Anda di halaman 1dari 13

Header halaman gasal: Penggalan Judul Artikel Jurnal

ANALISIS YURIDIS PENCANTUMAN KLAUSULA EKSONERASI


PADA SYARAT DAN KETENTUAN APLIKASI OVO (PT.VISIONET INTERNASIONAL)

Syilvia Amelia Hidayah


Program Studi S-1 Ilmu Hukum, Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum, Universitas Negeri Surabaya,
syilviahidayah16040704179@mhs.unesa.ac.id

Eny Sulistyowati
Program Studi S-1 Ilmu Hukum, Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum, Universitas Negeri Surabaya,
enysulistyowati@unesa.ac.id

Abstrak
Pesatnya perkembangan teknologi melahirkan inovasi dalam sistem pembayaran secara elektronik (e-payment). OVO
merupakan salah satu platform jasa sistem pembayaran elektronik yang memiliki banyak konsumen di indonesia.
Sebelum menggunakan layanan OVO konsumen diwajibkan terlebih dahulu menyatakan persetujuannya untuk tunduk
dan terikat pada syarat dan ketentuan aplikasi OVO yang berbentuk perjanjian baku. Perjanjian baku yang dibuat oleh
pihak pelaku usaha berpotensi merugikan pihak yang lainnya terutama konsumen dikarenakan pihak pelaku usaha dapat
mencantumkan klausula eksonerasi dalam perjanjian baku yang dibuatnya. Seperti yang terdapat dalam syarat dan
ketentuan aplikasi OVO dimana terdapat klausula pengalihan tanggung jawab OVO kepada konsumen terkait
penggunaan data konsumen oleh pihak OVO. Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk menganalisis konflik norma
yang terdapat pada pasal 10 huruf a syarat dan ketentuan aplikasi OVO dengan ketentuan pencantuman klausula baku
yang terdapat pada pasal 18 ayat (1) huruf a Undang-Undang Perlindungan Konsumen serta pasal 22 ayat (3) huruf a
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor : 1/POJK.07/2013 Tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan
dan menganalisis bagaimana bentuk upaya hukum yang dapat ditempuh oleh konsumen terkait pencantuman klausula
pengalihan tanggung jawab dalam syarat dan ketentuan aplikasi OVO berdasarkan hukum positif di Indonesia.
Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif dengan pendekatan Perundang-undangan dan pendekatan konsep.
Bahan hukum yang digunakan yaitu bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Hasil penelitian menyatakan
bahwa pasal 10 huruf a pada syarat dan ketentuan aplikasi OVO tidak sesuai dengan Pasal 18 ayat (1) Huruf a Undang-
Undang Perlindungan Konsumen dan Pasal 22 ayat (3) Huruf a Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor:
1/POJK.07/2013 Tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan dikarenakan dalam syarat dan ketentuan
tersebut terdapat klausula berupa pengalihan tanggung jawab oleh pelaku usaha dan upaya hukum yang dapat ditempuh
oleh konsumen yang merasa dirugikan akibat klausula tersebut dapat ditempuh melalui jalur litigasi maupun non
litigasi.
Kata Kunci : perjanjian baku,klausula eksonerasi, konsumen, pelaku usaha

Abstract
The development of technology make innovations in electronic payment systems (e-payment). OVO as a platform of
electronic payment system that has a lot of consumer in Indonesia. Before using OVO, consumers are required to agree
with OVO terms and conditions in form of a standard agreement. A standard agreement made by one has potential ly to
harm other especially consumers because they can include exoneration clauses in standard agreement that they make.
As in standard agreement of OVO terms and conditions, there is a clause exoneration OVO's responsibility to
consumers about the usage of OVO data consumer. This research purpose to analyze the conflict of norms contained in
clause 10 paragraph a in standard agreement of OVO terms and conditions with the provisions of standard clauses
contained in clausa 18 paragraph (1) point a of the Consumer Protection Law and clause 22 paragraph (3) point a
Financial Services Authority Regulation Number: 1 / POJK.07 / 2013 about Consumer Protection in the Financial
Services Sector and analyzes how about legal remedies that can be taken by consumers regarding of exoneration clauses
by OVO in OVO terms and conditions based on positive law in Indonesia. This research uses normative juridical
research with a statutory approach and a conceptual approach. The legal materials used are primary and secondary legal
materials. The results of this research stated that clause 10 paragraph a in the standard agreement OVO terms and
conditions is not accordance with clause 18 paragraph (1) point a of the Consumer Protection Law and clause 22
paragraph (3) point a Financial Services Authority Regulation Number: 1 / POJK.07 / 2013 about Consumer Protection
in the Financial Services Sector because in the standard agreement OVO terms and conditions there is a clause
exoneration by businessmen and consumers can did legal remedies by litigation and non-litigation.
Keywords : standard agreement, exoneration clause, consumer, businessmen

PENDAHULUAN

1
Header halaman gasal: Penggalan Judul Artikel Jurnal

Pada era digitalisasi seperti saat ini pemanfaatan serta harapan pelanggan, agar pelanggan merasakan
teknologi terus berkembang pesat. Segala bidang kemudahan dalam melakukan transaksi FinTech maka
kehidupan hampir tidak pernah lepas dari peran teknologi faktor feature sangat penting untuk dikembangkan
dalam melakukan kegiatannya. Kehadiran teknologi juga sebagai upaya memberikan kemudahan bagi konsumen
secara tidak langsung mengubah budaya masyarakat dalam melakukan transaksi mobile payment (Indrawati
menjadi masyarakat modern. Masyarakat mau tidak mau 2019).
harus bisa beradaptasi dan memanfaatkan teknologi di Di Indonesia terdapat beberapa aplikasi yang
setiap aspek kehidupannya jika tidak ingin ketinggalan melayani jasa sistem pembayaran berbasis mobile
zaman. Dalam sistem pembayaran misalnya. Pada payment seperti Go-Pay, Dana, OVO, Link Aja dan lain-
awalnya alat pembayaran masih eksis dengan cara lain. OVO merupakan salah satu platform jasa mobile
konvensional berupa uang kertas dan logam, dengan payment yang memiliki banyak peminat di Indonesia
memanfaatkan teknologi berganti menggunakan alat yang berada dibawah naungan PT.Visionet Internasional.
pembayaran secara elektronik. Adanya teknologi OVO diluncurkan pertama kali pada maret tahun 2017
menjadikan budaya masyarakat dari yang awalnya yang merupakan besutan Grup Lippo yaitu LippoX. OVO
bertransaksi secara tunai berangsur-angsur beralih merupakan uang elektronik berbentuk aplikasi di mana
bertransaksi secara non tunai dalam kegiatan para pelanggan atau konsumen dapat melakukan top-up
ekonominya. Hal ini dapat dilihat dari sistem pembayaran atau mengisi saldo ke dalam OVO untuk kemudian
non tunai yang telah banyak tersedia di Indonesia dan melakukan transaksi atau pembayaran dan penyimpanan
dimanfaatkan oleh masyarakat modern (Rahardja 2014). dana berbasis uang elektronik dengan menggunakan
Sistem pembayaran secara non tunai lebih diminati aplikasi OVO tersebut (Khoza 2019).
masyarakat dikarenakan sistemnya yang praktis dan dapat OVO dapat dikategorikan sebagai jenis uang
dibawa kemanapun kita pergi serta transaksi yang elektronik open loop, server based, dan registered (Abadi
dilakukannya berlangsung cepat, mudah, dan aman. 2019). Open loop artinya OVO sebagai uang elektronik
Walaupun adanya resiko hack (pencurian) dalam yang dapat digunakan sebagai instrumen pembayaran
penggunaanya, hal ini tidak mengurangi minat masyarakat kepada penyedia barang dan/atau jasa yang bukan
untuk beralih menggunakan sistem pembayaran secara merupakan penerbit uang elektronik tersebut. Server
non tunai. based artinya OVO sebagai uang elektronik dengan media
Keberadaan sistem pembayaran non tunai turut penyimpanan berupa server. Berbeda dengan uang
melahirkan berbagai jenis metode pembayaran non tunai elektronik chip based yang biasanya berbentuk kartu,
yang hadir di indonesia. Pembayaran non tunai juga OVO merupakan uang elektronik berbasis aplikasi dimana
mendorong para pelaku usaha untuk beradaptasi dengan saldo para penggunanya tidak disimpan di dalam chip
hal ini. Salah satu sistem pembayaran non tunai pada seperti dalam bentuk kartu, melainkan dalam bentuk
layanan sistem pembayaran secara elektronik yang disebut aplikasi yang terintegrasi dengan server. Registered
dengan mobile payment. Mobile payment merupakan artinya OVO sebagai uang elektronik yang data identitas
salah satu jasa pembayaran non tunai untuk melakukan penggunanya terdaftar dan tercatat pada penerbit. OVO
pembayaran, pembelian, dan transaksi pembayaran dalam hal ini dapat dikategorikan sebagai registered
lainnya dengan menggunakan ponsel (smartphone) karena untuk dapat menggunakan aplikasi OVO, calon
dengan hanya menggunakan nomor ponsel. Konsep konsumen diharuskan untuk melakukan pendaftaran
mobile payment berbeda dengan mobile banking (m- terlebih dahulu.
banking) dimana m-banking memerlukan rekening bank Salah satu faktor pendukung mengapa OVO banyak
dalam penggunaan aplikasinya (Amalia 2020). Beberapa digunakan oleh masyarakat di Indonesia dibandingkan
kelebihan mobile payment dimana pengguna tidak perlu dengan aplikasi jasa pembayaran yang lain dikarenakan
rumit lagi untuk melakukan transaksi apapun dan OVO menjalin kerjasama dengan berbagai perusahaan
dimanapun selama tempat yang dikunjungi mendukung dan merchant di Indonesia. Beberapa perusahaan dan
pembayaran dengan sistem mobile payment. Penggunaan merchant strategis yang bermitra dengan OVO antara lain
mobile payment diklaim juga bisa membantu Bank Mandiri, Alfamart, Grab, Moka dan lain-lain (A
meminimalisir peredaran uang palsu ke konsumen. Akbar 2019). Apabila masyarakat bertransaksi di
Seiring dengan pesatnya perkembangan usaha mobile perusahaan atau merchant tersebut terdapat berbagai
payment saat ini, maka persaingan di industri ini pun macam promosi dan bonus yang ditawarkan sehingga
semakin meningkat. Meningkatnya persaingan ini pembayaran dapat digunakan dengan lebih efisien
menuntut perusahaan yang bergerak dalam jasa yang menggunakan OVO.
serupa selalu memperhatikan kebutuhan dan keinginan

