Anda di halaman 1dari 33

MATA UJIAN : METODE PENELITIAN HUKUM

“JAWABAN UJIAN AKHIR SEMESTER GENAP 2020/2021”

Nama :Vira Wijaya

NRP :120118356

KP :B

Absen : 101

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SURABAYA
JUNI 2021

i
NOMOR 1

PERLINDUNGAN HUKUM PADA KONSUMEN YANG MENGGUNAKAN SISTEM


ELECTRONIC WALLET (E-WALLET) UNTUK MELAKUKAN TRANFER UANG KE
REKENING BANK

1.1 Latar Belakang


Dunia semakin modern seiring dengan perkembangan teknologi informasi
dan telekomunikasi, perkembangan ini memeberikan kembudahan bagi manusia
terutama saat munculnya internet. Internet tak hanya dijadikan sarana informasi
dan komunikasi, namun dalam dunia yang modern ini internet sering digunakan
untuk keperluan ekonomi. Dengan internet yang digunakan dalam bisanh
ekonomi ini memberikan banya manfaat bagi para pelaku usaha dan konsumen
karena di dalam prakteknya tidak ada batasan mengenai tempat dan waktu serta
penggunaannya yang relative lebih murah. Dalam penggunaan internet dapat
memungkinkan para pihak yang terlibat melakukan pengiriman data, suara
bahkan gambar.
Seiring berkembangnya waktu kebutuhan konsumen semakin kompleks
dan biaya yang diperlukan semakin banyak jika dalam praktek ekonominya
terutama dibidang bisnis masih menggunakan metode tradisional, karena hal itu
para pelaku bisnis tidak dapat mengacuhkan pentingnya penggunaan teknologi
internet sebagai alternatif dari solusi bisnis.Di era ini, muncul lah beberapa
teknologi yang mengarah pada modifikasi dan inovasi finansial yang berbasis
teknologi modern yang disebut sebagai Financial Technology (fintech). Dengan
inovasi fintech maka proses pembayaran embayaran, transferKuang,
penjualanMdan pembelianGsaham, prosesWpeminjamanDuang secara peer to
peer, dan beberapa hal lain dapat menjadi lebih mudah, Seiring dengan adanya
fintech, para pelaku bisnis menggunakan metode electronic commerce (e-
commerce) dalam melakuakn transaksi jual-belinya. Menurut Schneider (2011), e-
commerce dapat diartikan berbelanja melalui internet yang juga mencakup
aktivitas lain seperti melakukan perdagangan dan melakukajn proses bisnis
internal di perusahaan yang mendukung kegiatan membeli, menjual dan

ii
perencanaan lainnya. Bisinis melalui e-commerce tak hanya mengenai jual-beli
produk saja namun juga jasa. 1
Di Indonesia telah terdapat banyak e-commerce seperti Go-Jek, amazon,
shopee, tokopedia, lazada, bukalapak, blibli, JD.id, Grab dan yang lainnya. Seperti
yang dijelaskan dalam definisi e-commerce tersebut, Beberapa e-commerce
tersebut juga mempunyai sistem electronic wallet (e-wallet). E-wallet merupakan
jenis penyimpanan uang secara online yang dapat digunakan sebagai alat
pembayaran tanpa menggunakan uang cash, dalam praktek penggunaannya e-
wallet dilindungi dengan sistem keamanan tertentu dan kata sandi.
E-wallet tak hanya digunakan untuk transaksi online namun dapat
digunakan secara offline melalui scan QR Code, dan sebagainya, apa lagi di era
pandemic ini penggunaan e-wallet mulai disukai oleh masyarakat dikarenakan
para pengguna tidak perlu melakikan kontak fisik yang mana kontak fisik ini dapat
memper cepat tersebarnya virus COVID-19. Kemudahan, e-wallet membuat
perilaku konsumtif masyarakat semakin banyak. Tak hanya sebagai alat
pembayaran e-wallet juga bisa digunakan sebagai alat transfer antar bank yang
mana terkdang biaya administrasi yang dibutuhkan lebih murah dibandingan
melalui applikasi transfer dari bank tersebut.
Penggunaan e-wallet dapat diakses dengan mudah melalui internet, hal
tersebut dapat menciptakan dampak positif hingga dampak negatif dalam
penggunaan layanan uang elektronik. Tak jarang kita temui beberapa kasus dari
penggunaan e-wallet mulai bermunculan, salah satunya datang dari pengguna
pengguna OVO (jasa e-commerce dari PT. Visionet Internasional) dan applikasi
DanaKas yang mengeluhkan bahwa transfer uang dari rekening bank ke saldo
OVO atau sebaliknya tidak sampai tujuan2. Terkait transfer antara applikasi
penyedia e-wallet dengan bank ini sering terjadi masalah yang mana tak jarang
dari pihak applikasi penyedia e-wallet sendiri kurang merespon dengan baik,
mulai dari prosesnya yang berbelit dan lama hingga ada yang tak direspon.

