Di mana : Q = debit (m3/detik)
Cs = konsentrasi sediment (mg/l)
Materi 7
Analisa Hidrograf
Tujuan Praktikum :
Mahasiswa dapat menyusun hidrograf dari data hasil pengamatan pos duga sungai secara
benar.
Alat dan Bahan :
1. Data hasil pengukuran AWLR
2. Kalkulator
3. Alat tulis
Metode Kerja :
1. Amati data yang ada, catat hari/tanggal, waktu (jam) dan tinggi muka air (meter)
2. Tentukan besarnya debit sungai tersebut berdasarkan tinggi muka air (Q = a H b)
3. Tentukan baseflow (BF = Debit minimum)
4. Tentukan besarnya direct run off (DRO = debit – baseflow)
5. Tentukan tebal aliran permukaan (RO = (Σ DRO x 1 x 3600)/luas DAS)
6. Tentukan hidrograf satuan (HS = DRO/tebal aliran permukaan)
7. Gambarkan hidrograf aliran sungai tersebut.
24