2
Header halaman gasal: Penggalan Judul Artikel Jurnal

Sebelum dapat menggunakan aplikasi OVO, pada perjanjian baku juga diatur dalam Pasal 18 ayat (1)
dasarnya semua pengguna harus memberikan Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang berbunyi:
persetujuannya terlebih dahulu untuk tunduk pada syarat “(1) Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau
dan ketentuan OVO. Interaksi yang terjadi antara pihak jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang
konsumen selaku pengguna layanan dan OVO selaku membuat atau mencantumkan klausula baku pada
penyedia layanan tertuang dalam suatu bentuk perjanjian. setiap dokumen dan/atau perjanjian apabila:
Perjanjian tersebut menjadi perjanjian yang mengikat a. menyatakan pengalihan tanggung jawab
kedua belah pihak dan menjadi salah satu alat utama pelaku usaha;
untuk mengetahui batasan hak dan kewajiban masing-
b. menyatakan bahwa pelaku usaha berhak
masing pihak manakala terjadi sengketa di kemudian
menolak penyerahan kembali barang yang dibeli
hari. Berdasarkan Pasal 1313 Kitab Undang-Undang
konsumen;
Hukum Perdata (KUHPerdata) yang berbunyi :
c. menyatakan bahwa pelaku usaha berhak
“Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan
menolak penyerahan kembali uang yang
mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya
dibayarkan atas barang dan/atau jasa yang dibeli
terhadap satu orang lain atau lebih.”
oleh konsumen;
Suatu perjanjian juga dapat dinamakan sebagai suatu
d. menyatakan pemberian kuasa dari konsumen
persetujuan yang artinya kedua belah pihak setuju atau
kepada pelaku usaha baik secara langsung
sepakat mengenai sesuatu hal yang telah mereka
maupun tidak langsung untuk melakukan segala
perjanjikan (Subekti 2002). Salah satu contoh jenis
tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang
perjanjian yang banyak dijumpai yaitu perjanjian antara
yang dibeli oleh konsumen secara angsuran;
pelaku usaha dengan konsumen yang dibuat secara
e. mengatur perihal pembuktian atas hilangnya
tertulis dalam bentuk baku. Perjanjian baku adalah
kegunaan barang atau pemanfaatan jasa yang
perjanjian yang dibuat secara sepihak dan pihak lainnya
dibeli oleh konsumen;
hanya mempunyai pilihan untuk menerima atau menolak
perjanjian tersebut tanpa diberi kesempatan untuk f. memberi hak kepada pelaku usaha untuk
merundingkan isinya terlebih dahulu. Perjanjian baku mengurangi manfaat jasa atau megurangi harta
dapat dikenal dengan istilah standart contract kekayaan konsumen yang menjadi obyek jual
(Suharnoko 2015). beli jasa;
Ketentuan yang terdapat pada perjanjian baku disebut g. menyatakan tunduknya konsumen kepada
sebagai klausula baku (standardized clause). Dalam Pasal peraturan yang berupa aturan baru, tambahan
1 angka 10 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang lanjutan dan/atau pengubahan lanjutan yang
Perlindungan Konsumen (Undang-Undang Perlindungan dibuat sepihak oleh pelaku usaha dalam masa
Konsumen) menegaskan tentang pengertian dari klausula konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya;
baku yang berbunyi: h. menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa
“Klausula baku adalah setiap aturan atau ketentuan kepada pelaku usaha untuk pembebanan hak
dan syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan
ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku terhadap barang yang dibeli oleh konsumen
usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen secara angsuran.”
dan/atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi Adanya peraturan tersebut dibuat agar dapat membuat
oleh konsumen.” kedudukan yang setara bagi pihak konsumen dan pelaku
Berdasarkan pada Pasal 1 angka 10 Undang-Undang usaha berdasarkan prinsip kebebasan berkontrak sehingga
Perlindungan Konsumen perjanjian baku memuat hak dari masing masing pihak terlindungi dan tidak ada
klausula-klausula baku yang telah ditetapkan terlebih salah satu pihak yang dirugikan. Namun dikarenakan
dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha dan sudah tidak syarat-syarat dalam perjanjian baku biasanya ditentukan
bisa dinegosiasikan lagi oleh konsumen. Klausula yang terlebih dahulu oleh pihak pelaku usaha tanpa didahului
terdapat dalam suatu perjanjian tersebut mengacu pada oleh proses diskusi dengan pihak lainnya (konsumen).
hal-hal yang bersifat bisnis atau ekonomi (keuangan) Hal ini menimbulkan potensi akan terdapat klausula
yang memberatkan salah satu pihak. Hal tersebut pengalihan tanggung jawab (klausula eksonerasi) yang
membuat rentan terjadinya ketidaksetaraan antara dicantumkan pihak pelaku usaha dalam perjanjian baku
konsumen dengan pelaku usaha (Satory 2015). yang dibuatnya (Sinaga, et al 2016).
Ketentuan lain yang mengatur mengenai hal yang Klausula eksonerasi adalah suatu klausula dalam
dilarang untuk dijadikan klausula baku dalam suatu suatu perjanjian, dimana ditetapkan adanya pembebasan