1
Ahmad Irkham. Hubungan Antara Kontrol Diri Dengan Perilaku Konsumtif
Mahasiswa Pengguna Electronic Wallet (E-Wallet). (Univeristas Negeri Semarang,
2020). Hal 1-3
2
https://mediakonsumen.com/2021/04/21/surat-pembaca/aplikasi-bukukas-
meresahkan-dana-para-pengguna-raib

iii
Seharusnya sistem e-wallet dalam melakukan kegiatan pembayaran ataupun
transfer dana seharusnya bebas dari pelanggaran keamanan,para konsumen
harus mendapat jaminan keamanan untuk melakukan pembayaran elektronik.
Jika melihat dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen (yang selanjutnya disebut UU No. 8 Tahun 1999) dalam
pasal 4 huruf a, c, d terkait hak konsumen yaitu :
a. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi
barang dan/atau jasa;
c. hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai konsidi dan
jaminan barang dan/atau jasa;
d. hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa
yang digunakan;

Dari aspek hukum perlindungan konsumen, adanya kecenderungan pihak


konsumen di posisi yang lemah atau lebih cenderung sebagai pihak yang memiliki
resiko besar dari pada pelaku usaha, hak-hak konsumen sangatlah rentan, maka
konsumen harus dilindungi oleh hukum. Salah satu sifat sekaligus tujuan hukum
adalah memberikan perlindungan kepada masyarakat. Terhadap posisi
konsumen tersebut, maka perlu adanya perlindungan hukum bagi konsumen,
yang mana dapat terwujud dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Hukum Konsumen (yang selanjutnya disebut UUPK). Pengaturan
perlindungan konsumen tersebut untuk melindungi kepentingan konsumen dan
pelaku usaha. Secara umum hak-hak konsumen yang harus dilindungi yaitu hak
keamanan dan keselamatan, ha katas informasi, hak untuk memilih, hak unutk
didengar, dan ha katas lingkungan hidup. Perlindungan konsumen

Transfer dan penyimpanan dana melalui e-wallet ini memiliki kelemahan yaitu
seringnya terjadi pelanggaran akan hak-hak konsumen, jka melihat dengan kasus
yang ada maka akan dipertanyakan terkait hak konsumen padahal di dalam UUPK
hak tersebut telah diatur.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas yang akan maka permasalahan yang
akan dibahas dalam makalah ini adalah bagaimanakah bentuk perlindungan

iv
hukum konsumen terhadap pengguna e-wallet yang mengalami kegagalan
transfer uang dari rekening bank ke saldo e-wallet atau sebaliknya tidak sampai
tujuan ditinjau dari Undang-Undang Perlindungan Konsumen ?

v
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN YANG MEMAKAI
KOSMETIK IMPOR YANG TIDAK TER-NOTIFIKASI DITINJAU DARI
UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN
HUKUM KONSUMENUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 36 TAHUN2009 TENTANG KESEHATAN

PROPOSAL SKRIPSI

Nama : Vira Wijaya

NRP :120118356

KP :B

Absen : 101

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SURABAYA
2020

vi
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan atas Tuhan Yang Esa, karena berkat rahmat

dan karunia-Nya, penulis mampu menyelesaikan penyusunan proposal penelitian

dengan judul “Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Yang Memakai Kosmetik

Impor Yang Tidak Ter-Notifikasi Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999

Tentang Perlindungan Hukum Konsumenundang-Undang Republik Indonesia Nomor

36 Tahun2009 Tentang Kesehatan ”. Penyusunan proposal penelitian ini dilakukan

guna untuk memenuhi salah satu persyaratan kelulusan ujian mata kuliah Metode

Penelitian Hukum. Penyusunannya dapat terlaksana dengan baik berkat dukungan dari

banyak pihak. Pada kesempatan ini peneliti mengucapkan terima kasih kepada :

1. Marianus Y. Gaharpung, S.H., M.S. Dosen Fakultas Ilmu Hukum Universitas

Surabaya

2. Dr. Yoan Nursari Simanjuntak, S.H., M.Hum. Dosen Fakultas Ilmu Hukum

Universitas Surabaya

3. Yanto Wijayanto dan Sholikatul Jannah, merupakan orang tuayang

memberikan motivasi serta mendukung mendoakan kelancaran

4. Dinda, Afri, Rizki, Hansen, Cyntya Nadia,Evania, dan teman-teman lain yang

tidak bisa saya sebutkan yang selalu mengingatkan saya untuk mengerjakan

dan menghibur

Walaupun demikian, dalam penelitian ini, peneliti menyadari masih belum

sempurna. Oleh karena itu, peneliti mengharapkan saran dan kritik demi kesempurnaan

i
penelitian ini. Namun demikian adanya, semoga proposal skripsi ini dapat dijadikan

acuan tindak lanjut penelitian selanjutnya dan bermanfaat bagi para pembaca

Surabaya, 25 Juni 2021

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menurut Badan Perencanaan Nasional dan Badan Pusat Statistik

jumlah pada tahun 2018 mencapai angka sekitar 131,88 juta jiwa, dengan jumlah

tersebut dan ketertarikan wanita akan kosmetik artinya peluang akan bisnis

kosmetik Indonesia dinilai cukup besar. Maka dari itu jika dikaitkan dengan

luasnya tarnsaksi perdagangan di era modern ini maka Indonesia dijadikan

sebagai salah satu target pasar yang sangat menjanjikan bagi pemasaran produk

kosmetik dan kecantikan dari berbagai negara. Dengan masuknya produk

kosmetik dari luar negeri tersebut tak jarangg membuat pelaku usaha domestik

justru mengeluhk karena ada beberapa pelaku usaha di Indonesia yang melakukan

kegiatan usahanya secara melawan hukum, seperti banyaknya produk impor

ilegal yang menggerus potensi pasar milik industri domestik. 3

Kosmetik merupakan salah satu bentuk kebutuhan sekunder, yang di rasa

penmting dalam dalam kehidupan masyarakat era modern ini karena kosemtik

sendiri bagian dari kesehatan manusia. Sekarang ini, internet merupakan media

yang sangat mendominasi di kehidupan manusia, informasi apapun dapat kita

dapatkan melalui internet tak terbatas waktu dan jarak. Dengan media internet

maka masyarakat dari berbagai negara akan terhubung, hal ini membuat

masyarakat dapat bertukar informasi. Tak jarang konsumen tertarik akan produk

yang dipaparkan pada internet, yang terkadang produk tersebut tak tersedia di

3
https://pelakubisnis.com/2020/02/kosmetik-impor-menggerogoti-pasar-dalam-negeri/ diakses
22 Juni 2021

