Anda di halaman 1dari 11

PERENCANAAN PEMANENAN

Kelompok 6 (Kamis Siang)

1. Vanya Delianada E14170001


2. Fatimah Zahra E14170008
3. Stepani Sirait E14170032
4. Hamdan Mabruri E14170047
5. Safira Azizah E14170066
6. Ahmad Alfiandy Haz E14170097

Asisten
1. Muhammad Khairul E14150037
2. Nadya Amanda E14160106

Dosen
Dr. Ujang Suwarna, S.Hut, M.Sc, F.Trop.

LABORATORIUM PEMANFAATAN SUMBERDAYA HUTAN


DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2019
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Hutan merupakan salah satu kawasan yang memiliki nilai dan manfaat yang sangat
penting bagi kehidupan manusia, baik manfaat ekologi, sosial, budaya maupun ekonomi. Oleh
karena itu, keberadaan hutan harus dipertahankan dan pemanfaatan hasil hutannya harus diatur
sedemikian rupa sehingga produktivitas hutan tersebut dapat terjaga dengan baik dan bernilai
maksimal serta dampak negatif dari pemanfaatan hutan tersebut dapat ditekan serendah
mungkin.
Pada umumnya pemanenan hutan berdampak postif bagi kehidupan sosial ekonomi,
tetapi berdampak negatif bagi lingkungan. Sehingga menyebabkan pemanenan hutan dimasa
mendatang dimana sumberdaya hutan mulai langka, bahan baku makin kehulu, pertimbangan
lingkungan sangat penting selain ekonomis. Maka untuk mendapatkan pemanenan yang ramah
lingkungan diperlukan beberapa tahap pemanenan salah satunya adalah perencanaan
pemanenan hutan. Perencanaan pemanenan hutan yang baik adalah dapat menjamin kepastian
terpeliharanya keanekaragaman hayati, terpeliharanya kualitas tanah, air dan udara serta
menjamin terpeliharanya kehidupan budaya masyarakat sekitar.
Pemanenan hutan merupakan suatu kegiatan memproduksi kayu bulat (log). Sebagai
kegiatan produksi, fungsi perencanaan pemanenan hutan memegang peranan yang sangat
penting dalam rangka mencpai tujuan usaha terkait dengan bidang kehutanan, tujuan usaha
tersebut tidak hanya memaksimalkan keuntungan secara finansial, melainkan juga harus
melestarikan hasil dan lingkungannya. Perlu dilakukan perencanaan pemanenan hutan yang
berwawasan lingkungan agar dapat mengurangi resiko kerusakan lingkungan pada saat
dilakukan pemanenan hutan.
Menurut Suparto (1982) perencanaan pemanenan hutan diartikan sebagai perancangan
keterlibatan hutan beserta isinya, manusia/organisasi, peralatan dan dana untuk memproduksi
kayu secara lestari bagi masyarakat yang membutuhkannya dan mendapatkan nilai tambah baik
bagi perusahaan maupun bagi masyarakat lokal (sekitar hutan), regional dan nasional pada
kurun waktu tertentu. Kegiatan pemanenan kayu meliputi penebangan, penyaradan, muat
bongkar dan pengangkutan. Kegiatan tersebut dapat dilakukan baik secara manual maupun
mekanis. Sistem pemanenan kayu secara mekanis banyak dipilih karena menghasilkan
produktivitas alat yang tinggi dibandingkan secara manual dan ketersediaan tenaga kerja yang
relatif sedikit di mana hal ini umum di luar pulau Jawa dengan areal hutan yang luas.
Penggunaan peralatan pemanenan kayu sangat membantu perusahaan dalam
pencapaian tujuan, yaitu: (1) mempercepat proses pelaksanaan pekerjaan; (2) melaksanakan
jenis pekerjaan yang tidak dapat dilakukan oleh tenaga manusia; dan (3) hal tersebut dilakukan
karena alasan efisiensi, keterbatasan tenaga kerja, keamanan dan faktor ekonomi lainnya
(Suhartana dan Yuniawati, 2006). Agar tujuan dapat tercapai, perlu adanya pemilihan alat yang
tepat guna, ekonomis dan sesuai dengan kondisi pekerjaan. Pemilihan alat yang tidak sesuai
dapat berakibat tidak tercapainya tujuan yang diharapkan dan dapat menyebabkan kerusakan
pada alat itu sendiri. Peralatan pemanenan kayu yang biasa digunakan antara lain chainsaw
untuk penebangan, traktor, dan forwarder untuk penyaradan, loader dan excavator untuk muat
bongkar, dan truk untuk pengangkutan. Peralatan tersebut memiliki jenis, tipe, merek, dan
jumlah yang berbeda sehingga sangat dituntut adanya pengetahuan tentang perencanaan
pemilihan peralatan yang baik dan efisien.
Penggunaan jumlah peralatan pemanenan kayu perlu disesuaikan dengan rencana
produksi yang ditetapkan sehingga memungkinkan dihasilkan produksi kayu yang dapat
menutup biaya produksi yang dikeluarkan. Bertolak dari latar belakang tersebut maka tulisan
ini mengetengahkan penggunaan peralatan pemanenan kayu yang efisien di HTI yang
dianalisis berdasarkan batasan tebang maksimum yang dibolehkan (AAC), rencana produksi
dan realisasi produksi.

Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah pertama untuk mengidentifikasi data dan informasi,
melakukan pengumpulan pengolahan dan analisis data yang diperlukan untuk penyusunan
rencana pemanenan dan mampu membuat perencanaan penebangan dan penyaradan kayu dan
operasi pemanenan hutan.
METODOLOGI
Waktu dan Tempat

Praktikum Pemanenan Hutan tentang Perencanaan Pemanenan dilaksanakan pada


tanggal 22 Agustus 2019 dan 5 September 2019 yang berlokasi di Arboretum Fakultas
Kehutanan IPB dan Laboratorium Pemanenan Hutan. Kegiatan praktikum dimulai dari pukul
13.00-16.00 WIB.

Alat dan Bahan


Alat dan Bahan yang digunakan dalam praktikum ini yaitu pita ukur, haga, meteran
jahit, kompas, tali rafia. Adapun bahan yang digunakan yaitu tallysheet dan milimeter blok.

Prosedur Praktikum

• Pengumpulan data
1. Masing-masing perwakilan kelompok membuat jalur x yang akan dibagi-bagi menjadi
7
2. Perintis membuka jalur y dengan menggunakan sudut azimut yang telah ditentukan
3. Membuat garis transek dengan menentukan titik awal menggunakan patok
4. Membuat tiga plot dengan panjang tiap plot 20 meter. Setiap plot dibagi menjadi
beberapa ukuran untuk perencanaan pemanenan. Ukuran 2x2 meter untuk tumbuhan
bawah dan semai, 10x10 meter untuk ukuran pancang, 10,6x20 meter untuk ukuran
pohon dan tiang
5. Setiap plot diambil data nama spesies, data keterangan pohon komersil dan non
komersil, jumlah spesies, diameter untuk tiang dan pohon, tinggi total untuk pancang,
tiang, dan pohon, tinggi bebas cabang untuk tiang dan pohon, azimuth untuk tiang dan
pohon dan koordinat setiap vegetasi untuk pembuatan peta perencanaan pemanenan

• Pembuatan Peta Perencanaan Pemanenan


1. Kelompok 1 merekap seluruh data untuk mempermudah pembuatan peta
2. Membuat peta dengan informasi titik koordinat setiap vegetasi, setiap vegetasi
mempunyai masing-masng bentuk titik tertentu sesuai legenda peta
3. Peta yang telah selesai membuat titik koordinat vegetasi akan memnuat jalur sarad dan
TPn. Jalur sarad dibuat didekat pohon yang akan ditebang dengan syarat-syarat yang
telah ditentukan begitupun dengan TPn