3
Header halaman gasal: Penggalan Judul Artikel Jurnal

atau pembatasan dari tanggung jawab tertentu, yang “Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau
secara normal menurut hukum sehararusnya menjadi jasa yang diperdagangkan dilarang membuat atau
tanggung jawabnya (Zakiyah 2017). Pencantuman mencantumkan klausula baku pada setiap dokumen
klausula eksonerasi ini terjadi karena posisi salah satu dan/atau perjanjian apabila:
pihak dalam perjanjian berada dalam pihak yang lebih a, b, c, d... Dan seterusnya f.
kuat yang menentukan syarat-syarat dalam perjanjian, a. menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku
sementara di pihak lainnya dalam posisi membutuhkan usaha;”
perjanjian tersebut. Kondisi seperti inilah yang rawan
Selain bertentangan dengan Pasal 18 ayat (1) Huruf a
menimbulkan adanya penyalahgunaan keadaan dari pihak
Undang-Undang Perlindungan Konsumen, ketentuan
yang menentukan syarat-syarat dalam perjanjian terhadap
yang terdapat pada syarat dan ketentuan aplikasi OVO
pihak lainnya. Dalam suatu perjanjian baku sering kali
juga bertentangan dengan Pasal 22 ayat (3) Huruf a
ditemukan klausula eksonerasi yang berisi ketentuan dan
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor:
persyaratan yang :
1/POJK.07/2013 Tentang Perlindungan Konsumen
a. Mengurangi atau menghapuskan tanggung jawab
Sektor Jasa Keuangan (Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
pembuat perjanjian atas akibat wanprestasi.
tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan)
b. Membatasi atau mengapuskan kewajiban tertentu
yang berbunyi :
pembuat perjanjian.
“1) Dalam hal Pelaku Usaha Jasa Keuangan
c. Menciptakan kewajiban memberi ganti rugi kepada
menggunakan perjanjian baku, perjanjian baku
pihak lain, misalnya menciptakan kewajiban
tersebut wajib disusun sesuai dengan peraturan
memberi ganti rugi kepada pihak ketiga yang
perundang-undangan.
terbukti mengalami kerugian (Sukarmi 2008).
2) Perjanjian baku sebagaimana dimaksud pada
Adanya klausula eksonerasi dalam suatu perjanjian
ayat (1) dapat berbentuk digital atau elektronik
baku mengakibatkan hak dan kewajiban dari para pihak
untuk ditawarkan oleh Pelaku Usaha Jasa
menjadi tidak berimbang. Pihak yang lebih lemah dalam
Keuangan melalui media elektronik.
perjanjian tersebut tentunya sangat dirugikan karena
hanya dihadapkan pada 2 (dua) pilihan yaitu 3) Perjanjian Baku sebagaimana dimaksud pada
menandatangi atau menolak perjanjian yang diberikan ayat (2) yang digunakan oleh Pelaku Usaha
kepadanya tanpa bisa merundingkan apa yang Jasa Keuangan kepada Konsumen dilarang:
diinginkannya (Syamsudin, et al 2018). a. b, c, d… Dan seterusnya e.
Perjanjian baku yang terdapat dalam syarat dan a. menyatakan pengalihan tanggung jawab
ketentuan aplikasi OVO mengatur mengenai beberapa hal atau kewajiban Pelaku Usaha Jasa Keuangan
yaitu panduan penggunaan layanan, risiko penggunaan kepada Konsumen;”
aplikasi, privasi pengguna dan ketentuan-ketentuan
Hal tersebut menunjukkan adanya konflik norma
lainnya. Dalam syarat dan ketentuan aplikasi OVO
karena terdapat pertentangan antara ketentuan yang
terdapat klausula eksonerasi pada Pasal 10 huruf a yang
terdapat pada syarat dan ketentuan aplikasi OVO dengan
menyatakan adanya pengalihan tanggung jawab yang
ketentuan yang terdapat pada peraturan perundang-
berbunyi:
undangan. Penelitian mengenai klausula eksonerasi yang
“Anda dengan ini setuju dan mengikatkan diri untuk
terdapat dalam suatu perjanjian baku seperti ini menarik
membebaskan Kami dari setiap dan seluruh klaim
untuk diteliti, karena dalam kehidupan sehari-hari banyak
dalam bentuk apapun, dari pihak manapun dan
sekali konsumen yang terlibat dalam transaksi bisnis
dimanapun yang diajukan, timbul atau terjadi
menggunakan perjanjian baku. Konsumen sering
sehubungan dengan atau sebagai akibat dari:
terabaikan kedudukannya dalam suatu perjanjian,
a. penggunaan Data oleh Kami berdasarkan sehingga tidak berdaya dalam mengatasi hambatan-
persetujuan, pengakuan, wewenang, kuasa hambatan dalam melindungi haknya.
dan/atau hak yang Anda berikan baik secara Klausula eksonerasi yang akan diteliti dalam
langsung maupun tidak langsung kepada Kami penelitian ini dimana konsumen diharuskan untuk setuju
dalam Syarat dan Ketentuan ini;” membebaskan OVO dari tanggung jawab ketika terdapat
Ketentuan tersebut bertentangan dengan Pasal 18 ayat klaim dalam bentuk apapun dan dari pihak manapun atas
(1) Huruf a Undang-Undang Perlindungan Konsumen data konsumen, disebabkan data yang diberikan oleh
yang berbunyi: konsumen sebagai syarat awal untuk menggunakan
aplikasi OVO. Sebagai contoh kasus pada bulan Juli

4
Header halaman gasal: Penggalan Judul Artikel Jurnal

tahun 2020 terdapat data pribadi pengguna aplikasi OVO baku yang dibuatnya sedangkan penelitian yang
yang disalahgunakan oleh karyawan OVO pada saat dilakukan membahas tentang pencantuman klausula
pengguna ingin mengupgrade aplikasi OVO ke OVO eksonerasi dalam syarat dan ketentuan aplikasi
OVO yang mewajibkan konsumen untuk
premier. Hal ini mengakibatkan pengguna aplikasi OVO
membebaskan OVO atas kerugian atau klaim yang
tersebut selaku konsumen merasa dirugikan (Maharani timbul atas data konsumen akibat penggunaan data
2020). konsumen oleh pihak OVO
Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di
menganalisis konflik norma yang terdapat pada pasal 10 atas, maka penelitian ini mengajukan perumusan masalah
huruf a pada syarat dan ketentuan aplikasi OVO dengan sebagai berikut :
ketentuan pencantuman klausula baku yang terdapat pada 1) Apakah pencantuman Klausula Eksonerasi pada
pasal 18 ayat (1) huruf a Undang-Undang Perlindungan pasal 10 huruf a syarat dan ketentuan aplikasi
Konsumen serta pasal 22 ayat (3) huruf a Peraturan OVO telah sesuai dengan ketentuan Pasal 18
Otoritas Jasa Keuangan Nomor : 1/POJK.07/2013 huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999
Tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan. Tentang Perlindungan Konsumen dan Peraturan
Dalam penelitian ini juga dianalisa bagaimana bentuk Otoritas Jasa Keuangan Nomor :
upaya hukum yang dapat ditempuh oleh konsumen terkait 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan
pencantuman klausula pengalihan tanggung jawab Konsumen Sektor Jasa Keuangan ?
(klausula eksonerasi) yang dilakukan oleh pelaku usaha 2) Bagaimana upaya hukum yang dapat ditempuh
dalam syarat dan ketentuan aplikasi OVO berdasarkan oleh konsumen selaku pengguna jasa sistem
hukum positif di Indonesia. Perbandingan antara pembayaran terkait pencantuman Klausula
penelitian terdahulu yang sejenis dengan penelitian yang Eksonerasi oleh OVO (PT.Visionet
dilakukan dapat dilihat sebagai berikut : International) selaku pelaku usaha berdasarkan
1. Nama/Universitas : Muhammad Saiful hukum positif di Indonesia?
Rizal/Universitas Brawijaya
Judul : Perlindungan Hukum Atas Data Pribadi Bagi METODE
Konsumen Dalam Klausula Eksonerasi Transportasi
Online Jenis penelitian yang akan digunakan dalam penelitian
Persamaan : Penelitian yang telah ada dengan ini adalah jenis penelitian hukum yuridis normatif.
penelitian yang dilakukan sama-sama membahas Penelitian hukum yuridis normatif berfungsi untuk
terkait klausula eksonerasi penggunaan data pribadi memberi argumentasi yuridis ketika terjadi kekosongan,
konsumen oleh pelaku usaha selaku penyedia kekaburan dan konflik norma. Dalam penelitian ini isu
layanan. hukum yang diangkat adalah konflik norma, karena
Perbedaan : Penelitian yang telah ada membahas
terdapat klausula eksonerasi dalam syarat dan ketentuan
tentang klausula eksonerasi terkait penggunaan data
pribadi konsumen dalam layanan aplikasi aplikasi OVO (PT. Visionet Internasional) yang
transportasi Online (Gojek dan Grab) di indonesia menimbulkan konflik norma dengan peraturan perundang-
sedangkan penelitian yang dilakukan membahas undangan.
tentang klausula eksonerasi terkait penggunaan data Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini
pribadi konsumen dalam layanan aplikasi jasa adalah pendekatan konsep (conceptual approach) dan
sistem pembayaran OVO pendekatan perundang-undangan (statute approach).
2. Nama?Universitas : Pricillia Betseba/Universitas
Pendekatan konsep (conceptual approach) dilakukan
Katolik Parahyangan
Judul : Analisis Yuridis Klausula Eksonerasi pada dengan cara menelaah produk-produk hukum, teori-teori,
Perjanjian Baku Antara PT.Go-Pay dengan doktrin, pendapat para ahli yang bersangkutan dengan
Konsumen Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 permasalahan yang akan diteliti dan pendekatan
Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen perundang-undangan (statute approach) dilakukan
Persamaan : Penelitian yang telah ada dengan dengan cara menelaah semua peraturan perundang-
penelitian yang dilakukan membahas terkait undangan yang berkaitan dengan isu hukum yang diteliti.
klausula eksonerasi yang terdapat dalam sistem
Bahan hukum dalam penelitian ini menggunakan
pembayaran elektronik ditinjau berdasarkan
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan
Perlindungan Konsumen hukum primer terdiri dari Kitab Undang-Undang Hukum
Perbedaan : Penelitian yang telah ada membahas Perdata, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentan
klausula eksonerasi terkait kewajiban konsumen Perlindungan Konsumen, Lembaran Negara Republik
untuk tunduk atas aturan baru, tambahan, Indonesia Tahun 1999 Nomor 22, Tambahan Lembaran
lanjutan/pengubahan yang dibuat secara sepihak
Negara Republik Indonesia Nomor 3821, Peraturan
oleh pelaku usaha (Go-Pay) di dalam perjanjian