3
Indonesia, termasuk produk kosmetik. Para pelaku usaha berlomba untuk

mendapat keuntungan yang tak jarang mengakibatkan persaingan yang tidak

sehat. yang sering kita jumpai yaitu produk-produk kosmetik impor yang tidak

mempunyai izin edar. Setiap kosmetik yang akan diedarkan, mempunyai izin

edar dari Menteri. Izin edar yang dimaksud yaitu berupa notifikasi yang

diberikan oleh Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan (yang selanjutnya

disebut BPOM). Izin edar tersebut merupakan bentuk persetujuan pendaftaran

yang dikeluarkan oleh BPOM terhadap kosmetik, yang atinya dengan izin edar

tersebut maka produk tersebut secara sah dapat diedarkan dan diperjualbelikan

di Indonesia. BPOM adalah badan yang bertugas mengawasi peredaran produk

obat, obat tradisional, kosmetik, suplemen makanan, dan pangan di Indonesia,

apakah produk-produk tersebut layak konsumsi atau suduah memenuhi standar

di Indonesia. BPOM melakukan pengawasan terhadap peredaran kosmetik di

Indonesia baik melalui mata rantai pendistribusian kosmetik, baik dari industri

kosmetik, importir kosmetik, distributor kosmetik, agen kosmetik, toko

penjualan kosmetik atau usaha perorangan/badan usaha yang melakukan kontrak

produksi dengan industri kosmetika yang telah memiliki izin produksi, sarana

distribusi, dan pengawasan peredaran kosmetik sarana melalui media

elektronik.4

4
Pedoman Pengawasan Produksi Dan Peredaran Kosmetika, Lampiran Peraturan Kepala Badan
Pengawas Obat Dan Makanan Nomor Hk.03.1.23.12.11.10052 Tahun 2011 Tentang Pengawasan
Produksi Dan Peredaran Kosmetika, Hal. 26-27

4
BPOM telah menarik beberapa produk kosmetik dari luar negeri yang

dijual oleh pelaku usaha yang dianggap illegal karena tidak memiliki izin edar

notifikasi lain yaitu Mac Zac Posen Lipstik, Tonymoly cucumber water gel magic

food, NV Anti Blemish Toner 1 Etude Drawing Eyebrow Duo (warna: 03, gray

brown) dan masih banyak lagi. 5 Pada tahun 2019 lalu, BPOM Surabaya juga

telah mengatakan melakuakn razia ke sejumlah gerai dan toko yang ada di ITC

dan Darmo Trade Center, ditemukan 200 item kosmetik impor illegal. Diketahui

bahwa beberapa diantaranya terdapat kosmetik illegal yang berasal dari luar

negeri tanpa izin edar BPOM (notifikasi). Kosmetik yang ditemukan merupakan

hasil dari importir Kota Batam. Bahkan, bahayanya beberapa produk diduga

mengandung bahan berbahaya seperti mercury aktif yang dapat merusak kulit. 6

Konsumen sebagai pengguna kosmetik seharusnya disini mendapatkan

akses terkait informasi produk kosmetik yang diperdagangkan mulai dari

komposisi, aturan pakai, efek samping, hingga keaslian kosmetik dan izin edar

(notifikasi) kosmetik agar memastikan produk yang ada di tangan konsumen

aman. Konsumen kecenderungan akan memilih produk yang lebih murah apa

lagi jika produk itu produk impor,dengan harga yang lebih murah tanpa disadari

bahwa produk kosmetik tersebut tak memiliki notifikasi.

Hukum merupakan salah satu perangkat instrumen negara yang berfungsi

untuk mengontrol perilaku warga dalam kehidupan sehari-hari. Maka, aspek

5
https://www.pom.go.id/new/admin/dat/20181114/141118_LampiranPublicWarning.pdf diakses
22 Juni 2021
6
https://www.jawapos.com/metro/metropolis/19/04/2018/bbpom-surabaya-sita-ratusan-
kosmetik-ilegal/

5
hukum sanggatlah diperlukan untuk melindungi kepentingan para pihak

konsumen pemakasi kosmetik impor. Penulis ingin melihat dari aspek hukum

perlindungan konsumen, dikarenakan adanya kecenderungan pihak konsumen di

posisi yang lemah atau lebih cenderung sebagai pihak yang memiliki resiko besar

dari pada pelaku usaha, hak-hak konsumen sangatlah rentan, maka konsumen

harus dilindungi oleh hukum. Salah satu sifat sekaligus tujuan hukum adalah

memberikan perlindungan kepada masyarakat. Terhadap posisi konsumen

tersebut, maka perlu adanya perlindungan hukum bagi konsumen, yang mana

dapat terwujud dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Hukum Konsumen (yang selanjutnya disebut UUPK). Pengaturan

perlindungan konsumen tersebut untuk melindungi kepentingan konsumen dan

pelaku usaha. Secara umum hak-hak konsumen yang harus dilindungi yaitu hak

keamanan dan keselamatan, ha katas informasi, hak untuk memilih, hak unutk

didengar, dan hak atas lingkungan hidup. Perlindungan konsumen. Peredaran

kosmetik illegal yang dilakukan importir dan penjual toko kosmetik illegal

menyebabkan konsumen mengalami kerugian hal ini tidak sesuai Pasal 8 ayat

(1) UUPK yang pada intinya menyatakan bahwa tiap produksi barangdan atau

jasa harus memenuhi standar dan ketentuan perundang-undangan 7

Permasalahan yang penulis ambil adalah. Penulis merasa penelitian ini

menjadi penting karena terkait dengan banyaknya produk kosemtik impor tanpa

izin edar dari BPOM atau yang berupupa notifikasi dan tiidak adanya

7
AZ. Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen: Suatu Pengantar Indonesia, Jakarta : Diadit
Media, 2006, Hal, 70

