Anda di halaman 1dari 4

Pengertian partai politik

Organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga Negara Indonesia secara
sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita cita untuk memperjuangkan kepentingan
masyarakatnya.

Fungsi partai politik sebagai :


 Saran sosialisasi politik untuk menanamkan nilai – nilai kebangsaan;
 Sarana komunikasi politik untuk penengah masyarakat dan penyalur aspirasi;
 Sarana pendidikan politik untuk merangkul masyarakat untuk aktif berpartisipasi;
 Sarana partisipasi politik untuk ikut serta kegiatan politik negara;
 Sarana pengatur konflik;
 Sarana rekrutmen politik sebagai batu loncatan untuk jabatan lebih tinggi.

Klasifikasi partai politik menurut Maurice Duverger


 System partai tunggal ;
 System dwi partai (dihasilkan dari system pemilu distrik);
 System multi partai.

Berdasarkan tujuan dan orientasi partai politik :

 Partai politik beranggotakan lapisan – lapisan sosial dalam masyarakat contoh : kalangan atas,
menengah, kebawah;
 Partai politik beranggotakan kalangan kelompok kepentingan tertentu;
 Partai politik beranggotakan pemeluk agama tertentu;
 Partai politik beranggotakan kelompok budaya tertentu.

Berdasarkan asas dan orientasi partai politik :

 Pragmatis, yakni program yang tak terikat kaku pada doktrin dan ideologi tertentu;
 Doktriner / partai asas, yakni sejumlah program konkret sebagai penjabaran ideologi;
 Kepentingan, yakni dibentuk dan dikelola atas dasar kepentingan tertentu.

Berdasarkan sudut pandang secara umum


 Partai Proto
Jenis partai politik ini merupakan karakter dasar dari tipe awal partai politik, yang biasnya ada
dalam lingkungan parlemen atau intra parlemen. Basis pendukungnya adalah kaum menengah
keatas, bentuk organisasi dan ideologinya sederhana.

Kesimpulan :

Pemilihan umum (Pemilu) adalah salah satu cara dalam sistem demokrasi untuk memilih wakil-wakil
rakyat yang akan duduk di lembaga perwakilan rakyat, serta salah satu bentuk pemenuhan hak asasi
warga negara di bidang politik.

Tujuan Pemilu adalah untuk memilih para wakil yang duduk dalam pemerintahan atau DPR (Dewan
Perwakilan Rakyat), DPD (Dewan Perwakilan Daerah). Pemilu juga bertujuan memilih Presiden/Wakil
Presiden, dan DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah).

Dalam asas pelaksanaannya, Pemilu dilakukan secara : Langsung,Umum,Bebas,Rahasia,Jujur dan,Adil.


Pada th ’77 diadakan pemilu kembali, terbentuklah MPR dari pemilu, yg kemudian tahun 1978
MPR melaksankan ayat 2 aturan tambahan. Selanjutnya pada TAP MPR’83 , MPR membuat ketentuan
dalam pasal 105 : “MPR tidak berkehendak mengubah UUD 1945, melainkan akan melaksanakanya
secara murni dan konsekuensi” dari ayat tersebut kita melihat ada 2 makna;

 Ketentuan 105 tap mpr menganggap bahwa uud 1945 bersifat tetap sebab diketentuan
itu MPR TDK BERKEHENDAK MERUBAH artinya terima UUD1945 apa adanya.namun
ketentuan 105 dlm kal.pertama itu tak bisa dimakanai sepotong krn anak kaliamat akan
melaksanakan scr murn idan konsekuen—
Murni-MPR melaksanakan ketentuan yg ada du UUD 1945 mulai pembukan-bh-
atperalihan tambhan
Konsekuen melaksanakan seluruh aturan didlm UUD itu ayat2 aturan tambahan

Apakah saat menetapkan TAP MPR 1/1983 pasal 105 dalam rangka ayat 2 aturan tambahan?
Tidak, sebab TAP MPAR ps 105 dituangkan dalam tata tertib MPR jadi harusnya diagendakan oleh MPR
secara khusus untuk membahas eksistensi ayat 2 aturan tambahan UUD’45.

Bahwa ps 105 blm memberikan kepastian dan UUD masi bersifat sementara.kapn sudah
Jawabanya, apabila MPR melaksanakan ketentuan ayat 2 aturan tambahan yg dilaksanakan baru sidang
MPR ’99 . sebab , setelah MPR dipilih dari pemilu, MPR mengagendakan perub UUD1945 ditandai
panitia adhoc 1 yg membidangi ttg perub UUD 1945.

Ada 3 kemungkinan yg dilakukan oleh MPR yaitu;

1. MPR mengubah UUD’45 menjadi sebuuah UUD yg diterima dan dikukuhkan sbg
konstitunsi scr tetap tanpa ada perubahan apapun
2. MPR bisa melakukan perubahan - + / penyempurnaan thdp UUD ’45 artinya bahwa
dasarnya adalah UUD’45 sehingga MPR hanya perlu mengkaji mana yg perlu diadakan
perubahan,penyempurnaan,perbaikan,tdk ssesuai tak berlaku dirubah
3. MPR membuat UUD yg sama sekali baru untuk menggantikan UUD’45

1999 Dari 3 kemungkinan tersebut, melalui panitia adhoc. Cara yg ditempuh merupakan cara yg
ke2, yaitu melakukan perubahan dan penyempurnaan thdp ketentuan” UUD’45. Sehingga sejak saat itu
para pakar menganggap sejak saat itu UUD’45 sudah memiliki sifat yg tetap. Dan ternyata perubahan
tersebut mencapai 71%-81% substansi UUD’45. dari situ ada wacana MPR membentuuk UUD yg baru
atau kemungkinan UUD’45 akan dikembalikan pada aslinya sebelum perubahan 1,2,3,4.99 00 01 02
Dan ternyata perubahan tersebut mencapai 71%-81% substansi UUD’45. “jika begitu perubahan UUD ini
adalah total, mengapa tidak dibentuk UUD baru saja?” timbul pendapat krn lebi dr 50 maka perubahan
total (WACANA KRN ITU MPR MENDING BIKIN BARU/UUD 1945 DIKEMBALIKAN NASKAH ASLI)

Jika ada kehendak melakukan perubahan UUD maka tindakan tsb masih tindakan konstitusional
sebagaimana diatur dalam pasal 37 (1) & (2). Jika tidka mampu diadakan perubahan maka ada 3 hal yg
tidak boleh dilakukan oleh MPR ;
1. Tidak boleh merubah pembukaan UUD’45, sebab merubah pembukaan UUD’45
merupakan pembubaran negara, karena didalam pembukaan tsb terdapat substansi
pancasila yg tidak boleh dirubah
2. Tidak boleh merubah ps (1) bahwa NKRI harus tetap dipertahankan
3. Tidak boleh merubah paham demokrasi sebagai dasar penyelenggaraan pemerintah di
Indonesia

Anda mungkin juga menyukai