• Penentuan biaya operasional


1. Mencari ke dalam literatur yang berkaitan tentang produktivitas penebangan dan
penyaradan
2. Mengasumsikan kerja 20 hari/bulan
3. Menghitung volume pohon yang ditebang dan jumlah alat yang akan digunakan
4. Mencari ke dalam literatur tentang komponen biaya alat penebangan dan penyaradan.
5. Menghitung biaya operasional berdasarkan literatur komponen biaya yang didapatkan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 1. Sebaran kelas diameter
Kelompok Jenis
Komersil Non Komersil Dilindungi
Kelas Jumlah Volume TBC Jumlah Volume TBC Jumlah Volume TBC
Diameter (Ind/ha) (m³/Ha) (Ind/ha) (m³/Ha) (Ind/ha) (m³/Ha)
Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
Sehat Sehat Sehat Sehat Sehat Sehat
Sehat Sehat Sehat Sehat Sehat Sehat
10-20 86.96 4.59 2.17 0.13
20-30 52.17 1207.41 4.35 0.87
30-40 30.43 2.17 20.69 0.65 2.17 1.02
40-50 26.09 35.27
>50 19.57 2.17 40.95 2.69

Tabel 2. Rekapitulasi individu

Jumlah (ind/ha)
Tingkat
Non
Pertumbuhan Komersil Dilindungi
Komersil
Semai 34.78261 4.347826087
Pancang 141.3043 8.695652174
Tiang 84.78261 2.173913043 2.173913043
Pohon 130.4348 6.52173913 2.173913043

Tabel 3. Pohon yang ditebang

No
No. Jenis Vtt Vtbc
Pohon
1. Bungur (Lagerstroemia speciosa) 9 5.670 1.8000
2. Kayu Afrika (Maesopsis eminii) 17 3.140 1.9400
3. Kiacret (Spathodea campanulata) 20 2.500 1.4400
4. Meranti Tembaga (Shorea leprosula) 26 3.488 2.7080
Kamper Tanduk (Dryobalanops
5. 28 7.736 2.6370
lanceolata)
6. Laban (Vitex pinnata) 47 2.690 1.4600
7. Laban (Vitex pinnata) 88 3.420 2.8000
8. Meranti Merah (Shorea pinanga) 63 2.860 2.2900
9. Meranti Merah (Shorea pinanga) 104 3.559 1.7610
Tabel 4. Alat pemanenan hutan
(Suhartana dan Yuniawati 2006)

Tenaga
Produktivitas
No. Aspek Alat Power Jumlah
(m3/jam)
(HP)
Penebangan/Felling Chainsaw
1. 10 29,279 2
Husqvarna
Penyaradan/Skidding Forwarder
2. 174 15,000 4
Timber King
Keterangan (Remarks): HP = Tenaga kuda (Horse power).

Tabel 5. Komponen biaya


(Basari 2004)

Penebangan Penyaradan
No. Komponen biaya
(Rp/jam) (Rp/jam)
A. Biaya tidak tetap
• Upah kerja (Salary) 102.953 74.997

• Pemeliharaan alat 1.945 194.552


(Maintenance) 10% dari harga
pembelian (0% of investment)

• Penggunaan Bahan bakar 750 37.500


minyak (Fuel)

• Penggunaan olie (Oil) 750 75.000

B. Biaya tetap

• Penyusutan (Depricsiation) 450 316.800

• Bunga bank dan asuransi 297 40.000


(Interest and insurance)