6
pengawasan yang ketat terkait dengan jual beli kosmetik impor, sedangkan dari

aspek hukum yang ada di Indonesia hal ini tentunya cenderung berbahaya karena

tidak ada pengawasan dan izin langsung dari BPOM. Berdasarkan uraian

tersebut, maka penulis tertarik untuk mengambil penelitian ini dengan judul

“Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen yang Memakai Kosmetik Impor

yang Tidak Ter-Notifikasi”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan pada latar belakang masalah

tersebut, maka rumusan masalah yang dapat dianalisis yaitu “Apakah konsumen

mendapatkan perlindungan hukum atas penjualan kosmetik impor tanpa

notifikasi dari BPOM ?”

1.3 Alasan Pemilihan Judul

Skripsi ini ditulis dengan judul “Perlindungan Hukum Terhadap

Konsumen yang Memakai Kosmetik Impor yang Tidak Ter-Notifikasi” Judul

tersebut dipilih berdasarkan pada tujuan yaitu menganalisis secara yuridis yang

berkaitan dengan perlindungan hukum terhadap konsumen pemakai kosmetik

tanpa izin edar notifikasi.

1.4 Tujuan Penulisan

Terdapat 2 (dua) tujuan dalam penulisan kajian ilmiah ini yaitu:

1.4.1 Tujuan Akademis

Tujuan akademis yang hendak dicapai ialah memenuhi prasyarat untuk

syarat lulus Ujian Akhir Semester mata kuliah Meteode Penelitian

Hukum.

7
1.4.2 Tujuan Praktis

Tujuan praktis dalam penulisan ini bertujuan untuk mengkaji Konsumen

yang Memakai Kosmetik Impor yang Tidak Ter-Notifikasi mendaptkan

perlindungan hukum ditinjau dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999

1.5 Metode Penulisan

a. MetodePenelitian

Tipe penelitian yang digunakan pleh penulis adalah penelitian yuridis

normatif, dengan cara menggunakan studi kepustakaan terhadap bahan-

bahan hukum berupa bahan hukum primer, bahan hukum skunder, dan

vahan hukum tersier.

b. Pendekatan Masalah

Pendekatan masalah dalam penulisan ini menggunakan dua pendekatan

yaitu :

- Pendekatan Statue Approach yaitu pendekatan dengan melihat pada

peraturan perundang-undangan

- Pendekatan Conceptual Approach yaitu pendekatan yang beranjak

dari doktrin-doktrin dan pandangan-pandangan yang berkembang

dalam ilmu hukum terkait, yang akan melahirkan pengertian hukum

dan asas- asas hukum yang relevas atas permasalahan dalam penulisan

ini

c. Bahan Hukum

Bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini dibagi menjadi 3 (tiga)

sumber bahan hukum antara lain sebagai berikut :

8
1. Bahan Hukum Primer, merupakan Bahan hukum primer meliputi

peraturan perundang-undangan sebagai berikut :

a. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Hukum Konsumen

b. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun2009

Tentang Kesehatan

c. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

1176/MenKes/PER/VIII/2010 tentang Notifikasi Kosmetika

2. Bahan Hukum Sekunder sebagai bahan hukum yang mendukung,

memperkuat serta memberikan penjelasan mengenai bahan hukum

primer berupa pendapat ahli hukum, buku, artikel, jurnal hukum, hasil

penelitian, dokumen-dokumen resmi dan lain sebagainya yang relevan

dengan permasalahan yang akan dibahas.

1.6 Pertanggungjawaban Sistematika

Di dalam penulisan penelitian ini pertanggungjawaban sistematika ini terdiri

dari 4 (empat) bab yang diuraikan dalam masing-masing bab yang saling

berkaitan antara bab yang satu dengan bab yang lain dan saling mendukung

diantaranya. t. Adapun sistematika penulisan ini yaitu tersusun sebagai berikut

sebagai berikut :

a. Bab I

Pada Bab I ini berupa pendahuluan , yang mana di dalam bab ini memuat

latar belakang, rumusan masalah, metode penelitian, tujuan penelitian dan

pertanggungjawaban sistematika. Yang pada intinya di dalam

pendahuluan ini memuat alasan-alasan penulis dalam melakukan

9
penelitian ini. Selain itu, pada Bab I ini juga dipaparkan tata cara penelitian

hukum mengikuti kaidah penelitian ilmiah yang telah berlaku umum,

sehingga dapat diperoleh hasil penelitian yang obyektif.

b. Bab II

Dalam bab ini terdapat tinjauan yang berhubungan langsung dengan

perlindungan hukum kosmetik impor tidak ternotifikasi berisikan:

1. Arti Dan Tujuan Perlindungan Konsumen Dilihat Dari UUPK

2. Hak Dan Kewajiban Pelaku Usaha

3. Perbuatan Yang Dilarang Bagi Pelaku Usaha

4. Tinjauan Umum Kosmetik Impor dan Notifikasi

c. Bab III

Pada Bab III ini berupa analisa dan uraian terhadap pelaku usaha yang

mengedarkan atu menjual kosmetik impor tanpa notifikasi, Didalam bab

ini terdiri dari:

- Tanggung Jawab Pelaku Usaha terhadap Kosmetik Impor yang

Merugikan

d. Bab IV

Pada Bab IV ini merupakan akhir penulisan atau penutup, berisikan

kesimpulan yang ditarik dari fakta hukum, peraturan dan sumber hukum

lainnya atas pelaku usaha yang mengedarkan atu menjual kosmetik impor

tanpa notifikas.