5
Header halaman gasal: Penggalan Judul Artikel Jurnal

Otoritas Jasa Keuangan Nomor: 1/POJK.07/2013 tentang ketentuan aplikasi OVO maka perjanjian tersebut dapat
Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan dan bahan dikatakan sah dan berlaku sebagai Undang-Undang bagi
hukum sekunder diperoleh dari kepustakaan yaitu literatur para pihaknya. Hal tersebut telah tertuang dalam Pasal
hukum, jurnal hukum, dan makalah hukum 1338 ayat (1) KUHPerdata yang berbunyi :
Metode dalam mengumpulkan bahan hukum “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku
dilakukan dengan cara menelaah kerangka berfikir sebagai undang-undang bagi mereka yang
menggunakan bahan hukum serta teori hukum yang membuatnya”.
berkaitan dengan penelitian yang dilakukan. Kemudian Suatu perjanjian pada umumnya telah dibuat terlebih
bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder dahulu dalam bentuk baku oleh pihak pelaku usaha.
dikumpulkan berdasarkan topik permasalahan yang telah Ketentuan mengenai pencantuman klausula baku dalam
dirumuskan secara sistematis dan diklasifikasi menurut satu perjanjian baku sendiri telah diatur didalam Pasal 18
sumber dan hierarkinya. Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Pada aplikasi
Bahan hukum yang telah dikumpulkan kemudian jasa sistem pembayaran OVO, konsumen akan diberikan
dianalisa dengan cara mengkaji dan menelaah secara syarat dan ketentuan penggunaan aplikasi yang tertuang
kompeherensif dibantu dengan teori yang telah didapatkan dalam bentuk perjanjian baku yang telah dibuat
dari studi kepustakaan (library research) seperti sebelumnya oleh pihak OVO. Konsumen selaku
membaca, menelaah, serta membuat ulasan bahan-bahan pengguna aplikasi OVO hanya dapat menerima
pustaka. Hal ini bertujuan agar didapat argumentasi ketentuan-ketentuan yang telah dibuat terlebih dahulu
berupa jawaban terhadap masalah penelitian. oleh pihak OVO tanpa terlebih dahulu mendiskusikan
terhadap isi perjanjian tersebut (Amalia 2020). Dalam
HASIL DAN PEMBAHASAN syarat dan ketentuan aplikasi OVO yang dibuat oleh
1. Klausula Eksonerasi pada angka 10 huruf a syarat pihak OVO ditemukan beberapa klausula pengalihan
dan ketentuan aplikasi OVO terhadap ketentuan tanggung jawab (klausula eksonerasi). Beberapa klausula
yang terdapat dalam Pasal 18 huruf a Undang- dalam perjanjian syarat dan ketentuan tersebut berisi
Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan ketentuan dan persyaratan yang :
Konsumen dan Pasal 22 ayat (3) huruf a Peraturan a. Mengurangi atau menghapuskan tanggung jawab
Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2013 pembuat perjanjian atas akibat wanprestasi.
Tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa b. Membatasi atau mengapuskan kewajiban tertentu
Keuangan. pembuat perjanjian.
c. Menciptakan kewajiban memberi ganti rugi kepada
Definisi mengenai konsep perjanjian berdasarkan
pihak lain, misalnya menciptakan kewajiban
Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
memberi ganti rugi kepada pihak ketiga yang
(KUHPerdata) berbunyi:
terbukti mengalami kerugian (Sukarmi 2008).
“Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan
Klausula eksonerasi dalam syarat dan ketentuan
mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya
aplikasi OVO yang akan dibahas dalam penelitian ini
terhadap satu orang lain atau lebih.”
yaitu klausula yang mengharuskan konsumen untuk
Para ahli dalam mendefinisikan konsep perjanjian meyetujui membebaskan OVO dari tanggung jawab
memiliki beberapa gaya bahasa yang berbeda namun ketika terdapat klaim dalam bentuk apapun dan dari
secara umum memiliki arti yang sama. Menurut Subekti pihak manapun atas data konsumen, disebabkan data
perjanjian didefinisikan sebagai berikut : yang diberikan oleh konsumen sebagai syarat awal untuk
“Perjanjian atau kontrak adalah suatu peristiwa menggunakan aplikasi OVO. Klausula eksonerasi ini
dimana ada seorang yang berjanji kepada seorang lain terdapat dalam Pasal 10 huruf a syarat dan ketentuan
atau dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan aplikasi OVO yang berbunyi :
sesuatu hal, dari peristiwa ini, timbulah suatu “Anda dengan ini setuju dan mengikatkan diri untuk
hubungan antara dua orang tersebut yang dinamakan membebaskan Kami dari setiap dan seluruh klaim
perikatan” (Subekti 2002). dalam bentuk apapun, dari pihak manapun dan
Merujuk pada bunyi pasal dan definisi konsep perjanjian dimanapun yang diajukan, timbul atau terjadi
di atas, interaksi antara konsumen dan pelaku usaha sehubungan dengan atau sebagai akibat dari:
dalam penggunaan aplikasi jasa sistem pembayaran OVO a. penggunaan Data oleh Kami berdasarkan
telah tertuang dalam suatu perjanjian yang berbentuk persetujuan, pengakuan, wewenang, kuasa
baku. Ketika konsumen mendaftarkan akun dan setuju dan/atau hak yang Anda berikan baik secara
akan semua ketentuan yang tertuang dalam syarat dan