Total 107.145 738.849

Menurut Elias (1994) pemanenan hutan adalah suatu rangkaian kegiatan untuk
mengubah kayu menjadi sortimen-sortimen kayu dan memindahkannya ketempat tujuan akhir
yang diinginkan. Menurut Conway (1982), pemanenan hutan adalah serangkaian kegiatan yang
dimaksudkan untuk memindahkan kayu dari hutan ke tempat penggunaan atau pengolahan
yang tepat. Kegiatannya dibedakan atas empat komponen utama, yaitu: (1). Penebangan, yaitu
mempersiapkan kayu seperti menebang pohon serta memotong kayu sebelum disarad jika
dianggap perlu, (2). Penyaradan, yaitu usaha memindahkan kayu dari tempat penebangan ke
tepi jalan angkutan, (3). Pemuatan, yaitu usaha untuk memindahkan kayu dari tempat
pengumpulan kayu sementara atau tepi jalan angkutan ke alat angkut kayu. (4). Pengangkutan,
yaitu usaha mengangkut kayu dari hutan ke tempat penimbunan atau pengolahan.
Sebelum melakukan pemanenan hutan perlu dipersiapkan teknik pemanenan hutan
diantaranya yaitu dengan memperhatikan lahan atau luas areal, kemiringan, HCVF, KPPN, dan
KPPS. Pemanenan dapat dimulai apabila sudah dipastikan bahwa pohon yang akan di tebang
tidak berada di sekitar sempadan sungai. Apabila areal dekat dengan mata air harus dengan
radius minimal 20 meter. Kelerengan juga menjadi salah satu pengaruh peanenan hutan, jika
kemiringan melebihi 40% maka resiko terjadinya longsor tinggi. Sedangkan dalam Kawasan
Pelestarian Plasma Nutfah (KPPN) dan Kawasan Pelestarian Satwa (KPPS) atau koridor satwa
juga tidak diperbolehkan untuk di tebang
Perencanaan pemanenan kayu dapat diartikan sebagai perancangan keterlibatan hutan
beserta isinya, manusia/organisasi, peralatan, dan dana untuk memproduksi kayu secara lestari
bagi masyarakat yang membutuhkannya danmendapatkan nilai tambah baik bagi perusahaan
maupun bagi masyarakat sekitarhutan, regional, dan nasional pada suatu kurun waktu tertentu
(Nugroho 2005). Suatu perencanaan yang tidak baik dan benar dapat menimbulkan suatu
kerusakan bagi tegakan hutan yang tinggal. Kerusakan tegakan tinggal antara lain disebabkan
oleh metode pemanenan kayu, alat pengangkutan, alat penyarad, dan cara penjarangan

Setelah melakukan inventarisasi tegakan dan memetakan sebaran pohon dapat


diketahui pohon mana saja yang dapat ditebang. Pohon yang dapat ditebang yaitu pohon-pohon
yang berdiameter ≥ 40 cm, sehat, bernilai komersial, dan berlabel merah dari hasil inventarisasi
tegakan sebelum penebangan (ITSP) (Suwarna et. al. 2013). Berdasarkan tabel 3 ada 9 pohon
yang siap ditebang diantaranya 1 bungur, 1 kayu afrika, 1 kiacret, 1 meranti tembaga, 1 kamper
tanduk, 2 laban, dan 2 meranti merah. Berdasarkan nilai ekonomisnya, jenis-jenis kayu dapat
dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu kayu komersial (diperdagangkan) dan kayu non-
komersial (tidak diperdagangkan). Berdasarkan tabel 2 jumlah pohon komersial yang
didapatkan pada tingkat semai, pancang tiang dan pohon berturut-turut yaitu 34.78261 ind/ha,
141.3043 ind/ha, 84.78261 ind/ha, 130.4348 ind/ha sedangkan jumlah jenis kayu non-
komersial yang didapatkan hanya pada tingkat tiang dan pohon yaitu 2.173913043 ind/ha dan
6.52173913 ind/ha. Selain kayu komersial dan non-komersial terdapat jenis kayu dilindungi
yang ditemukan pada tingkat semai, pancang, tiang, dan pohon dengan jumlah yaitu
4.347826087 ind/ha, 8.695652174 ind/ha, 2.173913043 ind/ha, 2.173913043 ind/ha. Pohon
dilindungi merupakan pohon yang termasuk kategori langka dan kayunya tidak termasuk
komersial ataupun non-komersial.

Beradasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2014


tentang Penatausahaan Hasul Hutan yang Berasal Dari Hutan, Tpn adalah tempat untuk
pengumpulan kayu-kayu hasil penebangan/pemanenan di sekitar petak kerja tebangan yang
bersangkutan.Tpn harus dipastikan dapat menampung semua kayu hasil pemanenan yang
dibawa dari jalan sarad, jalan cabang, dan jalan utama. Penentuan lokasi Tpn tentu memiliki
syarat yaitu lokasi harus datar,bebas dari banjir, dekat dengan jalan, dan aman dari gangguan
masyarakat. Hal ini bertujuan untuk menjaga kualitas kayu dan keamanan kayu sehingga proses
kegiatan pemanenan hutan selanjutnya berjalan dengan baik dan tanpa gangguan.

Jalan hutan dapat diklasifikasikan menurut fungsinya di dalam jaringan jalan menjadi
3 jenis jalan hutan, yaitu: jalan utama, jalan cabang dan ranting, serta jalan sarad. Jalan utama
melayani kebutuhan kegiatan pengusahaan hutan secara umum dan menghubungkan wilayah
hutan dengan jalan koridor atau jalan umum, serta berfungsi menampung arus angkutan dari
jalan cabang. Jalan utama biasanya diperkeras dan berkualitas tinggi serta dipelihara secara
rutin. Jalan cabang dan jalan ranting melayani kegiatan pada areal terbatas, yakni
menghubungkan daerah/tegakan hutan dalam blok dan petak dengan jalan utama. Jalan cabang
kadang-kadang diperkeras kadang tidak diperkeras. Jalan ini dipelihara secara periodic. Jalan
sarad melayani keperluan menyarad kayu dari tempat tunggak di jalan angkutan. Jalan ini
menghubungkan tempat tumbuh pohon individu dengan jalan angkutan. Jalan ini berkualitas
rendah (Anonim 2009).
Menurut Nugroho (1997) dalam perencanaan jalan sarad hal perlu diperhatikan antara
lain : tidak melalui topografi yang curam; jarak sarad terjauh disesuaikan dengan kemampuan
alat sarad atau perhitungan ekonomis; jalan sarad mengarah pada satu titik Tpn; Tpn berada
dipinggir jalan angkutan; yang disarad adalah pohon yang ditentukan ditebang; radius
minimum belokan adalah 100 meter; pada jalan sarad cabang yang direncanakan maksimum
dilalui 4 trip untuk menghindari kerusakan tanah; dan jalan sarad utama tidak dibatasi jumlah
lintasannya.

Peralatan pemanenan kayu yang biasa digunakan antara lain chainsaw untuk
penebangan dan forwarder timber king untuk penyaradan. Peralatan tersebut memiliki jenis,
tipe, merek dan jumlah yang berbeda sehingga sangat dituntut adanya pengetahuan tentang
perencanaan pemilihan peralatan yang baik dan efisien. Besarnya produktivitas kerja dari alat
dijadikan sebagai dasar perhitungan jumlah kebutuhan alat pemanenan kayu yang efisien .
Produktivitas kerja alat pemanenan kayu dapat dilihat pada Tabel 4. Dari table 4 didapatkan
jumlah kebutuhan alat pada aspek penebangan yaitu 2 sedangkan pada spek penyaradan jumlah
alat yang dibutuhkan yaitu 4 Berdasarkan tabel 5 total komponen biaya penebangan dan
penyaradan yang didapakan yaitu 107.145 Rp/jam dan 738.849 Rp/jam.

Sistem pemanenan kayu secara mekanis banyak dipilih karena menghasilkan


produktivitas alat yang tinggi dibandingkan secara manual dan ketersediaan tenaga kerja yang
relatif sedikit di mana hal ini umum di luar pulau Jawa dengan areal hutan yang luas. Kegiatan
pemanenan kayu harus memperhatikan aspek teknis, ekonomis, dan ekologis. Pada umumnya
pelaksanaan pemanenan kayu di Indonesia tersebar di beberapa lokasi, bahkan tempat
pengumpulan kayu memiliki areal yang cukup luas, jarak kayu yang disarad dan diangkut
cukup jauh, dan jarak antara tumpukan kayu yang satu dengan yang lain cukup jauh pula
(Suhartana dan Yuniawati 2006).
PENUTUP
Simpulan