10
BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

TERHADAP KOSMETIK IMPOR TIDAK MEMPUNYAI NOTIFIKASI

2.1 Arti Dan Tujuan Perlindungan Konsumen Dilihat Dari UUPK

Konsumen berasal dari Bahasa inggris-Amerika yaitu consumer atau consument,

secara definisi consumer merupakan orang yang menggunakan suatu barang

dan/atau jasa untuk tujuan tertentu. 8 Pengertian konsumen pada Psal 1 Angka 2

UUPK yaitu tiap pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat,

baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup

lain dan tidak untuk diperdagangkan, subjek hukum yang dimaksud dalam UUPK

ini adalah konsumen akhir. Hubungan hukum yang terjadi anatara konsumen dan

pelaku usage membawa konsumen dikedudukan yang lebih lemah, posisi tersebut

dapat membawa keuntungan pada pelaku usaha dan merugikan konsumen. 9

Menurut Pasal 1 ayat 1 UUPK, perlindungan bagi konsumen adalah

“segala upaya untuk menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi


perlindungan kepada konsumen.”

Upaya perlindungan konsumen bertujuan berkaitan dengan kedudukan konsumen

yang lemah, sehingga diharap dengan adanya hukum perlindungan konsumen

maka posisi itu dapat diseimbangkan, untuk lebih lanjutnya tujuan ini dapat

dilihat di Pasal 3 UUPK. Perlindungan konsumen dijalankan oleh pelaku usaha

8
AZ. Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen: Suatu Pengantar Indonesia, Jakarta : Diadit
Media, 2006, Hal, 29
9
Sidharta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Jakarta:Grasindo, 2004, hal.62-64

11
berdasarkan asas yang telah duatur du Pasal 2 UUPK yaitu asas manfaat, asas

keadilan,asas keseimbangan, asas keamanan dan keselamatan, serta asas

kepastian hukum.

Pelaku usaha harus memenuhi hak konsumen namun dalam hal ini juga

dibutuhkan campur tangan dari pemerintah juga, pemenuhan hak-hak pada

konsumen akan melindungi konsumen dalam beerbagai aspek10. Menurut John

F.Kennedy konsumen mempunyai 4 hak yaitu :

1. hak untuk mendapatkan informasi yang jelas,

2. hak untuk mendapatkan untuk perlakuan yang adil atau sama,

3. hak untuk mendapatkan pilihan,

4. hak untuk mengajukan pengaduan jika terjadi masalah. 11

Hak-hak konsumen juga di atur di Pasal 4 UUPK, dari hak UUPK maka dapat

dikatakan hal tersebut merupakan wujud dari kepentingan konsumen yang paling

pokok ada pada Pasal 4 huruf a yaitu terkait kenyamanan, keamanan dan

keselamatan mengekonsumsi.

Selain diberikan hak konsumen juga diberi kewajiban konsumen yang mana

hal ini diatur di Pasal 5 UUPK :

1. membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau

pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan, hal ini

dilakukan guna mencegah atau memberikan prinsip kehati-hatian dalam

melakukan transaksi

10
Sidharta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Jakarta:Grasindo, 2004, hal.19
11
A.H. Barkatullah, Hukum Perlindungan Konsumen: Kajian Teoritis dan Perkembangan
Pemikiran, Banjarmasin:Nusamedia. Hal 21

12
2. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa

3. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;

4. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen

secara patut.

Perlindungan diberikan kepada konsumen juga berupa pengawasan dan

melihat syarat-syarat yang dilakukan sesuai dengan prosedur dan adil bagi kedua

pihak agar konsumen merasa nyaman dan tidak menerima kerugian dari

perbuatan si pelaku usaha sehingga konsumen dapat merasakan adanya kepastian

hukum

2.2 Hak Dan Kewajiban Pelaku Usaha

Pengertian pelaku usaha Pasal 1 Angka 3 UUPK :

“Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik
yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan
dan berkedudukan atau melakukan kegiatan “
Dikarenakan adanya hukum perlindungan konsumen ini berfokus untuk

melakukan perlindungan pada konsumen maka akan cemderung perkuat posisi

konsumen, sehingga untuk menempatkan konsumen dan pelaku usaha dalam

posisi yang sama maka dibutuhkannya aturan mengenai hak-hak pelaku usaha

yang ada di Pasal 6 UUPK antara lain :

1. hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai

kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;

2. hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang

beritikad tidak baik;

13
3. hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian

hukum sengketa konsumen;

4. hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa

kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang

diperdagangkan;

5. hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

Selanjutnya juga diatur terkait kewajiban Pelaku usaha yaitu apada pasal 7 UUPK

1. beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;

2. memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan

jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan,

perbaikan dan pemeliharaan;

3. memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak

diskriminatif;

4. menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan atau

diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa

yang berlaku;

5. memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba

barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas

barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan;

6. memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat

penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang

diperdagangkan;

14
7. memberi kmpensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau

jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.

2.3 Perbuatan Yang Dilarang Bagi Pelaku Usaha

Pelaku usaha yang dimaksud tak hanya dibatasi oleh penjual saja namun juga

termasuk distributor ataupun importir. Pelaku usaha dalam melakukan kegiatan

usahanya harus menjamin kebenaran dan memberikan informasi yang cukup jelas

dan dapat dipertanggung jawabkan, serta tidak bersifat menyesatkan. Perbuatan

dilatang diatur pada Pasal 8 UUPK yang merupakan satu-satunya ketentuan

umum yang berlaku umum bagi kegiatan usaha yang dilarang. Jika dilihat di Pasal

8 UUPK amaka ada 2 larangan pokok yang diatur :

1. Larangan terkait produk yang tidak memenuhi syarat dan standar yang layak

untuk digunakan, dipakai atau dimanfaatkan oleh konsumen

2. Larangan mengenai pemberian infoemasi yang tidak benar dan akurat yang

menyesatkan konsumen12

2.4 Tinjauan Umum Kosmetik Impor dan Notifikasi

2.4.1 Definisi Kosmetik

Kosmetik berasal dari Bahasa Yunani yakni “kosmetikos” yang

artinya keahlian dan “kosmos” berarti hiasan. Berdasarkan Kamus Besar

Bahasa Indonesia Kosmetik adalah obat atau bahan untuk mempercantik

wajah, kulit, rambut, dan sebagainya seperti bedak dan pemerah bibir.