6
Header halaman gasal: Penggalan Judul Artikel Jurnal

langsung maupun tidak langsung kepada Kami akibat dari penggunaan data konsumen oleh pelaku
dalam Syarat dan Ketentuan ini;” usaha. Konsumen tidak bisa meminta pertanggung
Ketentuan mengenai larangan pencantuman klausula jawaban kepada pihak pelaku usaha jika terdapat
yang menyatakan pengalihan tanggung jawab sendiri penyalahgunaan data pribadi konsumen. Hal tersebut
telah diatur di dalam Pasal 18 ayat (1) Huruf a Undang- menimbulkan tidak terpenuhinya hak dari pihak
Undang Perlindungan Konsumen yang berbunyi: konsumen yaitu pada Pasal 4 huruf a yang berbunyi:
“Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau “Hak konsumen adalah :
jasa yang diperdagangkan dilarang membuat atau a, b, c, d... Dan seterusnya i.
mencantumkan klausula baku pada setiap dokumen a. Hak atas kenyamanan, keamanan dan
dan/atau perjanjian apabila: keselamatan dalam mengkonsumsi barang
a, b, c, d... Dan seterusnya f. dan atau jasa.”
a. menyatakan pengalihan tanggung jawab Dalam kondisi sekarang ini, data dan informasi
pelaku usaha;” khususnya data pribadi sangat riskan disalahgunakan.
Serta telah diatur pada Pasal 22 ayat (3) Huruf a Beberapa kasus di indonesia bahkan ditemukan data
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor : pribadi konsumen diperdagangkan oleh oknum-oknum
1/POJK.07/2013 Tentang Perlindungan Konsumen tertentu (Lingga 2019). Hal ini bisa meningkatkan resiko
Sektor Jasa Keuangan yang berbunyi : akan terjadinya kejahatan dalam internet (cybercrime)
“1) Dalam hal Pelaku Usaha Jasa Keuangan seperti pembobolan rekening pribadi (ATM hacking)
menggunakan perjanjian baku, perjanjian baku melalui internet banking dan lain sebagainya. Sebagai
tersebut wajib disusun sesuai dengan peraturan contoh kasus pada bulan juli tahun 2020 terdapat data
perundang-undangan. pribadi pengguna aplikasi OVO yang disalahgunakan
2) Perjanjian baku sebagaimana dimaksud pada ayat oleh karyawan OVO pada saat pengguna ingin
(1) dapat berbentuk digital atau elektronik untuk mengupgrade aplikasi OVO ke OVO premier (Maharani
ditawarkan oleh Pelaku Usaha Jasa Keuangan 2020). Kejadian seperti ini mengakibatkan pengguna
melalui media elektronik. aplikasi OVO tersebut merasa dirugikan. Sehubungan
3) Perjanjian Baku sebagaimana dimaksud pada dengan contoh kasus dan potensi-potensi kasus yang akan
ayat (2) yang digunakan oleh Pelaku Usaha terjadi berkaitan dengan penyalahgunaan data pribadi
Jasa Keuangan kepada Konsumen dilarang: tersebut maka dengan adanya klausula eksonerasi pada
a. b, c, d… Dan seterusnya e. syarat dan ketentuan aplikasi OVO tentunya sangat riskan
a. menyatakan pengalihan tanggung jawab mengakibatkan kerugian pada konsumen.
atau kewajiban Pelaku Usaha Jasa Keuangan Apabila dilihat dari sudut pandang pihak OVO selaku
kepada Konsumen;” pelaku usaha, klausula pengalihan tanggung jawab
Apabila mengacu pada pasal diatas maka secara jelas (klausula eksonerasi) mengenai penggunaan data
bahwa dalam Pasal 10 huruf a syarat dan ketentuan konsumen dibuat bertujuan agar pihak OVO tidak ikut
aplikasi OVO yang menyatakan bahwa OVO dibebaskan disalahkan atau dirugikan ketika terdapat data konsumen
dari tanggung jawab ketika terdapat klaim dalam bentuk yang disalahgunakan oleh suatu pihak tertentu yang
apapun dan dari pihak manapun atas penggunaan data terdapat didalam maupun diluar lingkup lingkungan
yang diberikan konsumen telah bertentangan dengan usaha pihak OVO tersebut. Meskipun pihak OVO sudah
dengan Pasal 18 ayat (1) Huruf a Undang-Undang menjamin akan menjaga keamanan privasi data
Perlindungan Konsumen dan Pasal 22 ayat (3) Huruf a penggunanya. Tentunya masih terdapat potensi akan
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor : adanya kebocoran data pribadi pengguna aplikasi OVO
1/POJK.07/2013 Tentang Perlindungan Konsumen yang dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung
Sektor Jasa Keuangan. Ketidaksesuaian tersebut jawab.
menimbulkan suatu perjanjian baku dianggap memiliki Dalam menjalani hubungan bisnis juga tentunya
kelemahan dimana adanya klausula yang tidak adil dan dibutuhkan suatu akta perjanjian yang cukup rumit dan
memberatkan salah satu pihak (Rohaya 2018). menghabiskan banyak biaya. Namun oleh pelaku usaha
Dalam Pasal 10 huruf a syarat dan ketentuan aplikasi tentunya berusaha agar dalam membuat suatu perjanjian
OVO tersebut kedudukan antara konsumen dengan baku dibuat dengan waktu yang sesingkat-singkatnya dan
pelaku usaha menjadi tidak setara. Konsumen dituntut biaya yang sekecil-kecilnya. Dalam perjanjian baku yang
untuk menyetujui untuk membebaskan pelaku usaha dari dibuat juga dimasukkan klausula-klausula pengalihan
tanggung jawab ketika terdapat klaim data konsumen tanggung jawab (klausula eksonerasi) yang berfungsi
oleh pihak manapun dan dimanapun yang muncul sebagai untuk melindungi pelaku usaha dari kerugian. Hal ini

7
Header halaman gasal: Penggalan Judul Artikel Jurnal

bertujuan agar perjanjian baku tersebut dapat Berdasarkan Pasal 1320 Kitab Undang-Undang
meringankan pelaku usaha dalam hubungan bisnisnya Hukum Perdata yang berbunyi :
serta untuk mencari keuntungan setinggi-tingginya sesuai “Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat
dengan prinsip ekonomi yaitu “prinsip mencari syarat :
keuntungan yang setinggi-tingginya melalui pengorbanan 1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;
yang sekecil-kecilnya” (Harianto 2016). 1. Cakap untuk membuat suatu perjanjian;
Ketika ingin mengadakan suatu perjanjian, asas 2. Mengenai suatu hal tertentu;
kebebasan berkontrak merupakan asas yang sangat 3. Suatu sebab yang halal;”
penting dimana setiap orang memiliki kebebasan untuk Dalam mengadakan suatu perjanjian tentunya harus
membuat suatu perjanjian untuk hal apapun dan dengan memenuhi keempat syarat yang telah tertuang dalam
siapapun. Kebebasan tersebut berlaku untuk menentukan Pasal 1320 KUHPerdata. Syarat yang pertama yaitu
isi dalam suatu perjanjian dan menentukan dengan siapa adanya kesepakatan yang mengikat bagi para pihak,
akan membuat perjanjian asalkan tidak bertentangan kesepakatan tersebut terpenuhi ketika para pihak
dengan peraturan perundang-undangan (Ratih menyetujui dan tunduk akan hal-hal yang terdapat dalam
Pradnyani,et al 2018). suatu perjanjian baku. Teori yang mendasarinya yaitu
Perjanjian baku dalam dunia bisnis mengakibatkan teori kehendak, teori pengiriman, teori pengetahuan, teori
munculnya potensi kedudukan yang tidak seimbang kepercayaan (Soenandar 2016). Pada syarat dan
antara para pihaknya. Dalam suatu perjanjian baku yang ketentuan aplikasi OVO para pihaknya dianggap sepakat
menentukan isi dalam perjanjian tersebut hanya salah dengan adanya bukti persetujuan konsumen akan
satu pihaknya saja. Semestinya para pihak memiliki tunduknya konsumen atas syarat dan ketentuan
kewenangan untuk menentukan isi dalam suatu perjanjian penggunaan aplikasi OVO saat akan mendaftarkan akun
baku. Asas kebebasan berkontrak menjadi tidak terpenuhi pada aplikasi OVO.
akibat konsumen sering kali menjadi pihak yang Syarat kedua yaitu kecakapan untuk membuat suatu
cenderung lebih lemah dalam perjanjian baku yang dibuat perikatan. Kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum
(Listiawati 2015). diartikan sebagai kemungkinan untuk melakukan
Ahli hukum Indonesia yaitu Djumadi berpendapat perbuatan hukum secara mandiri yang mengikat diri
bahwa proses pembuatan kontrak baku belum sendiri tanpa dapat diganggu gugat. Kecakapan pada
sepenuhnya memenuhi syarat sahnya perjanjian umumnya diukur melalui usia seseorang dimana pihak-
sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 ayat (1) pihak yang melakukan perjanjian merupakan orang yang
KUHPerdata terutama yang menyangkut unsur “Sepakat sudah dewasa dan memiliki pikiran yang sehat. Dalam
mereka yang mengikatkan dirinya”. Sepakat disini yaitu hal ini, Pengguna OVO dapat diukur kecakapannya
mengandung arti bahwa para pihak yang membuat suatu melalui KTP yang diunggah untuk menggunakan aplikasi
perjanjian telah ada persesuaian kemauan atau saling OVO (sebagai pembuktian bahwa pengguna tersebut
menyetujui kehendak masing-masing. Meskipun telah sudah berumur 18 tahun). Sedangkan aplikasi OVO
ada persesuaian kehendak tetapi sumber klausul hanya selaku pihak pelaku usaha dapat diukur kecakapannya
berasal dari salah satu pihak saja maka dapat disimpulkan dengan ukuran bahwa suatu usaha atau pelaku usaha
bahwa dalam kontrak tersebut belum sepenuhnya tersebut terdaftar dan memiliki legalitas. Dalam hal ini
mencerminkan asas kebebasan berkontrak (Bukit, et al PT. Visionet Internasional selaku perusahaan yang
2018). Sedangkan menurut Mariam Darus Badrulzaman menaungi aplikasi OVO merupakan perusahaan jasa
menyimpulkan bahwa suatu perjanjian standar sistem pembayaran yang mendapatkan izin dari Bank
bertentangan dengan asas kebebasan berkontrak (Rohaya Indonesia (BI) serta terdaftar dan diawasi oleh Otoritas
2018). Jasa Keuangan (OJK).
Selain asas kebebasan berkontrak, dalam perjanjian Syarat yang ketiga yaitu suatu hal tertentu. Suatu hal
baku yang didalamnya terdapat klausula pengalihan tertentu ini berkaitan dengan objek atau hal pokok yang
tanggung jawab (klausula eksonerasi) juga tidak menjadi kesepakatan para pihak. Sesuatu yang
mencerminkan asas keseimbangan. Asas Keseimbangan diperjanjikan dalam perjanjian harus jelas dan dibenarkan
merupakan suatu upaya untuk mencapai suatu keadaan oleh hukum yang ada. Pada Pasal 1333 KUHPerdata
yang seimbang. Arti dari keseimbangan adalah terjadinya yang berbunyi :
kesetaraan kedudukan antara hak dan kewajiban para “Suatu perjanjian harus mempunyai sebagai pokok
pihak dalam sebuah perjanjian dengan syarat dan kondisi suatu barang yang paling sedikit ditentukan jenisnya.”
yang sama serta tidak ada pihak yang mendominasi atau
Menurut J. Satrio menyimpulkan bahwa yang dimaksud
melakukan tekanan pada pihak yang lain (Sarjana 2016).
suatu hal tertentu dalam perjanjian adalah objek prestasi