Perencanaan pemanenan hutan bertujuan untuk menentukan jumlah kayu yang layak
tebang guna menjaga hutan tetap lestari. Sebelum melakukan pemanenan hutan perlu
dipersiapkan teknik pemanenan hutan diantaranya yaitu dengan memperhatikan lahan atau luas
areal, kemiringan, HCVF, KPPN, dan KPPS. Kegiatan pemanenan terbagi menjadi 4
komponenen yaitu, penebangan, penyaradan, pemuatan, dan pengangkutan. Maka diakhir
didapatkan 9 pohon yang siap ditebang dan total komponen biaya penebangan dan penyaradan
yang didapakan yaitu 107.145 Rp/jam dan 738.849 Rp/jam.

Saran
Sebaiknya dalam praktikum ini praktikan dapat menggunakan secara langsung alat
pemanenan hutan di lapangan.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2009. Pembukaan Wilayah Hutan dan Keteknikan Kehutanan. Makassar (ID):
Universitas Hasanuddin.

Basari Z. 2004. Analisis biaya pemanenan kayu bulat sistem kemitraan HPH – Koperasi Desa
di Kalimantan Tengah. Jurnal Penelitian Hasil Hutan 22(2): 113-122.

Conway S. 1982. Logging Practice Principle of Timber Harvesting System. California


(USA): Miller Freeman Publication.

Elias. 1994. Akibat Pemanenan Kayu terhadap Kerusakan Mekanis dan Biologis Tegakan
Tinggal di Hutan Alam Tropika Tanah Kering di Areal HPH PT. Kiani Lestari,
Kalimantan Timur. Bogor (ID): Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat IPB.

Nugroho B.1997. Perencanaan Pemanenan Kayu. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan IPB.
Nugroho B. 2005. Perencanaan Pemanenan Kayu. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan IPB.

Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2014 tentang


Penatausahaan Hasul Hutan yang Berasal Dari Hutan.

Suhartana S, Yuniawati. 2006. Effisiensi penggunaan chainsaw pada kegiatan penebangan:


studi kasus di PT. Surya Hutani Jaya, Kalimantan Timur. Jurnal Penelitian Hasil
Hutan 24(1): 63-76.

Suparto, RS. 1982. Pemanenan Kayu. Bogor (ID): IPB Press.

Suwarna U, Matangaran JR, Morizon. 2013. Ciri limbah pemanenan kayu di hutan rawa
gambut tropika. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia 18(1): 61-65.
LAMPIRAN

• Menghitung jumlah alat penebangan Chainsaw


Produktivitas = 29,279 m³/jam x 8 jam/hari = 234,232 m³/hari
Asumsi kerja 20 hari/bulan = 234,232 m³/hari x 20 hari/bulan
= 4.684,64 m³/bulan
∑VTt
Volume pohon yang ditebang = 𝐿𝑢𝑎𝑠 𝐴𝑟𝑏𝑜𝑟𝑒𝑡𝑢𝑚 x 1 petak
35,063
= x 100
0,46
= 7.662,39 m³/petak
Volume pohon ditebang
Jumlah = 𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑡𝑖𝑣𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑎𝑙𝑎𝑡
7.662,39 m³/petak
= 4.684,64 m³/bulan
= 1,636 alat/petak/bulan
≈ 2 alat/petak/bulan

• Menghitung jumlah alat penyaradan Forwarder Timber King


Produktivitas = 15,00 m³/jam x 8 jam/hari = 120 m³/hari
Asumsi kerja 20 hari/bulan = 120 m³/hari x 20 hari/bulan
= 2.400 m³/bulan
∑VTt
Volume pohon yang ditebang = 𝐿𝑢𝑎𝑠 𝐴𝑟𝑏𝑜𝑟𝑒𝑡𝑢𝑚 x 1 petak
35,063
= x 100
0,46
= 7.662,39 m³/petak
Volume pohon ditebang
Jumlah = 𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑡𝑖𝑣𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑎𝑙𝑎𝑡
7.662,39 m³/petak
= 2.400 m³/bulan
= 3,192 alat/petak/bulan
≈ 4 alat/petak/bulan

Anda mungkin juga menyukai