Bahan kosemtik dahulunbya dibuat hanya dari bahan alami berasal dari

lingkungan sekitar, namun sekarang kosmetik yang dibuat juga terbuat

12
Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, 2000, hal. 39

15
dari bahan buatan manusia. Kosmetik sejatinya bukan merupakan

kebutuhan primer bagi masyarakat sebagai manusia namnun

pemakaianannya sangat dibutuhkan oleh masyarakat.13

Berdasarkan pada Pasal 1 Angka 4 Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 36 Tahun2009 Tentang Kesehatan (yang selanjutnya

disebut UU Kesehatan) memasukkan kosmetik termasuk kedalam

sediaan farmasi. Semua sediaan farmasi yang beredar di Indonesia wajib

memilikki izin edar sebagaimana yang tercantum pada Pasal 106 UU

Kesehatan. Pengertian akan kosmetik sendiri tertulis di Pasal 1 angka 1

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

1176/MenKes/PER/VIII/2010 tentang Notifikasi Kosmetika , berbunyi

sebagi berikut :

“Kosmetik adalah bahan atau sediaan yang dimaksudkan


untuk digunakan pada bagian luar tubuh manusia (epidermis,
rambut ,kuku, bibir dan organ genital bagian luar) atau gigi
dan mukosa mulut terutama untuk membersihkan,
mewangikan, mengubah penampilan dan/atau memperbaiki
bau badan atau melindungi atau memelihara tubuh pada
kondisi baik”.

Penjualan dan peredaran kosmetik dibagi menjadi .

a. Kosmetika Dalam Negeri, yaitu produk kosmetika yang dibuat dan

dikemas oleh industri kosmetik di dalam negeri ataupun dibuat di luar

13
Rostamailis, 2005, Penggunaan Kosmetik, Dasar Kecantikan & Berbusana yang Serasi,
Jakarta:Rineka Cipta, hal 8-16

16
negeri yang dikemas dalam kemasan industri kosmetika di dalam

negeri

b. Kosmetika Kontrak, yaitu kosmetik yang pembuatannya dilimpahkan

kepada pihak lain atau industri kosmetika lain berdasarkan kontrak

c. Kosmetik impor adalah kosmetik yang dibuat oleh industri kosmetika

diluar negeri, yang nanttinya diedarkan pada 14

Dengan adanya globalisasi tak hanya produk yang dari dalam negeri atau

Indonesia saja yang diperjual belikan namun produk impor juga masuk

ke pasar Indonesia, dan tanggapan masyarakat akan produk yang masuk

juga positif dilihat dari beberapa pembelian produk impor yang ada di

Indonesia.

2.4.2 Pemberian Informasi pada Kosmetik

Sebelum melakukan pemebelian akan suatu produk baik barang

ataupun jasa, konsumen perlu mengetahui informasi mengenai barang

tersbeut untuk mengenal dan dijadikan bahan pertimbangan konsumen.

Informasi yang benar dan bertanggung jawab merupakan kebutuhan

pokok konsumen. Informasi yang menyesatkan dan tidak benar dapat

menimbulkan kerugian materiil hingga membahayakan kesehatan

konsumen. Informasi terkait produk dapat ditemui pada label kemasan.

Label merupakan suatu bagian dari sebuah produk terkait pencantuman

informasi mengenai produk (baik merek atau informasi penjualannya)

dan penjual. Label juga akan memuat asal,sifat,isi, komposisi, mutu,

14
Galuh Mekar Kuncoro, Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Terhadap Peredaran Kosmetik
Perawatan Wajah Tanpa Notifikasi, Surabaya: Universitas Negeri Surabaya, hal. 8-9

17
15
kegunaan dan kadaluwarsa. Peraturan Kepala BPOM Nomor 19

Tahun 2015 Tentang Persyaratan Teknis Kosmetika, pada Pasal 7 (1)

yang menjelaskan, penandaan sebagai informasi kosmetik harus

mencantumkan informasi, minimal: Nama Kosmetika.

Kemanfaatan/Kegunaan, Cara penggunaan, Komposisi, Nama dan

negara produsen, Nama dan alamat lengkap Pemohon Notifikasi,

Nomor bets, Ukuran, isi, atau berat bersih, Tanggal kedaluwarsa,

Nomor notifikasi; dan Peringatan/perhatian dan keterangan lainnya

yang menyebutkan bahwa kosmetik menggunakan bahan yang

memenuhi standar dan persyaratan mutu serta persyaratan lain yang

ditetapkan, diproduksi dengan menggunakan cara pembuatan kosmetik

yang baik. Dalam kosmetik impor setidaknya ada informasi terkait :