8
Header halaman gasal: Penggalan Judul Artikel Jurnal

perjanjian. Isi prestasi tersebut harus tertentu atau paling Selain Undang-Undang Perlindungan konsumen,
sedikit dapat ditentukan jenisnya (Panggabean 2010). Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Tentang Perlindungan
Dalam perjanjian yang akan diteliti objeknya sudah jelas Konsumen Sektor Jasa Keuangan juga merupakan
yaitu jasa sistem pembayaran elektronik lewat layanan peraturan yang bertujuan untuk melindungi hak-hak
aplikasi OVO. konsumen dalam bidang keuangan.
Syarat yang keempat yaitu suatu sebab yang halal, Kondisi sekarang ini sering kali ditemukan klausula
yang berarti bahwa perjanjian dibuat harus sesuai dengan pengalihan tanggung jawab (klausula eksonerasi) dalam
hukum yang telah berlaku. Para pihak dalam perjanjian perjanjian baku antara pelaku usaha dan konsumen yang
ini tidak diperbolehkan membuat suatu perjanjian yang digunakan didalam suatu hubungan bisnis. Hak-hak
bertentangan dengan norma-norma yang terlah berlaku. konsumen cenderung diabaikan oleh pelaku usaha
Apabila merujuk Pasal 10 huruf a syarat dan ketentuan meskipun terdapat peraturan mengenai larangan untuk
aplikasi OVO yang bertentangan dengan Pasal 18 ayat mencantumkan klausula pengalihan tanggung jawab
(1) Huruf a Undang-Undang Perlindungan Konsumen (klausula eksonerasi) dalam suatu perjanjian baku. Seperti
dan Pasal 22 ayat (3) Huruf a Peraturan Otoritas Jasa contohnya klausula eksonerasi yang terdapat dalam syarat
Keuangan Nomor : 1/POJK.07/2013 Tentang dan ketentuan aplikasi OVO.
Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan, maka Pada syarat dan ketentuan aplikasi OVO, salah satu
menurut penulis pasal yang terdapat pada perjanjian klausulnya yaitu Pasal 10 huruf a bertentangan dengan
syarat dan ketentuan penggunaan aplikasi OVO tersebut Pasal 18 ayat (1) Huruf a Undang-Undang Perlindungan
tidak memenuhi syarat keempat yaitu suatu sebab yang Konsumen dan Pasal 22 ayat (3) Huruf a Peraturan
halal. Sesuai dengan Pasal 1337 KUHPerdata, dimana Otoritas Jasa Keuangan Nomor : 1/POJK.07/2013
“causa” atau “sebab” dapat dikatakan halal apabila tidak Tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan
dilarang oleh undang-undang atau tidak berlawanan serta tidak terpenuhinya salah satu syarat dalam
dengan kesusilaan dan ketertiban umum. Hal ini perjanjian. Hal ini tentunya menimbulkan suatu kerugian
mengakibatkan ketentuan tersebut yang di dalamnya bagi pihak konsumen. dimana konsumen tidak bisa
terdapat klausula eksonerasi didalam syarat dan meminta pertanggung jawaban kepada pihak pelaku usaha
ketentuan aplikasi OVO dapat dikatakan batal demi ketika terdapat klaim dalam bentuk apapun dan dari pihak
hukum atau dalam bahasa inggris dikenal dengan “null manapun atas data konsumen, disebabkan data yang
and void” dan dianggap ketentuan tersebut tidak pernah diberikan oleh konsumen sebagai syarat awal untuk
ada. menggunakan layanan jasa dari pelaku usaha. Pihak
konsumen yang merasa dirugikan akibat perjanjian baku
2. Upaya hukum yang dapat ditempuh oleh yang klausulnya bertentangan dengan peraturan
konsumen selaku pengguna jasa sistem perundang-undangan yang berlaku dapat mengajukan
pembayaran terkait pencantuman Klausula upaya hukum dengan cara menyelesaikan sengketanya
Eksonerasi oleh OVO (PT.Visionet International) baik melalui jalur litigasi maupun non litigasi.
selaku pelaku usaha berdasarkan hukum positif di Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) dan
Indonesia Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memiliki peranan penting
Perlindungan terhadap konsumen merupakan suatu hal dalam proses penyelesaian sengketa yang melibatkan
yang wajib diterapkan dalam setiap proses kegiatan konsumen dengan pelaku usaha dalam bidang jasa
ekonomi. Perlindungan konsumen mencakup keuangan. Dalam Pasal 52 Undang-Undang Perlindungan
perlindungan mulai dari kegiatan untuk memperoleh Konsumen jo. Kepmenperindag No.
barang dan jasa hingga sampai akibat-akibat dari 350/MPP/Kep/12/2001 tentang Pelaksanaan Tugas dan
pemakaian barang dan jasa tersebut. Berdasarkan Pasal 1 Wewenang BPSK. Pada saat menyelesaikan sengketa
angka 1 Undang-Undang Perlindungan konsumen yang konsumen BPSK harus memegang tiga prinsip utama.
berbunyi : Menurut S.Sothi Rachagan (Vice the Chancellor of Nilai
“Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang University) menyatakan bahwa ketiga prinsip lembaga
menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi penyelesaian sengketa konsumen terdiri dari prinsip
perlindungan kepada konsumen.” aksebilitas, prinsip fairness, dan prinsip efektif
Dengan adanya peraturan mengenai perlindungan (Smartlegal.id. 2019).
konsumen tersebut para konsumen bisa memperoleh Peraturan mengenai upaya hukum dalam penyelesaian
jaminan barang dan jasa yang layak untuk memenuhi sengketa antara konsumen dengan pelaku usaha tertuang
kebutuhan hidupnya serta dapat memberikan suatu upaya- dalam Pasal 45 ayat (2) Undang-Undang Perlindungan
upaya bagi konsumen untuk melindungi hak-haknya. Konsumen yang berbunyi :