 Surat pernyataan terakait merek

 Angka Pengenal Importir (API) yang masih berlaku

 Surat Penunjukan Keagenan yang masih berlaku dari industry

negara asal

 Surat Kerjasama Kontrak antara pemohon notifikasi dengan

penerima kontrak produksi yang dilegalisir notaris dengan

mencantum masa berlaku perjanjian

15
Philip Kotler, Manajemen Pemasaran- Edisi 2, Jakarta: Prenhallindo, 2000, hal. 477

18
 Sertifikat surat pernyataan penerapan CPKB sesuai dengan

bentuk sediaan yang akan dinotifikasi untuk pabrik yang

berlokasi di ASEAN

 Certificate of Free Sale (CFS) dikeluarkan pejabat berwenang di

negara asal (khusus impor dari luar negara ASEAN) 16

2.4.3 Notifikasi pada Kosmetik Impor

Setiap produk kosmetik yang diedarkan atau diperjual-belikan di

Indonesia , baik yang berasal dari dalam negeri maupun dari luar negeri

atau kosmetik impor harus melakukan permohonan untuk mendapatkan

nomor izin edar yag dikeluarkan BPOM, hal ini dilakukan agar BPOM

dapat melakukan pengawasan terhadap produk-produk yang beredar di

pasaran, sehingga jika terjadi permasalahan dapat ditelusuri siapa

pelakunya.

Pada pasal 106 ayat (1)UU tentang Kesehatan berbunyi sebagai


berikut :
“persediaan farmasi dan alat kesehatan hanya dapat
diedarkan setelah mendapat izin edar”.

Pada Pasal 3 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

1176 / MenKes / PER/VIII/2010 tentang Notifikasi Kosmetika telah

ditegaskan bahwa Setiap kosmetik yang akan diedarkan, mempunyai

izin edar dari Menteri. Izin edar yang dimaksud yaitu berupa notifikasi,

yang dimohonkan oleh pelaku usaha atau pemohon notifikasi kepada

Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan (yang selanjutnya

16
https://notifkos.pom.go.id/upload/informasi/20190823170210.pdf

19
disebut BPOM). Dengan kata lain Kosmetik yang diedarkan dan

diperjualbelikan di Indonesia wajib mempunyai notifikasi atau izin edar

yang dikeluarkan oleh BPOM. Permohonan notifikasi Kosmetika Impor

dilakukan oleh importir Kosmetik yang telah memenuhi ketentuan

peraturan perundang-undangan yaitu mempunyai API dan surat

keagenan dari produsen negara asal atau pelaku usaha di bidang

kosmetik yang melakukan kontrak produksi dengan industri Kosmetika

di luar wilayah Indonesia dinyatakan sebagai Importir. Jadi jika

pemohon atau importir telah mendapatkan izin edar dari BPOM, maka

akan keluarlah notifikasi sebagai penanda bahwa kosmetik tersebut

sudah memiliki izin edar dan sebagai penanda bahwa kosmetik telah

aman unutk dipakai konsumen. Nomor notifikasi dari Badan POM

ditandai dengan kode N diikuti 1 huruf dan 11 digit angka, yaitu: (NX

1234567891011) X = A/B/C/D/E. Pendaftaran notifikasi dilakukan

dengan cara :

1. Mengisi dan mengunggah data pada template notifikasi melalui

sistem elektronik yang disampaikan ke website Badan Pengawas

Obat dan Makanan dengan alamat http://www.pom.go.id

2. Template yang telah diisi kemudian dikirim

3. Pemohon akan menerima email pemberitahuan surat perintah

bayar (SPB), jika tidak melakukan pemb ayran selama 7 hari

setelah SPB maka notifikasi dianggap batal

20
4. Setelah hasil verifikasi bukti bayar dinyatakan benar pemohon

akan menerima pemberitahuan ID produk

5. Setiap produk yang telah mendapatkan nomor ID akan

dilakukan verifikasi template notifikasi

6. Setelah hasil verifikasi template notifikasi dan ingredient

dinyatakan lengkap akan dikeluarkan nomor notifikasi dalam

jangka waktu 14 hari kerja.

Sexara lengkapnya terkait pendaftaran notifikasi dapat melihat

Peraturan Badan Pengawas Obat Dan Makanan Nomor 12 Tahun

2020

TentangTata Cara Pengajuan Notifikasi Kosmetika

21
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Tanggung Jawab Pelaku Usaha terhadap Kosmetik Impor yang Merugikan

Konsumen dalam melakukan pembelian akan melihat informasi terkait

produk barang atuj jasa, sehingga atas informasi tersebut pelaku usaha wajib

memberikan informasi yang benar dan bertanggung jawab tidak boleh

menyesatkan atau menipu. Dalam hal produk impor maka pelaku usaha (importir)

harus mendaftarkan terlebih dahulu ke BPOM. Sehingga menjamin pemakaian

produk impor tersebut, jika produk tersebut tidak mempunyai kode maka

tindakan pelaku usaha tidak dapat dibenarkan karena selain melanggar ketentuan

UUPK Pasal 4 huruf C yaitu terkait hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur

mengenai kondisi dan di Pasal 8 ayat (1) huruf a UUPK menyatakan pelaku usaha

dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang

tidak memenuhi standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-

undangan. Maka pelaku usaha yang mengedarkan atau mengedarkan kosmetik

tidak memiliki izin edar berupa notifikasi dari BPOM, artinya kosmetik yang ia

perdagangkan atau edarkan tidak sesuai informasi yang jelas dan tidak memenuhi

standar yang di persyaratkan sesuai ketentuan perundang- undangan yang

berlaku, maka mereka telah menyalahi peraturan perundang-undangan. Karena

ketentuan notifikasi ini pada pasal 106 UU Kesehatan yaitu sediaan farmasi

berupa kosmetik sebelum diedarkan harus mendapat izin edar, serta pada pasal 3

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

1176/Menkes/Per/Viii/2010, telah dipertegas kembali tanpa memiliki izin edar

notifikasi maka produk tersebut tak boleh diedarkan atu diperdagngakan.