9
Header halaman gasal: Penggalan Judul Artikel Jurnal

“Penyelesaian sengketa konsumen dapat ditempuh dan Ury yaitu komunikasi dua arah yang dirancang untuk
melalui pengadilan atau di luar pengadilan mencapai kesepakatan pada saat kedua belah pihak
berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang memiliki berbagai kepentingan yang sama maupun
bersengketa.” berbeda. Negosiasi merupakan proses tawar-menawar
Selain Undang-Undang Perlindungan Konsumen, dengan tujuan mencapai kesepakatan dengan pihak lain
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Tentang Perlindungan melalui proses interaksi, komunikasi yang dinamis untuk
Konsumen Sektor Jasa Keuangan juga mengatur mendapatkan penyelesaian dari permasalahan yang
mengenai upaya hukum yang dapat ditempuh oleh para sedang dihadapi oleh kedua belah pihak (Susanti 2009)
pihak dalam penyelesaian sengketa yang tertuang pada Dalam hal penyelesaian sengketa dengan cara
Pasal 39 ayat (1) yang berbunyi : negoisasi, konsumen dan pihak OVO bisa berdiskusi
“Dalam hal tidak mencapai kesepakatan penyelesaian untuk menyelesaikan sengketanya tanpa keterlibatan
pengaduan, konsumen dapat melakukan penyelesaian pihak ketiga sebagai penengah. Sehingga dalam proses
sengketa di luar pengadilan atau melalui pengadilan.” negosiasi tidak ada prosedur baku. Prosedur dan
mekanisme dalam proses penyelesaian sengketa
Penyelesaian perkara yang dilakukan melalui jalur non
sepenuhnya diserahkan kepada kesepakatan antara para
litigasi yang diselesaikan di luar pengadilan (alternative
pihak yang bersengketa.
dispute resolution) merupakan salah satu upaya hukum
Selain alternatif diatas, penyelesaian sengketa diluar
yang diambil oleh para pihak yang bersengketa dengan
pengadilan dapat dilakukan melalui mediasi. Pengertian
harapan para pihak bisa menyelesaikan sengketanya di
mengenai mediasi menurut pendapat Moore C.W dalam
luar pengadilan secara efektif dan efisien dan tetap
naskah akademis menyatakan bahwa :
mendapatkan keadilan dan kepastian hukum dalam arti
“Mediasi adalah intervensi terhadap suatu sengketa
yang sebenarnya. Berdasarkan Pasal 1 angka 10 Undang-
atau negosiasi oleh pihak ketiga yang dapat diterima
Undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan
dan tidak mempunyai kewenangan untuk mengambil
Alternatif penyelesaian sengketa yang menyatakan
keputusan dalam memantau para pihak yang berselisih
bahwa:
dalam upaya mencari kesepakatan secara sukarela
“Alternatif Penyelesaian sengketa adalah lembaga
dalam menyelesaikan permasalahan yang
penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui
disengketakan.” (Susanti 2009).
prosedur yang disepakati para pihak yakni
penyelesaian di luar pengadilan dengan cara Mediator berperan penting dalam proses mediasi yang
konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau berfungsi sebagai penengah dan hanya bertugas
penilaian ahli.” memberikan saran atas pemecahan masalah namun tidak
diperkenankan untuk memaksa para pihak untuk menaati
Berdasarkan bunyi pasal tersebut, maka dapat dilihat
dan mengikuti apa yang telah disarankan oleh mediator.
bahwa upaya hukum yang dapat ditempuh konsumen
Faktor penentu dalam menyelesaikan sengketa dalam
OVO dalam menyelesaikan sengketanya bisa melalui jalur
berjalannya suatu mediasi adalah dengan dipenuhinya
non litigasi terlebih dahulu seperti contohnya konsultasi,
keinginan para pihak (Sembiring 2011).
negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli. Apabila
Dalam hal penyelesaian sengketa dengan cara mediasi,
jalur non litigasi tidak dapat terpenuhi maka dapat
konsumen dan pihak OVO bisa menyelesaikan
dilanjutkan melalui jalur litigasi.
sengketanya dengan dibantu oleh pihak ketiga (mediator)
Konsultasi merupakan suatu tindakan yang bersifat
yang sifatnya netral dan tidak memihak. Mediator
personal antara suatu pihak yang bersengketa dengan
berperan sebagai penengah (yang pasif) yang memberikan
pihak lain yang merupakan konsultan. Pihak konsultan
bantuan berupa alternatif-alternatif penyelesaian sengketa
hanya yang memberikan saran dan pendapat dalam bidang
untuk selanjutnya diputuskan sendiri oleh pihak-pihak
hukum kepada suatu pihak yang bersengketa kemudian
yang bersengketa.
keputusan mengenai penyelesaian sengketa tersebut akan
Alternatif dalam penyelesaian sengketa lainnya, para
ditentukan oleh para pihak yang terlibat dalam sengketa
pihak bisa meminta penilaian para ahli untuk suatu hal
tersebut (Fibrianti 2015). Dalam hal penyelesaian
yang bersifat teknis sesuai dengan bidang keahliannya
sengketa dengan cara konsultasi, konsumen dan pihak
atau dengan cara konsiliasi. Konsiliasi adalah proses
OVO bisa berkonsultasi dan meminta nasihat atau
penyelesaian sengketa dengan adanya intervensi pihak
pendapat kepada pihak ketiga untuk memberikan saran
ketiga (konsiliator) yang lebih bersifat aktif dengan
dan pendapatnya dalam bidang hukum sehingga proses
mengambil inisiatif merumuskan langkah-langkah
sengketa bisa diselesaikan secara kekeluargaan.
penyelesaian sengketa. Langkah-langkah tersebut
Alternatif penyelesaian sengketa yang kedua yaitu
kemudian ditawarkan kepada para pihak yang bersengketa
negosiasi, pengertian mengenai negosiasi menurut Fisher

10
Header halaman gasal: Penggalan Judul Artikel Jurnal

dan jika pihak yang bersengketa tidak mampu Upaya hukum istimewa ini hanya diizinkan dalam
merumuskan suatu kesepakatan, maka pihak ketiga akan hal tertentu sesuai dengan Undang-Undang saja
memberikan usulan jalan keluar dari sengketa. yang terdiri dari :
Jika upaya penyelesaian sengketa yang dilakukan di a. Peninjauan kembali yang dilakukan untuk
luar pengadilan tersebut tidak membuahkan hasil yang memeriksa dan mementahkan kembali suatu
memuaskan masing-masing pihak. Para pihak yang putusan pengadilan yang telah berkekuatan
bersengketa dapat menyelesaikan perkaranya melalui jalur hukum tetap yang berfungsi untuk
litigasi (pengadilan) dengan cara : membatalkannya.
a. Pengajuan gugatan secara perdata yang b. Perlawanan pihak ketiga (derdenverzet)
diselesaikan menurut instrument hukum perdata adalah suatu perlawanan yang dilakukan baik
dan dapat digunakan prosedur gugatan perdata secara tertulis maupun secara lisan yang
konvensional, gugatan perwakilan/ gugatan dilakukan oleh pihak ketiga yang pada
kelompok (class action), hak gugat LSM (Legal awalnya tidak ada keterkaitan terhadap
standing) dan gugatan oleh pemerintah dan/atau perkara namun perkara tersebut telah
instansi terkait; merugikan pihak ketiga.
b. Penyelesaian sengketa konsumen secara pidana; Berdasarkan penjelasan yang telah diuraikan di atas
dan maka upaya hukum yang ditempuh oleh konsumen yang
c. Penyelesaian sengketa konsumen melalui merasa dirugikan akibat adanya pencantuman klausula
instrument hukum tata usaha negara, dan melalui eksonerasi pada syarat dan ketentuan aplikasi OVO terkait
mekanisme hukum hak menguji materiil (Adi penggunaan data konsumen oleh OVO dapat ditempuh
2011) melalui jalur litigasi maupun non litigasi. Salah satu
Upaya hukum melalui jalur litigasi merupakan proses contoh kasus yang pernah terjadi yaitu data pribadi
penyelesaian sengketa di pengadilan, di mana semua konsumen OVO digunakan untuk berkenalan oleh salah
pihak yang bersengketa saling berhadapan satu sama lain satu karyawan OVO dengan modus untuk meningkatkan
untuk mempertahankan hak-haknya di muka pengadilan. layanan OVO ke layanan premier. Data pribadi konsumen
Hasil akhir dari suatu penyelesaian sengketa melalui berupa KTP juga diminta dengan tanpa adanya
litigasi adalah putusan yang menyatakan win-lose komunikasi resmi melalui aplikasi OVO. Pihak OVO pun
solution (Nurnaningsih 2012). melakukan tindakan pemecatan terhadap karyawan yang
Upaya hukum melalui jalur litigasi berdasarkan bersangkutan dan melakukan komunikasi dengan
hukum perdata dibagi menjadi dua jenis yaitu sebagai konsumen terkait untuk menyelesaikan kasus tersebut.
berikut (Rasyid 2015) : OVO juga menyampaikan permintaan maaf atas kejadian
1. Upaya Hukum biasa yang bersifat untuk tersebut dan memastikan kejadian seperti itu tidak akan
menghentikan putusan untuk sementara. Upaya terulang.
hukum biasa terdiri dari :
a. Perlawanan (Verzet), yaitu upaya hukum PENUTUP
terhadap putusan yang dijatuhkan pengadilan
tanpa kehadiran dari pihak tergugat (Putusan Kesimpulan
Verstek). Berdasarkan analisa dan pembahasan yang telah
b. Banding yang dilakukan apabila salah satu diuraikan di atas, maka dapat diambil kesimpulan sebagai
pihak yang kalah baik penggugat maupun berikut:
tergugat tidak menerima suatu putusan 1. Pencantuman klausula eksonerasi pada Pasal 10
pengadilan karena merasa bahwa hak-haknya huruf a perjanjian baku syarat dan ketentuan
terserang akibat adanya putusan itu. aplikasi OVO terkait penggunaan data konsumen
c. Kasasi merupakan suatu alat hukum yang oleh pelaku usaha tidak sesuai dengan Pasal 18
merupakan wewenang dari Mahkamah ayat (1) Huruf a Undang-Undang Perlindungan
Agung untuk memeriksa kembali putusan- Konsumen dan Pasal 22 ayat (3) Huruf a
putusan pengadilan terdahulu. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor :
2. Upaya hukum luar biasa ketika suatu putusan 1/POJK.07/2013 Tentang Perlindungan
sudah mempunyai kekuatan hukum yang tetap Konsumen Sektor Jasa Keuangan.
maka tidak dapat diselesaikan kembali 2. Upaya Hukum yang dapat ditempuh oleh
menggunakan upaya hukum biasa namun dapat konsumen selaku pengguna layanan jasa sistem
diselesaikan melalui upaya hukum istimewa. pembayaran OVO dalam menangani sengketanya
dapat ditempuh melalui jalur litigasi maupun non

11
Header halaman gasal: Penggalan Judul Artikel Jurnal

litigasi agar memperoleh keadilan dan kepastian Suharnoko. 2015. Hukum Perjanjian Teori Dan Analisis
hukum. Kasus. Prenasa Media.
Sukarmi. 2008. Cyber Law: Kontrak Elektronik Dalam
Saran Bayang-Bayang Pelaku Usaha. Bandung.
Berdasarkan analisa yang telah dilakukan penulis Susanti Adi Nugroho. 2009. Hukum Persaingan Usaha
dapat memberikan saran sebagai berikut : Di Indonesia, Prenada Media, Jakarta. hlm. 21.
1. Diharapkan pelaku usaha seperti pada penelitian
ini yaitu pihak OVO dalam membuat suatu Skripsi/Tesis/Disertasi
perjanjian baku terutama dalam hubungan bisnis A Akbar Alifian. 2019. Analisa Aplikasi Ovo
lebih memperhatikan kesetaraan, kedudukan, hak Menggunakan Model Delone & Mclean Di
dan kewajiban antara pelaku usaha dengan Kalangan Mahasiswa Universitas Airlangga.
Universitas Airlangga.
konsumen serta tidak melanggar larangan terkait
pencantuman klausula eksonerasi dalam satu Abadi, Enrico S. 2019. Analisis Faktor - Faktor Yang
perjanjian baku yang telah tertuang dalam Mempengaruhi Minat Customer Ovo Sebagai Alat
peraturan perundang-undangan. Pembayaran Dengan Pendekatan Technology
Acceptance Model (Tam). Universitas Katolik
2. Diharapkan kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
Soegijapranata
untuk mengawasi perjanjian baku yang dibuat
oleh pelaku usaha dalam sektor jasa keuangan Amalia, Tasya. 2020. Tinjauan Yuridis Perjanjian
agar tidak terdapat pelanggaran terkait hak-hak Pengguna Aplikasi Ovo Dalam Perspektif Hukum
Perdata. Universitas Muhammadiyah Sumatra
konsumen. Utara

DAFTAR PUSTAKA Khoza, Marco Van. 2019. Analisis Yuridis Terhadap


Perjanjian Baku Ovo Berdasarkan Undang-Undang
Buku
Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Adi, Susanti. 2011. Proses Penyelesaian Sengketa Konsumen. Universitas Katolik Parahyangan
Konsumen Ditinjau Dari Hukum Acara Serta
Kendala Implementasinya. Cetakan 2. Jakarta: Jurnal/Artikel Ilmiah
Kencana. Bukit, Jonneri, Made Warka, and Krisnadi Nasution.
Diantha, Made Pasek. 2016. Metodologi Penelitian 2018. Eksistensi Asas Keseimbangan Pada Kontrak
Hukum Normatif. Jakarta: Pt Fajar Interpratama Konsumen Di Indonesia. Dih: Jurnal Ilmu Hukum.
Mandiri. Fibrianti, Nurul. 2015. Perlindungan Konsumen Dalam
Fajar, Mukti. 2009. Dualisme Penelitian Hukum Normatif Penyelesaian Sengketa Konsumen MelaluiJalur
Dan Empiris. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Litigasi . Jurnal Ilmu Hukum Acara Perdata Vol. 1
No. 1. ISSN. 2442-9090.
Nurnaningsih Amriani. 2012. Mediasi Alternatif
Penyelesaian Sengketa di Pengadilan, Harianto, D. 2016. Asas Kebebasan Berkontrak:
Grafindo Persada, Jakarta. hlm. 16. Problematika Penerapannya Dalam Kontrak Baku
Antara Konsumen Dengan Pelaku Usaha. Jurnal
Peter Mahmud Marzuki. 2005. Penelitian Hukum. Hukum Samudra Keadilan. Vol. 11 No. 2.
Jakarta: Kencana.
Indrawati, Rosita, Syaiful Anwar, And Rano Kartono.
Rahardja, Tri Hendro Dan Conny Tjandra. 2014. 2019. Keuangan Dan Bisnis Faktor-Faktor Yang
Bank&Institusi Keuangan Non Bank Di Indonesia. Mempengaruhi Adopsi Mobile Payment Ovo Di
Yogyakarta: Upp Stim Ykpn. Samarinda. Jurnal Ekonomi Binus Business School.
Rasyid, Laila M., and Herinawati. 2015. Pengantar Binus University E-Issn : 2502 - 1798.
Hukum Acara Perdata. Aceh: Unimal Press. Listiawati, Denty. 2015. Klausula Eksonerasi Dalam
Sembiring, Jimmy Joses. 2011. Cara Menyelesaikan Perjanjian Standar Dan Perlindungan Hukum Bagi
Sengketa Di Luar Pengadilan. Jakarta: Visi Media. Konsumen. Jurnal Hukum Universitas Sebelas
Maret (Private Law). Edisi Januari Juni 2015.
Soenandar, Taryana, Fathurahman Djamil, Mariam Darus
Badrulzaman, Sutan Remy Sjahdeini, and Heru Panggabean, R. M. 2010. Keabsahan Perjanjian Dengan
Soepraptomo. 2016. Kompilasi Hukum Perikatan. Klausul Baku. Jurnal Hukum. Vol. 2 No. 2.
Bandung: PT Citra Aditya Bakti. Ratih Pradnyani, I Gusti Ayu; Puspawati, I Gusti Ayu;
Subekti. 2002. Hukum Perjanjian “Buku Hukum Yang Sutama, Ida Bagus Putu. 2018. Perjanjian Baku
Paling Banyak Dicari Oleh Pembaca, Mahasiswa Dalam Hukum Perlindungan Konsumen. Kertha
Dan Dosen.” Jakarta: Intermasa. Semaya : Journal Ilmu Hukum, [S.l.], Vol. 6 No. 2.
ISSN 2303-0569.

12
Header halaman gasal: Penggalan Judul Artikel Jurnal

Rohaya, Nizla. 2018. Pelarangan Penggunaan Klausula Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang
Baku Yang Mengandung Klausula Eksonerasi Perlindungan Konsumen, Lembaran negara
Dalam Perlindungan Konsumen. Jurnal Hukum Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 22,
Replik. Vol. 6 No. 1.
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Sarjana, I Made. 2016. Pembatasan Klausula Eksonerasi. Nomor 3821.
Jurnal Notariil Universitas Udayana. Vol. 1 No. 1.
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor:
Satory, Agus. 2015. Perjanjian Baku Dan Perlindungan 1/POJK.07/2013 Tentang Perlindungan Konsumen
Konsumen Dalam Transaksi Bisnis Sektor Jasa
Sektor Jasa Keuangan.
Keuangan: Penerapan Dan Implementasinya Di
Indonesia. Padjadjaran Jurnal Ilmu Hukum
(Journal Of Law) 2(2):269–90.
Sinaga, Masyanti, Achmad Busyro, Dewi Hendrawati.
2016. Tinjauan Yuridis Atas Penggunaan Klausula
Eksonerasi Dalam Perjanjian Baku Perusahaan Jasa
Pengiriman Barang Oleh PT.Citra Van Titipan
Kilat (TIKI). Diponegoro Law Review (Journal Of
Law) Vol. 5 No. 2.
Syamsudin, Muhammad, Ramadani, A Fera 2018.
Perlindungan Hukum Konsumen atas Penerapan
Klausula Baku. Jurnal Yudisial (Universitas Islam
Indonesia) Vol. 11 No. 1.
Zakiyah. 2017. Klausula Eksonerasi Dalam Perspektif
Perlindungan Konsumen. Jurnal Universitas
Lambung Mangkurat ISSN 1979-4940.

Media Massa
Lingga, Murti A. 2019. Penyalahgunaan Data Pribadi
Konsumen Sudah Masuk Katagori Gawat Darurat.
(Online)(https://money.kompas.com/read/2019/07/
27/201200426/penyalahgunaan data pribadi
konsumen sudah masuk katagori gawat darurat,
diakses pada tanggal 20 februari 2021).
Maharani, Esthy. 2020. OVO: Penyalahgunaan Data
Pribadi Merupakan Pelanggaran Berat. (Online)
(https://www.republika.co.id/berita/qcvt8z335/ovo
penyalahgunaan data pribadi merupakan
pelanggaran berat, diakses pada tanggal 15 Januari
2021).
Smartlegal.id. 2019. Apa Peranan Badan Penyelesaian
Sengketa Konsumen Indonesia. (Online)
(https://smartlegal.id/ galeri hukum / perlindungan
konsumen /2019/01/02/ apa peranan badan
penyelesaian sengketa konsumen indonesia
/#:~:text=Dengan bahasan pokok tersebut%2C
BPSK Mengawasi pencantuman klausul baku.
diakses pada 18 Februari 2021).

Peraturan Perundang-undangan
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

13

Anda mungkin juga menyukai