22
Dari hal tersebut maka tanggung jawab pelaku usaha khusunya importir,

produsen dan penjualan telah mengaibaikan syarat mutu dan starndar produk

karena telah mengedarkan dan memperjualbeliikan produk illegal yang belum

mendapat izin edar berupa notifikasi. Sehingga pertanggung jawabannya mulai

dari importir, agen, toko hingga pengecer dapat terlibat pada pengadaan,

pengedaran hingga penjualan yang harus dipertanggung jawabkan secara hukum.

Dalam Kitab Undang-Undang Perdata (yang selanjutnya disebut KUHPer) pasal

1365 menentukan bahwa tiap perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh

seseorang, yang karena kesalahannya itu telah menimbulkan kerugiaan bagi

orang lain, maka mewajibkan bagi orang yang melakukankeselahan tersebut

mengganti kerugian bagi pihak yang dirugikan. Misal kan terkait pemeberian

informasi yang tidak jelas sehingga timbul keerugian pagi pemakainya. Jika

dikaitkan dengan UUPK maka ganti rugi yang ditur bersifat Lex Specialist

terhadap ketentuan umum KUHPer. Pada Pasal 19 UUPK menentukan bahwa :

“(1) Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan,
pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang
dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.

(2) Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pengembalian
uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya,
atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku “

Dalam Pasal 48 UUPK menyebutkan bahwa penyelesaian sengketa terkait

perlindungan konsuemn dapat diselesaikan melalui jalur pengadilan mengacu

kepada ketentuan yang berlaku dalam peradilan umum dengan memperhatikan

23
ketentuan pasal 45 UUPK. Selain itu, dapat pula dilakukan diluar jalur pengadila,

dengan memanfaatkan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK).

3.1.1 Sanksi

Apabila kosmetik yang digunakan merugikan konsumen makakonsumen

dapat meminta ganti rugi kepada pelaku usaha sebagai bentuk tanggung jawab

pelaku usaha. Bentuk pertanggung jawaban pelaku usaha bukan hanya ganti

kerugian saja tapi diatur juga pada Pasal 196 UU Kesehatan yang

menyebutkan

Pasal 197 menyebutkan

“Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan


farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memiliki izin edar sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 106 ayat (1) di pidana dengan pidana penjara paling
lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp.1.5000.000.000,00
(satu milyar lima ratus juta rupiah).”

Dari kasusu yang ada pada diketahui BPOM menunjukkan adanya dugaan

adanya tindak pidana dibidang kosmetik impor yang mana pengedarannya tak

ternotifikasi , atas sanksi yang diberikan bisa berupa ganti kerugian materiiil

maupun inmateriil dan sanksi pidana penjara paling lama 15 (lima belas)

tahun dan denda paling banyak Rp.1.5000.000.000,00 (satu milyar lima ratus

juta rupiah)

24
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Maka atas penjualan dan peredaran produk produk kosmetik impor tanpa

notifikasi oleh pelaku usaha yang mengetahui tidak adanya notifikasi

terhadap produk terkait maka dapat dikenakan sanksi. Adanya notifikasi ini

merupakan bentuk izin edar bahwa produk atau kosmetik impor itu dapat

diedarkan dan keterangan aman konsumsi yang diberikan oelh BPOM yang

bersifat wajib, disini yang memohonkan notifikasi seharusnya importir. Bagi

pelaku usaha khususnya importir ataupun pelaku usaha yang

memperdagangkan kosmetik impor tanpa notifikasi dapat dikenai sanksi

Pasal 197 Jo 106 UU Kesehatan, dengan sanksi pidana penjara paling lama

15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp.1.5000.000.000,00 (satu

milyar lima ratus juta rupiah).

4.2 Saran
Seharusnya di saat peroses masuknya barang di wilayah Indonesia alangkah

baiknya dicek kembali apakah sudah lolos izin atau tidak. Serta perlu di

sebarluaskan kembali mengenai pentingnya keterangan izin edar atau

notifikasi dari BPOM baik itu dari pihak pelaku usaha dan konsumen

25
DAFTAR PUSTAKA

Perundang-undangan :

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer.)

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Hukum Konsumen

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun2009 Tentang Kesehatan

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

1176/MenKes/PER/VIII/2010 tentang Notifikasi Kosmetika

Peraturan Kepala BPOM Nomor 19 Tahun 2015 Tentang Persyaratan Teknis

Kosmetika

Buku:

vvvvPhilip Kotle.2000. Manajemen Pemasaran- Edisi 2, Jakarta: Prenhallindo

Sidharta.2004. Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia. Jakarta:Grasindo

Barkatullah , A.H. Hukum Perlindungan Konsumen: Kajian Teoritis dan

Perkembangan vvvvPemikiran, Banjarmasin:Nusamedia.

Rostamailis. 2005. Penggunaan Kosmetik, Dasar Kecantikan & Berbusana yang

Serasi, vvvvJakarta:Rineka Cipta

Nasution, AZ. 2006 Hukum Perlindungan Konsumen: Suatu Pengantar Indonesia,

vvvvJakarta : Diadit Media

Jurnal :

Kuncoro, Galuh Mekar. Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Terhadap Peredaran

vvvvKosmetik Perawatan Wajah Tanpa Notifikasi. Surabaya: Universitas Negeri

vvvvSurabaya

Website :

https://notifkos.pom.go.id/upload/informasi/20190823170210.pdf

26
https://www.pom.go.id/new/admin/dat/20181114/141118_LampiranPublicWarning.

pdf

https://pelakubisnis.com/2020/02/kosmetik-impor-menggerogoti-pasar-dalam-

negeri/

https://www.jawapos.com/metro/metropolis/19/04/2018/bbpom-surabaya-sita-

ratusan-kosmetik-ilegal/

27

Anda mungkin juga menyukai